Chap 1.

Author: Meonk and Deog.

Title: Forget me not.

Pair: Kyumin, Haehyuk, HyukMin.

Rate: M.

Disclaimer: Cerita ini murni milik kami,untuk cast kami hanya pinjam nama.

Warning: Yaoi, Shonen-Ai, BL, Boys X Boys, Sex activity, NC-21,Incest, OOC,OC, EYD yang berantakan, typo, typo(s), dll.

Summary: "Kami bertemu disebuah panggung opera. Memulai sebuah cerita dengan akhir yang tidak bisa dipahami. Cerita simple yang menjadi rumit sejak kedatangan namja beriris cokelat kelam itu. Menggoyahkanku, apa itu akan terus terjadi?"

.

.

.

Author Pov.

Cting…

Alunan nada indah terdengar merdu disetiap sudut ruangan. Petikan gayageum dengan iringan sinar bulan menambah keharmonisan yang tecipta. Bahkan hanya untuk memalingkan wajah saja terasa sulit. Pemandangan bernilai seni tinggi dengan iringan imajinasi indah.

"Bulan kembali meninggi. Bunga persik juga hendak gugur" Seseorang mengalunkan sebuah sijo merdu.

"Rengkuhan matahari tercipta oleh sebuah kehangatan" Ia melanjutkannya dengan nada yang amat mendramatisir.

Sungguh membuat siapapun yang mendengarnya bergidik terhanyut dengan sebuah suasana yang begitu menyentuh.

"Bukan sebuah keegoisan yang biasa terasakan"

"Pancaran itu menjawabnya dan semuanya terselesaikan" Tutupan tirai menandakan terhentinya sebuah cerita sedih mengharukan.

Suara tepuk tangan tak jarang membangkitkan senyumannya. Namja bernama Lee Sungmin itu tersenyum bangga. Menandakan bahwa keringat yang bercucuran selama ini bukan hanya sekedar bualan biasa.

"Kau hebat hyung! yang tadi mengagumkan!" Namja bertubuh kecil mengekor dibelakang. Wajah manisnya sesekali terlihat sempurna saat mata sipitnya mengeluarkan cahaya kebahagian.

"Semuanya tidak akan jadi seperti ini jika semua pakaian dan cerita ini tidak kau persiapkan" Namja bernama Lee Sungmin itu menjawab. Ia melenggang pergi setelah mendengar dengus kagum yang dikeluarkan namja manis dihadapannya.

.

.

.

"Baiklah kita bicarakan nanti" Seorang berjas hitam terlihat menutup telpon dengan wajah yang amat lelah. Bukan hanya ia namun beberapa orang yang berkerja sebagai bawahannya-pun terlihat sangat kewalahan menghadapi dering telpon yang terus memenuhi ruangan mereka.

"Ne. Saya akan menyampaikannyanya langsung. Ne algeseumnida" Pemuda dengan kacamata tebalnya berlari kearah namja berjas hitam itu dengan terberit-terbirit.

Antara lenguhan dan kebanggaan tak bisa dibedakan diruangan itu. Semua tersenyum bangga bahkan tak jarang menutup mulutnya untuk tidak berteriak.

"Sajangnim….!" Sebuah teriakkan memecah semuanya. Mereka semua meloncat girang diselingi dengan tertawaan bahagia.

"Proyek kita diterima! Semuanya diterima!" Namja berkaca mata tebal itu bicara dengan wajah sumringah. Disambut oleh sebuah senyuman manis dari atasan yang dipanggilnya sajangnim tersebut.

"Lusa depan kita berangkat. Semuanya persiapkan diri kalian. Kita semua akan berangkat ke Busan untuk mengamati perkembangan proyek baru kita, dan Kibumssi. Usahakan anggaran kita cukup. Para Investor sudah mulai berdatangan sekarang."

"Ne!" Sebuah jawaban mantap serempak muncul begitu saja dari para pegawainya.

Menambah sebuah senyuman mengembang yang begitu indah terpatri diwajahnya yang nyaris sempurna itu.

Namja beriris cokelat itu melenggang pergi setelah mengambil semua perlengkapannya dan meninggalkan kantor yang dibangunnya dengan usaha dan keringat jerih payahnya sendiri.

Entah semua itu hanya rekayasa belaka atau itu memang sebuah kemandirian yang jarang terjadi pada seseorang berstatus keluarga chaebol. Yang terpenting disini adalah wajah dan kerja kerasnya bak nada berirama yang selalu terkait satu sama lain.

.

.

.

Rumah bergaya klasik Eropa itu terlihat sangat anggun. Cahaya bulan yang semakin terang memantulkan semua pesona kehangatan dari rumah yang bisa ditebak harganya lebih dari ratusan juta won. Sebuah rumah yang dibangun dari sebagian obsesi membanggakan.

"Annyeong Kyu".

Sesosok namja brunette tiba-tiba muncul dari balik tirai jendela. Mengagetkan sang pemilik rumah yang sudah hampir mati karena kehilangan detak jantungnya.

"Yak! Hyung! tidak bisakah kau masuk dengan cara yang lebih wajar?!" Bentak namja bernama Kyu atau lebih tepatnya Cho Kyuhyun ini. Namja berusia 27 tahun yang berstatus sebagai pemilik sebuah perusahaan kontruksi.

"Mian. Orenmane" Namja brunette itu menghempaskan dirinya kesebuah sofa merah darah. Wajahnya sedikit tertekuk menandakan bahwa hatinya tengah gusar.

Kyuhyun mengambil sebotol wine dan menuangkannya kesebuah gelas kaca didepannya. Menyuguhkannya pada tamu yang sangat tidak sopan.

"Hmm.." Ia mengangguk mengiyakan.

"Kenapa kembali lagi? Kupikir kau akan bertahan setidaknya 2 minggu ditempat barumu tapi sepertinya aku salah" Kyuhyun melanjutkan kata-katanya. Membuat air muka seseorang yang dipanggilnya hyung itu kembali memucat.

"Entahlah. Aku tidak suka tempat yang terlalu ramai" Jawabnya ketus.

"Tentu saja ramai jika tujuanmu itu datang ke pulau Nami dan Jeju" Sindir Kyuhyun. Namja brunette itu mencoba mengangguk membenarkan.

"Setidaknya saat tidak melihat wajahmu aku bisa merasakan ketenangan" Ujar Donghae. Yah! Namja brunette itu bernama Lee Donghae. Kakak sepupu dari Cho Kyuhyun yang berusia 4 tahun diatasnya.

"Tapi tujuan terakhirmu selalu datang padaku bukan?" Kyuhyun meneguk segelas wine yang kini tengah bertenggger rapi dijari lentiknya. Namja berwajah sedikit pucat ini mencoba memenangkan pembicaraan.

"Karna begitulah aku ditakdirkan" Kata Donghae santai. Ia membenarkan posisi duduknya lalu menatap mata cokelat sang adik dengan tajam.

"Proyekmu sudah diterima?" Kyuhyun mengangguk lemah membenarkan pertanyaan Donghae. Kembali ia meneguk cairan merah didepannya hingga tak bersisa.

"Dari mana kau tahu?" Tanya Kyuhyun singkat. Satu tangannya diletakkan diatas meja dan satunya lagi mencoba untuk melonggarkan dasinya yang terasa mencekik leher jenjangnya.

"Paman yang mengatakannya padaku. Tujuanmu ke Busan?" Mata teduhnya sedikit berbinar berharap sang adik menjawab 'ya'.

"Aku kesana untuk bekerja hyung bukan untuk berlibur" Jawab Kyuhyun ketus saat mulai mengetahui arah pembicaraan sang kakak.

"Siapa yang bilang kau berlibur? Kau memang berkerja dan akulah yang berlibur. Lusa depan aku ikut denganmu" Donghae melenggang pergi setelah mengucapkan sebuah kalimat yang berhasil membuat raut wajah Kyuhyun berubah kesal. Mendenguskan sepatah kata tak percaya pada sifat sang kakak yang tergolong sangat childish itu.

Donghae kembali membalikkan badannya saat tangan panjangnya hampir menyentuh gagang pintu.

"Berapa hari kita di Busan?" Tanyanya mengadahkan kepala untuk menatap Kyuhyun.

"Tepatnya berapa bulan." Koreksi Kyuhyun. Donghae menggangguk lalu kembali melangkahkan kakinya pergi meninggalkan tempat ini.

.

.

.

"Hyung! Hyung!" Teriakan keras terdengar begitu saja disebuah gang sempit ditengah pedesaan itu. Seorang anak kecil atau mungkin juga bukan, terlihat tengah begitu ketakutan.

"Berteriak?! Kau kira siapa yang bersalah disini" Seorang ahjumma memekik kesal. Ia terlihat mengancam namja tak berdaya itu dengan sebuah sapu.

"Hyung! Ahjumma! Jangan pukul aku! Aku tidak melakukannya! Aku bersumpah!" Namja berkulit seputih susu itu memohon seraya menggesek-gesekkan tangannya meminta ampun. Sebuah tetesan air mata mungkin sudah tak bisa terelakan lagi.

"Dasar Idiot! Kau kira siapa yang harusnya menangis disini?! Mencuri roti! Susu! Dan apalagi sekarang?!" Ahjumma itu memukulkan batang tongkat sapu tersebuat ke kepala namja itu membuatnya semakin terisak keras dan meringis sakit pada bagian kepalanya.

Pyakk.

Beberapa ribu won terlempar kewajah ahjumma gendut itu. Seorang namja berbibir M datang dengan wajah marahnya.

Wajahnya memang tergolong manis namun dengan mata teduhnya kita bisa melihat banyak kesedihan tengah melandanya.

"Berapa yang dia makan hingga kau berani-beraninya memukulnya?!" Namja imut itu berteriak keras hingga 2 orang didepannya tersentak kaget.

"Aigoo! Dasar tidak waras!" Setelah mengambil uang yang berceceran dijalanan, ahjumma itu berlari pergi dari pada harus menanggung sesuatu yang buruk untuk dirinya.

"Gweanchana?" Namja itu memeluk namja berkulit putih susu itu dengan erat. Membiarkan dirinya menjadi pelampiasan kesedihan yang membuat sosok polosnya terisak.

"Mian hyung datang terlambat. Berhenti menangis o…?" Bujuknya lembut. Namja berkulit putih susu itu menggeleng. Masih terisak kuat seperti seorang bocah kecil.

"Uljjima. Hyung janji tidak akan datang terlambat lagi" Pemuda imut itu berujar sembari mengelus lembut surai cokelat sang adik. Mencoba menenangkan seorang yang amat 'disayanginya' itu.

.

.

"Enak?" Lee Sungmin membulatkan matanya menatap sang adik yang tengah makan dengan lahap. Senyum mengembang tak lupa membuat wajah kelincinya semakin imut.

"Eum~" Hyuk Jae atau Lee Hyukjae mengangguk imut. Hyukjae seakan melupakan kejadian pahit yang baru saja menimpanya.

"Tadi kenapa mangambil makanan tanpa membayar?" Sungmin berujar dengan lembutnya. Tangan putihnya terulur untuk menghapus sisa makanan yang menempel disudut bibir sang adik.

"Aku tidak mencuri hyung. Aku bersumpah" Hyukjae kembali menitikkan air matanya saat mengingat dirinya terasa seperti seorang pengemis. Ia bahkan terisak kecil saat tatapan sang kakak seolah menyamakannya dengan pencuri-pencuri jahat dijalanan.

"Arraseo,jangan menangis lagi. Hyung tidak bermaksud menuduhmu" Katanya pelan lalu mengusap lembut air mata yang membasahi pipi putih Hyukjae.

"Tapi kenapa ahjumma itu mengejarmu? Dia bahkan memukulmu." Lanjutnya sedikit membuat Hyukjae tertegun. Namun sedetik kemudian ia menggeleng menjawab pertanyaan sang kakak.

"Hmm. Baiklah. Hyung mengerti, habiskan makananmu. Hyung pergi sebentar" Setelah mengecup singkat bibir plum sang adik Sungmin mulai beranjak pergi.

Hyukjae tidak menolak. Ia hanya mulai menerima kebiasaan sang kakak yang senang mengecup bahkan melumat bibir plumnya. Ayolah… apa yang bisa dilakukannya jika otaknya saja masih belum berfungsi optimal bahkan hanya untuk berhitung. Tidak ada yang bisa disalahkan dan menyalahkan. Hanya menerima mungkin.

.

.

Prang!.

Sebuah pecahan kaca terdengar di salah satu rumah warga. Seseorang kini terlihat tengah melempar batu kedalam sebuah rumah berdisain tradisional Korea itu.

"Yak! apa yang kau lakukan pada rumahku?!" Ahjumma gendut itu berteriak histeris saat mendapati kondisi kaca rumahnya yang hancur berantakan.

"Cih!" Namja pelaku dari pengrusakan itu hanya mendecih kesal.

"Jawab aku!" Ahjumma itu kembali berteriak. Sungguh mengenaskan mungkin melihat rumahnya kini terlihat seperti kapal pecah yang sangat berantakan.

"Apa karena suamimu meninggalkanmu kau jadi tidak bisa berpikir menggunakan otakmu ahjumma?" Namja itu bertutur dengan mimik merendahkan.

"Mworago?!" Ahjumma itu kembali berteriak. Hinaan yang sangat sensitive bagi seorang wanita yang menjalani hidupnya tanpa seorang pria.

"Ah! Aku bersyukur karena paman Hwang meninggalkanmu ahjumma. Kau tahu kau kini terlihat lebih buruk dari pelacur-pelacur yang dibawa paman Hwang pulang saat kau tidak ada dirumah" Cetusnya lagi membuat ahjumma didepannya menggertakkan giginya kesal.

"Jaga ucapanmu! Anak muda sepe_"

"Berhenti berteriak!" Namja itu memotong dengan teriakkan yang lebih kencang. Satu tangannya memungut sebuah batu besar dan melemparkannya kedalam rumah hingga berbenturan dengan perabotan didalamnya.

Tentu saja tindakannya kembali memunculkan teriakan histeris ahjumma didepannya.

"Idiot? Siapa yang idiot hah?! Sekali lagi aku mendengarmu bicara seperti itu akan kupastikan hal yang lebih buruk dari ini akan terjadi" Ancamnya lalu meninggalkan ahjumma gendut itu dengan linangan air mata.

Sepertinya Sungmin sedikit keterlaluan untuk ini. yah… mungkin memang begitu.

.

.

.

"Kyu! Kyuhyun!" Donghae berteriak hingga membuat Kyuhyun sontak terbangun dari tidurnya. Ia mengerjap bingung lalu mengedarkan pandangannya pada ruang pesawat.

"Wea?"

"Sebentar lagi mendarat kau boleh melepas sabuk pengamannya" Jelasnya membuat Kyuhyun mendecih kesal.

"Sudah sampai?" Kyuhyun menguap singkat dan mencoba sedikit merenggangkan otot-ototnya yang sedikit kaku.

"Ya. Sepertinya kau sangat kelelahan". Donghae menunjukkan raut wajah khawatirnya hingga membuat tawa renyah Kyuhyun muncul begitu saja.

"Sejak kapan orang sepertimu begitu mengkhawatirkanku?" Ejek Kyuhyun lembut. Donghae sedikit menyunggingkan senyum kesalnya mencoba memberitahu bahwa ia sedang serius sekarang.

"Sejak kau menjadi seseorang yang setidaknya tahu situasi kapan seharusnya bercanda bocah!" Bentak Donghae kesal.

Kyuhyun mencoba menahan tawanya saat sang kakak kembali bersikap seperti seorang anak kecil.

"Busan…" Donghae sedikit mengalihkan pembicaraan saat mata teduhnya mulai memandang objek indah.

Bentangan laut juga padang rumput yang terlihat samar begitu mendominasi diketinggian. Wajah Donghae jauh berbeda dari tadi. Kini ia terlihat sedih dan sedikit murung.

"Ayolah hyung… ini sudah 3 tahun" Kyuhyun sedikit membujuk. Entah apa yang dimaksud dengan 3 tahun itu.

"Hm…" Gumam Donghae pelan. Ia mengangguk lemah membenarkan. 3 tahun waktu yang tidak sebentar namun begitu cepat untuk mengenal arti dari melupakan. 3 tahun…

Author Pov End.

.

.

.

Donghae Pov.

Aku memijakkan diriku kedalam sebuah tanah hangat. Sama seperti dulu… ini bukan ketenangan namun sebuah kehampaan atau mungkin sebuah kesunyian suram.

Matahari memang terbit dari barat tapi hal itu tidak bisa mengubah pandanganku bahwa Tuhan kini tengah berniat bermain-main bersamaku.

Anggapan yang salah? Tapi begitu yang terjadi.

Aku terlalu menyalahkan Tuhan? Tidak ada yang bisa kusalahkan selain dirinya.

Aku naïf? Terlalu bodoh jika kukatakan diriku naïf. Jika aku seperti itu, sudah sejak dulu aku menyusulnya. Tapi kenyataannya tidak. Aku masih berpijak disini. Bahkan berlari, berlari mencoba menapaki tanah yang belum pernah ditapakinya.

Hanya berharap setidaknya ia memberikan sebuah kesempatan yang bisa kuraih tanpa melupakan akal sehatku.

"Hyung" Kyuhyun sedikit mengguncang tubuhku saat ternyata kami sudah sampai didepan sebuah Resort. Jangan tanya pemilik Resort ini… Tentu saja pamanku.

"Kau baik-baik saja?" Kyuhyun kembali bertanya saat melihat perubahan raut wajahku. Aku mengangguk singkat mencoba menepis kecurigaannya.

"Hari ini kita akan menonton acara Opera" Tambahnya lagi. Ayolah! Aku memang anak dari keturunan chaebol tapi aku bukan seseorang yang hobi menghabiskan waktu hanya demi hal yang hanya mampu membuatku menguap.

"Aku tidak ikut" Jawabku singkat. Kyuhyun mengangguk mengerti lalu mengeluarkan sebuah kunci mobil dari sakunya.

"Jika ingin jalan-jalan gunakan mobil ini" Katanya lagi. Aku mengangguk dan meraih kunci itu.

Melenggang pergi mencoba menghilangkan penat didalam kepalaku.

Donghae Pov END.

.

.

Author Pov.

"Hari ini ceritanya apa?" Sungmin meraih sebuah cermin kecil seraya mengoleskan sebuah lipstick merah kebibir M-nya. Mewarnai setiap jengkal bibirnya dengan cairan pekat nan elegan tersebut.

"Hwang Jin Yi" Seorang bertubuh mungil atau lebih dikenal dengan nama Henry menjawab malas.

"Hwang Jin Yi lagi?" Sungmin sedikit memprotes saat peran yang didapatkannya selalu menjadi seorang gisaeng rendahan.

"Ya. Ceritanya sudah dipersiapkan dan hari ini kita mulai latihan, malam nanti kita akan mulai pertunjukkannya" Tutur Henry. Sungmin mendesah pelan lalu menatap plafon panggung tempat mereka berdiri.

"Selalu mendadak!" Cetusnya kesal. Matanya sedikit memerah saat membaca sebuah sijo yang tersusun rapi diatas kertas naskahnya.

"Apa wajahku semurahan itu?!" Kembali ia mendengus. Matanya seakan tak terima saat dirinya selalu diidentikan sebagai wanita penghibur.

Wajah manisnya memang mengecoh dan bisa dikatakan bahwa ia cukup manis dengan balutan make-up bak putri berharga dinegri dongeng. Tapi sebuah kenyataan memang selalu berbanding terbalik. Ia namja dan tentu saja kehidupannya tidak lebih baik dari seorang prajurit dikerajaan-kerajaan tempat para putri berada.

Seorang pemain opera dengan harga yang murah. Kehidupan yang bisa disamakan dengan rakyat jelata di dinasti Joseon. Menggunakan ekspressi dan segala esensi untuk menarik uang mendekat kedalam dirinya.

.

.

.

"Dasar bodoh! Apa kau tidak bisa membedakan uang 1000 Won dan 10000 ribu won?!" Seorang bocah kecil kini tengah meneriaki Hyukjae dengan lantang.

"Aku tidak bodoh!" Hyukjae menyangkal. Ia sedikit memundurkan tubuhnya saat gerombolan anak nakal itu mulai mendekat kearahnya.

"Kalau begitu apa?!" Bocah gendut meraih uang yang Hyukjae genggam dengan erat. Ia menyodorkan beberapa lembar uang itu kewajah Hyukjae.

"Jika 0 ada 4 maka itu artinya seribu won dan jika 0 ada 3 itu artinya sepuluh ribu won" Terang bocah gendut itu asal.

Tentu saja! Sejak kapan 10 ribu bisa mempunyai tiga 0 dibelakang? Anak-anak ini hanya berniat mengibuli Hyukjae.

"Pembohong! Kemarin Sungmin hyung bilang jika 0-nya ada tiga itu berarti 1000 ribu won, dan jika 0-nya ada empat itu berarti 10000 ribu won! Jangan membohongiku!" Hyukjae kembali membantak saat para anak kecil iitu membohonginya.

"Itu berarti Sungmin hyung-mu yang pembohong!" Seorang bocah pendek meledek membuat Hyukjae bersungut kesal dan…

Brak!

Hyukjae mendorong bocah pendek itu dengan keras hingga membuatnya jatuh tersungkur ketanah. Kaki panjangnya digunakannya berlari saat berhasil meraih uang yang dimilikinya dari bocah gendut yang tengah menenangkan sahabatnya yang tengah terisak keras.

"Babbo! Jangan lari!" Bocah gendut itu meneriaki Hyukjae yang sudah mulai menjauh.

"Aku akan mengatakannya pada Ibuku! Awas saja kau Lee bodoh!" Bocah yang tersungkur itu berteriak disela isakannya. Memberikan sebuah ancaman tak mempan.

.

.

.

"Hyukjae-ah hati-hati jalanan sedang licin" Seorang paman tua menegur Hyukjae yang tengah berlari kencang.

"Eomma! Itu dia!" Bocah kecil nan pendek itu menunjuk Hyukjae yang masih terengah kelelahan.

Bocah tengik itu ternyata menepati ancamannya. Ia sedang menggandeng seorang ahjumma gendut tegap yang tengah membawa sebuah sapu lidi. Penampilan garangnya membuat Hyukjae bergidik takut.

"Berani-beraninya idiot itu pada Jino-ku!" Ahjumma itu menggeram. Hyukjae kembali berlari saat ahjumma itu mempercepat langkahnya mulai mendekati Hyukjae.

Meneriaki sebuah umpatan kasar yang sebenarnya juga tidak boleh dikatakan saat banyak anak kecil berada disekitarnya.

Brakk!.

Tabrakkan keras terjadi saat Hyukjae tidak memperhatikan jalan sekitarnya. Tubuh kurusnya menghatam sebuah mobill mewah. Tidak terlalu keras namun hal itu mampu membuatnya pingsan karena syok.

.

.

.

"Ne! aku akan segera sampai! Ne! suruh tuan Choi menunggu" Cho Kyuhyun berlari panik kedalam sebuah gedung dengan sebuah ponsel bertengger ditelinganya. Secepat kilat ia memutuskan sambungan saat berhasil memasuki area gedung Opera.

"Hfft!" Lenguhnya. Ia menarik nafas dalam lalu masuk ke gedung tersebut dengan wajah yang tenang.

Suara dentingan musik tradisional Korea begitu kentara saat kakinya semakin melangkah masuk. Iringan Gayageum itu begitu berirama dengan langkah sepatu Kyuhyun.

Tap…

Ting…

Tap…

Ting…

Langkah berirama dengan sebuah musik klasik menenangkan.

Ia memasukkan dirinya dan langsung berbaur kedalam kelompok karyawannya. Mencoba mencari tempat yang aman untuk membiarkan dirinya duduk tenang disebuah kursi yang disediakan.

"Dimana tuan Choi?" Kyuhyun sedikit berbisik pada sang sekertaris Kibum yang tengah duduk tenang menatap pertunjukkan opera yang disajikan.

Kibum menunjuk seseorang berwajah sempurna yang tengah berdiam diri menatap pertunjukkan didepannya.

'untunglah dia tidak sadar' Pikir Kyuhyun. Matanya menatap lurus kedepan. Mencoba membiarkan iris cokelatnya menangkap permainan yang terkapar didepannya.

"Entah ini hanya bayangan dari sudut pandangku" Sungmin mengucapkan bait sijo yang sudah diafalnya selama 30 menit. Matanya memerah mendalami perannya.

"Terang bulan purnama menangkap esensi murni yang kau tunjukkan" Sargahnya. Menghentikan aksi gayageum yang membuat suasana dipanggung opera tersebut semakin sunyi.

"Dengan laut yang terus saja menahanmu untuk pergi dariku" Mata sayunya memandang atap opera lalu memalingkannya tepat kearah Kyuhyun.

"Byuk Kyesoo yang terhormat bersediakah kau untuk tetap tinggal lebih lama?". Mereka melakukan kontak mata hingga…

Trakk!

Tirai itu tertutup cepat diiringi pandangan tak percaya dari Kyuhyun. Matanya membulat seolah tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi padanya.

.

.

.

"Eungh…" Lenguhan tertahan keluar begitu saja. Mata sipit itu mengerjap saat mendapati dirinya berada dalam sebuah ruangan serba putih.

"Gweanchanayeo?" Sesesok namja mengagetkan namja manis itu. Ia terjungkal kebelakang saat sosok didepannya kembali mendekat.

"Kau baik-baik saja?" Namja itu kembali mendekat. Membuat namja manis itu mengangguk lemah.

Hyukjae menyentuh kepalanya yang sedikit pening. Matanya melebar saat tahu bahwa dirinya baru saja menjadi korban kecelakaan.

"Aku masih hidup!" Ia menggumam membuat sosok namja didepannya mengernyit bingung.

"Ya… tentu saja. Kau hanya mengalami sedikit luka dan benturan di kepalamu juga tidak menimbulkan luka dalam" Terangnya membuat Hyukjae menitikkan air mata.

"Yak! kenapa menangis?!" Namja itu sontak terkejut saat Hyukjae malah terisak.

Hyukjae menggeleng lemah lalu memengangi kepalanya yang berat dan pandangannya yang sedikit mengabur.

"Kepalaku sakit.. dimana Sungmin hyung… kepala Hyukjae sakit" Ia terisak keras. Memegangi kepalanya yang berat dan pening. Namja didepannya hanya mampu mendengus bingung.

.

.

.

"Menyebalkan!" Sungmin mengumpat kesal seraya menghapus make-up tebal yang kini melapisi seluruh wajahnya menggunakan sebuah kapas yang sebelumnya sudah dibasahi dengan air.

"Jika seperti ini terus sejak dulu aku tidak akan menerima pekerjaan ini" Ia kembali mengumpat. Menatap wajahnya yang sudah sedikit bersih dari make-up yang tadi sudah dihapusnya.

Tap…

Sebuah langkah sepatu membuat Sungmin menghentikan kegiatannya. Ia meletakkan kapas tersebut kesebuah meja didepannya.

"Henry-ah kau disana?" Ujar Sungmin. Ia mendongakkan kepalanya kebelakang.

Matanya sontak melebar saat sosok didepannya bukanlah Henry yang dimaksudnya.

"Nugusaeyeo?" Tanyanya sopan.

Sosok didepannya hanya menyeringai lalu melanjutkan langkahnya. Mempersempit setiap jarak yang memisahkan mereka.

"Apa anda mencari seseorang?" Sungmin kembali berujar. Namja didepannya masih membisu dengan sebuah seringai. Membuat Sungmin mengerjap bingung.

"Aku mencarimu" Jawab orang itu dengan suara beratnya. Sungmin kembali mengeryit bingung.

"Mencariku?" Sungmin menunjuk wajahnya sendiri dan dibalas sebuah anggukan lembut dari sosok didepannya.

Namja beriris cokelat itu kembali melangkah. Kini jarak mereka berdua hanya bersisa 1 langkah. Mata mereka bertabrakkan mencoba mencari sebuah kepastian dalam iris kelam yang mereka milikki.

Sosok itu mendekatkan tubuhnya kearah Sungmin dan mengunci pergerakkannya dengan mendorong tubuh Sungmin kearah tembok. Namja itu mendekatkan bibir bervolume-nya ketelinga Sungmin.

Membiarkan namja imut itu mendengar setiap lenguhan nafas yang dihembuskannya.

"Oraenmaneyeo… Lee Sungmin sunbenim" Mata Sungmin kembali melebar. Mulutnya sedikit terbuka tak percaya. Sesosok namja yang terus dihindarinya sejak bertahun-tahun.

.

.

9 tahun yang lalu...

"Sunbaenim…" Namja berkulit pucat itu mendekat kearah Sungmin membawa sebuah bungkusan cokelat. Tangannya sedikit terulur menyerahkan makanan manis itu kepada Sungmin.

"Ini untukku?" Sungmin menunjuk dirinya. Namja pucat itu mengangguk malu.

"Ah… Gomawo" Sungmin mengembangkan senyum kelincinya. Menatap bingkisan berwarna pink itu dengan tatapan lembut.

"Ne cheonmaneyeo" Sosok pucat itu segera memalingkan tubuhnya dan berlalu pergi saat merasa pemberiannya dihargai.

Sungmin menghela nafas lembut saat namja pucat itu sudah menjauh dari pandangannya.

"Menyusahkan!" Ia mendengus. Bingkisan itu ia lemparkan kesebuah tong sampah didekatnnya. Meninggalkan sekotak bingkisan itu disebuah tempat yang sangat berbeda dengan bingkisan manis itu.

.

.

.

"Apa lagi ini?" Sungmin mendengus kesal saat menemukan sebuah boneka kelinci putih dilokernya. Mengeluarkan benda tersebut dari lokernya.

"Ah sunbaenim itu…"

Brakk!.

Sungmin melempar boneka kelinci putih itu kearah sosok namja pucat didepannya. Matanya memicing kesal menatap sosok didepannya.

"Apa kau tidak punya kerjaan lain? Kau tahu seisi sekolah selalu menggosipkanku gay gara-gara tingkahmu yang kelewat batas ini!" Sungmin membentak kesal.

Namja pucat itu menunduk sedih. Ia merapatkan matanya mencoba untuk tidak membiarkan Kristal bening itu menetes.

"Josonghaeyeo…" Namja pucat itu berbisik. Walau berbisik hal itu dapat terdengar oleh Sungmin karena jarak mereka yang terlampau dekat. Sungmin mendecih seraya membuang mukanya.

"Cih! Ya sudah! Berhenti melakukannya" Sungmin hendak pergi namun sebuah tangan kembali menahan pergerakkannya.

"Kenapa hanya ini yang tidak diterima? Jika sunbaenim tidak menyukainya aku akan mencarikan hadiah yang lain. Besok aku akan memberika_"

Ucapan namja itu terpotong saat Sungmin menghempaskan tangan putihnya. Matanya menatap tajam namja beriris cokelat itu.

"Berhenti melakukannya. Kau tidak dengar? Aku menyuruhmu untuk berhenti" Tutur Sungmin sinis.

Namja didepannya mematung tak percaya. Dimana sosok sunbae yang begitu disukainya. Ramah dan murah senyum.

"Itu aku…" Namja itu tergagap. Ia masih dalam proses keterkejutannya. Sosok Sungmin kembali berniat untuk pergi.

"Aku tidak akan berhenti! Sunbaenim! Kau akan menerima yang lebih baik dari ini jadi kumohon untuk tidak menolaknya lagi!" Namja pucat itu menaikkan nada bicaranya.

Sungmin hanya menyeringai. Ia kembali pada posisi semulanya dan menatap namja itu dengan pandangan merendahkan.

"Kau gay? Kau menyukaiku?" Tuturnya sinis. namja itu hanya terdiam. Namun sesaat kemudian ia mengangguk mantap. Tawa renyah merendahkanpun begitu terdengar.

"Bodoh!" Sungmin mendecih.

"Menjijikkan kau mengerti arti dari kata tersebut bukan?".

Namja didepannya mengangguk.

"Dan begitulah dirimu." Sungmin melanjutkan ucapannya membuat namja itu menitikkan air matanya.

Langkah kaki Sungmin terdengar ia sedikit menjauh dari sosok namja pucat itu.

"Sunbaenim… jika aku tidak menjijikkan apa kau mau menerima hadiahku?" Sosok pucat itu berujar dengan polos. Pipi putihnya sudah dibanjiri oleh kristal bening yang enggan untuk berhenti.

"Jika kau bisa melakukannya." Ujar Sungmin angkuh. Ia melanjutkan langkahnya meninggalkan namja pucat itu sendirian dengan isakan yang begitu terdengar dilorong sekolah yang sepi dan gelap itu.

Meninggalkan luka yang mungkin bekasnya akan masih terlihat bertahun-tahun mendatang.

.

.

.

TBC or DELETE.

Annyeonghaseyo *nunduk 90 derajat* ini karya perdana kami yang kami dedikasikan untuk Zya eonni yang sudah banyak membantu kami dalam mengembangkan karya-karya kami yang sungguh… sangat…sangat….sangat… jauh! Dari kata sempurna.

Kami minta maaf jika karya kami sedikit mengecewakan tapi sungguh kami hanya ingin mengapresiasikan ide-ide yang bernaung diotak karat kami.

Sungguh sangat lancang jika kami sudah meminta review pada reader sekalian namun kami berharap membaca saja sudah membuat kami merasa senang dan bangga.

Jeongmal jeosonghaeyo untuk miss typo yang masih berserakan karna sesungguhnya kami bukanlah orang yang teliti dan jeongmal khamsahamnida untuk kalian semua yang bersedia membaca *nunduk lagi*

Sekian bacotan membosankan kami, see you next chap… ^.~.

Special thanks: Zya eonni, Yunka sunbae, Dean sunbae, Sapta, Sen Oppa, dan semua yang sudah mendukung dan menanti karya kami :). Terimaksih...