Fic perdana kami, Kei dan SS. Mungkin sedikit 'melenceng' karena ini kolab pertama, lalu diksinya campur aduk. Dan terkesan aneh, juga jalan cerita gaje. Terus alurnya terlalu cepat dan ide cerita kacangan(?). Belum lagi abalisme dan juga nista (masukan efek tertawa nenek sihir di Snow White di sini). Tapi semoga bisa diterima :) #bah
Disclaimer: KHR belongs to Amano Akira. Karena kalo punya kami, Mama Hibari sudah mengandung anak kedua-nya dengan Papa Mukuro xD
.
WARNING: mainly 6918, slight 6927
.
ChocolateFactory special presents
b i t t e r s w e e t
-part one-
.
Langit senja mulai bertahta di ujung cakrawala, membiaskan pendar kemerahan di pucuk-pucuk pepohonan. Sementara angin musim gugur berhembus di antara daun yang menguning, menebarkan aroma dingin di jejak musim semi. Kebanyakan orang setuju bahwa di sore hari seperti ini, duduk di dalam ruangan hangat adalah hal paling nyaman.
Dan begitu juga dengan pemuda berambut hitam yang saat ini berada di ruangan tengah. Ia duduk sambil berdecak tak sabaran. Ada kerutan terbentuk di keningnya. Penghangat ruangan sama sekali tidak membuatnya merasa lebih nyaman. Sudah hampir dua jam dia menunggu, tapi orang yang ditunggunya tidak juga datang. Padahal biasanya orang itu tidak pernah terlambat. Siapa yang tidak kesal?
Suara langkah kaki dari luar pintu yang tertutup membatalkan niatnya untuk masuk ke dalam kamar. Ia berdiri, menatap pintu dengan wajah tanpa ekspresi. Menunggu pintu berayun terbuka.
"Hai, Kyou-kun~," suara seseorang menyusul setelah suara pintu ditutup.
Pemuda yang dipanggil 'Kyou-kun' sama sekali tidak berniat untuk menjawab. Dia berbalik dan melangkah menjauhi pria bernama Rokudou Mukuro yang menyapanya. Rasanya sia-sia ia menghabiskan waktu dua jam hanya untuk seorang herbivora berotak nanas busuk.
"Eh, mau kemana, Kyouya?"
Pemuda tadi berbalik. Satu kata terucap dari bibirnya, "Pulang."
"Pulang kemana? Ini 'kan rumah kita." Rambut panjang pria yang lebih tinggi melayang lembut ketika dia mendekati kekasihnya, Hibari Kyouya. Senyum tertempel di wajahnya yang menawan.
"Kufufu~ aku tahu kau akan mengkhawatirkan aku," bisik Mukuro lirih. Dan senyum pria itu bertambah lebar mendapati Hibari mengalihkan pandangannya darinya. "Benar, eh?"
"U-untuk apa mengkhawatirkanmu, Herbivore?"
"Kalau tahu begitu lebih baik aku menyerah saja pada musuh yang tadi kuhadapi," ujar Mukuro dengan nada memelas yang dibuat-buat.
Hibari kembali memutar badannya sambil bergumam, "Wajah itu tidak akan mempan padaku."
"Kyouya-chan~"
"Apa la–" Hibari tidak bisa menyelesaikan kalimatnya karena bibirnya telah terkunci rapat oleh bibir Mukuro.
"Tadaima," bisik Mukuro lembut setelah mengurai kecupannya. Yang segera saja disambut tatapan tajam dari sang karnivora.
"Itu baru ciuman selamat datang, hidangan utamanya belum."
Hibari melipat kedua tangannya di depan dada. Menatap lekat-lekat pemuda berambut biru di sampingnya. Ia mendengus. "Jangan harap akan kau dapatkan, Herbivora."
"Tapi–"
"Sekarang cepat mandi atau aku akan–"
"Apa?"
"–menggigitmu sampai mati."
"Oya~" Mukuro menyeringai –mesum. "Silakan, Kyouya sayang. Kau mau menggigitku dimana."
Hibari mengerjapkan mata, sedikit bingung dengan tanggapan kekasihnya. Dan detik kemudian, ia mengerti. Wajahnya sedikit memerah saat memberikan tatapan tajam pada Mukuro. Seolah berkata: 'Nanas Mesum'.
"Baiklah, baiklah. Aku mandi sekarang." Pria berambut biru itu menyerah.
"Dasar Herbivora!" Hibari memandang punggung Mukuro yang kini menjauh sebelum akhirnya tersenyum. Meski bibirnya hanya tetarik beberapa senti, tapi ia benar-benar tersenyum. Dan berbisik lirih, "Okaeri."
.
.
Rokudou Mukuro dan Hibari Kyouya. Dua orang dengan kepribadian berbeda. Seperti langit dan bumi. Banyak yang tidak percaya jika keduanya menjalin hubungan secara khusus. Secara dilihat dari sudut pandangan manapun, mereka berdua sangat tidak cocok.
Hanya saja, keduanya tidak salah. Karena kau tidak ada yang bisa memilih kepada siapa kau akan jatuh cinta, kan?
Dan lagi, keduanya tak peduli. Biarpun banyak yang heran, ragu atau menentang hubungan mereka. Mereka memang berbeda –teramat sangat. Hanya saja, itulah poin paling penting. Bagaikan potongan puzzle dengan sisi yang berbeda yang justru menyatukan kedua potong itu. Saling melengkapi. Saling memiliki.
Kepingan puzzle. Itulah Rokudou Mukuro dan Hibari Kyouya. Serta cinta yang terjalin di antara keduanya.
.
.
Hibari membuka matanya ketika mendengarkan suara seseorang memanggil-manggil namanya. Ah, siapa lagi pelakunya kalau bukan sang kekasih tercinta yang dengan tanpa perasaan membangunkannya saat dia masih mengantuk seperti sekarang.
Pemuda berambut hitam melenguh pelan, kesal. "Ada apa?"
"Bangun, ini sudah pagi," sahut Mukuro sambil mengulum senyum.
Tentu saja sang skylark Vongola bukanlah pemalas. Hanya saja, ia letih. Kemarin ia menunggu kepulangan Mukuro selama dua jam –meski ia tak mau mengakuinya. Ditambah lagi semalam Mukuro nyaris membuatnya tak bisa memejamkan mata. Jadi, siapa yang salah?
"Kyou-kun," panggil Mukuro manja sebelum mendekatkan wajahnya pada kekasihnya yang akan kembali ke alam mimpi. Siap menyerang pemuda berdarah Jepang yang berbaring di atas ranjang tanpa pertahanaan memadai.
Segera saja, Hibari mendorong Mukuro dan bangkit. Bulu kuduknya meremang. Meski kepalanya sedikit pusing, ini jauh lebih baik dari pada tidak bisa bergerak selama dua hari karena ulah sang ilusionis.
Mukuro tersenyum; mengabaikan onyx yang terpaku tajam padanya. "Bangun dan mandi, setelah ini kita harus segera berangkat."
Hibari tidak menjawab. Dia justru memilih turun dari ranjang dan meraih kemeja Mukuro di dekat kakinya. Sambil mengenakan kemeja itu seadanya untuk menutupi tubuhnya yang polos, ia menyambar handuk yang sudah disiapkan oleh Mist Guardian. Dan melenggang dengan malas menuju kamar mandi.
Pemuda dengan iris mata kontras itu menatap kekasihnya selama sekian detik. Melihat tubuh mungil itu mengenakan kemejanya yang kebesaran, membuat ide jahil berenang di kepala Mukuro. Ia melangkahkan kakinya pelan, berniat menyusul mantan prefek Namimori-chuu.
Belum ada dua detik, langkah Mukuro terhenti. Rasa sakit menghantam tubuhnya seketika. Dia mengerang tertahan, mencoba menguasai diri kembali. Ia terdiam, terduduk di tepi ranjang sambil mencengkran dadanya dan menggigit bibir bagian bawahnya.
"Ayolah, jangan sekarang. Beberapa hari lagi, please..." pintanya lirih.
.
.
Lagi-lagi misi yang membosankan. Kalau hanya untuk menghabisi herbivore-herbivora lemah seperti mereka Hibari seharusnya tidak perlu turun tangan. Seharusnya herbivora semacam Yamamoto Takeshi atau Sasagawa Ryouhei yang mengerjakan misi kali ini. Dalam hitungan menit, misi dari Juudaime sudah selesai. Tentu saja. Status guardian terkuat Vongola bukan omong kosong.
Hibari tidak sabar ingin segera pulang dan membersihkan diri. Noda darah di sekujur bajunya membuat dia gerah. Tapi sebelum itu dia harus melapor terlebih dahulu pada Tsunayoshi di Vongola HQ. Jadi, ia memutuskan untuk singgah sejenak. Selain itu, ia berani bertaruh jika Mukuro juga masih berada di markas.
Dengan langkah perlahan Hibari menyusuri lorong menuju ruangan Don Vongola, Sawada Tsunayoshi. Dan langkahnya terhenti saat dua suara merayap di indera pendengarannya dari pintu yang sedikit terbuka.
Kening Cloud Guardian berkerut. Hibari kenal dengan jelas suara itu. Suara manja yang dibuat-buat. Dan suara yang menjawabnya... Tsunayoshi? Tentu saja. ini kan ruangan Tsunayoshi.
Sebenarnya bukan hal aneh bagi Rokudou Mukuro berada di ruangan Tsunayoshi. Hanya saja, ada sesuatu yang ganjil di antara keduanya. Terlebih, Hibari mendengar namanya disebut-sebut.
"T-tapi, Hibari-san bagaimana?" Hibari mengernyit mendengar namanya disebut lagi.
Sang ilusionis berusaha menenangkan Tsunayoshi. "Jangan khawatir, Tsunayoshi-kun. Biar aku yang urus. Percayalah padaku."
Aneh. Apa yang mereka bicarakan? Hibari mendorong pintu dengan keras hingga membentur tembok dan menghasilkan suara yang dikategorikan nyaring. Mengejutkan dua orang yang duduk saling berhadapan dalam ruangan Tsunayoshi.
"Hi-Hibari-san," wajah Tsuna memucat melihat siapa yang tengah memandangnya dengan tatapan ganas. Ia segera menyentak tangan Mukuro yang sedari tadi menggengam tangannya.
Mukuro menoleh, mengalihkan pandangannya dari wajah Vongola Decimo. Menghela nafas saat melihat sosok kekasihnya di ambang pintu. "Ah, Kyouya-kun."
Kini Hibari ganti memandang Mukuro dengan tajam. "Apa yang kau lakukan di sini?" tanyanya ketus.
Rambut biru Mukuro berayun pelan saat ia menggeleng sebagai jawaban. "Tidak ada, hanya sedang berdiskusi mengenani misi selanjutnya saja."
Hibari menyipitkan mata. Benih curiga tumbuh dalam dirinya. Jika membahas mengenani suatu misi, apa perlu saling bergenggaman tangan? Dan lagi kenapa namanya disebut-sebut?
"Pulang." Sepertinya Hibari lupa pada tujuan awalnya datang kemari.
"Aku dan Kyouya pamit dulu, Tsunayoshi-kun." Mukuro bangkit dari kursi. Dia melambai sambil tersenyum sekilas pada sosok pemuda beriris karamel yang wajahnya masih pias karena shock. "Pikirkan permintaanku ya, Tsunayoshi-kun~"
Kedua lelaki itu melangkah meninggalkan ruangan dalam sunyi. Dan pintu tertutup tepat di saat Tsunayoshi menghela nafas panjang, merasa lebih rileks. Ada beban tak kasat mata diangkat dari pundak Tsunayoshi.
"Mukuro-san…," panggil sang Don Vongola pelan. Wajahnya segera berubah sendu.
.
.
Alis Hibari bertaut. Aneh. Belakangan ini tingkah Mukuro aneh sekali. Mist Guardian itu tidak pernah lagi tiba-tiba memeluknya dari belakang. Juga tak ada lagi kelakuan usil Mukuro ketika ia mandi. Pemuda berdarah Italia itu semakin jarang menggoda dan bermanja padanya. Ganjil.
"Tsunayoshi-kun~"
Itu kata pertama yang membuat Hibari mengernyit kesal setibanya di Vongola HQ pagi ini. Apa-apaan dia? Biasanya sang ilusionis tidak pernah memanggil Tsunayoshi dengan nada seperti itu. Apalagi tadi di perjalanaan, Mukuro bersikap cuek padanya.
"Tsunayoshi-kun, kau tidur nyenyak semalam? Memimpikan aku tidak?"
"Tsunayoshi-kun, kau capek? Mau aku pijitin?"
"Tsunayohsi-kun, bagaimana kalau nanti kita makan siang bersama?"
"Tsunayoshi-kun, nanti biarkan aku mengantarmu pulang ya?"
"Tsunayoshi-kun, kau sudah mempertimbangkan penawaranku kemarin?"
"Tsunayoshi-kun~"
Dan semakin lama semakin banyak pertanyaan yang terlontar dari bibir Mukuro yang dimulai dengan vokal 'Tsunayoshi-kun'. Membuat Hibari muak. Apa-apaan ini? Kenapa Mukuro memberikan perhatian pada orang lain selain dirinya? Sandiwara apa yang sedang Mukuro mainkan?
Hibari berdiri dengan kekesalan membuncah dalam dada di depan pintu ruangan Vongola Decimo. Untuk ke sekian kalinya, ia melihat Mukuro berada di ruangan itu hari ini. Padahal biasanya ilusionis bergaya rambut nanas itu mengunjungi ruang kerjanya.
Ia menggebrak pintu, melemparkan laporan di sofa terdekat, menatap Mukuro tajam dan mendesis sinis "ayo pulang, Mukuro."
"Ah, Kyouya, aku harus mengantar Tsunayoshi-kun dulu, kau pulanglah duluan," ujar Mukuro santai sambil mengulum senyum.
APA!
Meskipun begitu, Hibari Kyouya tetaplah Hibari Kyouya. Pemuda berdarah Jepang yang tidak akan merendahkan dirinya –bahkan pada sosok kekasihnya. Ada ribuan pertanyaan menggerogoti benaknya. Ada letusan kemarahan memenuhi dadanya. Jika bisa, ia ingin sekali menghajar Mukuro atas kelakuannya yang sesuka hati.
Tapi, ia tetap bergeming. Menatap Mukuro tajam selama beberapa detik sebelum berbalik dan berjalan pergi. Ia bukan seekor herbivora yang akan menangis meraung-raung hanya karena hal seperti ini. Hal seperti ini?
Dada Hibari terasa sesak.
Kedua mata Mukuro terpaku pada punggung ramping yang biasa berada dalam pelukannya menghilang di balik koridor. Ada duka bersemayam dalam iris beda warna itu. "Maaf, Kyouya," bisik sang ilusionis lirih.
Dan Tsunayoshi menghela nafas dalam melihat sikap Mukuro.
.
.
Mukuro membuka pintu perlahan. "Tadaima," ujarnya pelan.
Pria dengan rambut biru panjang itu menghela nafas. Yakin bahwa tidak akan ada sosok Hibari Kyouya yang menunggunya dengan tangan terlipat dan wajah masam saat ia pulang terlambat. Sakit rasanya.
Pemuda berambut hitam itu duduk di ruang tengah yang hangat dengan buku di tangan. Asyik membaca. Selama entah beberapa menit, mata Mukuro terpaku pada sosok itu. Ingin sekali ia mendekati sang awan dan mendekapnya erat seperti biasa. Tapi tidak bisa. Meski sakit, biar ia yang menanggung segalanya seorang diri.
Ia tersenyum miris. "Aku tidur duluan, Kyouya," ujar Mukuro sebelum membuka pintu dan masuk ke dalam kamar yang sudah lama tidak digunakan.
Apartemen yang mereka sewa memang mempunyai dua kamar. Hanya saja, apakah kau perlu dua kamar jika satu saja sudah cukup untuk dibagi bersama? Dan di malam ini, Mukuro secara sepihak menghindari Hibari. Memutuskan untuk tidur terpisah.
Mukuro merebahkan tubuhnya di ranjang yang sedikit berdebu. Menutup wajahnya dengan sebelah tangan; berusaha menyembunyikan wajahnya yang diliputi beragam emosi.
"Maaf, Kyouya. Maaf..."
.
Hibari menutup bukunya setelah mendengar suara pintu ditutup. Mengalihkan perhatiannya pada pintu kayu yang baru saja berayun tertutup. Ia kesal, sangat kesal. Sudah jelas Mukuro salah karena menunjukan perhatian yang berlebihan pada Tsunayoshi. Dan sekarang tak ada penjelasan atas tingkah menyebalkan sang ilusionis tadi. Bahkan kata 'maaf' pun tak terujar. Yang benar saja!
Padahal ia sudah duduk dan menunggu dengan sabar sedari tadi. Sepertinya otak Mukuro sedang terganggu saat ini. Hanya itu alasan logis yang bisa menjelaskan tingkah mendua Mukuro. Dan yah, mau tak mau, Cloud Guardian Vongola harus mengakui bahwa ia cemburu.
Pemuda itu menghela nafas; berharap besok Mukuro sudah kembali seperti semula. Kembali menjadi Rokudou Mukuro yang ia kenal. Rokudou Mukuro-nya. Kemudian, ia beranjak dan masuk ke dalam kamar.
Dia mendengus sambil memadamkan lampu. Ada yang aneh? Rasanya lebih luas dan damai. Ah ya. Biasanya Mukuro tidak pernah membiarkannya tidur dengan tenang kala malam tiba. Hibari menelan ludah. Tidur tanpa pelukan Mukuro terasa tidak nyaman.
.
"Sawada Tsunayoshi. Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Hibari ketus. Iris mata terpaku dengan penuh selidik pada sosok pemuda yang berdiri di depan pintu dengan wajah pucat.
Belum lima menit Hibari terbangun dari tidurnya, terdengar suara bel dari depan. Dan ternyata sang Don Vongola yang datang. Padahal mentari masih mengintip di batas cakrawala. Hibari sudah akan menggigit pemuda mungil di depannya jika suara dari dalam rumah tidak menghentikannya.
"Oya~ Tsunayoshi-kun sudah datang?" tanya Mukuro lembut. Manik matanya mengarah pada sosok Tsunayoshi saat senyumnya mengembang sempurna.
Tsunayoshi mengangguk pelan. "I-iya, Mukuro-san."
"Terima kasih kau sudah mau repot-repot menjemputku, Tsunayoshi-kun~"
Sekali lagi, pemuda beriris karamel itu mengangguk. "T-tidak apa."
"Kyouya-kun, aku pergi dulu," Mukuro berkata saat menoleh pada sang skylark. Ia meraih tangan Tsunayoshi dalam genggaman sebelum melanjutkan, "ngomong-ngomong, sejak hari ini aku pindah ke rumah Tsunayoshi-kun. Jadi, kau tidak perlu repot-repot memasak makan malam dan menunggu kepulanganku lagi. Barang-barangku akan diambil petugas nanti siang."
Wajah Hibari datar, tanpa ekspresi sama sekali. Tubuhnya kaku, terdiam karena adegan berbau romantis di hadapannya. Dan jantungnya seakan berhenti berdetak saat ia mendengar penuturan Mukuro barusan. Jika bisa, kepala Hibari pasti sudah berasap saking panasnya. Bola matanya juga akan meloncat keluar.
Tapi, sekali lagi. Ia bukan seorang yang berkelakuan layaknya herbivora lemah.
"Bye, Kyouya-kun." Dan Mukuro melangkah bersama Tsunayoshi dengan tangan yang saling terpaut. Meninggalkan sosok Hibari yang terlampau terkejut di ambang pintu. Detik berikutnya, pintu dibanting dengan kuat.
Barusan saja Rokudou Mukuro memutuskan hubungan dengan Hibari Kyouya. Dan kepingan puzzle itu jatuh berserakan.
.
-part one-
e n d
Kei & SS
.
Nyahaahahahhahahaa xDDD
Akhirnya selesai juga. Ide-nya punya Kei, dan chapter ini kebanyakan yang mengerjakan Kei. SS hanya mengedit di sana-sini dan menambah di sana-sini serta memberikan judul. Kemungkinaan besar menjadi twoshots =3
Chapter 2? Nanti. Tunggu saja dengan sabar. Biarkan kami melewati ujian semesternya dahulu #lha. Dan lagi, SS gak mau ngerjainnya kalo review yang didapat tidak mencapai angka 5 #plak. Berhubung yang mengerjakan chapter 2 itu SS xD
Oh ya, tenang saja, Kami berdua membenci 6927, jadi jangan khawaatir^^ #halah
Makanya, review~
