Akhir
Kuroko no Basuke © Fujimaki Tadatoshi
WARNING : ooc mungkin, gaje serius, dan lain-lain.
Selamat membaca!
.
.
.
.
.
"Ahahaha,"
Takao tidak tahu, apa yang membuatnya tertawa keras, keras, bahkan perutnya menjadi sakit dan menangis. Sepasang manik obsidiannya mengarah ke depan dan menatap dengan lekat. Ah, mungkin karena pemandangan di hadapannya yang waw, sebenarnya sangat menghancurkan hatinya. Tetapi, kenapa tertawa?
"Takao-kun?"
Ah, suara nyaring Momoi berhasil membuat Takao diam dan menolehkan kepalanya. Dilihatnya Momoi yang tengah menatapnya khawatir. Yah, siapa yang tidak khawatir jika temanmu yang awalnya diam, mendadak tertawa keras?
Takao hanya menyunggingkan senyum tipis dan meninggalkan beberapa lembar dan keping uang sebelum dirinya berdiri.
"Aku ingin pulang,"
"Eh?"
Kali ini, cengiran lebarnya dipamerkan dan menyampirkan tali tasnya ke bahu.
Momoi masih menatap Takao khawatir, sebab ia tahu apa yang menyebabkan partner—oh, kekasih Midorima itu terlihat aneh.
"Terima kasih atas makan malamnya," bahkan, suara Takao terdengar menyedihkan walau kakinya sudah membuatnya menjauh dari Momoi.
Kini, Takao—berusaha keras (oh, serius. Kakinya sakit)—menghampiri Midorima yang duduk di sebelah Akashi dan entah membicarakan apa.
"Shin—"
"—barang-barangmu masih banyak yang tertinggal di rumahku, Shin. Kau harus mengambilnya."
Takao diam di pinggir meja, menatap Akashi kesal. Tidak, tidak mungkin Midorima akan membiarkannya pulang sendian. Ini sudah malam! Dan oke, sebenarnya Takao tidak masalah pulang sendiri, dia bukan wanita.
"Baiklah, aku akan mengambilnya."
Ah, sial.
"Shin-chan, kau tidak pulang bersamaku?"
"Kau bisa pulang sendiri, 'kan."
Takao kembali diam dan menatap Midorima seperti hei, apakah kau salah berbicara? Oke, Takao pernah mendengar mereka memang sudah lama tidak bertemu. Tapi, hei, haruskah Midorima mengusirnya? Bahkan Takao membenci nadanya, terdengar angkuh.
Ah, bukankah mereka sudah memiliki waktu berdua di lapangan? Bahkan menggunakan teknik yang ia lakukan dengan Midorima saat pertandingan melawan Rakuzan. Melihat Midorima melakukannya dengan orang lain—ah, dengan sosok yang dulu menjadi rivalnya hingga tumbuhlah teknik itu, rasanya ... menyakitkan, kau tahu?
Takao mendengus.
"Oke, aku pulang sendiri. Tidak usah menyusulku kalau begitu."
Oh, walau Takao sudah melemparkan ancaman (mungkin?), bahkan raut wajah Midorima pun sama sekali tidak berubah. Masih datar seperti biasa.
Takao mendecih dan melangkahkan kakinya kuat-kuat keluar restoran.
Dan sayangnya, Takao tidak tahu apa yang terjadi jika membiarkan Shintarou bersama Akashi.
... hai. Iya saya ngerasa kasihan sama Takao di extra game. Seakan dia diselingkuhi 8") /plak. Maap ya ini fik emang gaje. Apa hubungan isi sama judulnya coba, hzhzhz. Tapi, saya berterima kasih jika masih ada yang rela meninggalkan jejak 8D
Salam,
kacang.
Omake
Jam memang masih menunjukkan pukul satu dini hari. Dan jika bukan karena ponselnya berdering, tanda adanya telepon dari Midorima, Takao tidak akan membuka kedua matanya dengan paksa.
"Halo?"
"Maaf mengganggu, tapi aku hanya ingin mengatakan satu hal."
Takao terdiam, cukup terkejut mendengar suara Midorima yang dingin dan, uh, berat seperti dirinya sedang diselimuti nafsu yang besar.
"Shin, jangan terlalu lama. Kau mau membuatku kedinginan?"
Dan mana mungkin rasa terkejut dalam diri Takao hilang jika mendengar suara Akashi dari ponselnya?
"Aku ingin mengakhiri hubungan kita. Terima kasih atas segalanya."
Midorima yang menghubungi, dia juga yang mengakhiri. Membiarkan Takao tanpa mengeluarkan sepatah kata pun, apalagi penolakan.
Dan pada detik berikutnya, Takao membanting ponselnya. Tidak peduli bila esoknya tidak dapat digunakan.
