Sebentar lagi festival kebudayaan akan segera diadakan.

Kali ini, tema dari festival adalah, "love".

Sepertinya tak perlu kujelaskan panjang lebar lagi bagaimana jadinya festival kali ini.

Laki-laki. Perempuan. Berpasangan. Bermesraan. Menikmati festival serasa milik berdua.

Lalu yang masih sendiri, ini ajang yang tepat untuk 'menembak'.

Dan bla... bla... bla... whatever. Sudah kubilang aku tak perlu menjelaskan panjang lebar.

Masalahnya adalah, justru diajang seperti ini aku merasa begitu risih.

Pirang. Seksi. Cantik. Semua orang memberiku gelar-gelar itu.

Dan yang memberiku gelar-gelar itulah yang jadi mempermasalahkan suatu hal.

Disaat semua gelar itu ada, semua bertanya, "kenapa kamu masih sendiri?"

The Hell?

.

.

.

.

©Masashi Kishimoto

FAN FICTION

AUTHOR :
SilentPark Vindyra

-I GOT A BOY!-

WARNING!
Some Crack Pairs, Romance kurang terasa, typo bertebaran, absurditas, bahasa payah, dll.

Inspired from Girl's Generation song titled 'I Got A Boy'.

Dedicated for Hwang Energy

Hey, my bestie! Enjoy this fiction! :D


.

"Ino, sampai kapan kamu mau jadi single?"

Aku memutar bola mataku dengan malas. Pertanyaan sama yang ke-1499 kalinya kudengar. Entahlah, mungkin lebih dari itu. Lagipula, kenapa aku jadi mempermasalahkan jumlah?

Namaku Yamanaka Ino. Seorang perempuan dengan sejumlah gelar dan prestasi. Bukannya sombong, tapi kenyataannya memang seperti itu. Prestasiku begitu banyak dalam bidang modelling, mulai dari menjadi 'Miss Hidden Leaves Senior High School' mengalahkan juara sebelumnya, Uzumaki Karin. Ah, aku tak suka senior yang cantik luar tapi busuk didalam seperti dia. Oke, kembali ke prestasiku. Aku juga pernah menjadi 'Gadis Sampul Konoha', menjadi model untuk sebuah majalah pakaian remaja, dan menjadi model untuk sebuah brand make-up sampai sekarang. Tak hanya itu, aku punya fans club tersendiri disekolah dan diluar. Mereka juga memberiku gelar 'Tercantik dan terseksi'. Seperti itulah, aku bak artis papan atas disekolah. Didukung dengan rambutku yang memang asli blonde, membuat kebanyakan orang dengan lengket melihatku.

Namun, mereka yang 'memuja'-ku juga memberi pertanyaan yang sangat tidak penting.

Sampai sekarang, well, aku masih berstatus lajang, alias single a.k.a jomblo. Dan mereka sering mempertanyakan hal itu. Hello? Apakah statusku itu adalah masalah besar dalam kehidupan kalian? Kurasa tidak. Dan memang tidak, 'kan? Lalu, kenapa kalian harus mempermasalahkannya seperti seakan-akan dunia akan terbelah?

Kembali pada orang kesekian yang mempertanyakan hal itu. Aku hanya menoleh dengan malas dari bangkuku lalu berkata, "Sampai ladang gandum berubah menjadi coklat."

Aku tahu itu jawaban konyol. Aku sering menjawab seperti itu karena sudah terlalu bosan mendengar pertanyaan sejenis, seperti, "Sampai negara api diserang balik" atau "Sampai Mad Dog tidak lagi menjadi greget".

Who cares with my answer?

Orang-orang juga sering bertanya, apa aku tak punya orang yang kusuka. Tentu saja ada! Aku suka pada seseorang! Seseorang yang didaulat sebagai 'Perfect Ice Prince' disekolah ini. Hah? Apa? Seleraku amat tinggi? That's not your business! Yang penting aku suka dia.

Namanya Uchiha Sasuke. Dia tinggi, tampan, dingin sedingin dry ice. Jago dalam mata pelajaran apapun, dalam olahraga apapun, namun begitu ketus terutama pada perempuan. Ya, sesempurna apapun manusia pasti ada kekurangannya juga.

Tapi, suka pada seseorang bukan berarti ia harus dijadikan kekasih, 'kan?

Aku sangat menikmati status lajangku ini. Menjadikanku berbeda dengan mereka yang seperti tidak bisa menjalani kehidupan tanpa punya seorang kekasih. Lebih bebas rasanya daripada harus dikekang dengan sebuah ikatan.

Tapi, bohong kalau aku tidak merasa bosan dengan statusku ini. Terkadang aku juga bosan, membayangkan bahwa sudah 16 TAHUN AKU MENYANDANG STATUS JOMBLO!

.

Sudah terlalu lama sendiri...

Sudah terlalu lama aku asyik sendiri...

Lama tak ada yang menemani...

Rasanya...

.

"SHUT UP!"

Lagu pengiring ceritaku pun terhenti. Apa-apaan, aku tidak minta ceritaku diiringi! Lagipula, darimana datangnya lagu pengiring itu?

Kembali pada ceritaku. Terkadang aku membayangkan bagaimana jika aku punya kekasih, bergandengan tangan, berpelukan lalu... kiss? Oh tidak, jangan yang terakhir. Yang itu aku tak dapat membayangkannya.

Aku pun melihat kearah jendela luar dari bangkuku. Ah, langit hari ini begitu cerah. Rasanya jadi ingin jalan-jalan. Aku pun tenggelam dalam lamunan saat tiba-tiba sebuah suara melengking datang seenak jidatnya di telingaku.

"INOOOOOOOOOO!"

Hampir saja aku jatuh dari bangku jika aku tidak refleks memegang meja.

"Ya ampun, Sakura! Apa-apaan, sih?! Tidak bisakah kau kecilkan volume suaramu?! Jangan mengagetkan begitu!"

Apa-apaan itu? Sakura hanya menjulurkan lidah sambil memasang wajah jahil saat mendengar omelanku. Namun aku tak ambil pusing. Aku pun bertanya padanya, "Ada apa, Sakura?"

"Kau sudah dengar? Festival kali ini temanya adalah 'Cinta', 'Love'!" mata Sakura terlihat berbinar saat menceritakannya.

" 'Cinta' dan 'Love' sama saja."

"Yeah, whatever. Yang penting, inti kedatanganku kesini adalah untuk mengajakmu ikut berpartisipasi!"

Aku menaikkan satu alisku, "Untuk festival? Malas, ah!"

"Oh, ayolah..." Sakura menarik-narik lenganku manja, tanda bahwa ia memaksa. "Aku juga mengajak Hinata dan Tenten-senpai. Pasti akan seru!"

Aku hanya memutar bola mata tanda malas, "memang kau ingin apa dalam festival kali ini?"

"DANCE!"

Seketika aku sweatdrop mendengarnya.

"Yeah, dan itu keinginanmu sejak kelas sepuluh," aku melepaskan tangan Sakura dari lenganku. "Sakura, serius. Aku betul-betul malas untuk ikut kegiatan festival budaya tahun ini."

Sakura pun merengut tanda tidak suka, ia kembali menggandeng lenganku, "Kau, 'kan, sedang tidak sibuk pemotretan. Lagipula, ini ajang untuk berkumpul kembali denganmu. Kau tidak mau?"

"Bukannya aku tidak mau..." aku kembali memutar bola mataku dengan malas. Sudah kuduga, Sakura akan segera memasang wajah andalannya ketika memaksa, yaitu menggandeng lengan, lalu memasang wajah seakan-akan ingin menangis. Dasar. "Okay, okay. I'll do it."

Tanpa bicara, Sakura langsung memelukku tanda senang, atau tanda berhasil membujukku lagi dan lagi. Ah, sudahlah. Jika aku menolak, Sakura pasti akan memaksaku dengan cara apapun. Lebih baik langsung berkata 'iya'.

"Oke! Aku akan berbicara pada Hinata dan Tenten-senpai. Katanya mereka juga akan mengajak yang lainnya. Lebih banyak lebih seru, 'kan?"

Aku hanya mengangguk malas, lalu kembali menatap keluar jendela. Hal pertama yang langsung menarik perhatianku dari langit cerah adalah seseorang yang berada diluar sana.

Sasuke.

'Kami-sama... terima kasih telah menciptakan makhluk sesempurna dia,' batinku senang saat melihat ia bercengkrama dengan teman-temannya dengan wajah stoic andalannya. Betul-betul lucu.

"HOI! KOK JADI BENGONG!" Sakura memukul mejaku dengan keras, ditambah dengan suara nyaringnya membuatku tersentak untuk kedua kalinya.

Aku menoleh kesal padanya, "Sudah kubilang jangan mengagetkan! Atau aku tidak jadi ikutan, nih?!" ancamku seraya menunjuk hidungnya. Sakura pun langsung memasang wajah meminta ampun.

"Lagian... tiba-tiba kau bengong lagi. Lihat apa, sih?" kuhalangi wajah Sakura dari jendela dengan tubuhku. Namun gagal, Sakura melihat sekilas dan langsung tahu penyebabku melamun untuk kedua kalinya. "Ooooh... dia, ya? Sang Pangeran Es?" Sakura langsung memasang wajah iseng sementara aku hanya memelototinya dengan salah tingkah.

"Kenapa kau tidak 'menembak'-nya saja?" lanjut Sakura.

Aku menggeleng pasti, "walau aku suka, belum ada niat untuk menjalin hubungan dengannya. Lagipula, aku yakin jika kunyatakan dia juga takkan menerima."

Sakura langsung menyikut lenganku, "ah, masa sih~? Jangan seperti perempuan hopeless begitu, dong! Kau 'kan, sang 'Miss Hidden Leaves Senior High School'! Jika kau 'menembak'-nya pasti ia akan mempertimbangkanmu, setidaknya."

"Sudah kubilang aku belum ada niat untuk menjalin hubungan, Sakura. Aku masih enjoy dengan status single-ku."

Kali ini kulihat giliran Sakura yang memutar bola matanya. Aku hanya tertawa kecil lalu menepuk lengannya. "Sudah, bilang pada Hinata dan Tenten-senpai sana."

Lalu Sakura pun melenggang pergi seraya tersenyum cerah padaku. Aku pun membalasnya dengan cengiran lebar.

See? Aku masih lebih nyaman jika berkumpul dengan sahabatku. Lagipula, prinsip relationship-ku adalah 'Sahabat satu tingkat diatas kekasih'.

Dan itu membuatku bahagia.

.

.

.

Akhirnya aku ikut berkumpul untuk membicarakan tentang partisipasi dalam festival budaya. Okay, aku memang malas tapi aku cukup senang bisa menyenangkan hati Sakura.

Kulihat sudah ada banyak orang yang terkumpul disini. Kami berkumpul ruang musik seusai sekolah dan ternyata banyak yang berpartisipasi. Para senior juga berpartisipasi, karena ada Tenten-senpai dan pastinya ia mengajak teman-temannya. Kulihat juga beberapa wajah yang sedikit asing, sepertinya anak kelas sepuluh. Oh, iya. Ada Hinata. Hinata pasti juga mengajak teman-temannya.

Tapi...

"Jadi, semua sudah berkumpul? Ah, senangnya! Kalau sebanyak ini, sekalian saja kita dance lagunya GG!"

"Yeah, aku memilih orang-orang yang memang berbakat dalam modern dance! Dalam waktu tiga minggu lagi, aku yakin kita sudah menguasai gerakan!"

"Ino juga ikutan? Ah, semakin seru saja!"

"Etto... anu... apa tak apa-apa...? soalnya... eh..."

Semua orang langsung melihat kearah Hinata yang begitu ragu mengatakan sesuatu. Aku yang sudah tahu maksudnya langsung saja berkata frontal.

"Kalian juga mengajak dia?"

Aku menunjuk pada gadis berkacamata, dan rambutnya di cat merah, serta berpenampilan serba terbuka.

Uzumaki Karin.

KAMI-SAMA! KENAPA HARUS DIA?!

Tenten-senpai yang sadar setelah itu pun kemudian berdehem, "Ehem! Aku tahu, semua orang juga tahu. Sudah rahasia umum bahwa kalian saling tidak menyukai. Tapi kini kita tergabung dalam sebuah grup dance. Artinya, aku tidak mau tahu, kalian harus bisa bersatu, setidaknya. Dalam hal ini saja."

Tenten-senpai berbicara panjang lebar, yang tentunya hanya kutanggapi dengan wajah malas. Kenapa aku jadi semakin mirip Shikamaru? Ah, sudahlah. Itu tidak penting dan aku tak mau peduli. Kulirik kearah gadis itu, dia hanya memainkan rambutnya dan terlihat tak peduli pada omongan Tenten.

Rasanya aku jadi semakin malas.

"Well, aku tertarik dengan ide ini. Karena ini bisa menjadi ajang untukku menunjukkan kecantikanku yang sesungguhnya!" kudengar ia berujar seperti itu, lalu saat kulirik kembali ia menatapku dengan remeh. Benar-benar perilaku yang tidak penting. "Dan 'Miss Hidden Leaves Senior High School' tahun ini akan bertekuk lutut padaku, mengakui bahwa junior memang tidak bisa mengalahkan senior-nya."

Aku menoleh padanya dan tersenyum jengkel. "Thanks. Itu nasihat yang sangat bijak dari seorang SENIOR," ujarku dengan penekanan pada kata 'senior'.

"Ehem!"

Kudengar kembali suara berdehem, tetapi bukan dari Tenten-senpai, melainkan dari seseorang yang kuketahui adalah ketua klub seni origami disekolah ini. Konan-senpai.

"Aku tahu permasalahan kalian. Sepertinya yang dikatakan Tenten, itu rahasia umum. Namun kalian sudah dewasa, tolong bedakan dimana kalian harus mengikuti perasaan pribadi dan harus bekerja sama. Ini juga untuk membuat festival semakin meriah, 'kan?"

Akhirnya aku dan Karin -aku tidak sudi memanggilnya dengan embel-embel 'senpai'- kembali diam, tidak ingin membuat suasana semakin panas.

"Konan-senpai, kau sungguh dewasa dan tegas," kudengar Tenten-senpai memuji gadis yang berhiaskan bunga dikepalanya itu.

"Terima kasih. Dan sesuai yang dikatakan Sakura tadi, ini menjadi ajang perkenalan kita dan menentukan kita akan menampilkan apa."

Suara Konan-senpai terdengar begitu tegas namun lembut. Ah, tipe senior yang sejuk. Andai semua senior seperti dia.

"Panggil aku Konan. Sepertinya disini aku yang tertua. Karena diantara Tenten dan Temari aku juga yang tertua," lanjutnya sambil tersenyum lembut.

Lalu, orang yang bernama Temari itu melanjutkan ajang perkenalan, "aku Temari. Teman sekelas Konan dan Tenten. Salam kenal."

Setelah Temari-senpai selesai, kulihat Tenten-senpai begitu antusias melanjutkan. "Nah, lalu, namaku—"

"Ah, tidak usah, tidak usah! Kami semua sudah tahu kau, senpai!" Sakura memotong kalimat Tenten-senpai dengan wajah jahil sambil mengibaskan tangannya, yang disambut dengan gelak tawa kami.

Tenten-senpai pun merengut, "Hei! Aku 'kan juga ingin memperkenalkan diri! Biar lebih berwibawa, 'gitu..."

"Tidak, ah! Tidak cocok! Hahaha!" kami pun kembali tertawa mendengar kalimat dari Temari-senpai.

Kemudian setelah Tenten memilih diam sambil menggembungkan pipinya, acara perkenalan pun dilanjutkan, "Namaku Karin, Uzumaki Karin. Aku sepupu dari kekasih Hinata. Nice to meet ya!" mendengar kalimat itu, Hinata langsung tertunduk malu, dan aku tahu siapa yang dimaksud si menyebalkan itu.

Oh, Naruto, kenapa kau bisa punya sepupu semenyebalkan ini?

Tiba-tiba tenggorokanku terasa ada batu. Aku pun berdehem pula dan mulai memperkenalkan diri, "Ehem! A—Namaku Ino, Yamanaka Ino. Aku ikut berpartisipasi karena paksaan dari sahabatku," kulihat kearah Sakura yang sekarang mendelik dan menjulurkan lidahnya padaku. Aku hanya tertawa kecil. "Salam kenal," lanjutku seraya tersenyum.

"Aku Haruno Sakura! Ini adalah impianku sejak kelas sepuluh! Kuharap kita bisa bekerja sama!"

Fuh! Sakura terlihat begitu semangat dengan hal ini. Yah, mau tak mau aku juga harus semangat. Paling tidak untuk menyenangkan hati sahabat.

"A—Ano... namaku Hyuuga Hinata dari kelas sepuluh. Di-disampingku ada teman-teman sekelasku, Matsuri dan Sari. Y-yoroshiku..." kulihat Hinata seperti biasanya, malu-malu memperkenalkan diri lalu membungkuk sembilan puluh derajat, dan memperkenalkan orang-orang disampingnya. Tipe putri sungguhan. Kurasa kalau dia sedikit lebih percaya diri, dia bisa menjadi 'Miss High School' di sekolah ini tahun depan.

Tenten-senpai menepuk tangannya tanda semangat, "Yosh! Semua sudah saling kenal! Sekarang, kita tentukan akan menampilkan apa!"

"Bagaimana kalau 'Mini Skirt'? Pasti disukai semua orang."

Sontak semua menyembur saat Karin-senpai berkata seperti itu. Yang benar saja! Hanya dia yang akan memakai rok semini itu dan menari memamerkan pakaian dalamnya pada semua orang! Hell! Aku tidak sudi!

Temari pun ikut serta mengutarakan pendapat, "Aku tidak setuju. Bagaimana pun kita masih SMA. Aku tidak siap jika harus menari dengan pakaian seminim itu. Hmm... kalau 'I am The Best'?"

Sakura mengibaskan tangannya, "tahun lalu sudah ada yang menampilkan. Bagaimana dengan 'Sorry Sorry'?"

Semua langsung melihat kearah Sakura. Termasuk aku.

"Etto... kalian inginnya tarian perempuan, ya?" Sakura menggaruk pelipisnya yang kurasa sama sekali tak gatal.

"A-anu..." kulihat gadis yang bernama Matsuri mengangkat tangannya, tanda bahwa ia ingin berpendapat juga.

Semua langsung menengok kearahnya.

"Bagaimana kalau... 'I Got A Boy'? dari Girl's Generation?"

Semua terdiam.

Matsuri pun meringis, "Ngg... tidak bagus, ya?"

"Ide bagus," kudengar suara Konan-senpai yang menyetujui ide darinya. "Itu tarian yang enerjik. Aku sering memeragakan gerakannya."

"Boleh juga. Pakaian dalam MV-nya juga bagus. Bisa dijadikan referensi."

Matsuri langsung tersenyum cerah setelah mendengar pendapat dari Konan-senpai, disusul dengan Karin-senpai. Aku tahu, pakaian dalam MV 'I Got A Boy' bisa menunjang penampilannya. Makanya ia setuju. Dasar.

Konan-senpai mengedarkan pandangannya ke semuanya, meminta persetujuan. "Bagaimana? Apa ada pendapat lain?"

Semua menggeleng kompak, diiringi dengan senyum tanda bahwa sudah sepakat.

"Oke! Berarti sekarang pembagian gerakan, 'kan?" Sakura tersenyum penuh arti. "Aku mau jadi 'Jessica'!"

Aku pun menoleh padanya, "Kenapa kamu?"

"Soalnya disana Jessica memakai bandana berbentuk neko-mimi yang, blink-blink 'gitu, deh! Aku suka! Boleh, 'kan?"

Sakura menatap penuh harap pada semuanya, terutama aku. Kenapa harus aku? Aku pun hanya mengangguk pasrah yang dibalas dengan pelukan erat darinya.

"Konan, bagaimana kalau kau jadi 'Taeyeon'?"

Pendapat dari Tenten seketika membuat Konan-senpai menoleh.

"Kenapa aku?"

"Soalnya kau yang paling tua!" tawa pun datang dari mulut Tenten-senpai, kami hanya tertawa kecil sementara Konan-senpai memutar bola matanya.

"Terserah kau sajalah," ujarnya kemudian menepuk bahu Temari, "kau memilih siapa?"

"Aku ingin jadi 'Hyoyeon', deh," tukasnya terlihat memang ingin menjadi... siapa? Entahlah, aku memang tidak hafal nama-nama member dari GG.

Tenten-senpai yang sejak tadi mulai berfikir lalu berbicara kembali, "Kalau aku jadi 'Yoona', cocok nggak, sih?"

Lagi-lagi semua menoleh serempak.

Sakura pun menggodanya, "Cocok, kok! Cocok banget!"

"Benarkah?"

"Soalnya... bentuk tubuhmu dan bentuk tubuh Yoona tak jauh berbeda."

Tawa pun meledak saat Sakura berkata seperti itu. Aku sampai memegang perutku karena sakit akibat tertawa. Sementara Tenten-senpai lagi-lagi harus merengut kesal karena ulah teman-temannya.

"Hei, Sakura! Jangan meledek, deh! Tubuhmu juga 'papan', tahu!"

"Okay, okay. Sudahlah. Jangan buat ruang musik menjadi perang menuduh ukuran tubuh. Kita lanjutkan saja," Konan-senpai berbicara sambil menahan tawanya, sementara Tenten-senpai masih menggembungkan pipinya.

Dengan sebal, Tenten-senpai menoleh pada Karin. "Kau mau jadi siapa, Karin?"

Cih! Ia terlihat seratus kali jauh lebih menyebalkan ketika ia tersenyum penuh makna sambil memainkan rambutnya seperti itu. "Aku ingin jadi 'Yuri'. She's so... wow, in there, for me."

Kemudian ia menoleh padaku, tetap dengan gayanya yang membuatku ingin segera meninggalkan ruangan itu secepat mungkin. "Kau mau jadi siapa, Miss?"

"Entahlah. Aku ambil saja sisa dari pilihan kalian semua," jawabku malas, benar-benar malas.

"Jangan begitu, Ino! Biar kufikirkan untukmu, mana yang cocok..."

Aku langsung menoleh pada Sakura ketika mendengarnya berkata demikian, sambil menunggu hasil pemikirannya dengan antusias.

Biasanya pilihan seorang sahabat yang baik itu kemungkinan besar bagus meski bukan selera.

Akhirnya ia selesai berfikir. Aku tahu itu ketika ia tiba-tiba memegang lenganku, "Ah! Iya! Kau bagian 'Tiffany' saja! Itu sangat cocok untukmu!"

Aku bingung mendengar nama yang ia sebut, lalu hanya menggidikkan bahu seraya memasang wajah yang menyiratkan kata, "terserah" karena... sudah kubilang tadi, 'kan? Aku memang tak hafal nama-nama membernya.

"Kok, reaksimu hanya seperti itu?" giliran Sakura menggembungkan pipinya.

"Aku tak tahu dia. Aku lupa. Seperti apa gerakannya aku juga tak ingat."

Sakura hanya membuat bulatan 'O' dimulutnya ketika mendengar jawabanku, lalu beralih pada Hinata yang terlihat berunding dengan teman-temannya, bingung memilih dari tiga member yang tersisa.

"Hinata, kau jadi 'Seohyun' saja! Cocok, kok!"

Hinata menoleh, "H-hee? Aku?"

"Iya! Menurutku kau cocok menjadi Seohyun! Lalu Matsuri sebagai 'Sunny', dan Sari jadi 'Sooyoung'!"

Ketiganya saling memandang, mencari persetujuan dari masing-masing pihak, kurasa. Lalu Hinata menoleh pada Sakura kembali, "H-Hai. Kami setuju."

Setelah pembagiannya selesai, kami pun segera melihat dance practice-nya, dan segera memperagakannya.

.

.

.

"Ugh! Tubuhku sakit...!"

Aku mengeluh disela-sela latihanku dirumah malam ini. Sungguh, aku sudah lama tidak menari. Semenjak tahun terakhirku di SMP aku sudah tidak berpartisipasi dalam dunia dance. Dan tiba-tiba aku mengikutinya kembali dengan sedikit pemaksaan halus. Ukh! Entah aku bisa atau tidak, aku harus menguasai gerakannya dalam waktu tiga minggu.

Kuputuskan untuk istirahat sejenak, duduk di tepi ranjang sambil meregangkan kaki. Hah, lumayan.

KRING! KRING!

Aku menoleh pada sumber suara.

Ternyata berasal dari ponselku. Kubuka dengan malas-malasan sampai aku melihat sebuah isi dari pesan singkat yang ditujukan padaku.

.

From : 081xxxxxxxxx

Berjuanglah untuk festival budaya nanti.

.

Aku sempat diam melihat layar ponselku. Apa ini Sakura? Tidak, bahasa Sakura tidak seperti ini. Apa dia sedang mengerjaiku? Tumben. Biasanya jika dia memiliki nomor baru, aku akan jadi orang pertama yang ia kabari. Mungkin ia ingin mencoba gaya lain, ya? Baiklah, Sakura. Rencanamu gagal.

Aku menutup ponselku dan kembali berlatih.

.

.

.

Satu minggu berlalu setelah itu. Aku mulai menguasai gerakan pada menit awal sampai pertengahan. Gerakan penutup belum aku kuasai sepenuhnya. Aku merasa, karena sudah tak terbiasa, kemampuan menghafal gerakan jadi menurun. Tapi, sudahlah, yang penting aku semangat.

Aku berjalan sedikit terburu-buru menuju sekolah karena terlambat. Tiba-tiba seorang Uchiha Sasuke yang kusukai hadir di mimpi dan membuatku bangun kesiangan. Ada keberuntungannya, aku sangat bahagia ketika dalam mimpi ia bak pangeran yang memanjakanku. Sialnya, kehadirannya disana membuatku terlambat bangun. Mana ponselku tertinggal di kamarku!

Sesampainya di gerbang, aku berlari menuju gedung karena sudah terlambat lima menit. Gerbang memang masih dibuka sampai lima belas menit setelah bel tanda masuk dibunyikan, namun tentu saja pelajaran sudah dimulai.

'Ugh! Kenapa gedung sekolah ini harus besar sekali, sih?! Dan kenapa kelasku harus ada di lantai tiga?!' batinku memaki seraya menambah kecepatan lari.

Sampai di tangga menuju lantai tiga, aku sudah hampir kehabisan stamina untuk berlari. Namun, sial, aku masih harus berlari. Dan kenapa setiap tangga punya banyak sekali anak tangga?!

Karena terburu-buru dan memaksa untuk tetap berlari, saat mencapai lantai tiga aku terpeleset dan... aku jatuh?! Oh, tidak! Aku akan jatuh ke bawah!

Matilah.

Aku tidak berani membuka mata. Sampai rasanya tubuhku tidak melayang dan ada sebuah rengkuhan kuat di pinggangku.

Saat aku membuka mata dan menoleh ke belakang, nafasku mendadak hilang beberapa detik dan aku memutuskan aku menyesal membuka mata.

Uchiha Sasuke.

Kami-sama, sejak kapan ia ada disana?

Mata kami bertemu. Ia menatapku datar, namun begitu menusuk. Membuatku berdebar sekaligus menelan ludah tanpa sadar. Seram...

Ia menurunkanku dari rengkuhannya. Masih menatapku dengan tatapan yang sama. Membuat lidahku kelu, bahkan untuk sekedar berkata, "Arigatou".

Lebih bodohnya, aku langsung berlari menuju kelas seakan tak peduli. Bukan! Aku bukan tidak peduli, aku hanya tidak tahu harus bagaimana!

Aku sungguh malu dan takut!

.

.

.

Dan, jadilah seperti ini. Aku dihukum membawakan barang-barang milik perpustakaan yang belum sempat dikembalikan dari semua kelas. Bisa-bisa aku tidak mengikuti pelajaran pertama. Aku hanya pasrah, nanti kalo terburu-buru lagi, aku akan jatuh kembali.

Ini bawaan yang terakhir ke perpustakaan, dan jam sudah menunjukkan jika jam pertama sudah akan selesai. Sekembalinya dari perpustakaan, aku kehilangan selera untuk mengikuti jam pertama. Jadilah aku pergi ke halaman belakang sekolah, sambil meregangkan tangan dan kaki yang pegal.

Aku berjalan-jalan, sambil menikmati hembusan angin yang terasa begitu sejuk pagi ini. Ah, andai aku berangkat lebih pagi. Udaranya pasti jauh lebih se—

SRET!

Eh?

GUBRAAK!

Aku jatuh lagi?!

Hei! Aku, 'kan, jalan pelan-pelan?! Kenapa jatuh lagi?!

Saat aku menoleh ke sumber penyebabku jatuh, aku langsung merasa jengkel. Ada kaki yang tersembunyi di balik semak—bukan, bunga-bunga yang ada disana. Apa-apaan dia?! Dia sedang bolos? Setidaknya jangan letakkan kaki itu sembarangan disana, dong!

Kaki itu bergerak. Aku hendak marah-marah saat pemilik kaki mengganggu itu bangkit dan menunjukkan wajah familiar yang membuatku bengong.

Apa...?

Uchiha Sasuke lagi?

Matilah aku.

Aku pasti baru saja menghancurkan waktu bolosnya.

Tapi, kakinya juga menggangguku!

Ia menatapku begitu tajam. Kurasa dalam hatinya ia berkata, 'perempuan ini lagi'. Tapi aku tak peduli. Ini bukan saja kesalahanku. Aku ingin mengomel padanya.

"Terima kasih untuk tadi pagi. Tapi, maaf, kakimu mengganggu jalanku," apa-apaan ini? Omelanku halus sekali. Aku mengutuk nyaliku yang ciut seketika saat melihatnya.

Ia tak menjawab. Hanya mendengus mendengar ocehanku. Itu membuatku semakin kesal.

Hei, kalian fikir mentang-mentang aku menyukainya, aku tidak bisa merasa kesal melihat tingkahnya?

"Hargai perkataan orang, dong," omelku lagi.

"Berapa?" dan dia menyahut penuh kesinisan.

Apa-apaan dia ini?

Tanpa kusadari, kupukul kepalanya menggunakan buku lima jariku. Ia terlihat terkejut dengan reaksiku. Aku pun kaget setengah mati. Aku tidak sengaja!

"Eh... etto... eh... gomen..."

Dia memandangku dengan tajam. Mungkinkah dia marah padaku? Ya ampun! Pasti dia marah padaku, dong! Jelas-jelas aku melakukan hal yang akan membuat siapapun marah!

Tapi, diluar dugaanku, Sasuke malah tertawa sambil mengejekku, "Ternyata 'Miss Hidden Leaves Senior High School' garang juga, ya."

Lagi-lagi aku mendadak bengong dibuatnya. Dia mengejekku, tapi aku tahu itu bukan hinaan serius. Habis, mau dibawa serius bagaimana?

Wajahnya... terlihat sangat teduh...

Bagaimana ini...

Aku jadi semakin suka padanya.

Lagi-lagi aku melakukan sebuah kebodohan! Kenapa aku malah berlari dengan wajah tidak peduli lagi darinya?! Ah, aku benci sikapku ini!

.

.

.

"Ya! Seperti itu! Hei, Tenten! Harusnya posisimu setelah ini jadi disini, 'kan?"

"Iya, aku lupa. Eh, habis ini gerakan yang bagaimana, ya?"

"Aduh, gerakanku masih kaku dibagian ini!"

"Nah, setelah itu... aku disini, kau jadi disini, Matsuri..."

"Hei, Sari! Posisi kakimu terbalik, tuh!"

Semua sibuk berlatih sambil menyamakan gerakan seperti dalam MV-nya. Kami memang sudah sepakat akan berlatih ketika pulang sekolah, dan hal itu menjadi rutinitas baru kami. Ini lebih baik daripada tidak ada pekerjaan di rumah. Lagipula, di rumah kami juga enggan untuk membuka kembali pelajaran. Bukan begitu?

Saat sedang asyik menyamakan gerakan, sebuah tepukan pada bahuku segera menghentikan aktivitasku.

Aku menoleh pada yang menepukku, seketika aku memasang wajah bete ketika melihatnya, "apa?"

"Hmph! Wajahmu tidak pernah berubah kalau melihatku," Karin mulai memainkan rambutnya, membuatku semakin malas untuk berbicara padanya. "Cantik memang bikin dosa, sih."

"Whatever," ketusku kembali berlatih tanpa menoleh padanya lagi.

Tiba-tiba Karin mendekat pada telingaku lalu membisikkan sesuatu, "aku melihatnya, lho."

"Hah?"

Ia tersenyum mengejek, "aku melihat adegan mesramu dengan Sasuke di halaman belakang."

...hah?

Bagaimana dia tahu?!

"Tentu aku tahu. Kelasku 'kan berada diatasnya. Dan aku duduk di dekat jendela yang mengarah ke halaman belakang. Aku melihat dengan sangat jelas," dia berujar seakan dapat membaca fikiranku. "Ternyata kau berbahaya juga untuk para sainganmu. Apa kau mencoba untuk memonopoli Sasuke dengan mengatasnamakan gelarmu di sekolah ini?"

Apa?! Apa maksudnya dengan 'memonopoli Sasuke'?!

"Apa maksudmu dengan itu?! Aku tak mengerti."

"Oh, ayolah! Aku tahu kau suka padanya! Terlihat sekali dari caramu bersamanya saat itu. Kau kabur karena kau tidak tahan melihat pesonanya. Atau kau berharap dia mengejarmu seperti film-film India saat itu? Ya ampun, nona Yamanaka, anda luar biasa."

Aku termenung mendengarnya. Demi bunga yang tumbuh di pekarangan Chouji, aku memang menyukai Sasuke. Tapi... apa-apaan yang dia katakan?! Aku bahkan tidak pernah berfikir sampai kesana!

"Dengar, aku memang menyukai Sasuke. Tapi asal kau tahu, aku tak pernah berharap. Lagipula, untuk apa juga aku memanfaatkan gelarku untuk mendapatkannya? Berharap saja tidak!"

Karin menggoyang-goyangkan jari telunjuknya dihadapanku, "Bohong! Seorang gadis yang sedang jatuh cinta pasti berharap bisa bersama orang yang disukainya. Jika kau bicara seperti itu, maka kau sudah membohongi perasaanmu sendiri."

"Aku tidak bohong! Memang begi—"

"Dengar," potongnya cepat. "Bagaimana, ya... baiklah, kalau kau masih mau berbohong dengan perasaanmu. Atau kau memang selalu menyangkalnya setiap hari? Entahlah, tapi yang jelas..."

Dia menggantung kalimatnya. "Yang jelas apa?" ujarku kesal karena tak mau menunggu kalimat menggantung itu.

"—Yang jelas, kalau kau memang tidak mau, Sasuke untukku saja, ya?"

...Apa? tadi dia bilang apa?

"Kau tidak ingin berpacaran dengan Sasuke, 'kan? Kalau begitu aku ambil saja dia."

A...pa?

"Hihi! Aku. Suka. Sasuke."

Dia juga suka Sasuke?

Aku termenung hingga tak sadar bahwa sedari tadi teman-teman memperhatikan perdebatan kami berdua. Aku bahkan tidak sadar ketika Konan-senpai sudah berada di dekat Karin.

"Hei, Karin. Apa maksudmu? Kau 'kan..."

Kulihat Karin membisikkan sesuatu pada Konan-senpai. Aku punya firasat jika ia mengatakan sesuatu yang pasti menyebalkan padanya.

"...begitu," tukas Konan-senpai seraya menganggukkan kepalanya. "Baiklah! Daripada kalian berdua terus berdebat, lebih baik segera kembali menyamakan gerakan. Waktu kita dua minggu lagi. Kita harus mempersembahkan sesuatu yang istimewa, bukan?"

Semua pun kembali tenggelam dalam aktivitas. Hanya aku yang memilih diam mematung sambil memikirkan kata-kata Karin barusan.

Dia serius.

Dan dia menantangku? Ya, dia menantangku.

Aku merasakan Sakura merangkul bahuku, "Ino..."

Aku tertawa rendah, "Sasuke pasti memilihnya. Dia 'kan, cantik," aku mengatakannya tanpa disadari.

"Tidak! Sasuke lebih cocok denganmu. Asal kau mau berusaha sedikit untuk mendapatkannya..."

"Tapi aku tidak—"

"Jika kau bicara seperti itu, maka kau sudah membohongi perasaanmu sendiri."

Tiba-tiba kata-katanya terngiang kembali di kepalaku.

Apa iya... selama ini aku sudah membohongi perasaanku sendiri?

Apa-apaan ini! Aku jadi tidak bisa konsentrasi latihan kalau kata-katanya terus terngiang begini!

Kulirik Karin yang ternyata juga sedang melihat kearahku. Ia menyunggingkan senyuman penuh tantangan sambil melambaikan tangannya.

Dan membuatku semakin tidak tahu harus apa dan bagaimana.

.

.

.

Aku baru saja tiba di rumahku dan langsung terdiam, tatkala melihat siapa yang ada di depan rumahku saat ini. Aku tidak tahu bagaimana dia dapat menemukan alamat rumahku. For God's Sake, aku tidak pernah memberikan alamat rumahku padanya. Berbicara padanya saja bisa dihitung berapa kali dan berapa kalimat yang kami keluarkan. Semua bisa dihitung dengan jari! Tapi...

Aku sama sekali tidak sedang berhalusinasi.

Atau terpengaruh kata-kata Karin tadi.

Uchiha Sasuke. Ada di depan rumahku. Menunggu sesuatu.

Menungguku, kah? Atau ingin membeli bunga di tokoku? Entahlah. Tidak mungkin ia menunggu Ayahku, atau Ibuku, 'kan?

Ia menoleh, membuat jantungku rasanya mau keluar sewaktu-waktu. "Baru pulang?"

"I-Iya, begitulah."

Aku mencoba melangkah masuk ke rumah seperti biasa. Namun sesuatu menahan langkahku. Ia menghalangi jalan masuk ke rumahku.

"A-Ada apa?"

"Apa benar ini nomor ponselmu?"

Ia menunjukkan sebuah rangkaian nomor ponsel yang tertera di layar ponselnya. Dan, aku mengangguk mantap. Itu memang nomorku.

...tunggu dulu.

Darimana ia tahu nomor ponselku?!

"D-Darimana kau tahu nomor ini?!" tanyaku panik. Harusnya aku senang! Harusnya! Tapi kenapa aku malah jadi panik begini?!

Ia hanya menggidikkan bahu saat mendengar pertanyaanku. "Tidak penting," ujarnya. "Kalau ini memang nomormu, kenapa tidak membalas pesanku kemarin malam?"

Hah? Pesan? Pesan apa?

Dan aku teringat satu hal. Seorang misterius yang mengirim sms padaku kemarin. Lho? Bukankah itu nomor Sakura yang sedang mengerjaiku? Eh, tapi aku juga tidak menanyakan itu tadi padanya.

Jangan-jangan...

"A-apa... apa kau yang memberikan sms penyemangat itu?" aku merasa suaraku tak keluar dari tenggorokan saat mengatakan itu. Aku gugup!

Kalau memang itu nomor Sasuke, aku... aku...

"Kau lihat saja di ponselmu sekarang," jawabnya dengan nada datar seperti biasa.

"Po-ponselku tertinggal di kamar..."

"Kalau begitu, jawabnya nanti saja. Balas pesannya. Aku buru-buru," dia pun meninggalkanku yang masih berdebar dan terjebak dalam kebingungan hebat.

Dan aku langsung berlari menuju kamarku.

Sesampainya disana, kusambar ponselku di meja, dan aku tersenyum penuh kegembiraan.

Ya ampun... jika itu memang Sasuke... berarti sekarang aku bisa bicara banyak dengannya, dong?

Dia mengirimkan pesan penyemangat itu... jangan-jangan dia... juga...? Ya ampun! Bukannya aku berharap, tapi...

Kubuka ponselku, dan melihat sebuah pesan yang belum terbuka. Apa ini dari Sasuke lagi? Kami-sama, aku sangat gugup!

Kulihat nomor pengirimnya...

Heh?

Nomor yang berbeda?

Lalu aku membaca isi pesannya.

.

From : 087xxxxxxxxx

Apa ini Yamanaka Ino dari "Yamanaka Flowers"? Ini adalah Uchiha. Dua minggu lagi akan diadakan upacara pernikahan di keluarga kami. Kami ingin memesan buket bunga untuk pengantin wanita, sekaligus untuk menghias rumah yang akan dijadikan sebagai tempat upacara adat. Kami ingin memesan rangkaian bunga Mawar Putih yang katanya penuh makna. Maaf jika aku memesan lewat sms seperti ini. Aku kurang suka hal-hal yang terlalu formal. Lagipula menghubungimu rasanya lebih praktis daripada harus bicara panjang lebar di telepon rumahmu. Maaf mengganggu. Selamat malam.

.

Seketika kakiku melemas saat membaca isi pesan itu. Ya ampun! Aku malu sekali! Aku sudah mengatakan padanya bahwa ia adalah pengirim sms penyemangat itu! Itu bukan Sasuke! Ya ampun...! Kami-sama! Aku sangat malu!

Aku langsung turun untuk menemui Ibuku yang berada di dapur.

"Apa apa, Ino?" kuserahkan ponselku saat ia bertanya.

Aku langsung berlari kembali kedalam kamar sambil berkata, "Ibu baca sendiri pesannya!"

Dan aku pun meninggalkan Ibuku dalam kebingungan. Kurasa kebingungannya akan berganti rasa senang saat ini.

Tapi tidak untukku!

Aku segera merebahkan diri di kasur, mencoba melupakan kejadian memalukan barusan. Tentu saja, Ino! Untuk apa Sasuke sengaja menyemangatimu dalam partisipasi kami ini? Sasuke saja tidak pernah memulai pembicaraan, kecuali tadi karena ia punya urusan. Sasuke juga tidak pernah terlihat tertarik ketika waktu itu seisi sekolah membicarakannya sebagai 'Miss' disekolah mereka. Sasuke pasti mendapatkan nomorku juga karena bertanya pada teman-temanku untuk urusannya. Hah, apa yang kuharapkan?

Aku bukannya berharap! Aku sama sekali tidak berharap!

"Seorang gadis yang sedang jatuh cinta pasti berharap bisa bersama orang yang disukainya."

Akh! Lagi-lagi kalimat Karin terlintas difikiran!

...tapi mungkin dia benar.

Aku bukannya tidak berharap, tapi tidak mau berharap...

Aku takut tersakiti jika berharap. Seperti tadi.

Mungkin terlihat sederhana, tapi rasanya sungguh menyakitkan. Ketika kau terhempas lagi dalam kenyataan bahwa cintamu bertepuk sebelah tangan...

Hah, untuk apa aku memikirkannya? Lebih baik aku tidur!

Suara ketukan pintu kamarku kembali membuat mataku terbuka.

"Ino, ada pesan, nih, dari ponselmu!"

Aku membuka pintu, mengambil ponsel dari Ibuku seraya berkata, "Arigatou" padanya sambil tersenyum. Kututup kembali pintu kamarku.

Siapa lagi yang mengirim pesan padaku?

Kubuka dengan malas-malasan isi pesanku. Dan lagi-lagi aku dibuat terkejut dengan isi pesan itu.

.

From : 081xxxxxxxxx

Kau itu suka padaku, 'kan?

.

Aku terdiam melihat isi pesan yang kuterima. Mungkinkah ini memang Sasuke? Tidak. Kufikir ini pasti perbuatan orang iseng. Satu-satunya orang yang terlintas difikiranku hanyalah Sakura.

Kubalas sms itu dengan sedikit rasa jengkel.

.

To : 081xxxxxxxxx

Siapa kau?

.

Aku melempar ponselku sembarang di ranjang. Aku memikirkan semua hal. Beberapa gerakan yang belum kukuasai, perkataan Karin yang membuatku merasa galau, dan kejadian memalukan barusan.

Ah, aku ingin cepat-cepat tidur! Tapi mataku tidak bisa menutup!

KRING! KRING!

Ponselku berbunyi lagi.

.

From : 081xxxxxxxxx

Aku suka kau akan menampilkan tarian salah satu lagu GG dalam festival. Pasti istimewa.

I'm SONE.

.

Aku semakin bingung. Sebenarnya siapa pemilik nomor misterius ini? Sekarang justru aku tidak percaya kalau ini adalah Sakura. Sepandai apapun Sakura berakting dalam sms, pasti tidak berbeda jauh dengan bahasanya sehari-hari. Yang sekarang marak disebut 'Alay'.

Kuputuskan untuk tidak membalas pesan itu lagi dan memilih untuk memaksakan diri agar tertidur. Tapi sepertinya orang itu takkan membiarkanku tidur begitu saja. Jelas sekali ketika ia kembali menggangguku, ia kembali mengirimi pesan singkat yang sama sekali enggan kubaca. Jadi yang kulakukan tetap memaksakan diri agar tertidur.

Dan akhirnya aku berhasil tertidur.

.

.

.

Lagi-lagi... kejadian tak terduga mendatangiku.

Aku datang begitu pagi hari ini, dan tiba-tiba dihampiri hal yang membuatku menganga.

Karena, yang satu ini aku benar-benar tak pernah menduganya.

Otakku masih bekerja dengan keras untuk mencerna kalimat barusan, dan kini aku hanya bisa memasang wajah bodoh.

"Aku suka padamu."

Hah? Uchiha Sasuke menyatakan cinta padaku?

Apa aku sedang bermimpi?

Kucoba untuk mencubit lenganku sendiri. Dan aku merasa kesakitan. Oh, ya ampun, ini... kenyataan!

Aku mencoba bersuara meski tak yakin dengan suaraku sendiri, "a-aku... aku juga..."

"Tapi aku tak ingin begitu saja pacaran."

...Hah?

Lagi-lagi seorang Uchiha Sasuke membuatku melongo. Dia 'menembak'-ku namun juga mengatakan bahwa ia tidak lantas ingin pacaran denganku.

Apa-apaan?

"Kau tahu? Meski aku suka, tapi aku tetap menyandang nama Uchiha. Aku tidak bisa begitu saja membiarkan gadis yang kusuka tiba-tiba memilikiku tanpa ada sedikit usaha."

Tiba-tiba suaranya terdengar begitu menjengkelkan di telingaku.

Dan aku yakin sekarang seisi sekolah sedang memperhatikan kami berdua. Tentu saja! Sang Ice Prince menembak miss sekolah mereka, bukannya aku mau sombong, tapi tentu saja itu akan membuat gempar.

Dan jadi lebih gempar setelah Sasuke berkata demikian. Great!

"...Lalu apa yang harus kulakukan agar aku bisa jadi kekasihmu?" apa-apaan ini? Kenapa suaraku lirih begitu? Jelas-jelas orang ini sedang mempermainkanku, 'kan?

Ia memasang wajah sok berfikir, sambil mendongakkan kepalanya keatas, tiba-tiba muncul seringai yang menurutku sangat menyeramkan namun membuatnya semakin tampan disaat yang bersamaan.

"Kudengar kau akan berpartisipasi untuk menampilkan sesuatu di festival budaya nanti?"

"Ya... memang kenapa?"

Seringai itu semakin lebar, diiringi dengan kalimat yang membuatku kembali terdiam.

"Berikan penampilan yang kusukai di festival budaya nanti, dan aku akan benar-benar menjadikanmu kekasihku."

Aku mencoba menetralisir suara lirihku yang terasa ada ganjalan, setelah berdehem aku kembali bicara, "Umm... baiklah. Jadi, penampilan seperti apa yang kau suka?"

Dan reaksinya hanya menggidikkan bahunya.

What?!

"Kalau kau tahu, tidak akan ada usaha yang benar-benar usaha. Jadi kau harus tebak sendiri penampilannya yang seperti apa. Kalau bukan penampilan yang kusuka, ya, akan kulepas dirimu."

Hey, what the fuck is wrong with his brain?!

"Kau mempermainkanku, Uchiha," sinisku padanya.

"Untuk apa aku mempermainkanmu di depan semua orang? Aku serius, sangat serius."

"Kau bicara begitu banyak hari ini."

"Hanya untukmu, miss."

Entah kenapa aku semakin kesal melihat tingkahnya.

Oke, intinya dia menantangku. Ya! Dia menantangku! Kemarin Karin sudah menantangku agar mendapatkan Sasuke, sekarang Sasuke sendiri yang memberi tantangan padaku! Hell! Aku jadi berfikiran bahwa mereka sepertinya bersekongkol!

"Baiklah... kau menantangku, tuan Uchiha. Lihat saja, di festival nanti akan kubuat semua orang tidak bisa berkedip melihat penampilanku! Bukan, penampilan teman-temanku juga! Dan akan kupastikan kau bertekuk lutut dihadapanku!"

Seringainya semakin dan semakin lebar, membuatku tanpa sadar menelan ludah gugup. Namun, harga diriku sebagai 'Miss Hidden Leaves Senior High School' membuatku merasa tertantang mendapatkannya.

"I dare you to make me choose you, miss."

"And I will complete your dare, sir."

Aku akan mendapatkanmu, Uchiha Sasuke!

.

.

.

.

.

.

.

TO BE CONTINUED.


*Melambai* Haaaai semua~! Kembali lagi bersama author bawel nan kepo ini! Ini adalah fic yang terinspirasi dari judul lagu SNSD, "I Got A Boy". Sebenernya ini lagu hampir dua atau tiga tahun yang lalu, kalau nggak salah. Sebenarnya author mau bikinnya tahun lalu, tapi baru kesampaiannya sekarang -_- *terjun/?* rencananya author mau bikin jadi dua chapter aja :3

Nah, kebetulan, temen sesama author dan juga teman di real life, Hwang Energy, itu seorang SONE. Jadi sekalian aja fic ini didedikasikan untuk dia XD Kalo ditanya sebenernya author nggak begitu mengerti tentang k-pop. Author aja tahu lagu ini dari Energy-kun, eh, salah, Energy-chan :v maklum, soalnya hati author nggak bisa berpaling dari anime dan j-song~

Oh, iya, author menyisipkan lirik lagu Kunto Aji sebagai pengiring lagu-nya Ino XD

Author tunggu review dari kalian! Terima kasih untuk kalian yang menyempatkan diri membaca ff yang sebenarnya nggak jelas ini XD

Sampai jumpa di chapter kedua, minna~