.

.

.

.

Kebebasan.

Kebebasan bearti tidak terkengkang, tidak terikat, tidak tehalang.

Karena itu, aku bertanya,

Sudahkah kau bebas?

Masihkah kau terkengkang? Terikat? Terhalang?

Dan, tahukah kau?

Untuk mendapatkan kebebasan, sebenarnya sangat menyakitkan.

Kebebasan tidak murah.

Kebebasan sangat mahal.

Ada yang harus kau bayar untuk sebuah kebebasan.

Kau akan kehilangan untuk sebuah kebebasan.

Ada yang harus kau korbankan untuk sebuah kebebasan.

Kebebasan dan pengorbanan

Sebandingkah kebebasanmu dengan pengorbananmu?

Kubertanya sekali lagi padamu,

Masihkan kau menginginkan kebebasan jika kau sudah tahu itu?

.

.

.

.

Freedoom

By : Razux

Disclaimer : Naruto Belong To Masashi Kishimoto.

The Cloud Atlas by David Mitchell is the one than inspire me to write this fic

( Fic ini kubuat dengan satu tujuan, yakni; menghibur dan menyampaikan sesuatu yang ada dalam kepalaku pada pembaca yang budiman )

.

.

.

.

.

Prologue

Nomor 769.

Itu adalah nama panggilannya. Siapa dia? Dari mana asalnya? Dia tidak pernah tahu, sebab, dia tidak bisa mengingatnya sedikit pun. Yang dia tahu, namanya adalah nomor 769—seorang Shint di Neo Earth pada tahun 3452.

Shint.

Shint adalah seseorang yang telahir dari darah kotor. Seorang pekerja. Sejak dilahirkan, takdir seorang Shint telah ditentukan. Mereka akan berkerja, berkerja dan berkerja hingga berumur dua puluh. Hingga waktu bagi mereka untuk mengikuti Upacara Suci Ficilioc. Upacara suci dimana darah kotor seorang Shint akan disucikan. Upacara dimana seorang Shint akan berubah menjadi seorang Xenith—seorang darah murni.

Kedudukan Xenith berada di atas seorang Shint. Sudah kewajiban seorang Shint untuk melayani para Xenith, dan Xenith berhak melakukan apa saja terhadap seorang Shint. Undang-undang Neo Earth telah menulisnya, hidup mati seorang Shint berada ditangan Xenith yang menjadi tuan mereka.

Nomor 769 berkerja di sebuah restoran besar bernama Rainbow World. Bukan hanya dirinya, dalam restoran tersebut, ada berpuluh-puluh orang Shint seperti dirinya. Semuanya adalah wanita berusia sekitar enam belas sampai sembilan belas menjelang waktu untuk Upacara Suci Ficilioc.

Nomor 769 tidak mengingat jelas kapan dia ditempatkan di restoran tersebut. Yang dia tahu, dia telah berkerja di sana. Pagi-pagi sekali, alarm akan berbunyi. Kapsul tempat dirinya dan para Shint tertidur akan terbuka. Setelah menanggalkan pakaian putih tidur di tubuh, mereka semua akan dengan tertib mengantri keluar melalui sebuah lorong pancuran air hangat dan dingin untuk membersihkan badan. Lalu, mereka akan kembali melawati sebuah lorong dimana cahaya biru akan menyinari dan memunculkan pakaian pramusaji yang melekat secara otomatis di badan mereka—pakaian pendek dan ketat dengan warna cerah. Mereka akan tetap berjalan dengan tertib, melewati sebuah lorong lagi, dimana rambut mereka akan tersanggul dan wajah mereka akan terpoles make up tebal dengan sendirinya, hanya dengan disinari cahaya biru seperti lorong sebelumnya.

Akhir dari lorong yang mereka lewati adalah sebuah pintu yang akan menghubungkan mereka dengan aula kosong tempat mereka berkerja. Lampu akan menyala saat mereka masuk. Kursi dan meja akan muncul. Dinding, lantai dan juga langit-langit aula beton di sekeliling akan segera berubah menjadi sebuah layar TV plasma besar yang akan menayangkan gambar berwarna-warni pelangi yang ceria.

Mereka akan bergerak ke tempat posisi mereka masing-masing. Ada yang berposisi sebagai resepsioner, sebagai kasir dan sebagai pramusaji. Setelah berada di posisi mereka, pintu besar dimana para tamu datang akan terbuka, dan tidak memerlukan waktu lama, para tamu atau Xenith pun akan mulai berdatangan.

Meski Shint adalah darah kotor dan Xenith adalah darah murni, rupa mereka sebenarnya tidak berbeda. Sepasang tangan, sepasang kaki, sepasang mata, telinga. Satu hidung, satu mulut dan satu kepala. Struktur tubuh mereka sama persis, tidak akan ada yang bisa membedakan seorang Xenith dan Shint jika saja tidak ada kalung perak ketat yang melekat dileher para Shint—lambang seorang Shint.

Nomor 769 berposisi sebagai seorang resepsioner. Tugasnya adalah menerima tamu sambil tersenyum.

Tersenyum.

Para Shint di Restoran Rainbow World diharuskan tetap tersenyum tidak peduli bagaimana sikap para tamu terhadapnya. Dia bisa melihat dengan jelas melalui mata lavender keperakkannya, betapa kurang ajarnya para tamu terhadap para Shint yang berkerja sebagai pramusaji kadang-kadang. Mereka tidak segan-segan menyentuh—tidak peduli itu menyentuh bokong, memeluk, atau kadang memukul mereka jika ada yang tidak sesuai dengan kehendak mereka. Bagi para Xenith, para Shint adalah sebuah alat, sebuah barang—sesuatu yang tidak patut dihormati.

Setelah melayani hingga malam, saat restoran telah tutup, mereka semua akan mengantri dengan tertib dan berjalan kembali menuju lorong yang dilalui tadi pagi. Sinar biru akan menyinari tubuh mereka, menanggalkan pakaian, tatanan rambut dan juga make up tebal yang ada. Melalui lorong dimana air pancur dingin hangat akan membersihkan badan mereka, melalui lorong dimana pakaian tidur putih mereka akan terpakai secara otomatis.

Mereka akan kembali ke ruangan dimana mereka tidur—sebuah ruangan kosong dengan berpuluh-puluh kapsul tidur sebagai satu-satunya perabot yang ada. Sebelum tidur mereka akan diberi makanan berupa sebuah minuman yang akan mengenyangkan perut mereka hingga besok malam. Lalu, saat telah berada dalam kapsul tidur. Gas tidur akan disemprotkan.

Terlelap. Kegelapan akan menyelimuti mereka hingga besok pagi saat alarm berbunyi dan kapsul tidur terbuka lagi—itu adalah rutinitas mereka.

Di Restoran Rainbow World, selain mereka, para Shint, sebenarnya masih ada seorang penghuni lagi, yakni Sang Manajer bernama Solth. Solth seorang Xenith, dan dia sangat keras. Dia tidak segan-segan menghukum mereka jika mereka melakukan kesalahan.

Sesama Shint di Restoran Rainbow World dilarang berbicara atau pun berhubungan. Mereka semua sendirian. Namun, Nomor 769 tidak pernah merasa sendirian, sebab ada seseorang selain dirinya dalam dunia yang begitu baku dan monoton ini, yakni; Nomor 770.

Kapsul tidur Nomor 770 berada tepat disamping kapsul tidurnya. Saat pagi keluar dan malam kembali ke kapsul tidur, Nomor 770 lah yang dilihatnya. Mereka memang tidak pernah berbicara, namun, kadang Nomor 770 akan melemparkan sebuah senyum kecil saat mata mereka bertemu. Pada pagi hari, pada malam hari, atau kadang saat berkerja.

Nomor 770 memiliki rambut berwarna coklat panjang dan mata berwarna hijau, berbeda dengannya, Nomor 769 yang memiliki rambut hitam dan mata berwarna lavender keperakan. Posisi mereka juga berbeda, Nomor 770 berposisi sebagai seorang pramusaji. Tapi, mungkin hanya itu saja yang berbeda, sebab rutinitas mereka sebenarnya sama. Saat membuka mata hingga menutup mata.

Rutinitas yang tidak akan pernah berubah sampai akhir.

Berapa lama dia telah melewati hari-hari seperti ini, Nomor 769 tidak pernah memikirkannya, sebab seorang Shint dilarang berpikir, dilarang berperasaan. Seorang Shint hanya diajarkan untuk menunggu, menunggu hingga mereka berumur dua puluh tahun, saat Upacara Suci Ficilioc. Mungkin begitu juga untuk Nomor 770 dan semua yang para Shint yang ada di dunia, mereka semua menunggu waktu untuk mencapai puluh tahun.

Ini adalah jalan hidupnya, sesuatu yang tidak akan pernah melenceng dari jalurnya—takdirnya. Namun, ternyata dia salah. Itu bukanlah takdirnya. Sejak dia membuka mata di dunia, sebuah tugas, sebuah takdir berat telah dilemparkan ke atas pundak kecilnya tanpa diketahui dirinya sendiri. Dan sekarang, waktu telah bergerak. Bagaikan butiran-butiran kecil pasir dalam sebuah jam pasir, tidak dapat dihentikan lagi.

Takdirnya telah dimulai.

.xXOXx.


Author Note's :

Halo semuanya. Aku tidak tahu harus mengatakan apa. Sebenarnya aku tidak mau menulis fic ini, tapi, idenya sama sekali tidak mau meninggalkan kepalaku. Hingga akhirnya, kuputuskan untuk membuatnya.

Fic ini sebenarnya terinspirasi saat aku menonton film Cloud Atlas. Semua temanku yang menontonnya mengatakan, "Film apaan sih itu?" atau "Rugi banget aku menghabiskan uang dan waktu untuk menonton film aneh itu!". Tapi, secara pribadi aku sangat menyukainya, sebab aku merasa film itu sangat indah dan menyentuh. ( Sampai bela-belain aku membeli DVDnya. Bahkan dalam kepalaku sekarang, ada rencana untuk membelinya di luar negeri, bahasa inggris pun tidak apa-apa, yang penting aku bisa baca T_T ).

Ya, memang yang paling aku suka dari film itu adalah Sonmi dan Chang Hae Joo. Cerita mereka adalah cerita paling indah dan menyentuh yang pernah aku lihat. Tapi, jangan khawatir, cerita fic Freedoom ini berbeda dengan cerita Cloud Atlas kok. Dengan intrik cerita yang... percayalah benar-benar sungguh berbeda dengan Cloud Atlas ( Tapi kalau adegan actionnya, mungkin tidak akan beda jauh -_-" )

Mungkin di fic ini, akan ada banyak OC, begitu juga dengan sikap para karakter Naruto yang OOC, sebab sesungguhnya aku bukan Fans Berat Naruto ( Sejak Itachi mati, dan Sasuke jadi jahat, aku sudah berhenti membacanya -_-" ), Lalu, terakhir, untuk para Fans SasukeXSakura, maaf ya, aku memilih SasukeXHinata dalam fic ini. Tokoh utama ceweknya tidak bisa Sakura, sebab dalam pandanganku, Sakura adalah tipe cew yang selalu kuat dan dapat berdiri dengan tegar tidak peduli apa yang terjadi. Kalau Hinta…. Ya, dia lain cerita sih, hahahahaha -_-".

Razux.