A Little Dream

.

.

Disclaimer : All Cast belong to himself. Maybe can I keep Nam Woohyun?

.

Story line is mine!

.

Happy Reading!

.

.

.

Nam Woohyun, seorang siswa Woollim International School yang saat ini duduk di bangku kelas 11 IPA 1. Di usianya yang baru menginjak 17 tahun, banyak prestasi yang telah membesarkan namanya. Seluruh siswa serta guru pun salut dengan kemampuannya—kecuali keluarganya. Woohyun, dipercaya pihak sekolah untuk mewakili sekolahnya dalam perlombaan akademis. Tak jarang, Woohyun mendapatkan juara dalam perlombaan itu.

Senin 4.30 a.m.

Pagi-pagi sekali, Woohyun tengah berkutat dengan alat-alat dapur. Menyiapkan sarapan untuk hyung tersayangnya. Setelahnya, Woohyun bergegas masuk ke kamarnya yang berada di lantai dua—pojok paling belakang. Sebuah ruangan sempit, pengap, dan gelap. Hanya sebuah lampu berwarna kuning kecil yang meneranginya. Woohyun beranjak mandi. Ketika berjalan, ia merasakan pening di kepalanya. Namun, Woohyun mengabaikan rasa sakit itu.

Senin pukul 6.00 a.m.

Seusai bersiap-siap, Woohyun menuruni tangga. Woohyun melihat hyungnya yang sedang menikmati sarapan dengan tenang. Woohyun menyapa dan berpamitan pada hyungnya.

"Pagi hyung, aku berangkat dulu," Hyungnya hanya menatapnya sekejap dan kembali fokus pada makanannya, tak berniat membalas perkataan Woohyun. Menyadari itu, Woohyun melenggang keluar rumah.

Woohyun berjalan menuju halte bus yang tak seberapa jauh dari rumahnya. Woohyun memang anak dari seorang yang terkenal di Korea Selatan. Terbukti Woohyun bisa bersekolah di Woolim International School yang merupakan sekolah ternama di Seoul. Tak sembarang orang yang bisa bersekolah di sana. Banyak di antara mereka yang diantar oleh supir pribadi atau bahkanmengendarai kendaraan pribadi.

Tapi, kenapa Woohyun berangkat dengan bus? Itu karena ia tak mau merepotkan hyungnya jika harus meminta kendaraan pribadi untuknya. Jangankan meminta, berbicara pada hyungnya saja Woohyun merasa takut.

Bel berbunyi tepat pukul 8.00a.m. Masih banyak waktu yang dimiliki Woohyun sebelum bel berbunyi, membuatnya tenang menunggu kedatangan bus.

Woohyun begitu terkejut ketika mendapati namanya di mading sekolah yang sedang dilihat banyak siswa. Ia mendapat penghargaan lagi? Ah! Lomba membuat robot rupanya. Seulas senyum terbit di bibirnya.

Nam Corp, salah satu perusaahaan yang bergerak di bidang bisnis terbesar di Korea Selatan dengan Nam Sunggyu yang menjabat sebagai kepala Direktur. Sunggyu menjadi penerus perusahaan itu, setelah Mr. Nam, appanya yang meninggal 12 tahun yang lalu. Di usia yang terbilang masih muda, yaitu 20 tahun, tetapi Sunggyu sangat professional dan perfeksionis dalam bekerja.

Sunggyu's POV

Pagi ini, aku memilih bekerja di rumah saja. Aku terbangun pukul 5.00 a.m. dan merasakan kerongkonganku kering. Saat aku hendak mengambil minum di dapur, aku melihat donsaengku memasak. Aku tahu ini sudah menjadi kebiasaannya. Sesekali aku menatap sendu punggungnya yang membelakangiku—menghadap kompor. Namun, mengingat kejadian itu membuatku kembali ke kamar dan melupakan niatan awalku yang hendak membasahi kerongkonganku.

Tak terasa, sekarang sudah pukul 6.00 p.m. Aku memakan makanan yang telah disiapkan oleh donsaengku sembari menyesap kopi yang telah kubuat tadi.

Aku melihat Woohyun, donsaengku menyapaku. Hal itu membuat hatiku merasakan sakit dan marah sekaligus. Aku merasa, keegoanku mengalahkan semuanya. Aku hanya memandangnya sekilas tanpa minat untuk membalas sapaannya. Aku menatap sedih punggung Woohyun yang melenggang meninggalkanku.

Mianhae Woohyun-ah…

Sunggyu's End POV

Senin siang, pukul 1.00 p.m.

"Hyung, aku pulang. Ouhh, "

Tak ada jawaban. Woohyun merasakan kepalanya berdenyut seperti pagi tadi, namun lebih sakit. Woohyun masuk kerumah dan melihat hyungnya duduk di meja makan dengan tatapan marah. Woohyun menunduk takut—tak mau menatap mata hyungnya. Mengingat dirinya harus menunjukkan piagam tadi pada hyungnya, Woohyun memberanikan diri mendongak menatap manik Sunggyu.

"Hyung. Aku memenangkan lomba perakitan robot," ujar Woohyun dengan senyum yang mengembang di bibirnya. Menyerahkan selembar kertas piagam dan sebuah piala pada Sunggyu.

Namun, hanya tatapan tajam yang diterima Woohyun.

Sunggyu meraih piala dan membanting benda itu di lantai. Diraihnya lagi selembar kertas yang ada di sebelah tangan Woohyun. Dirobeknya kertas yang menurutnya tak berguna itu menjadi beberapa bagian kecil. Setelah itu melemparnya ke wajah Woohyun. Woohyun pun menunduk dan menatap sendu sobekan kertas di kakinya.

PLAKKK

"Kenapa kau malah menunjukkan barang tak berguna itu padaku! Aku tak perlu barang seperti itu. Dari mana saja kau! Ini sudah jam berapa! Kau pikir hanya ada kau disini, hah! Cepat masakan sesuatu, aku sudah lapar,"

Woohyun hanya diam mendapat tamparan dari hyungnya. Hatinya sakit menatap kepingan piala serta sobekan kertas di lantai. Air mata yang sudah menggenang di pelupuk mata sudah tak dapat terbendung lagi. Selama ini, Sunggyu tak pernah memukulnya, apalagi menamparnya.

Dipungutnya kepingan serta sobekan kertas itu. Dibawanya kertas itu ke kamar dengan lelehan air mata yang tak bisa berhenti.

Ia menyambung sedikit demi sedikit sobekan kertas yang sangat berharga baginya. Merekatkan benda yang selama ini ia ingin dapatkan. Setelah itu, diletakkannya benda itu di atas meja. Setelah itu, ia bergegas turun hendak menyiapkan makanan untuk hyungnya. Woohyun merasakan pening di kepalanya, semakin lebih sakit dari biasanya. Namun, Woohyun memgabaikannya—lagi.

'Apa salahnya jika aku ingin mendapat perhatian darimu hyung. Aku hanya ingin kau memperhatikan dan mendapatkan kasih sayangmu hyung,' batin Woohyun melihat sebuah fotonya bersama Sunggyu saat masih berusia 5 tahun. Mereka terlihat bahagia dengan senyum yang mengembang di bibir mereka dan Sunggyu yang merangkul pundak Woohyun. Mengingat hal itu, membuat hatinya miris.

Sunggyu merosot di balik pintu kamarnya. Duduk meringkuk dengan air mata yang mengalir perlahan. Ia tak menyangka jika ia tega melakukan hal seperti itu pada Woohyun. Ia tahu, jika saat ini Woohyun sangat menderita. Di sela-sela isakannya, Sunggyu mendengar suara dari dapur. Ia bangkit dari tempat duduknya dan mengintip dari balik pintu. Ia melihat Woohyun yang terlihat sedang memasak.

Sunggyu merasakan nyeri di dadanya melihat Woohyun.

Hari demi hari dilalui oleh Woohyun. Tak terasa sudah terlampaui 3 bulan lamanya. Semakin banyak piagam dengan plaster bening yang sengaja direkatkan. Belum lagi benda plastik berwarna kuning emas yang juga dipenuhi dengan lem yang sudah mengering.

Semakin hari, tubuh Woohyun terlihat semakin kurus dan tampak lemah. Woohyun pun semakin sering merasakan cairan berwarna merah pekat keluar dari lubang hidungnya. Woohyun merasakan jika tubuhnya sedang sakit. Tapi, ia tidak tahu sakit apa. Dia ingin memeriksakannya, tapi, ia tak punya waktu. Woohyun memutuskan untuk bekerja paruh waktu selama 2 bulan ini.

Tak selamanya Woohyun bergantung pada hyungnya, bukan?

Tak hanya Woohyun sendiri yang merasakan aneh di tubuhnya. Sunggyu rupanya juga merasakan kejanggalan pada diri Woohyun. Sunggyu melihat pipi Woohyun yang semakin tirus dan kulit Woohyun yang memang pucat terlihat semakin pucat. Sunggyu sebenarnya ingin bertanya untuk memastikan kejanggalan yang dilihatnya pada Woohyun. Namun, keegoisannya mengatakan tidak.

Woohyun bekerja di salah satu swalayan. Tentunya hal itu ia rahasiakan dari Sunggyu. Ia tak ingin hyungnya semakin marah. Setelah Woohyun pulang bekerja, ia pergi ke sebuah taman yang tak jauh dari tempat kerjanya. Hari masih siang, banyak anak-anak yang sedang bermain, berlari-larian kesana-kemari. Bibir tebalnya menyunggingkan senyum melihat dua anak yang sedang tertawa bersama.

Mengingatkannya pada kenangannya bersama Sunggyu, sebelum kejadian itu.

Sebuah keluarga yang terlihat bahagia duduk bersama di taman. Sepasang suami isteri dan dua anak laki-laki sedang bersenda gurau. Sang magnae meminta Appa dan Eomma ikut bersamanya membeli sesuatu. Sunggyu, sang hyung diam-diam mengikuti mereka bertiga. Saat akan menyebrang, Woohyun menggandeng tangan orangtuanya. Dari sisi kanan mereka, sebuah truk melaju dengan kecepatan maksimal. Sang Appa mendorong anaknya di pinggir jalan.

BRUKKKK

Mata Sunggyu membulat melihat kedua orangtuanya tertabrak truk dan meninggal di tempat kejadian. Ia berteriak histeris dan berlari menghampiri. Sunggyu merasa jika Woohyunlah penyebabkematian kedua orangtuanya.

Woohyun menitikkan menitikkan air mata mengingat itu. Ia mengusap kasar air mata yang sempat terjatuh dan bergegas pulang. Sesampainya dirumah, Woohyun lagi-lagi merasakan nyeri yang teramat di kepalanya. Woohyun membaringkan tubuhnya di kamar dan memejamkan matanya. Sungguh ini merupakan hari yang sangat lelah baginya.

"Aish, sudah jam berapa ini? Kenapa tak ada makanan sama sekali. Hei, anak pembawa sial! Cepat turun dan buatlah sesuatu yang bisa dimakan. Aku sudah sangat lapar," Sunggyu berteriak memanggil Woohyun. Merasa ia sedang diabaikan, Sunggyu segera menghampiri kamar Woohyun.

BRAK… BRAK… BRAK…

"Hei, kau keluarlah!" Sunggyu berteriak sembari menggedor-gedor pintu kamar Woohyun. Perasaan Sunggyu menjadi tak enak. Ia juga tak mendengar sahutan dari kamar. Sunggyu membuka perlahan pintu kamar Woohyun. Ia mengernyit heran melihat gundukan di balik selimut. Sunggyu berjalan perlahan mendekati kasur Woohyun. Dilihatnya Woohyun yang tertidur dengan peluh yang membanjiri wajah pucatnya. Sunggyu mengusap rambut Woohyun. Panas, itulah yang dirasakan punggung tangannya ketika bersentuhan dengan dahi Woohyun.

'Kenapa dengan anak ini? Wajahnya begitu berkeringat' batin Sunggyu ketika mengusap wajah Woohyun.

"Hei, bangun! Ini bukan saatnya tidur. Masih banyak yang harus kau kerjakan. Cepat bangun!" Sunggyu kembali berteriak. Tak memperdulikan kekhawatirannya kepada Woohyun, namun tetap tak ada respon yang didapat. Hati Sunggyu panic seketika, merasakan tak ada pergerakan dari Woohyun. Sunggyu menepuk-nepuk pipi tirus Woohyun.

"Hyunghh,"

.

.

.

TBC

.

.

A/N : Bangapsimida! Author baru yang masih jauh dari kata sempurna. Maaf.. Oya, gomawo juga buat Shelo-eonnie yang ngebantu ngedit dan publish. Akhir kata: Mind to review? Don't be silent reader!