Chapter 1

.

.

.

.

.

.

I Can See You

Naruto belong to Masashi Kishimoto

Genre: Supranatural,Mystery,Romance,Friendship

Beberapa karakter ada yang ooc untuk mendukung cerita.

Happy Reading^^

.

.

.

.

.

.

"Hei! apa kau mengetahui rumor tentang ruang musik?"

.

.

.

"Ruang musik? Ah hantu yang mendiami ruang terkutuk itu?"

.

.

.

"Ya kakak senior pernah bercerita padaku, katanya saat melewati gedung tua itu, ia mendengar suara piano mengalun dengan indah. Padahal jarak dari luar bangunan lumayan jauh dengan ruang musik. Sangat mustahil kan ada orang yang mau masuk ke tempat tersebut dan memainkan piano terkutuk itu."

.

.

.

"Benarkah? Teman kelasku juga pernah bercerita, dia mendengar gosip 'tentang seseorang yang melihat hantu tersebut tersenyum dengan sangat menyeramkan kepadanya disalah satu jendela ruang musik itu.' Keesokan harinya ia terkena demam tinggi dan meracau seperti orang gila. Pada akhirnya orang tuanya membawanya kembali dan memutuskan untuk pindah sekolah."

.

.

.

"Ah sepertinya aku pernah mendengar gosip itu. Dan apa kalian tau, tentang rumor yang menyebutkan 'jika kita bisa melihatnya, maka Ia akan menghantui seumur hidupmu dan mengambil jiwamu untuk menemaninya diruangan sialan itu."

.

.

.

"Uhm..."

.

.

.

"...Teman-teman...tu-tunggu sebentar!"

.

.

.

"Ha ada apa?"

.

.

.

"Apa kalian tidak sadar kita berjalan kearah mana?"

.

.

.

Mereka saling memandang satu sama lain. Lalu meneguk ludah. Kaki mereka mendadak kaku dan tubuh mereka bergetar dengan -bulir keringat mengalir diwajah para gadis tersebut. Mereka ingin mengucapkan sesuatu tetapi lidah mereka terasa berat dan kelu bahkan untuk menggumam dalam hati saja mereka tidak mampu. Ya mereka memang berencana untuk kembali kea srama mereka karena hari sudah menjelang malam dan gedung sekolah sudah mulai sepi. Namun mengapa sekarang mereka sampai disuatu tempat yang tidak mereka kehendaki sama sekali?

Lalu mereka pun memutuskan untuk melihat dengan sangat-sangat perlahan pemandangan yang ada dihadapan mereka.

.

.

.

"Sialan! Bangunan tua terkutuk itu!"


Konoha Boarding High School

Malam yang sangat dingin dan kelam, tanpa disinari hangatnya sinar sang rembulan, bahkan sang bintang pun enggan menampakan dirinya. Suasana sekolah berasrama ini sudah sangat sepi, Saat ini yang terdengar hanya lah bunyi angin yang mendayu-dayu dan sesekali terdengar lolongan serigala. Semua murid sekolah ini sudah memasuki alam mimpi mereka masing-masing. Tetapi lain halnya dengan murid-murid yang satu ini. Sekelompok murid yang rasa ingin tahunya sangat besar memutuskan untuk menjelajahi bangunan sekolah lama mereka yang sudah sangat tua dan terkenal angker. Dengan hanya bermodalkan senter, mereka berjalan disebuah koridor yang sangat gelap dan kotor.

Tap...tap...tap...

"Hei! Apa kita benar-benar akan melakukannya?" Tanya seorang anak laki-laki dengan rambut hitam seperti mangkok serta mata belonya.

"Tentu saja! Rencana kita sudah sangat matang." Jawab seorang laki-laki bepostur tubuh tinggi dengan rambut hitam yang dikuncir dan mencuat kebelakang.

"Kenapa? Kau takut ya Lee?" ejek seorang laki-laki bertubuh tinggi sedang, dengan berat badan yang berlebihan.

"E...eh enak saja. Tentu saja tidak!" elak Lee dengan cepat.

"Kusarankan, lebih baik kau kembali dari sekarang, Lee! Daripada nanti merepotkan kami. Tidak akan ada yang mau mengangkat mu jika kau pingsan." sindir teman perempuannya yang berambut merah dan memakai kacamata, diikuti dengan gelak tawa teman-temannya.

Lee yang melihat gelak tawa teman-temannya mendengus kesal. "Enak saja, aku tidak akan pingsan hanya karna melihat hantu itu. Lagipula... jika aku pingsan kan ada Kiba yang akan menggendongku. Yakan Kiba?" Lee memberikan senyuman terbaiknya pada Kiba yang berjalan disampingnya. Kiba yang melihat tatapan Lee bergidik ngeri.

"Kau... menakutkan ku Lee. Aku ini masih normal tau!" sahut seorang laki-laki berambut jabrik dengan warna cokelat dan gigi taringnya yang tajam.

"Sialan kau pikir aku ini apa?seorang yaoi?" dengus Lee sebal sambil mengerucutkan bibirnya.

Yang lain hanya bisa tertawa kecil melihat kelakuan sahabatnya yang satu ini. Sudah menjadi kebiasaan mereka untukmenggoda Lee. Menurut mereka, kegiatan itu adalah salah satu kegiatan yang mengasyikan. Walaupun terkadang, memang becanda mereka sering kelewatan. Tapi percayalah mereka sangat menyayangi sahabatyang satu ini.

"Ssttt tenanglah kawan-kawan! Kalian ingin kita ketauan guru?"ucap Shikamaru yang akhirnya mengeluarkan suaranya, sejak sedari tadi hanya terdiam mendengarkan pembicaraan sahabat-sahabatnya.

"Ah ya maaf hehe. Tapi apa benar hantu itu berada diruang musik?" tanya perempuan yang diketahui bernama Karin.

"Ya. Aku sudah memeriksanya di surat kabar lama ini. Hantu itu memang bersemayam diruang musik sejak zaman dulu." Shikamaru mengeluarkan secarik kertas yang sudah lecak dengan beberapa kata yang sudah memudar dimakan zaman dari kantongnya. Lalu membacanya lagi dengan teliti. Entah sudah berapa kali ia mengulang-ulang bacaan dari kertas tersebut. Akan tetapi kertas itu sama sekali tidak memberikannya petunjuk apapun tentang hantu maupun ruangan tersebut.

Sebenarnya mereka tidak terlalu peduli tentang rumor yang selalu dibicarakan disekolahnya. Karena selama ini, mereka hanya mendengar gosip tersebut dari mulut ke mulut, yang belum pasti kebenarannya. Bisa saja kan gosip hantu yang berada diruangan musik hanyalan lelucon dari murid-murid yang iseng.

Akan tetapi setelah menemukan potongan surat kabar yang memberitakan tentang pembunuhan disekolah asrama Konoha High School itu, membuat Shikamaru merasa penasaran dan akhirnya mengajak teman-temannya untuk ikut menelusuri bangunan tua yang sudah lama tidak dipakai.

"Wahh kau temukan itu dimana Shikamaru? Keliatannya sudah sangat lapuk. Kira-kira berapa ya usianya...?" tanya Choji antusias.

"Aku menemukannya tanpa sengaja saat sedang menjelajah ruangan kerja bekas kakek ku. Kebetulan sekali kan. Karena gosip itu sedang hangat-hangatnya disekolah kita."

"Oh ya! aku baru ingat kakekmu dulu pernah bersekolah disini ya? Lalu bagaimana, apakah pelakunya tertangkap?"tanya Lee penasaran walaupun raut wajahnya sedikit menunjukan rasa takut.

"Ya. Pembunuhnya tidak terungkap bahkan tubuh korban itu pun tidak ditemukan. Dan juga... sepertinya sekolah ini terkesan sangat menutup-nutupi dan melarang pihak kepolisian untuk menginvestigasi lebih lanjut dengan dalih tidak ingin menakut-nakuti murid dan tidak ingin menghancurkan citra sekolah yang dari dulu terkenal dengan cap baik dan kualitas murid-muridnya. Maka pihak polisi pun tidak dapat berbuat apa-apa, dan pada akhirnya menutup kasus ini."celoteh Shikamaru panjang lebar. Aneh sekali jika melihat lelaki ini bicara panjang lebar. Mengingat ia lah yang paling terkenal dengan pelit bicaradiantara teman-temannya yang lain. Tetapi lain halnya jika terdapat sebuah kasus yang membuat dirinya penasaran. Hal itu dapat merubahnya 180 derajat, menjadi menjadi sosok yang cerewet dan menyebalkan.

"Wah wah lengkap sekali penjelasanmu. Kupikir lebih baik kau menjadi detektif atau semacamnya Shikamaru." saran Karin setengah mengejek, namun hanya dibalas tatapan malas Shikamaru. "Aku tidak mau. Itu terlalu merepotkan." dengusnya pelan. Teman-temannya hanya dapat diam sembari memandang satu sama lain, kemudian menghela napas secara bersamaan. Shikamaru memang terkenal dengan kemalasaannya. Mereka sangat merasa prihatin melihat sahabatnya satu ini.

Bagaimana ya jika ia sudah besar nanti. Apakah ia akan bekerja? Ataukah ia akan memilih menganggur selama hidupnya, dan menikmati hidupnya dengan santai dan bermalas-malasan? Sesekali menyelidiki kasus-kasus yang menurut mereka sama sekali tidak penting. Huft kasian sekali anak dan istrinya kelak.Pikir mereka dalam hati.

Srek...srek...srek...

"AH! suara apa itu?" seru Lee sambil memeluk lengan Kiba. Kiba yang melihat Lee memeluknya, berusaha untuk melepaskan Lee dari tubuhnya. Karin dan Shikamaru dengan cepat langsung mengarahkan senter mereka kearah bunyi suara. Sedangkan Choji hanya berdiri dibelakang mereka sembari memasang raut muka ketakutan. Suara itu seperti seseorang yang menyeret kakinya dengan tangan sebagai tumpuannya. Jika kau pernah menonton film suster ngesot. Ya kurang lebih seperti itulah suaranya sekarang.

Saat Karin dan Shikamaru menerangi lorong yang gelap itu, mereka menyipitkan kedua mata mereka, berharap dengan begitu mereka dapat melihat dengan jelas apa yang sebenarnya berada disana. Shikamaru yakin disana terdapat sesuatu yang aneh. Ia pun mencoba untuk mendekatinya. Namun saat akan mendekatinya, sesosok bayangan itu pun menghilang tiba-tiba. "Ck! merepotkan saja. Tidak ada apa-apa." setelah mendengar penuturan Shikamaru mereka semua menghela napas lega. Lee pun mulai melepaskan pelukannya dari Kiba."Ma-maaf aku refleks hehehe." ucapnya dengan sengiran lebar sambil menggaruk-garukan kepalanya yang tak gatal. Kiba memutar matanya-bosan. Lee memang selalu memeluk Kiba saat ia ketakutan. Dan Kiba pun tidak bisa berbuat banyak akan hal itu.

"Baiklah. Ayo kita lanjutkan lagi."

Mereka kembali melanjutkan perjalanan mereka. Ruangan musik itu berada dilantai dua bangunan ini. Jarak dari pintu depan ke ruangan musik lumayan jauh mengingat besarnya gedung sekolah lama. Disepanjang jalan, dapat dengan jelas mereka lihat koridor sekolah yang sangat kotor-berdebu dan cukup banyak makhluk-makhluk menjijikan yang mereka temui. Entah sudah berapa kali Lee melompat sambil memeluk Kiba saat menemukan seekor tikus atau seekor kecoa yang berjalan dibawah kakinya. Namun penantian mereka pun akhirnya terealisasikan. Akhirnya mereka sampai didepan ruang musik tersebut. Ruang musik ini letaknya terpaut cukup jauh dari ruang-ruang sekolah yang lain. Jadi bisa dipastikan kalau ruangan ini cukup luas. Shikamaru yang berjalan lebih dulu, didepan teman-temannya menampilkan sengirannya dan berkacak pinggang. Otaknya mulai memikirkan pengalaman yang sangat mendebarkan setelah mereka masuk kedalam.

.

.

.

Ruang Musik

Mereka berlima berdiri didepan sebuah ruangan yang mereka yakini adalah sebuah ruang musik yang dipakai pada zaman dahulu kala. Keadaannya dari luar sangat menyeramkan, cukup untuk membuat bulu kuduk mereka merinding. Di dinding luar ruangan tersebut tumbuh subur lumut dan jamur. Lantai yang mulai menghitam dan meninggalkan banyak debu. Beberapa langkah sebelum pintu masuk ruangan, ditutupi oleh garis kuning yang diketahui adalah garis polisi. Garis ini memang menandakan mereka atau orang lain tidak boleh memasukinya. Selain garis polisi, terdapat banyak sekali gembok dan rantai yang mengitari pintu. Sepertinya akan sulit bagi mereka untuk masuk kedalam.

Melihat keadaan ini, membuat mereka menimbang-nimbang kembali apa mereka harus melanjutkan rencana mereka yang sudah mereka persiapkan sejak jauh-jauh hari, atau kah mereka batalkan saja dan kembali ke kamar mereka yang hangat dan nyaman di asrama. Mereka menelah ludah mereka, memang sangat berbeda dengan yang ada dipikiran mereka, sebab mereka belum pernah sekalipun menyelidiki hal-hal yang berbau mistis seperti ini sebelumnya. Biasanya mereka hanya menyelidiki suatu kasus yang mereka dapat dari internet ataupun kasus yang terjadi pada seorang murid. Akan tetapi bukannya mengurungkan rencana mereka, Shikamaru yang merupakan sang pemimpin kelompok. Malah berjalan dengan mantap menembus garis kuning tersebut dan menuju pintu utama ruangan terkutuk itu. Saat ia sudah sampai didepan pintu masuk,ia menolehkan kepalanya kebelakang dan menatap teman-temannya.

"Ayo!" teriaknya bersemangat walaupun wajahnya masih saja keliatan malas.

Yang lain hanya bisa menghela hafal betul sifat Shikamaru yang tidak akan menarik kembali kata-kata yang pernah terlontar dari mulutnya.

Sudah tidak ada waktu lagi untukmemikirkan apa ini tindakan yang benar atau tidak. Benar atau tidak mereka harus tetap bergerak maju menghadapi ini kalau tidak ingin dicap sebagai pecundang.

Seperti yang terlihat dari jauh. Di pintu ruangan musik sangat banyak gembok dan rantai yang dipasang di pintu tersebut. Benar. Harusnya mereka sudah tahu. Mana mungkin mereka akan mudah memasuki ruangan yang disegel oleh garis polisi ini.

"Nah. Kuserahkan padamu Kiba, ini adalah keahlianmu." ucap Shikamaru sambil memutar tubuhnya menghadap Kiba dengan raut wajah malasnya.

"Haaa aku? Kenapa harus aku? Aku tak tahu apakah aku akan berhasil atau tidak. Aku hanya pernah mencobanya beberapa kali." Jawab Kiba gugup.

"Hei Kiba! Apa kau berani menyebut dirimu ini seorang pria? Mana ada pria yang mengundurkan diri sebelum peperangan dimulai!" Shikamaru mulai kehabisan kesabarannya dan mulai membentak Kiba yang terlihat telah menundukan kepalanya.

"Ya tapi inikan bukan sebuah peperangan." gerutu Kiba sembari menggumam tidak jelas. Entahlah apa yang ia bicarakan. Karena yang bisa mendengar ocehannya hanya lah dirinya sendiri. Shikamaru memutar matanya bosan.

"Ck merepotkan. Sudah cepat! Memangnya kau ingin kita kembali, setelah jalan yang tinggal sedikit lagi ini?" seru Shikamaru tidak sabaran.

Kiba hanya bisa menghela napas panjang. Beginilah Shikamaru, walaupun kadang dia menjadi seseorang yang bijaksana dan perhatian, tidak bisa dipungkiri dia mempunyai sifat emosian dan tidak kemauannya pasti harus dia dapatkan. Kiba pun memutuskan untuk berjalan mendekati pintu-mengalah karena ia sadar argumennya tidak akan pernah bisa menang dari sang pemilik rambut nanas itu. Ia pun mengeluarkan sebuah kawat kecil dari saku jaketnya.

Krek...krek...krek...

Kiba mencoba membuka gembok besar tersebut dengan pelan-pelan. Keringatnya mengalir dengan derasnya. Jujur, saat ini ia sangat gugup dan takut. Takut jika ia akan mengecewakan Shikamaru dan yang lainnya. Teman-temannya menatap Kiba dengan cemas, bagaimana jika Kiba tidak bisa membuka gembok tersebut dan mereka tidak bisa menjalankan rencana mereka. Apa mereka harus kembali dengan tangan hampa? Walaupun jauh didalam hati mereka, mereka sangat senang jika pintu itu tidak dapat terbuka. Itu berarti mereka tidak perlu menghadapi sesuatu yang menyeramkan. Dan hanya perlu kembali ke asrama mereka dan menikmati malam yang kelam ini dengan kasur empuk dan selimut yang hangat. Tapi saat mereka memikirkan kemungkinan tersebut. Gembok besar itu terbuka.

Sialan!

Mereka semua, kecuali Shikamaru menghela napas serempak. Mungkin memang ini sudah menjadi takdir mereka. Oh Kami-Sama, sungguh menyedihkan nasib mereka.

"Kerja bagus Kiba!" puji Shikamaru dengan menunjukan jempolnya tulus. Yang dituju hanya tersenyum senang. Ternyata membuka gembok ini tidak terlalu sulit seperti yang dipikirkannya. Dan berniat mencoba kembali hal tersebut saat mereka kembali ke asrama. Dia pikir ini akan berguna disaat keadaan genting nanti. Shikamaru berjalan mendekati pintu dan menarik rantai-rantai yang bertugas menjaga tempat tersebut dari jangkauan orang dirasa sudah tidak terdapat hambatan lagi, mereka memutuskan untukmemasuki ruangan tersebut dipimpin oleh sang ketua-Shikamaru-.

Anyir dan lembab...

itulah yang mereka rasakan pertama kali saat memasuki ruangan ini. Bau tersebut sangat menusuk hidung mereka.

Kira-kira berapa lama ya ruangan ini ditinggalkan seperti ini?

Mereka sudah tidak kuat lagi menghirup udara busuk ini dan memutuskan untuk menutupi hidung mereka dengan masker mulut yang sudah mereka siapkan untuk berjaga-jaga. Mereka memang sudah memperkirakan kejadian ini akan terjadi sebelumnya. Sehingga mereka membawa beberapa alat yang kiranya akan membantu mereka untuk menemukan sebuah informasi diruangan ini. Kiba yang penciumannya sangat sensitif akan bau, tidak kuat lagi menghirup udara didalam ruangan ini, dan meminta izin kepada Shikamaru untuk keluar sebentar. Shikamaru yang melihat Kiba sudah akan mengeluarkan isi perutnya, mengangguk mengerti dan dengan gerakan tangannya Shikamaru mengizinkan Kiba menunggu diluar. Belum sempat Kiba berterima kasih, perutnya sudah mulai bergejolak tanda ingin keluar. Ia pun menutup mulutnya dengan tangan kanannya dan berlari menuju ke luar ruangan. Tanpa aba-aba lagi ia menumpahkan isi perutnya di salah satu dinding yang berada diluar ruangan tersebut.

"Sial! Bukan hanya perasaan ku saja yang tidak enak saat berada didalam ruangan tersebut. Bahkan perutku juga tidak. Sebenarnya apa sih yang pernah terjadi di ruangan itu?" batin Kiba dalam hati.

.

.

.

.

Kembali pada mereka yang masih kuat menjelajahi ruangan tersebut. Mencoba mencari sebuah informasi yang bisa mereka dapatkan dari tempat terkutuk.

"Uh baunya sangat busuk sekali!"oceh Karin sambil membetulkan letak maskernya.

"Ckck jorok sekali sih tempat ini, memangnya ruangan ini tidak pernah dibersihkan apa?!" seru Choji kesal. Ucapannya yang kelewat polos atau memang bodoh itu sontak memunculkan rasa kesal yang amat sangat pada diri Karin. Karin memukul kepala Choji dengan keras, berharap dengan begitu kebodohan temannya ini akan segera menghilang.

"Hei Choji! Kurasa otakmu ini sudah rusak karena menghirup udara beracun ini terlalu banyak. Mana mungkin ada yang mau membersihkan tempat yang sudah lama tidak terpakai. Ditambah dengan rumor yang menyebalkan itu!"

Choji mengangguk, membenarkan perkataan Karin. Seketika mereka berdua bergidik akan perkataan Shikamaru sebelum mereka memasuki bangunan tua ini.

'Ruangan yang diyakini berhantu itu pernah terjadi pembunuhan secara brutal. Seseorang yang dibunuh dan mayatnya belum ditemukan sampai saat ini. Mungkin itu yang menyebabkan hantu itu berkeliaran menuntut balas.'

Bagaimana jika hantu itu benar-benar muncul? Mereka berdua merasa belum siap jika harus mengucapkan salam pertemuan dengan hantu tersebut. Begitu juga dengan Lee yang berjalan jauh-tertinggal- dibelakang mereka. Shikamaru pun melanjutkan perjalananannya mengelilingi ruangan ini. Karin yang sedaritadi hanya dapat terdiam mematung kemudian tersadar dan mengikuti langkah ketua mereka. Ia tidak ingin ditinggalkan hanya berdua dengan Choji. Maka ia pun memutuskan untuk terus berjalan. Choji yang akhirnya tersadar dari lamunannya, berlari setelah melihat mereka yang mulai berjalan menjauh meninggalkan dirinya sendirian.

"He-hei tunggu aku dong! Kalian ini teman bukan sih?"

.

.

.

.

.

.

Ruangan musik ini sangat luas. Mungkin saking luasnya kalian bisa bermain bola didalam sini. Kondisi ruangannya saat ini sangat memprihatinkan. Langit-langitnya sudah banyak yang berlubang sehingga menampilkan ruangan yang berada diatasnya-walaupun tidak terlihat dengan jelas. Kaca-kacanya pun tertutupi oleh tumbuhan liar dan banyak yang sudah retak. Lantainya masih terbuat dari kayu sehingga menjadi tempat perkembang biakan yang nyaman untuk sang rayap. Setiap kali mereka melangkahkan kakinya, selalu ada bunyi berdecit seperti akan ambruk, menambah kesan horror ruangan ini.

Namun, mengesampingkan kesan horrornya. Ruangan ini sama seperti ruangan musik pada umumnya. Ruangan ini berisi banyak alat-alat musik yang modelnya tampak jadul dan kondisinya yang sudah usang-rusak dimakan oleh waktu. Tapi yang paling menarik perhatian mereka adalah sebuh piano klasik tua berwarna putih, yang terletak ditengah-tengah ruangan. Piano itu dikelilingi oleh suatu garis yang sama seperti dipintu masuk ruangan ini. Ya garis polisi. Berbeda dengan teman-teman seperjuangannya, piano ini masih dalam kondisi yang baik! Seperti ada yang merawatnya. Namun dengan debu yang menumpuk dan segumpal darah yang mereka yakini tidak bisa terhapus bahkan dengan cairan pembersih ampuh sekalipun.

Semakin mereka mendekati piano itu, maka terasa semakin kuat bau busuk dan bau amis yang anehnya masih terasa, bau tersebut menyeruak masuk ke dalam hidung mereka. Tubuh Karin bergetar hebat membayangkan apayang pernah terjadi didepan piano tersebut. Ya seperti film-film favorit yang sering ia tonton. Sebua pembunuhan! Sama dengan halnya Karin, Shikamaru pun merasa ketakutan setengah mati. Tubuhnya menegang, menambah keringat yang daritadi keluar deras dari tubuh laki-laki ini. Walaupun sedari tadi ia berusaha mati-matian menutupi rasa takutnya itu tapi entah mengapa sekarang ia tidak bisa menutupinya lagid engan sempurna. Mereka berdua hanya bisa mematung melihat pemandangan yang berada dihadapannya. Sedangkan Choji yang juga ketakutan memandang kearah mereka berdua lalu tersenyum lebar. Menepiskan rasa takutnya, Choji yang melihat kedua temannya ketakutan muncul ide jahilnya untuk menakuti mereka berdua. Ia sengaja membiarkan teman-temannya berjalan mendahuluinya. Dan memutuskan untuk berdiri di sebuah pojok dinding yang kotor dan gelap sehingga mereka tidak bisa melihat wajah dan bayangan tubuh Choji dengan jelas.

"Hei... anak muda... dimanakah tubuhku? Dimanakah tubuhku? Apa kau melihatnya?" seru Choji pelan, namun nadanya meninggi ketika ia menyebutkan kata'apa kau melihatnya?'sepertinya ia sangat menjiwai perannya tersebut. Karin dan Shikamaru tidak menengok kearah asal suara tersebut. Mereka tidak peduli lagi yang berbicara seperti itu manusia atau bukan. Yang ada dipikiran mereka saat ini hanya satu. Yaitu cepat-cepat keluar dari ruangan sialan ini!

"TIDAKKKKK!" teriak Karin dengan kencang lalu berniat berlari keluar ruangan. namun langkah kakinya tertahan karna melihat Shikamaru yang sudah tidak berdaya. Atau lebih tepatnya disebut pingsan. Karin berdecak kesal bagaimana lelaki itu bisa tidur dengan lelapnya dalam keadaan genting seperti ini.

Sebenarnya sempat terlintas di pikirannya untuk meninggalkan teman yang sering berbicara 'merepotkan' itu. Tetapi ia urungkan dengan cepat. Ia buru-buru mengangkat Shikamaru dan meletakan tangan lelaki berambut nanas itu di pundaknya. Lalu pergi keluar dengan terbirit birit menyusul temannya-Kiba yang daritadi memang sudah diluar.

Melihat kelakuan temannya tersebut berhasil membuat Choji tertawa terbahak bahak-senang rencananya berhasil. Menjahili temannya memang kegiatan yang akan terus membuat dia tertawa bahagia.

.

.

.

.

.

"Tu-tubuhku... dimana tubuhku?"

Choji menghentikan kegiatannya tadi dan mencoba menanjamkan pendengarannya.

"Tu-tubuhku... dimana tubuhku?"

Ia mencoba untuk tidak mempedulikannya. Namun suara itu terdengar kembali ditelinganya. Semakin lama, suara tersebut semakin jelas terdengar. Bulir-bulir keringat mulai mengalir di tubuh lelaki gemuk tersebut.

"Ah... apa itu? Ahhahahaha... Ka-Karin...Sh-Shikamaru...SIALAN! TUNGGU AKUUUUU!" Teriak Choji frustrasi. Ia tidak menyangka akan muncul yang asli, mereka sudah tidak ingat lagi rencana yang awal mereka datang ketempat ini. Yang ada dipikirkan mereka, adalah berlari secepatnya keluar meninggalkan ruangan sialan itu dan bertemu dengan teman-temannya diluar. Mereka berempat pun keluar dari gedung tersebut meninggalkan Lee sendiri yang masih berada didalam ruangan.

Lee yang sedaritadi hanya terdiam memandangi alat-alat musik yang ada didepannya itu. Bahkan teriakan teman-temannya sertabau yang semakin menyeruak dihidungnya pun tidak ia pedulikan. Seakan-akan ia sudah berada didunia lain-terhipnotis dengan apa yang ada didepannya. Ia pun mendekati alat-alat musik dihadapannya yang tentu saja sudah rusak. Menurutnya itu adalah pengalaman langka baginya melihat alat-alat musik yang sering dimainkan pada zaman dahulu, belum tentu sekarang masih ada alat-alat musik seperti itu ditoko-toko musik zaman sekarang. Ya dia memang tertarik dengan hal-hal berbau musik sejak kecil. Saat sibuk melihat-lihat alat musik tersebut tanpa sengaja dia menabrak sebuah meja kecil didepannya.

"Aw..." Lee memegang kakinya yang menabrak meja. Entah sudah beberapa kali ia menabrak benda-benda yang berada disana.

Tadi kepalaku sekarang kakiku. Ah... hari ini benar-benar sial!sungutnya dalam hati.

Tetapi wajah kesalnya itupun berubah menjadi wajah yang sangat sumringah, ketika melihat sesuatu yang berada di hadapannya. Radio klasik jaman dahulu! Melihat bentuknya yang aneh dan berbeda dengan radio yang sekarang, membuat Lee makin penasaran. Walaupun bentuknya lumayan berbeda tetapi ia yakin ini benar-benar sebuah radio kuno."Wah hebatttt. Masih ada saja radio yang seperti ini. Apa jangan-jangan ini radio pertama kali yang ditemukan Guglemo Marno?! Hehe." tebak Lee asal-asalan. Dia pun mengutak-atik radio tersebut berharap dengan begitu akan menyala.

Sadar perbuatannya memang sia-sia. Ia pun menjauh dari radio tersebut-bersiap meninggalkan tempat itu. Tetapi saat kakinya baru berjalan beberapa langkah, langkahnya terhenti ketika sesuatu seperti menahannya untuk tidak beranjak dari ruangan tersebut.

Teng...neng neng... lalalala

Ya radio itu berbunyi sendiri.

"Ah... mana mungkin? pasti itu hanya khayalanku saja yang mengharapkan radio itu berbunyi. Ya benar seperti itu..." batinnya dalam hati. Mencoba menenangkan dirinya sendiri. Ia pun memutuskan untuk menengokan kepalanya untuk memeriksa apa yangs ebenarnya terjadi pada radio itu.

Aneh

Sungguh aneh

Radio itu terlihat mati dan tidak mengeluarkan suara apa pun.

Ya mana mungkin itu terjadi. Lee menampar-nampar pipinya dengan kencang. Ia berharap dengan begitu dapat menyadarkan dirinya dari segala keanehan yang melanda dirinya. Radio itu tidak mungkin bisa berbunyi,kabelnya saja tidak colok. Bahkan kalau kabel itu dicolok mustahil radio itu bisa berbunyi kembali, sebab Lee yang mengerti sedikit tentang radio sudah mencoba untuk menyalakannya tapi sia-sia. Apalagi masalah waktu yang membuatnya rusak perlahan. Mungkin hanya perasaannya saja, atau memang otaknya sudah rusak dan menampilkan kejadian kejadian fantasinya? Mungkin jitakan Karin yang selalu diberikan padanya memang terlalu keras dan menyebabkan otaknya begitu.

"HAHAHAHA." Lee pun membalikan badannya lagi dan berniat untuk meninggalkan tempat tersebut. Namun radio tersebut kembali mengeluarkan suara musik klasih khas jaman eropa dulu. Kesal merasa dipermainkan dia pun membalikan kembali badannya dengan cepat. Walaupun gelap dia masih bisa melihat dengan samar-samar seseorang yang sedang berdiri didepan radio tersebut. Saat akan mengarahkan senternya ke orang tersebut. Mendadak senter itu mati tanpa sebab .Padahal Lee yakin batre senternya masih dalam keadaan penuh.

Tak... tak... tak...

Lee memukulkan senternya ke tangannya, berharap senter tersebut kembali menyala.

Ah sial kenapa mati disaat yang tidak tepat. Umpatnya dalam hati.

Setelah beberapa kali ia pukulkan ketangannya. Senter itupun kembali menyala. Lee mencoba memajukan kakinya untukmengetahui siapa orang yang ada didepannya itu.

"Choji? Shikamaru? Kau kah itu? Sudah tidak usah main-main denganku! Becanda mu tidak lucu sama sekali." teriaknya kesal. Orang yang dituju pun hanya terdiam tidak bergerak. Dia masih setia berdiri ditempatnya. Lee pun mencoba menyinarkan senternya kearah bawah orang tersebut. Takut mengetahui jika orang yang didepannya itu bukan orang yang dipanggilnya tadi. Dengan langkah berat Lee kembali maju. Dan arah senternya pun makin lama makin tinggi hingga kini tubuh orang tersebut terlihat dengan jelas. Ia memakai seragam sekolah. Ya seperti model seragam sekolahnya tetapi agak berbeda. Baju tersebut juga sudah usang dan terdapat banyak warna merah disana.

Tu-tunggu sebentar...apa itu darah?

Lee semakin bergidik ngeri melihat pemandangan yang ada didepannya. Langkahnya pun semakin berat dan tangannya bergetar hebat. Bahkan senter yang dipegangnya pun terasa seperti akan terjatuh. Namun rasa penasarannya lebih besar daripada rasa takutnya. Ia sudah semakin dekat dengan orang tersebut. Dan Lee menaikan sedikit arah senternya keatas...atas...semakin keatas dan akhirnya terlihat lah wajah orang tersebut. Mukanya tertutupi rambut-rambut lancipnya. Lee terus memanggil orang tersebut dengan nama temannya. Walaupun ia sangat yakin dia bukan lah seorang teman yang ia kenal, tetapi ia yakin orang yang dihadapannya sekarang ini adalah seorang laki-laki. Dan akhirnya lelaki tersebut mengangkat wajahnya dengan perlahan semakin lama semakin terlihat jelas wajah pria tersebut. Wajah yang menampilkan tatapan yang sangat menyeramkan yang sanggup membuat jantungmu berhenti sejenak. Mengerikan...

.

.

.

.

WAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA

.

.

.

.

Hallo minna-san! Yoroshiku onegashimasu /bow/

Gimana nih kesan ficnya?

Ini fic pertama aku lohh dari sekian lama mencoba untuk bikin tapi gak kelar-kelar hehe. Dapet ide ini dari mimpi aku waktu itu. Padahal mimpinya udah lama tapi masih aja inget._. Oh ya aku minta maaf ya kalo sakuranya belum muncul pas chapter awal. Tapi selanjutnya dia bakalan muncul kok. Aku mohon dengan sangat review-review dari para senpai agar bisa memperbaiki diri lebih baik lagi.

Lot A Love

Ghost Writer234