"Tidak... Hentikan..."

Suara itu terus menggema dari ruangan yang didominasi oleh kegelapan saat ini. Tidak ada sinar matahari sama sekali, seakan ia bisa mati bila terkena secercah saja sinarnya. Jari-jarinya semakin kuat mencengkeram ubun-ubunnya sendiri. Serasa ingin pecah, ia menahan sesuatu yang berkecamuk dalam pikirannya. Gambaran sosok yang ia sayangi begitu menyiksa batinnya yang rapuh. Tidak sekali dua kali, bayang-bayang itu terus hadir dalam otaknya. Melumpuhkan segala intelektualitasnya sebagai keturunan Uchiha, membutakan arah hidupnya dalam ketakutan.

Harus sampai kapan ia merasa seperti ini? Segala bentuk pertolongan hanyalah sia-sia buatnya.

"DIAM! PERGI KAU DARI SINI!"

Halusinasinya terus bekerja, seolah sosok dalam pikiran itu memang hadir dihadapannya. Bersiap melakukan hal yang sama padanya, menyiksanya, menghujaninya dengan segala cacian, dan tentu saja mencoba melenyapkan eksistensinya dari dunia ini.

'Sasuke... Adikku yang bodoh...'

"TIDAK! KAU BUKAN ANIKI! AAAAAARRGHH!"

PRANNGG!

Lagi-lagi benda-benda tak berdosa menjadi korban kekacauan pikirannya. Sudah yang kesekian kali hari ini, membuat sang ibu terus merasa khawatir mengenai kondisinya yang semakin parah dari hari ke hari.

"Sasuke, tenanglah. Lihat ibu, Nak! Kau tidak apa-apa. Ssshh..." Mikoto tak henti-henti memeluk dan mengusap kepala putra bungsunya, tidak, saat ini hanya ialah satu-satunya anak yang tersisa di keluarga terhormat itu.

"Mikoto, kita bawa dia kembali ke tempat rehabilitasi saja." Sang Ayah pun pasrah melihat kondisi anaknya.

"Tidak! Sudah berapa kali Sasuke kabur dari tempat seperti itu? Apa kau masih akan memaksanya?" bantahnya dengan mata berkaca-kaca. Sungguh ia tidak tega melihat anaknya begini, kalau saja kejadian itu tidak ada, Sasuke mungkin akan tetap seperti dirinya yang dulu. Cerdas, tanggap, kuat dan berani. Bukan Sasuke yang lemah seperti ini, yang mencoreng nama baik keluarganya secara tidak langsung. "Aku... akan memanggil seorang psikiater. Mungkin bisa membantunya."

"Kau tahu yang seperti itu akan berbahaya! Sasuke begitu agresif sekarang-sekarang ini, dia bisa memb—"

"Justru kehadiran psikiater akan dapat menenangkannya! Kita yang akan mengawasinya. Di rumah ini." tegas Mikoto lagi.

"Kaa-san…" lelaki itu terus mendekap ibundanya, hanya pelukan keluargalah yang mampu meredam ketakutan dan emosinya. Tak akan ada orang lain yang bisa..

.

.

.

.


"Aku selalu berharap bisa merasakan kebahagiaan seperti orang lain.. Tapi aku tak ingin orang lain merasakan penderitaan sepertiku, berbagi pun aku takkan rela.."


Naruto © Masashi Kishimoto

Innocence

A Naruto Fanfiction by Asakura Ayaka

Chapter 1 : Victim

.

.

.

.

"Empat kali?!"

Mata emerald gadis musim semi itu membulat sempurna begitu mendengar penuturan Uchiha Mikoto. Saat ini ibu paruh baya itu tengah menjelaskan kondisi anaknya pada seorang psikiater muda yang lumayan ternama di Tokyo. "Ya... kami sudah empat kali membawanya ke tempat rehabilitasi, tapi dia selalu kabur. Dia bilang... tempat seperti itu justru membuatnya semakin sakit dan ketakutan."

"Apa yang terjadi padanya sebelum ini? Barangkali aku boleh tahu...?" tanya Sakura hati-hati.

"Dia mengalami gangguan jiwa setelah kematian kakaknya. Dokter-dokter sebelumnya telah memvonis kondisi mental Sasuke sudah dalam tahap berbahaya. Dia terus mengalami stress dan depresi, aku sudah tidak tahu lagi... harus bagaimana menghadapinya." Suara Mikoto mulai bergetar. Fugaku pun mengelus punggung istri tercintanya itu agar tidak menangis lagi.

"Dokter Haruno, adakah cara untuk menyelamatkan anak kami? Aku yakin dia bisa sembuh jika ditangani orang yang tepat." Fugaku meyakinkan.

Hening. Sakura sedang memutar otaknya keras. Baru kali ini ia mendapat pasien yang hampir gila seperti Sasuke. Sebelumnya ia pernah menangani pasien berkepribadian ganda, phobia, dan orang-orang yang mengalami masalah rumah tangga. Untuk yang mengalami pukulan mental karena stress seperti ini jujur ia tidak begitu yakin dapat menanganinya. Apalagi itu lelaki usia 20 tahunan seperti Sasuke.

"Aku akan mencoba beberapa terapi. Untuk saat ini, hentikan segala penggunaan obat penenang padanya. Cukup berikan makanan bergizi dan biasakan untuk mengajaknya berbicara. Sebisa mungkin alihkan pikiran-pikiran negatifnya dengan kegiatan lain." sarannya pada tuan-nyonya Uchiha itu, mereka pun mengangguk paham.

"Kau bisa datang ke rumah kami mulai hari ini, ini alamatnya. Kami akan membayarmu berapapun yang kau minta asalkan kau mau datang. Terima kasih banyak, Dokter." ujar Fugaku. Sakura lanjut tersenyum ramah dan membungkukan badannya hormat begitu Mikoto dan Fugaku keluar dari ruangannya. Meninggalkan selembar foto Sasuke dan secarik kertas berisi alamat kediaman mereka. Diperhatikannya seksama wajah Sasuke, dilihat dari wajahnya saja Sakura yakin dia pasti pemuda yang dingin dan acuh.

"Uchiha Sasuke…"

.

.

#####

.

.

Sore hari di kediaman Uchiha, rumah itu terasa sepi. Sakura yang baru saja pulang dari jam kerja langsung mendatangi rumah pasien barunya. Akhirnya saat ini tiba, Sakura harus melihat keadaan Sasuke untuk menentukan terapi apa yang akan dilakukannya besok. Berkali-kali Fugaku memperingatkannya untuk hati-hati tapi semuanya ditangkis dengan senyuman yakin Sakura.

TOK TOK TOK

"Sasuke-kun, boleh ibu masuk?" Mikoto mengintip dari pintu kamar Sasuke yang sedikit terbuka. Tidak dijawab, Sasuke terus diam menatap kosong televisi yang menyala di kamar gelapnya. Ia tengah memeluki kedua lututnya sendiri, ekor matanya sedikit melirik saat mengetahui sang ibu membereskan kamarnya. Beberapa benda pun dibawa keluar tapi tetap saja Sasuke tidak peduli, ia melanjutkan kegiatannya menerawang televisi.

TOK TOK TOK

Alis Sasuke berkedut, kenapa ibunya terus bolak-balik kamar? Ia mulai risih dengan ketukan pintu itu. Beberapa saat kemudian muncullah sosok wanita sebaya dengannya, dengan warna rambut nyentrik dan wajah menawan. Sakura memperhatikan suasana kamar Sasuke yang gelap, hanya ada cahaya televisi yang berpendar di ruangan. Entah apa yang ditonton lelaki itu, yang pasti ia tidak dapat mendengar televisi itu mengeluarkan suara, hanya gambarnya saja yang bergerak-gerak.

"Siapa kau?"

GLEK

Sakura sedikit tersentak dengan suara berat Sasuke. Tatapan tajamnya terus ditujukan untuknya, seakan ia adalah musuh bebuyutannya selama ini. "Perkenalkan, aku Haruno Sakura. Mulai sekarang—"

"Pergi dari sini."

DEG

"….."

"….."

.

.

Merasa ucapannya tidak dituruti, Sasuke pun bangkit dari kasurnya dan menghampiri Sakura yang masih berdiri di ambang pintu.

"KUBILANG PERGI DARI SINI!"

BRUAKK!

Dengan kasar ia menghempaskan tubuh Sakura pada pintu di belakangnya. Sakura menahan rasa sakit hebat di punggungnya, dorongan Sasuke barusan bukan main-main. Ia memang tidak menginginkan kehadiran siapapun di tempat pribadinya ini.

"Unghh... Tenanglah, aku tidak akan menyakitimu Sasuke-kun. Aku akan bersikap baik padamu, ya?" bujuknya halus menekan bahu Sasuke yang bergerak naik turun seiring deru nafas dan emosinya. Lagi-lagi perlakuan kasar diterima Sakura, kedua tangannya ditepis kuat oleh Sasuke. Bahkan tangan kekar Sasuke sekarang sudah menjambak rambut pink-nya yang tertata rapi. Menyebabkan surai berkilaunya menjadi berantakan di tangan lelaki itu.

"KELUAR!"

"Aakh! K-kenapa kau seperti ini? Aku... Aku tidak akan menyakitimu, percayalah!"

"Tidak... kau pasti sama saja dengan mereka. Orang asing yang akan mencoba menyiksaku dengan obat-obatan dan ikatan di pergelangan tanganku. Kalian manusia sampah! ENYAH DARI HADAPANKU!"

BRAAKK!

Untuk kedua kalinya tubuh Sakura harus menghantam pintu di belakangnya. Benar-benar diluar dugaan. Pantas saja selama ini Sasuke diikat dan diberi obat penenang oleh dokter, emosinya yang tidak terkontrol sanggup mengubahnya menjadi manusia bengis dalam sekejap.

Sepintas Sakura melihat Sasuke akan memukulnya, dengan sigap ia langsung menangkis pukulan itu. Namun memang nasib tidak beruntung, lolos dari tangan kanan ia justru tercekik tangan kiri Sasuke.

"Lepaskan aku! UKH!" Didorongnya kuat-kuat tubuh kekar itu hingga terjerembab ke lantai. Membuat Sasuke semakin emosi, ia merasa Sakura memang menantangnya berkelahi saat ini.

"Cih, APA MAUMU HAH?!"

"Kendalikan emosimu itu, Sasuke-kun." Ia mendekat ke arah Sasuke. Sedikit-sedikit ia bisa melihat rahang Sasuke yang mengeras.

"Kau tidak berhak mencampuri hidupku... Kau hanya—"

"Aku sudah bilang tidak akan menyakitimu. Aku... akan melindungimu dari segala ketakutanmu. Aku berjanji akan selalu berada disini untukmu... yakinlah pada dirimu sendiri." Ragu-ragu ia berjongkok dihadapan Sasuke yang terdiam menatapnya, "kau bisa keluar dari segala keterpurukan ini, aku akan membantumu!" tegasnya lagi. Onyx itu membesar mendengar penuturan Sakura yang sungguh-sungguh. Ia tidak melihat adanya kebohongan dari dua emerald bening di hadapannya. Dan entah kenapa mata penuh damai itu berhasil meredam amarah tidak jelasnya.

Kembali ia membenamkan wajahnya dalam tekukan lutut. Ia tidak yakin akan ada orang yang bisa membantunya.

"Pergilah... aku tidak ingin melukai orang lain lagi. Jangan pedulikan aku...!"

"….."

.

.

.

To be Continued

.

.

Oke langsung saja *author memberi hormat pada readers* ini fic lawasku yang direpublish. Keep or delete? : ] need ur responses guys.. Thanks for reading, review please? Saran kritik kuterima selapang mungkin *wink*