INI TAK LANGSUNG MEMUASKANKU
.
.
.
APA KAU TIDUR? (Part 1)
.
.
.
Disclaimer : Takaya Kagami dan Yamato Yamamoto
Warning : Tanda baca, ada unsur 'BL' dan yah, kalian nilai sendirilah.
.
.
.
Langit berwarna biru menjurus kehitaman kontras dengan pakaian pemuda yang tengah menegadahkan kepala ke langit. Udara dingin mampu menusuk kulitnya terlebih pada telapak kakinya yang tak beralaskan apapun.
Mereka seperti semu di mata Yuuichiro, seorang pemuda dengan surai hitam lebat dan mata hijau menyala.
"Yuu-chan." Sebuah suara menghinggapi pendengarannya dan Yuu cukup kenal bahkan sangat, sumber suara khas milik siapa itu dengan suara yang berubah'pun ia akan mengenali asal suara itu.
Yuu bergeming lebih memilih meratapi kelamnya langit, kemudian mengepalkan kedua tangan dengan kuat menimbulkan rona merah di sana hanya saja tak jelas mengingat gelapnya malam.
"Kau tidak tidur?" Yuu mencoba mengabaikan suara itu lagi. Sementara derap langkah sang pemilik suara terus mengaum.
Merasa diabaikan sang pemilik suara langsung mencium pipi Yuu dengan jahil. Ada tawa kecil sesudah ia melakukannya hingga membuat Yuu spontan menatapnya dengan mata mengerjap dan jangan lupakan pipi yang bersemu merah, tetapi sayangnya hal itu terhalang. Ingat hari semakin larut?
"Apa-apaan!" Yuu langsung menggosok-gosok pipi dengan beringas dan tentu saja kesal. Matanya tampak membelalak, setelah mendapatkan ciuman langsung dari Mika.
"Apa kau ingin secepatnya kembali pada Guren-mu yang bodoh itu?" Pemuda dengan surai pirang emas itu menatap Yuu lekat-lekat sembari memasang seulas senyum nakal.
"Hanya aku yang boleh memanggilnya bodoh! Mika." Mika yang mendengar hal itu cukup tersinggung. Apa karena mereka tak bertemu lama, Yuu langsung berpaling dengan keluarganya yang lain? Begitulah pikirnya. Seraya rambut blonde-nya di tiup angin ia tengah merenungi kata-kata yang keluar dari bibir pemuda yang sangat disayanginya itu.
Mika sadar betul betapa kuatnya tekat Yuu saat melihat Guren dua minggu silam. Guren sudah dikuasai serta dirasuki oleh siluman kepunyaannya sendiri di medan perang dan Mika tak tahu lagi kelanjutannya yang pasti ia, Yuu dan beberapa teman Yuu tengah bersembunyi sekarang. Ya, ke tempat yang menjauhkan mereka dari para vampire dan manusia? Kata-kata ini memang naif diungkapkan. Masalahnya mereka sendiri adalah manusia dan vampire, tentu saja begitu. Mana mungkin mereka bukan bagian dari itu.
"Kata-katamu menjengkelkan." Ucap Mika merasa sebal dan memasang wajah pura-pura 'dongkol' dengan kedua tangan yang dilipat di dada.
"Dari pada itu, apa kau sendiri tak tidur?" Sesudah Yuu mengucapkan kalimat itu. Ia berlalu dari hadapan Mika.
Mika hanya menaikkan sebelah alis, lalu mengernyitkan dahi.
.
.
.
Persetanan dengan segala urusan malam ini, yang mana menimpa pemuda berambut blonde nan pirang, tak lain dan tak bukan adalah seorang Mikaela. Ia mencoba menerobos ingatan kelamnya, tak mau lagi mengindahkan kata-kata Yuu yang menganggap panggilan 'Guren Bodoh' itu hanya miliknya seorang.
Mika mengangkat bahu. Nanti saja mempersalahkannya. Toh, tak ada untungnya berpikir se-special apa Guren di mata Yuu. Meskipun ia tak bisa menepiskan rasa cemburu yang melandanya.
"Krek..." Mika mendorong knop pintu yang tak tertutup rapat. Pintu ruang baca yang tepat berada di tempat yang tengah mereka singgahi sekarang.
Mika yakin Yuu akan menghabiskan waktunya di sini semalaman setelah, tak mendapatinya di kamar tidur yang ia tempati dengan Yuu. Shinoa dan yang lainnya'pun tampak sudah terlelap. Jadi, tak mungkin Yuu mau menghabiskan waktu dengan mereka.
"Yuu-chan. Aku masuk." Kode Mika dengan suara pelan. Ia sempat tertegun saat menatap dirinya sendiri di depan cermin persegi panjang yang secara vertikal memperlihatkan dirinya secara nyata.
Matanya semerah darah. Jujur ketika ia menjadi sorotan cermin Mika sangat membenci hal ini, bahkan ia masih ingat betul bagaimana ia bisa menjadi monster penghisap darah yang sesungguhnya.
Melalui tragedi menghisap darah Yuu, yang dikarenakan anak beriris hijau itu seenaknya memberi Mika umpan dengan cara melukai lengannya sehingga membuat Mika yang menjadi agresif memilih menggigit bahu Yuu. Baiklah, persetanan dengan itu, Mika lebih terpekur lagi saat mendapati Yuu tengah duduk di atas kursi dengan kedua kaki di angkat di kursi, kira-kira lututnya setinggi dagu sekarang. Sementara wajahnya ditutupi oleh buku bersampul orange tepat di depan wajah.
Mika hanya menggeleng. Tak seharusnya dia membaca dengan cara seperti itu. Sangat tidak etis dan yah, hal itu dipastikan akan merusak mata.
"Tak baik membaca seperti itu, Yuu-chan." Mika mengabaikan pantulan wajahnya di cermin lebih memilih menceramahi Yuu dan bergerak mendekati Yuu yang masih dalam posisinya.
Mika menarik buku yang di pegang Yuu dengan maksud untuk mengejutkannya. Namun, keadaan berbalik, ia dikejutkan saat mendapati tangan Yuu langsung terkulai ke bawah sehabis Mika mengangkat buku dipegangan Yuu. Dan kepala Yuu jatuh tertunduk saat itu juga.
"Dasar tukang tidur," Mika meruntuki keteledoran Yuu. Sudah dua kali dalam dua minggu ini ia mendapati Yuu tertidur di sini dengan gaya yang terbilang "aneh". Tiga hari lalu ia mendapati Yuu tertidur di lantai. Tubuh menyamping dengan tangan kiri yang masih memegang tegak buku dengan sampul yang sama, saking tegapnya posisi buku yang dipegang Yuu, Mika sampai berpikir bahwa Yuu tengah berkonsentrasi dalam membaca, tetapi saat didekati ia bisa mendengar dengkuran halus dari wajah polos Yuu ketika tidur.
Mika mengangkat tubuh Yuu dengan kesusahan. Bukan karena masalah bobot badan. Mika sudah menggendong anak ini beberapa kali dengan tenangnya. Yuu tidaklah berat, tetapi posisi tidur Yuu sekarang yang membuat Mika harus berpikir dua kali untuk mengangkatnya.
"Maaf..." Nada lirih itu keluar dari bibir Yuu ketika badannya terguncang karena ulah Mika.
"Eh?" Mika mendekatkan telinga ke mulut Yuu yang samar-samar seakan ingin menyerukan sesuatu lagi.
"Mika." Mika tersenyum simpul mendengar pernyataan maaf Yuu yang dinyatakan lewat igauannya.
Mika dengan susah payah mendorong pintu kamarnya dan Yuu menggunakan kaki. Ia menidurkan Yuu di kasur tipis yang berantakan itu dengan ekstra hati-hati.
"Selalu seperti ini," Mika menggaruk rambut pirangnya yang tentu tak gatal. Ia merapikan spring bed sederhana dengan pelan, tanpa berniat mengganggu tidur Yuu, setelah menyudahinya ia ikut berbaring menghadap Yuu. Jadinya, posisi mereka berhadapan saat ini.
"Yuu-chan," Panggil Mika pelan. Tanpa bermaksud menjahilinya.
"Eng..." Mika terkesiap. Panggilannya di jawab oleh makluk tukang tidur ini. Bagaimana bisa?
Mika mengerjap-ngerjapkan mata berulang kali.
"Mika," Gantian Yuu yang memanggil Mika, tetapi suaranya terdengar parau dan Mika dapat melihat mata Yuu memerah.
"Hmm? Aku membangunkan, Yuu-chan, ya?" Mika mengelus pipi Yuu sambil tersenyum lebar.
"Matamu," Tutur Yuu serak. Matanya tampak lebih sendu dari biasanya karena efek menahan kantuk.
Mika berhenti mengelus pipi Yuu. Ia terdiam mendengar satu kata yang dilontarkan Yuu. 'Matamu' memang apa pentingnya dua kata yang digabung menjadi satu itu. Sebenarnya itu memang tak begitu penting, tetapi siapa sangka ucapan Yuu itu menyindir Mika. Sekelebat pantulan diri Mika di cermin ruang baca tadi terbayang-bayang dipikirannya.
Warna matanya yang semerah darah—menggambarkan vampire yang haus akan darah. Apa Yuu akan membencinya karena perubahan warna mata itu? Waktu kecil, ia tak mengubris orang-orang yang memuji mata safir-nya, tak mempedulikan orang-orang yang menyamakan matanya dengan samudra dan langit? Sekarang Mika membutuhkan kembali pujian itu. Bukan pujian karena menjadi vampire yang sesungguhnya, bukan itu.
"Apa kau jadi takut karenanya, Yuu-chan?" Miris memang mengatakannya, tetapi Mika tak punya pilihan lain selain menanyakannya terlebih dahulu. Walaupun mungkin hasilnya akan sama saja, sama-sama mengerikan maksudnya.
Yuu tak merespon lebih memilih menarik selimut ke dagunya. Mika menutup mata, kemudian membalikkan badan. Memunggungi Yuu yang diam-diam menjauhkan selimut dari dagu.
"Matamu tak pernah menutup..." Mika dikejutkan kembali karena ulah Yuu. Padahal ia berpikir bahwa Yuu akan melanjutkan mimpinya dan sekarang dagu Yuu sudah bertompang di lengan Mika.
"Yuu-chan?" Mika membuka matanya kembali sehingga ia dapat merasa rambut hitam Yuu yang berkeringat menempel di pipinya. "mak-maksudmu?" Mika tak mengerti, ia susah melihat wajah Yuu dengan jelas karena anak itu menempel di lengannya.
"Apa vampire tidak pernah tidur?" Mika menggaruk pelipisnya dengan susah payah.
"Apa ini lelucon?" Tanya Mika, lalu ia dapat merasakan bobot tubuh Yuu terasa lebih berat dari biasanya. Anak itu beringsut melewatinya sambil berguling. Apa-apaan! Memangnya Mika bantal?
"Habis aku tak pernah melihat Mika tidur." Wajah Yuu tepat di depan Mika. Wajah mereka sangat dekat hingga mereka bisa mendengar deru nafas satu sama lain.
"Bodoh. Kalau Yuu-chan mau melihatku harusnya tinggal bilang! Jangan menindihku seperti itu." Runtuk Mika sambil menjentikkan telunjuk ke dahi Yuu, kemudian menyengir.
Yuu meringis sambil menggosok-gosok dahinya. Mika dapat melihat bahwa Yuu melakukannya sambil menahan rasa kantuk.
"Tentu saja kami tidur." Jawab Mika seraya tersenyum geli sambil menjauhkan tangan Yuu dari dahi, kemudian mengecupnya lama. Berharap mengurangi rasa sakit di sana.
"Tapi aku tak pernah melihatnya," Ujar Yuu pelan membuat Mika menghentikan kegiatannya, lalu beralih menatap wajah Yuu yang masih mengantuk.
"Kau mengatakannya dengan wajah begitu." Mika tertawa kecil sementara Yuu berusaha untuk memasang wajah marahnya di depan Mika, tetapi hal itu tak kunjung ia lakukan lantaran matanya benar-benar terasa berat sekarang. "astaga, Yuu-chan. Ck, ck, ck," Mika mengacak-ngacak rambut hitam Yuu dengan gemas, setelahnya ia beranjak dari posisi tidurnya hingga membuat Yuu yang matanya hampir terpejam menjadi 'melek' karena ulahnya.
Yuu menatap kepergian Mika dengan bingung hingga pemuda berambut blonde itu benar-benar hilang dari balik pintu.
Yuu langsung mengucek matanya yang mulai terasa ringan? Entahlah, tinggal berapa watt lagi mata sendu dengan iris hijau itu dapat bertahan, yang pasti Yuu ikut-ikutan beranjak dari posisinya dan mencari Mika.
"Yuu-chan?" Mika tersenyum ke arah Yuu sambil membawa segelas susu vanilla. Yuu hanya memasang cengiran karena sadar sudah dipergoki.
"A-apa Mika minum itu untuk tidur?" Yuu menggaruk rambutnya sambil memiringkan kepala.
Mika tersenyum sebagai balasan untuk pertanyaan Yuu. Ia membiarkan tangan kanannya memegang gelas sementara yang satunya, "Ayo!" Tangan kirinya menggengam Yuu erat.
Mereka kembali masuk ke kamar.
"Minumlah!" Mika menyodorkan gelas berisi susu tadi ke arah Yuu sementara Yuu hanya dapat mengernyit bingung.
"Kenapa?" Mika menepuk jidat lantaran pertanyaan Yuu yang dianggapnya tak masuk akal.
"Yuu-chan mengantukkan?" Yuu diam saja sebenarnya ia ingin mengangguk jika harus jujur, tetapi ada hal lain yang ingin ia tanyakan segera.
"Apa kau tidak minum susu?" Baiklah, berapa kali Yuu sudah menampilkan wajah polosnya karena ketidaktahuannya mengenai kinerja vampire? Hanya karena masalah tidur? Lalu berlanjut ke kendala susu? Apakah hal tersebut begitu lazim untuk ditanyakan?
"Yuu-chan sayang," Apa Mika mulai gerah? Nyatanya pemuda berkulit putih itu masih sempat-sempatnya memasang senyum terbaiknya. Ia menatap susu di gelas Yuu yang mulai mendingin, lalu beralih lagi ke mata Yuu. "Vampire itu tidur, kau tak pernah melihatku tidur karena kau sempat pingsan selama satu minggu dan beberapa hari terakhir kau tidur lebih dahulu dari yang lainnya atau jika larutpun kau ketiduran di ruang baca dan tetap saja kesannya kau tidur lebih dahulu dari aku. Intinya, Yuu-chan, kau itu tukang tidur." Kalimat penutup Mika terkesan tak enak. Meskipun Yuu tahu pertanyaannya sudah dijawab Mika, tetapi ia benar-benar tak butuh kata keterangan di ujung kalimat itu.
"Enak saja," Yuu menaruh gelas ke atas meja, kemudian melipat kedua tangan di depan dada.
"Dan masalah susu..."
"Berhenti-berhenti! Aku tak mau mendengarnya!" Sergah Yuu sambil menutup kedua telinga menggunakan telapak tangan. Mika menaikkan sebelah alis, kemudian menatap sebal ke arah Yuu.
"Bodoh, kan kau yang minta." Balas Mika.
"Tak perlu dijawab. Aku akan merasa kekanakan, kalau begitu." Desis Yuu seraya memalingkan wajah ke arah lain.
"Yuu-chan memang kekanakan." Ucap Mika sambil memasang seringai.
Yuu mendelik ke arah Mika.
"Minumlah," Mika mengambil gelas dari atas meja dan kembali menyodorkannya ke arah Yuu.
"Tapi aku tak mau minum." Yuu mendorong gelas berisi susu dengan punggung tangannya sambil menggeleng cepat.
"Jadi..." Mika meletakkan gelas susu di atas meja. "apa yang kau mau?" Mika berpura-pura bengis, sebelah alisnya terangkat dan jangan lupakan senyum jahatnya, sedangkan tangan kanannya menarik kera baju Yuu hingga mendekat ke wajahnya.
"Tidur..." Yuu membuang wajah.
Mika mendengus. Membiarkan Yuu berkutik pada kegiatan yang diinginkannya.
.
.
.
"Yoichi! Yoichi!" Mika menyandarkan punggung di dinding yang pas sekali bersebelahan dengan pintu kamar mandi yang tengah digunakan oleh Yuu. Ia hanya membuang nafas berat sambil melipat kedua tangan di depan dada.
Tak lama dari kegiatan Mika yang menyandarkan punggung di dinding, sejurus kemudian ia berdehem dan hal ini sengaja ia lakukan untuk menghentikan langkah kaki anak laki-laki dengan surai coklat lebat itu.
"Ya, ada ap—Mika-kun?" Yoichi namanya. Ia menghentikan langkah saat memperhatikan Mika yang memasang wajah datar dan 'sok kejam' dihadapannya.
"Yoichi!" Panggilan dari dalam kamar mandi kembali diserukan oleh sang pemilik suara.
"Ah," Yoichi sempat memperhatikan Mika sebentar, was-was kalau anak itu tengah dilanda cemburu. Awalnya, ia berniat memberikan handuk yang di minta Yuu—sebagai manusia yang mengisi kamar mandi sekaligus orang yang berteriak meminta handuk pada Yoichi—Yoichi berniat memberikannya kepada Mika, tetapi ia urungkan karena Yuu terus-terusan meneriakkinya meskipun di sisi lain ia lebih takut dengan tatapan Mika yang seakan ingin mengintimidasi.
Yuu mengulurkan tangannya dari balik pintu sementara Yoichi menaruh handuk di telapak tangannya dengan cepat, kemudian berlalu dari sana sambil berlari-lari kecil.
"Teri—Eh?"
Yuu menatap tubuh Mika yang sekarang berada tepat dihadapannya. Sedetik kemudian ia langsung menutupi tubuhnya dengan handuk yang baru saja diberikan Yoichi. Wajah Yuu merah padam.
"Jadi, kau membiarkan dia melihat tubuhmu sementara tidak untukku?" Mika buru-buru menarik handuk dari tubuh Yuu, kemudian melemparkannya ke lantai yang mana di atasnya masih ada shower yang menyala. Setelahnya Mika langsung mengunci pintu dari dalam dengan gerakkan cepat.
Yuu langsung berjongkok untuk memungut handuknya kembali, tetapi Mika masih lebih gesit darinya. Ia mematikan shower, kemudian menarik sebelah tangan Yuu hingga membuat posisi anak itu berdiri.
"A-apa yang ka-kau lakukan?" Yuu menundukkan kepala merelakan handuknya yang sudah basah kuyup tergeletak tak berdaya di lantai, daripada itu sebenarnya ia merasa lebih tak berdaya dibandingkan handuk itu apalagi harus berhadapan dengan Mika di sini.
"Kau belum menjawab pertanyaanku. Apa Yoichi boleh melihat tubuhmu?" Mika mulai mendorong tubuh Yuu ke dinding hingga membuat anak itu benar-benar merasa tersudutkan. Dan dibuat meringis karenanya.
Mika tak peduli lagi dengan Yuu yang tengah mengadu kesakitan sekarang. Ia sangat yakin bahwa punggung anak itu pasti membiru, ia menekan bagian pribadi milik anak itu sesaat, lalu beralih ke telinganya dan menjilatinya. Khas vampire yang haus darah.
"Di-dia han—Ukh~ hanya... melihat tanganku." Yuu memejamkan mata kala mendapat sentuhan lebih lanjut dari Mika sambil menahan rasa pedih di bahu dan punggungnya.
"Jadi sebagai gantinya. Aku mau memiliki Yuu-chan sayang," Mika tersenyum nakal dan meratapi Yuu yang polos sudah kalah telak darinya.
Mika mengamati luka di bahu Yuu, yang diberikan olehnya saat ia sekarat waktu itu.
"Mika...Eng..." Yuu mencoba meronta lalu mengeluarkan air mata sementara Mika terus bermain-main dengan tubuhnya.
"Hnn?" Mika menatap lekat Yuu yang sudah menangis sehingga ia benar-benar merasa bersalah ia sadar sudah keterlaluan sekarang.
Mika menghentikan kegiatannya dan fokus ke bola mata hijau milik Yuu.
Yuu membalas tatapan Mika dengan memelas, tetapi Mika tak cukup baik sekarang sehingga Yuu tak punya niat lain selain menghindari kontak mata dengan mata Mika langsung, yang mana sudah berawarna merah sekarang.
"Jadi kapan gantinya lagi?" Mika berusaha egois. Yuu menundukkan pandangannya, ia seolah menjadi bocah yang tengah dimarahi orang tuanya sekarang.
Yuu menggeleng-gelengkan kepala sambil mengepalkan tangan kirinya, sementara tangan kanannya masih di angkat ke atas oleh Mika. Tubuhnya bergetar.
Mika ingin tertawa dibuatnya, tetapi ia lebih memilih untuk menyudahinya. Ia mengangkat tubuh ramping Yuu yang tak terbalutkan apapun dengan pelan.
Mika sempat terhenti di depan pintu. Ia baru ingat ia menguncinya tadi, maka dengan susah payah ia buka knop pintu dengan hati-hati berharap tak ada yang melihat dirinya dan Yuu saat ini.
Bedrooom
"Kau itu terlalu lugu," Mika tersenyum sambil menurunkan Yuu dari gendongannya, sedangkan anak itu tak mengubris lebih memilih menunduk dan menggunakan pakaiannya secepat mungkin. Ya, tentu saja dengan harapan Mika tak akan menggodanya lagi.
Peuang Mika masih lebih besar dibandingkan Yuu, maka ia segera mengangkat dagu Yuu, lalu memberikan tatapan lembutnya seraya menghapus sisa air mata yang menggenang di pelupuk mata Yuu.
"Menyebalkan." Ucap Yuu sambil cemberut.
"Habis Yuu-chan tidak adil," Mika ikut-ikutan cemberut, lalu duduk di sisi ranjang tak lupa tangannya menarik tubuh Yuu agar jatuh kepangkuannya.
"Kau tak puas dengan yang tadi, huh?!" Yuu berusaha memasang muka garang, tetapi yang ada ia hanya menunjukkan wajah malunya yang membuat sisi manisnya bertambah di mata Mika.
Mika menggeleng, "memang kapan aku merasa puas atas dirimu?" pernyataan itu membuat Yuu membuang wajah dengan sebal.
"Jangan mempermainkanku!" Bentak Yuu berusaha melepaskan diri dari pangkuan Mika, tetapi anak itu terus menahannya dengan kuat.
"Tidak pernah. Aku tak sedang bermain-main." Mika menaikkan kaos Yuu sambil menyentuh pusaran anak itu, lalu tersenyum.
"Mika!" Bentak Yuu yang membuat Mika bertambah geli karena ulahnya.
"Aku hentikan deh," Mika tertawa kecil.
"Tetapi cium bibirku dahulu," Yuu membelalakkan mata, kemudian menggeleng keras.
"Jangan bercanda!" Bentak Yuu masih berusaha lepas dari pangkuan Mika.
"Aku beri keringanan dan sebagai gantinya cium pipiku," tawar Mika sambil tersenyum. Yuu ingin memukul kepalanya, tetapi pemuda bersurai emas itu sudah terlebih dahulu mengunci kedua tangannya.
"Huh," Yuu mendengus.
"Hanya pipi, Yuu-chan." Mika mendorong kepala Yuu agar lebih dekat dengannya.
Chuu~
Yuu menurutinya. Ia mencium pipi Mika kanan dan kiri secara bergantian sambil memejamkan mata hingga semburat merah memenuhi wajahnya saat itu.
"Padahal aku cuma minta satu," Mika tergelak alhasil membuat Yuu malu.
"Ternyata Yuu-chan tak puas juga, ya?"
To Be Countinued...
Tidak banyak ff Mika x Yuu bertebaran, yang ada sebaliknya. Aku lebih suka yang seperti ini. Jadi, bermunculan ide untuk segera menulis cerita ini.
Ya, meskipun lebih banyak 'blank-nya' dibandingkan 'ide' cemerlang.
Semoga aku bisa menyelesaikan ff ini berikutnya. Meskipun dengan durasi yang lama...
:'v tetapi aku tengah memikirkan Kuroko-kun sekarang. Mungkin saja ff ongoing-ku ini akan terbengkalai.
Aku terlalu takut untuk memilih 'progress' sementara ff 'complete' pun sulit kuselesaikan.
Hanya bermodalkan keberanian, aku coba-coba melakukannya.
Ah, semoga saja aku tak melupakannya.
Amin.
