Desclaimer © Mashasi Kishimoto
Love Me Harder © Luminouse
Warning! : OOC, Typo (s)
Rate : T+
Chapter 1 : Circle
.
.
.
.
.
"Hei lihat anak baru itu, sombong sekali dia."
"Benar, apa-apaan sikapnya itu, dan apa kalian lihat bagaimana penampilannya? benar-benar sangat cupu!"
"Benar sekali! Hahaha dasar nerd!"
Hinata mendengus kasar ketika mendengar bisikan para gadis yang ditunjukkan kepada dirinya. Gadis itu mencoba mengabaikannya dengan tetap focus pada buku yang kini sedang ia baca. Hinata tak menyangkal, penampilannya memang sedikit berbeda dari siswi lainnya, yang membedakannya hanya sebuah kacamata yang membingkai wajahnya.
Hampir satu bulan, dirinya sudah mulai terbiasa dengan lingkungan sekolah barunya. Terlebih dengan tingkah laku para siswa siswi di sekolahnya. Hinata tak pernah ambil pusing dengan sikap mereka. Sejauh ini mereka hanya sering mengatai dirinya nerd dan Hinata mengakui hal itu. Mungkin ini yang dinamakan lingkaran perbedaan, dimana yang lemah selalu tertindas dengan mereka yang mengaku dirinya kuat dan berkuasa.
Memang kejam, tapi inilah kehidupan. Mau sepahit apapun kehidupan yang kau jalani, pecayalah bahwa Tuhan selalu menempatkan hikmah di setiap kejadiannya. Dan Hinata selalu mensyukuri hidup yang dijalaninya kini. Tinggal terpisah dengan ibu dan adiknya, terpaksa hidup mandiri semenjak kematian ayahnya. Ia hanya ingin meringankan beban ibunya yang kini bergantung pada dana pensiun yang ditinggalkan oleh ayahnya.
Sebagai anak tertua, Hinata harus bisa bersikap dewasa dan menempatkan diri pada situasi yang kini dijalaninya. Dengan tinggal terpisah dan mengambil sekolah terjauh dari tempat tinggalnya, mungkin ini pilihan terbaik dalam hidupnya. Namun kalian percaya kan, bahwa Tuhan selalu menyiapkan kejutan bagi setiap hambanya.
.
.
.
.
.
"Hei lihat apa yang dibawa si cupu itu! benar-benar menjijikan!"
"Majalah dewasa heh? Berani sekali kau membawanya ke sekolah!"
Lagi-lagi Hinata harus merasakan pahitnya kehidupan sekolah yang dijalaninya. Entah untuk yang keberapa kali ia menjadi korban dari orang tidak bertanggung jawab yang mengerjai dirinya. Dengan terpaksa Hinata hanya bisa menundukan kepala sambil membereskan buku-buku pelajarannya yang jatuh. Kali ini ia hanya menghembuskan nafas lelah ketika menemukan Majalah dewasa yang bukan miliknya berada diantara buku-bukunya yang jatuh. Alhasil dirinya kini menjadi bahan tontonan dan bisikan teman-teman kelasnya.
"Selalu seperti ini." Gumam Hinata ketika ia selesai merapihkan buku-bukunya. Dengan tenang ia bangkit berdiri dan berjalan melewati kerumunan orang-orang yang mengelilinginya. Berpura-pura tuli pada bisikan-bisikan yang dilontarkan untuknya.
Setelah berhasil keluar dari neraka yang memberenggutnya, dirinya kini berjalan ke kantin untuk membeli beberapa minuman. Setelah selesai, ia segera pergi dan tak berniat untuk bergabung dengan kerumunan orang-orang yang berada disana. Baginya, duduk di pinggir lapangan yang sepi bisa membuat dirinya tenang.
Hinata menyeruput jus jeruknya sambil memperhatikan beberapa siswa siswi yang berlalu lalang. Ketika itu, ia mendengar suara langkah kaki yang mendekat kearahnya.
"Oh Hinata?" Hinata mendongak dan melihat seorang gadis berambut pink yang berdiri di sampingnya.
"Sakura?"
"Apa yang kau lakukan disini? Apa aku boleh bergabung?"
"Silahkan saja". Setelah mempersilahkan Sakura duduk disampingnya, Hinata kembali focus pada kegiatannya yang sempat terhenti tadi.
"Apa kau selalu seperti ini?". Hinata menengok dan melihat tatapan mata Sakura yang baginya sulit diartikan.
"Apa?"
"Sampai kapan kau akan diam saja ketika mereka mengerjaimu?"
Mendengar apa yang diucapkan gadis itu, Hinata hanya tersenyum tipis dan membuang nafasnya perlahan.
"Bukankah kau juga senang melihatnya, Sakura?"
"Aku? Tentu saja tidak"
"Benarkah? Majalah itu, bukankah kau yang meletakannya di antara buku-bukuku?". Gadis itu sedikit membulatkan matanya ketika mendengar apa yang di ucapkan oleh Hinata. Wajahnya kembali datar ketika berhasil keluar dari keterkejutannya.
"Heh, jadi kau tau ya". Hinata hanya memandang malas ketika melihat gadis itu menampilkan senyum menyebalkannya.
"Tentu saja. Tidak seperti aku, kau selalu beruntung ketika ada yang menyakitimu, akan ada Sasori yang siap melindungimu kapan saja."
"Apa maksudmu?"
"Tidak, hanya saja..berdoalah pada semesta Sakura, berdoalah untuk orang yang kau sayangi. Berharaplah pada Tuhan bahwa Sasori akan selalu berada disisimu, melindungimu selamanya". Gadis itu mengerutkan keningnya dan tak suka mendengar apa yang di katakan Hinata. Ia mendongak ketika melihat Hinata bangkit dari duduknya dan menyerahkan majalah ke hadapannya.
"Ini, aku kembalikan padamu."
"Kau!". Hinata tak memperdulikan gadis itu dan segera pergi meninggalkannya sendiri.
"Benar-benar menyebalkan". Gumamnya sambil membenarkan letak kacamatanya.
.
.
.
.
.
Tak banyak yang tahu siapa sosok Hinata sebenarnya. Tidak, gadis itu memang bukan anak konglomerat yang menyamar menjadi anak cupu di sekolahnya. Faktanya, Hinata memang anak yang cukup pendiam dan tak mudah bergaul dengan lingkungan sekitarnya. Apalagi semenjak kematian ayahnya, keputusannya untuk tinggal terpisah dari ibunya membuatnya harus bisa membiayai keperluan hidupnya.
Tepatnya saat ini pukul 7 malam, ia berada di ruang ganti khusus penari di tempat hiburan malam di kawasan Tokyo, High Five Bar and Lounge. Sedang berkutik di depan cermin memperbaiki riasan wajah dan rambutnya. Jika dilihat, penampilan Hinata saat ini tentu saja berbeda dengan Hinata si cupu di sekolahnya. Gadis itu tak lagi menggunakan kacamata, melainkan menggunakan contact lens yang senada dengan warna matanya. Rambutnya juga ia sambung menggunakan hair extension berwarna indigo, sehingga panjangnya mencapai pinggang gadis itu.
High Five Bar and Lounge bisa di bilang berbeda dengan tempat hiburan malam lainnya. Bar dan Lounge itu menyediakan tempat yang elit bagi para kalangan konglomerat yang ingin menikmati waktunya bersama pasangan ataupun rekannya. Tempat itu juga menyuguhkan tarian sebagai ajang hiburan semata yang bisa dinikmati para pengunjung disana. Hinata cukup beruntung karena di tawarkan langsung oleh pemilik tempat itu untuk bekerja disana. Penghasilannya pun cukup untuk membiayai kebutuhan hidup dan sekolahnya.
"Hinata, kau sudah siap?" Hinata menengok saat melihat perempuan berambut pirang berjalan mendekatinya.
"Ah..iya, aku sudah siap Temari."
"Baguslah kalau begitu, kau bisa melihat Ino sebagai patokanmu dalam tarian kali ini."
"Hm, aku akan menampilkan yang terbaik untuk malam ini."
"Kau tenang saja Hinata, aku akan membantumu agar kau lebih percaya diri kali ini."
"Terima kasih Ino." Hinata hanya tersenyum melihat Ino mengedipkan sebelah matanya dan mengangkat jempolnya sebagai balasan dari jawabannya.
"Baiklah Girls, waktu kalian tidak banyak, ayo bersiap-siap ke panggung."
Dentuman musik mulai memenuhi Bar and Lounge tersebut. Para gadis mulai menari dengan elegan menunjukkan kemampuan mereka. Para pengunjung terlihat begitu menikmati suguhan hiburan yang ditunjukkan. Setelah beberapa menit menampilkan kemampuan mereka, para gadis pun membungkuk sebagai ucapan terima kasih dan segera pergi meninggalkan panggung.
.
.
.
.
.
"Hinata, kau yakin tak ingin aku antarkan sampai rumah?"
"Tidak perlu Temari, sampai disini saja."
"Kau yakin?"
"Tentu saja."
"Yasudah, berhati hatilah, ini sudah larut malam. Hubungi aku kalau kau sudah sampai, mengerti?". Hinata hanya mengangguk menanggapi ucapan perempuan berambut pirang tersebut. Setelah mobil yang di tumpanginya pergi, gadis itu mulai berjalan menuju flat kecilnya yang berada di ujung gang.
"Dingin sekali." Gumamnya sambil merapatkan mantel hitamnya, dirinya sedikit berlari saat mendengar suara gemuruh langit pertanda akan datangnya hujan.
Saat Hinata hampir sampai pada tangga kecil di dekat taman, dirinya tak sengaja menabrak seseorang di hadapannya. Akibatnya, tas yang ia genggam pun jatuh dan barang-barangnya ikut berhamburan keluar.
"Maaf."
"Ah, tidak ini salahku." Hinata hanya menunduk sambil memasukkan kembali barang-barangnya yang jatuh.
Malam semakin larut dan sedikit lagi ia yakini akan turun hujan. Hinata tak ingin terjebak dan mencari masalah dengan siapapun itu. Gadis itu tak terlalu memperhatikan pemuda itu, tapi ia yakini pemuda itu berpenampilan sedikit tertutup dengan memakai celana jeans hitam, sweater dan juga topi yang berwarna senada dengan celananya. Setelah selesai, ia segara bangkit berdiri tak berani mengangkat kepalanya dan membungkuk di hadapan orang itu sambil mengucapkan kata maaf lalu segera pergi meninggalkannya.
Pemuda itu menengok ke belakang memperhatikan Hinata yang perlahan menghilang dari pandangannya. Entah kenapa dirinya merasa familiar saat melihat gadis itu, tak terlalu memperdulikannya pemuda itu segera melangkahkan kakinya kembali. Namun sebelum itu, matanya tak sengaja menangkap sebuah benda persegi terpental tak jauh dari hadapannya. Pemuda itu segera mengambil ID Card tersebut dan tersenyum kecil mendapati foto seorang gadis yang ternyata bersekolah di tempat yang sama dengan dirinya.
"Hyuuga Hinata." Gumamnya setelah membaca pemilik benda tersebut dan memasukkannya ke dalam kantong sweaternya dan pergi meninggalkan tempat itu.
.
.
.
.
.
Playlist
Ariana grande – Love me harder
Ariana grande – Touch it
Justin Bieber – Heartbreaker
Troye sivan - Bite
.
.
.
here guys some new story again!
mohon maaf, saya umumin Dark Love hiatus dulu ya untuk sementara karna laptop bermasalah dan filenya pun jadi ilang T.T
sebaga gantinya, saya kasih cerita baru ini.
dengerin playlistnya ya untuk baca story ini biar makin nge feel hahaha
Regards_Luminouse
