Author: Tata (istrinyaTaeil)
Pairing: NoRen, slight Markmin (not really slightly)
Cast: Lee Jeno, Hwang Renjun, Mark Lee, Na Jaemin
Warn: OOC?
.
.
"Malam tahun baru," kata Jeno dengan suara pelan. "sudah ada rencana?"
Renjun, orang yang dibisikinya itu langsung memiringkan kepala. "Kenapa kamu bisik-bisik?" tanyanya sambil menaikkan sebelah alisnya. "Aku… bakal pulang ke Jilin, sih. Mungkin aku akan menonton TV. Ada banyak siaran khusus tahun baru, 'kan?"
Jeno terlihat kecewa. "Oh, China, ya? Yaah…." Dia membuang napasnya keras. Renjun memasang wajah heran, membuat Jeno merasakan keharusan untuk memberikan penjelasan. "Itu, lho… aku sebenarnya ingin mengajak lihat kembang api tahun baru. Kudengar tahun ini bakal lebih meriah dari yang tahun kemarin. Pernah melewatkan tahun baru di Korea sebelumnya?" Renjun menggeleng. "Nah, mungkin saja bisa jadi pengalaman bagus, 'kan?"
Renjun mangut-mangut mengerti. "Kalau begitu, aku tidak pulang. Tahun baru kulewatkan di sini saja," sahut Renjun dengan senyum lebar tersungging di wajahnya, menampakkan gigi gingsulnya.
"Tidak apa begitu?"
Renjun mengangguk mantap. "Keluargaku juga sebenarnya tidak terlalu peduli dengan tahun baru. Selain itu, aku juga ingin lihat kembang apinya." Dia teringat tentang tahun-tahun kemarin di mana keluarganya bahkan pukul 11 sudah terlelap. Ketika terbangun, bukan harinya saja yang berganti, tapi tahunnya juga.
Akhirnya, setelah membicarakan kapan dan di mana mereka janji ketemuan, mereka setuju untuk melewatkan tahun baru bersama.
.
Tak terasa besok sudah tahun baru. Menurut janjinya, Renjun akan menemui Jeno pukul 9 malam. Kata Jeno, ketemunya larut malam agar tidak perlu banyak acara yang harus direncanakan. Apalagi, membuat reservasi pada malam tahun baru ujung-ujungnya hanya akan membuang tenaga dan menguji kesabaran.
Sekarang, jarum jam menunjukkan bahwa waktunya sudah pukul 9 lewat 10 menit. Renjun belum terlihat sama sekali di depan toko sepatu yang mereka jadikan tempat bertemu. Jeno sudah menunggu 15 menit di sana. Dia memang sengaja datang lebih cepat, khawatir Renjun yang malah jadi menunggunya.
Jeno sudah menghubunginya lewat hp, tapi tidak ada balasan dari Renjun. Pesan tidak dibalas, telpon pun tidak diangkat. Jeno mulai menggaruk kepalanya tanda ia gusar. Khawatir sesuatu menimpa Renjun.
Tapi Jeno tiba-tiba merasakan bagian lengan bajunya ditarik perlahan dari belakang. Ada banyak orang lalu-lalang di sana, membuat Jeno sempat mengira itu adalah upaya pencopetan. Jeno langsung menoleh ke belakang dan matanya langsung bertemu dengan mata orang yang menarik bajunya itu, dan dia jugalah orang yang sedari tadi ditunggunya. Tidak, dia tidak melihat matanya karena orang itu memejamkan mata, layaknya orang yang takut dimarahi.
Baru ketika Jeno hendak membuka mulutnya, Renjun, orang itu sudah mendahuluinya. "Maaf!" Renjun menundukkan kepalanya. Tangannya masih memegang erat lengan baju Jeno. "Aku tadi lama memilih baju sampai tidak sadar sudah lewat dari jam ketemuan kita!"
"T-Tidak apa," kata Jeno sambil memegang pundak Renjun agar dia mengangkat kepalanya. "Tapi kenapa pesanku tidak dibalas satupun? Aku khawatir kamu kenapa-kenapa."
Renjun tertawa canggung. "…kebiasaan. Kalau aku telat datang ke tempat janjian, aku jadi takut mengecek hp. Maaf." Perlahan cengkeraman tangannya lepas. "Tapi sudah jam segini, kenapa yang sudah di sini baru kamu ya?"
Hah.
Kedua alis Jeno terangkat, tidak mengerti. "M-Maksudmu apa…?"
Sekarang Renjun yang menatap heran. "Kita janjian pukul 9, 'kan? Tadi kukira aku yang datang terakhir…."
Aduh. Jeno menangkupkan wajahnya dengan kedua tangannya. Dia mulai menyadari ada di mana salahnya. Tidak pernah ia menyangka kesalahan macam inilah yang ia buat. "Ngg… Renjun. Kurasa kamu salah paham," katanya sebelum berdeham. "Aku hanya mengajakmu."
"Ya?"
"Aku tidak mengajak orang lain lagi. Jadi sekarang anggotanya sudah lengkap."
Ah. Sial. Jeno sangat menyesali ini. Lihat saja wajah Renjun. Mulutnya menganga tanda bahwa dia luar biasa kaget dan heran.
"…jadi kita hanya berdua?" Renjun berusaha mengonfirmasi. Barangkali dia salah mengerti. Tapi harapannya segera kandas ketika didapatkannya anggukan Jeno. Iya, hanya berdua. "…tapi kemarin-kemarin aku lihat Mark hyung dan Jaemin bicara soal malam tahun baru? Mereka juga bicara soal janjian dan kembang api…."
"Err… ya… karena mereka juga jalan berdua?" tidak disadari oleh Jeno kalau suaranya tiba-tiba menjadi parau.
Bukan Jeno tidak tahu rencana Mark dan Jaemin. Kalau boleh jujur, Jeno bahkan dapat informasi tentang kembang api yang katanya bakal lebih spesial tahun ini dari mereka berdua –atau Jaemin, lebih tepatnya. Sepanjang cerita Jaemin soal kembang api itu, wajah Jeno memang terlihat penasaran. Tidak seperti Jaemin yang rutin tiap tahunnya menonton langsung kembang api tahun baru itu, Jeno lebih senang melihat kembang apinya di TV, atau malah dia menyalakan sendiri kembang apinya bersama teman-teman sekolah yang tinggal di dekat rumahnya. Baginya, lebih asyik ramai-ramai main kembang api kecil-kecilan dengan orang yang sudah dikenalnya daripada berdesak-desakan dengan orang asing, tak peduli sebesar apa kembang api yang dinyalakan.
Lalu kenapa dia tiba-tiba ingin menontonnya langsung dengan Renjun? Jangan tanya.
Ngomong-ngomong, Renjun jelas terlihat tidak puas dengan jawaban Jeno. "Kenapa mereka hanya berdua? Kenapa tidak berempat saja dengan kita, atau bahkan kita bertujuh ikut semua? Tujuannya juga sama, 'kan." Renjun memajukan bibirnya.
"…hmm…itu…." Jeno berusaha mencari alasan yang bisa diterima Renjun. "Memang kita sengaja begitu. Jadi nanti kita ketemuan sama mereka di skating rink, tempat nanti kita menonton kembang api. Susah lho membawa rombongan di tempat yang penuh sesak macam ini," bela Jeno, dengan sedikit melebih-lebihkan. Yang di pikirannya hanyalah supaya Renjun merasa dapat jawaban.
Masih dengan bibirnya yang dimajukan, Renjun mengangguk tanda ia mengerti. Tapi wajahnya masih terlihat tidak terima.
Ah, kuatkan Jeno.
.
.
Jam menunjukkan pukul 9.35. Mereka sudah berpindah posisi ke sebuah kafe yang sudah direservasi Jeno sebelum ini. Untung saja Jeno sudah membuat reservasi, karena memang kafe itu benar-benar penuh. That's new year eve for you.
Tapi Jeno tidak selega itu. Bagaimana tidak? Karena air muka Renjun benar-benar keruh. Dirasakannya mulai muncul retakan pada hatinya.
"Sebegitu tidak sukanyakah jalan berdua saja denganku?" akhirnya Jeno menanyakannya langsung. Ia daritadi sudah menahan untuk tidak bertanya, berharap suasana perlahan membaik dengan sendirinya. Tapi apalah. Sama sekali tidak ada tanda-tanda demikian.
Dilihatnya Renjun salah tingkah. "Bukan! Hanya saja…." Renjun menundukkan pandangannya. "…aku bukan tipe orang yang menyenangkan kalau hanya berdua. Aku canggung. Dan aku bingung menjelaskannya supaya kau mengerti, tapi… intinya, ini bukan salahmu." Tangannya mencengkeram bagian bawah baju atasannya yang sedikit panjang.
Jeno sedikit banyak mengerti maksudnya, walaupun cara bicaranya tadi dirasanya berantakan. Karena kalau hanya berdua, kecanggungan seseorang makin terlihat. Dia juga kadang merasakan hal yang sama pada beberapa orang, dan yang dia butuhkan adalah mempersiapkan mental dan topik pembicaraan sebelum bertemu di tempat janjian. Masalahnya, Renjun tidak mengira pertemuannya ini akan berakhir hanya berdua.
"Maaf ya. Harusnya aku bilang dari awal kalau rencananya memang kita pergi berdua saja –maksudku, rencananya kita jalan berdua dulu, lalu ketemuan dengan Mark hyung nanti..." Tangannya mengusap tengkuknya, tanda dia juga mulai merasa canggung dengan suasananya. Apalagi dia mulai kelepasan bicara. "Tapi aku berani sumpah, kukira kau sudah tahu."
Renjun tidak segera menjawab. Dia hanya mengangkat kepalanya dan tersenyum tipis, lalu tertawa pelan, sedikit dipaksakan. "Iya, ya. Aku yang salah mengerti. Ah, lihat. Itu pesanan kita, 'kan?" ucap Renjun sambil menegapkan posisi duduknya. Jeno menolehkan kepalanya untuk melihat ada pelayan kafe itu berjalan mendekat.
Pelayan tersebut kemudian menata dua piring kue dan dua cangkir latte di meja Renjun dan Jeno seraya menyebutkan menu yang dia bawakan. Jeno mengucapkan terima kasih sebelum pelayan itu pergi lagi. Dia lirik Renjun, yang duduk di seberang. Senyumnya sekarang lebih berwarna ketimbang tadi –walaupun bukan senyum yang setulus hari-hari kemarin. Itu adalah senyum yang dibuat untuk melegakan Jeno.
"Jeno." Mendengar namanya dipanggil sempat membuat Jeno sedikit tersentak. Eh? Dia ketahuan curi-curi pandang? "Cerita-cerita dong sambil kita makan. Apa saja."
Renjun bicara sambil menyampirkan sendok kue yang digunakannya di mulutnya. Dan –oh, lihat senyumnya. Lihat kepalanya yang dimiringkan sedikit itu. Jeno lemah dengan pemandangan indah di depannya ini.
.
.
.
TBC
A/N Halo, ini Tata lagi. Semoga gak bosen terus-terusan liat Tata muncul mulu. Lagi mau muas-muasin imajinasi dulu sebelum otak dipanggang. Gw tuh harusnya belajar :'(((( UN udah bentar lagi hhhh
Gw lagi coba menantang diri sendiri dengan bikin yang rada panjang. Dan dari kemaren walaupun ff gw dimasukin ke genre romance, tapi gw juga bahkan gatau romancenya di mananya HAHA.
Oh iya. Di sini mereka jelas udah debut, tapi… plis jangan ditanya kenapa gak ada yang ngenalin mereka di jalan pdhl mereka tanpa penyamaran. Gw bingung juga;;; tapi males bikin mereka kerempongan ngindarin fans.
Btw sedih cuy teamNCT bahkan gak masuk best 17 di soompi awards sobs. Gw udah capek spam tweet.
