Bah!
Bungou Stray Dogs belongs to Asagiri Kafka & Harukawa Sango
This fanfic belongs to NazaufaSartez (me)
Soukoku, Shin Soukoku, and many more!
K+ (tumben njay)
Humor/Friendship/bit Romance
Indonesian!AU, College!AU, Kosan!AU (?), OOC, TYPO, BAD EYD, Humor Garing, logat daerah nyelip, dan masih banyak lagi
Fanfic ini dibuat semata-mata hanya untuk hiburan dan asupan. Tidak ada yang diuntungkan dari fanfic ini (kecuali asupan)
.
Happy read!
.
Bangga. Itulah yang dirasakan Dazai Osamu saat ia akhirnya berhasil tinggal di kos murah milik Pak'de Fukuzawa yang untungnya tak terlalu jauh dari kampus. Ini sudah kesekian kalinya Dazai bolak-balik pindah kos-kosan karena kelakuannya sendiri. Iya, kelakuannya sendiri. Siapa yang tak bakal lelah jiwa raga kalau ada orang tampan seperti dirinya mencoba bunuh diri berkali-kali di kamar kos? Dimarahi iya, jadi terkenal iya. Terkenal karena kegilaannya dan digunjing terus menerus. Halo, kalian semuaa? Wajar dong, kalau ia bunuh diri. Kan orang tampan itu bebas.
Kayak ngerasa ganteng aja lu, Jai.
Dazai sendiri adalah makhluk jenis homo sapiens yang menyukai bunuh diri tapi ia malah gak bisa mati-mati. Dazai itu keturunan Jawa, sayang ia masih nilai telor busuk kalau disuruh ngomong Jawa. Itu dulu. Setelah menyelidiki cukup lama, Dazai itu juga keturunan Solo dari kakek ibunya. Harusnya sikap Dazai itu lemah lembut layaknya putri Solo, tapi yang didapat malah sikap sleboran tidak jelas. Umur 22 tahun, mahasiswa Fakultas Humanoria Jurusan Sastra semester 3.
Oh, tadi sampai mana? Oh iya. Sampai di soal bolak-balik pindah kos.
Dan sampailah ia di kosannya Pak'de Fukuzawa, bapak kos yang terlihat tenang dan bijaksana. Sudah kepala 4, tapi masih ganteng. Rambutnya silver, atau lebih cocok disebut ubanan. Sikapnya cool, bisa mengatur anak kos dengan baik. Cocok jadi kuwu di Desa Cinta Kecamatan Sayang Kabupaten Rindu. Oke, kita tidak tahu kenapa nama daerahnya bisa begitu. Tapi yang jelas, nama tempat itu di sensor dengan kata-kata yang jauh lebih bagus-dan baper-soalnya nama tempatnya sungguh ndeso.
Namun, butuh perjuangan agar Dazai bisa diterima di kos yang lengkap fasilitasnya dan murah ini. Pak'de Fukuzawa bukanlah orang yang sembarangan memilih penghuni kosnya, ia selektif. Biar tentram katanya. Ngomong-ngomong, katanya sih fasilitasnya lengkap karena dibantu mantan teman-atau mantan pacar-Pak'de yang katanya pengusaha yang kaya dan perusahaannya banyak cabangnya. Banyak yang harus dilakukan Dazai agar ia bisa mendapat tempat tinggal seperti ini. Dan tes yang ia lakukan atas permintaan bapak kos adalah menyetir mobil.
Iya, saya tahu. Saya juga bingung ini tes masuk kos atau tes jadi supir.
Tapi, boro-boro nyetir mobil. Naik motor saja masih remedial. Bolak-balik kampus pakai jasa Maju-Jek dan berakhir tabrak lari. Sering naik bus kota, tapi lebih sering nebeng mobil sama adik kelas yang tampan dan setia, Akutagawa Ryuunosuke. Dazai lebih suka naik sepeda. Lebih ramah lingkungan, ramah masyarakat pula. Mana ada polisi menilang orang yang naik sepeda. Toh, sepeda itu kendaraan netral karena tak perlu pakai SIM. Lagian, mobil bagi Dazai itu adalah 'alat bunuh diri canggih'. Jadilah Dazai gagal di tes ujian masuk kos karena gak bisa nyetir mobil.
Tapi, bukan Dazai namanya kalau nggak cerdik seperti kancil. Ia pun melakukan negoisasi pada teman-atau pacar-bapak kos yang kebetulan tinggal seatap tidur sekamar dengan Pak'de Fukuzawa. Mereka berbicara keuntungan ini-itu, kerugian yang hanya berkisar 1% kalau ia di sini. Iya, sama temannya. Bukan si bapak kos itu sendiri. Karena mumpung yang lebih pintar itu temannya, jadi ia meminta jasa dari si temannya itu untuk berdebat. Oh, tentu saja dengan bayaran sekantong plastik hitam penuh jajan semacam ciki dan servis menggoda yang bisa membuat si teman ini mendesah seperti uke di BLCD punya Haruno yang menceritakan 'uke yang gak bisa dengar suara hati orang lain lagi'.
Iya, kerokan.
Sebenarnya, penjelasan Dazai itu ngaco semua. Tapi, Pak'de Fukuzawa sendiri adalah mantan dosen yang sekarang sedang mengalami masa pensiun. Ia menerima Dazai karena menganggap Dazai itu bisa berdebat dengannya soal apapun. Ia suka mahasiswa yang punya pemikiran sendiri. Emejing.
Kini, surai dengan rambut yang terlalu mirip rumput laut itu berbaring di atas kasur. Empuk, pasti kasur mahal. Baru saja ia akan tidur beristirahat karena berdebat dengan teman bapak kos yang kelewat pintar itu membutuhkan waktu yang cukup lama dan menguras tenaga, suara notifikasi handphone-nya malah mengganggu. Dazai mengambil hape-nya, membaca pesan chatting yang dikirim juniornya yang setia melalui aplikasi Garis.
.
.
Hari ini
Akutagawa Ryuu
Kak Dazai udh selesai pindahan? Mau dijemput? Nanti saya bawa mobil sekalian, pengen ngajak ke resto nasi padang di jalan Ampera. Saya yang traktir, gpp.
Dazai senyum mesem-mesem. Enaknya punya adek kelas setia ya kayak gini. Diantar-jemput tak berbayar, pake mobil orang tajir pula. Bonus makan gratis dimanapun tempatnya. Yah, walau kadang disuruh bayar juga sih. Sebenarnya Dazai pernah menolak berkali-kali kebaikan dari si junior ini. Tapi Dazai mempunyai prinsip :
Rezeki tuh gak boleh ditolak.
.
Dazai Osamu
Tunggu aku di perempatan jalan Sidongilang. OTW there.
..Bah..
Di restoran nasi padang, beberapa lauk disuguhkan. Banyak juga; ada lele goreng, sate kerang, lalapan, sambal dan masih banyak lagi. Dazai memilih beberapa, dengan khidmat memakannya lahap.
Akutagawa sendiri tidak makan. Sudah makan nasi goreng sama adik perempuannya tadi. Ia tidak bisa makan banyak. Sekali makan banyak langsung muntah terus ketiduran. Ia hanya bermain hapenya, memainkan game piano yang sedang nge-tren saat itu. Niatnya pengen main chatting-chattingan dengan 4 cowok ganteng dari Korea yang lebih nge-tren dari itu. Tapi ia sadar, ia masih normal.
"Gak mau makan, 'Kut?" tanya Dazai sambil mengambil telur balado dari sekian banyak piring kecil yang tersedia.
"Kak Dazai aja yang makan. Aku udah tadi."
Mengedikkan bahu, Dazai pun melahap sesuap nasi. Sesekali telinganya menguping kesana kemari di keramaian seperti ini. Lebih banyak suara sendok yang bertabrakan dengan piring porselen. Diliriknya Akutagawa yang ternyata sudah tidak tahan akan bau masakan padang yang menggoda, pemuda dengan surai hitam dengan abu-abu di bagian ujungnya mengambil satu tusuk sate kerang.
"Gimana kos barunya? Bagus, gak?" tanya Akutagawa sebelum memasukkan sate kerang itu ke dalam mulutnya.
"Lumayan. Tempatnya asri, tenang, gue juga gak ngerti kenapa kos begitu cuma sedikit yang tinggal di sana. Mana murah lagi."
"Mungkin itu cuma luarnya. Barangkali kalo seminggu udah di sana, siapa tahu kosannya angker."
"Paling angker sama suara pacarnya si bapak kos."
"Temennya, Kak."
"Iya itu maksudku. Atau palingan tempatnya masih baru." Dazai mengambil tempe goreng dan kacang panjang sebagai lalapan. "Kalo dipikir-pikir lagi, yang ngedanain kosnya Pak'de Fukuzawa itu..."
"Om Mori, pengusaha di Mall Cikampek yang dulunya tukang jualan pecel lele."
"Nah itu. Lah kok, lu tau banyak dapet dari siapa?"
"Dianya sendiri yang ngasih kabar. Om Mori juga saudara jauh gue, kok."
"Oh iya ya. Pantes mirip. Tapi si Om masih ada affair kan, sama Pak'de Fuku?"
Pembicaraan itu berlanjut sampai gosip-gosip hubungannya Bapak Kos dan mantannya. Sesekali mengunyah, sesekali menggigit lengkuas yang dengan bodohnya dikira daging. Jatuhnya malah misuh-misuh sendiri dan nyalahin pegawai restorannya karena gak becus mengambil daging dari nampan.
Pertemuan itu diakhiri pada jam 5 sore, sembari ucapan perpisahan dari Akutagawa: "Jangan lupa bayar hutangnya Gin, ya!" terlewatkan bagai angin. Dazai memasuki gerbang kosnya, seketika bola matanya menangkap sosok anak SMP sedang membawa 2 kotak kardus ke dalam salah satu ruangan.
Siapa anak itu? Tuyul kah?
Gak, gak mungkin tuyul. Dazai mengakui, sebenarnya anak itu cukup manis dilihat. Badannya saja yang kecil. Surai senja melambai indah di depannya. Wajahnya bagaikan kecantikan putri keraton. Oh, betapa indahnya.
Sebagai playboy cap kapak, sudah pasti Dazai ingin menggoda anak itu. Gak apa-apalah kalau cuma anak SMP. Toh, kids jaman now sudah mulai pacaran dan darling-darlingan dari EsDeh. Bahkan ada yang sampai manggil ayah-bunda. Iyuh.
"Dek, namanya siapa? Mau dibantu, nggak?" tanya Dazai melancarkan jurus gombalnya. Si adek menoleh. Bukan senyuman manis ataupun sulaman malu-malu di bibir, yang ada malah jawaban ketua dan tatapan yang menusuk.
"Siapa kau? Aku bukan adek-adek, tau! Kau aja yang badan kegedean kayak hantu Enggrang."
Oh, jleb sekali.
"Aku bisa bawa ini sendiri. Udah, sana kau! Ganggu kerja aku aja!"
Oke, tampang boleh manis. Tapi sikap seperti preman Batak di pengkolan Jakarta.
"Dih, adek jangan gitu dong. Gak boleh bersikap kasar sama yang lebih tua." Dazai, dengan segala kesabarannya mencoba bersikap baik sama si adek ini.
"Apa pula cakap kau itu, hah? Aku ini udah 22 tahun kau panggil adek-adek. Udah kuliah aku ini! Awas kau kalo kau panggil aku adek-adek lagi! Bogem ntar palalu!"
Fix, kesabaran Dazai habis.
"Ya maap. Gue kan cuma mau bantu tuyul kayak lu bawain tuh kotak kardus."
"Enak kali kau panggil aku tuyul! Aku punya nama kali!"
"Ya udah, nama lu?"
"Nakahara Chuuya. Panggil aja Chuuya."
"Ribet. Panggil 'sayang' aja, yah."
"Gak!"
"Masa iya gue panggil lu 'Cuy'? Gak seru ih."
"Ya panggil yang lain gitu, kek."
"Udah, sayang aja. Lebih enak didenger juga."
"Pokoknya nggak!"
Ngos-ngosan, wajahnya memerah karena kebanyakan marah. Yang namanya Chuuya itu langsung berbalik dan membawa kotak-kotak itu ke kamarnya.
"Udah, aku mau ke kamar. Capek aku ngomong sama kau!"
"Nama gue Dazai Osamu. Salam kenal, Chuuya sayang~!"
"Gak nanya!"
Ngambek, kemudian masuk ke kamar dengan dongkol. Chuuya membanting pintu, dilanjut dengan teriakan cempreng teman-atau pacar-Pak'de Fukuzawa. Dazai menaikkan bahu, langsung menuju kamarnya yang ternyata berada tepat di depan kamar si anak baru.
Di dalam hatinya, ia tersenyum.
Anak baru yang menarik, begitu pikirnya.
Dazai, kamu juga anak baru.
.
.
.
Bersambung coeg...
.
.
.
Author's Note:
Doumoo! Nazaufa di sini desuu~!
Yah, karena ini ide datang gitu aja, aku sengaja langsung publish ke ff karena aku juga gak tau mau digimanain. Padahal ada ff yang masih nunggu di apdet. Lololol.
Ini ceritanya kos-kosan anak kuliahan, ya. Disini kita tahu kalau Dazai itu Jawa-Solo. Dan dilihat dari dialog di atas tau kan Chuuya dari mana? Yup, dari Batak! Maafkan aku Chuuya :v tapi gak cuma itu aja kok. Chuuya itu campuran. Campur dengan orang mana bakal kalian ketahui di next episode.
Dan soal Akutagawa dan Atsushi (rencananya) bakal 2-3 chal kemudian.
Last, bisa sumbang review? 😄
Sampai jumpa di chapter selanjutnya!
