Disclaimer: Naruto belongs to Masashi Kishimoto

Warning: OOC

ShikaTema, as always. Romance, as always. And poetry, as always. Ada satu hal yang tidak diketahui Shikamaru tentang Temari. Entah apa. Namun ada satu hal yang diyakini Shikamaru tentang Temari. Cinta.

Pernahkah sekali saja kau merasa Takdir tak bersikap adil atas Cinta?

-x-

-x-x-x-x-

Antara Cinta, Kau dan Aku

-x-

-x-x-x-x-

=x=x=x=x=x=x=x=x=x=x=x=x=x=

-x-

Sedikit banyak Shikamaru masih ingat seperti apa rasanya. Perasaan kecewa ketika ia tahu telah dibohongi. Perasaan hancur ketika ia tahu telah diduakan. Dan perasaan marah ketika tahu kekasihnya menelikung dari belakang. Rasa sakit, perih, pedih, nyeri dan entah apa lagi namanya mencambuki jantung hati pemuda itu tanpa mengenal belas kasihan.

Ino adalah seorang gadis yang begitu cantik. Tak seorangpun bisa mengatakan sebaliknya. Dia adalah satu dari sedikit makhluk di dunia yang bisa menarik hati lawan jenisnya dengan begitu mudah. Namun tak satupun manusia pernah memberitahu Shikamaru sebelumnya, bahwa Ino juga salah satu dari sedikit makhluk di dunia yang bisa menghancurkan hati lawan jenisnya dengan lebih dari sekedar mudah.

Tak perlu ditanya, Shikamaru masih bisa mengingat perasaan yang demikian menyiksa itu. Betul-betul menyiksa.

Disinilah titik balik kejanggalan hati. Entah bagaimana awalnya, perasaan yang menyiksa itu makin lama makin samar ia rasakan. Kian hari kian tinggal bayangan saja. Bukan suatu keanehan jika kemudian dalam batinnya Shikamaru bertanya, 'Apa yang membuatku melupakanmu, Ino?'

"Kau tidak keberatan 'kan kalau harus tinggal disini beberapa hari?" tanya Yoshino beberapa saat lalu, "Biasanya kau sulit sekali disuruh meninggalkan pekerjaanmu di Oto."

"Tidak, aku tidak keberatan" jawab putranya kemudian, "Aku senang pulang ke rumah. Rasanya sudah lama sekali tidak kembali kesini."

Dahi Yoshino terlihat mengerut, "Aku tidak salah dengar, kan? Bukannya baru tiga bulan lalu kau pulang? Padahal dulu setahun sekali pun belum tentu kau mau kemari."

Shikamaru tersenyum saja.

"Sudahlah, Sayang" sela Shikaku, "Kita harus cepat. Rapat pemegang sahamnya tidak bisa menunggu. Pesawat ke Suna berangkat sebentar lagi."

Yoshino menurut. Shikamaru melambaikan tangan dua kali sebelum mobil yang ditumpangi kedua orang tuanya betul-betul menghilang di ujung tikungan. Sang pengacara muda melangkahkan kakinya ke dalam rumah beberapa saat kemudian. Menaiki tangga yang menghubungkan ruang tamu dengan deretan kamar di lantai dua. Shikamaru berbelok, menuju sebuah kamar di ujung lorong. Tangan kanannya tergerak membuka pintu, lalu tampaklah di depan matanya sesosok gadis berambut pirang berkuncir empat tengah menggendong seorang anak berumur kurang dari sepuluh bulan menatapnya sambil tersenyum.

Ah. Itu dia. Shikamaru ingat sekarang. Alasan yang meluputkan sakit hatinya atas ketidaksetiaan Ino. Alasan yang membuatnya bertahan untuk hidup dan bernafas. Alasan yang memberinya kekuatan untuk bangkit dari keterpurukan. Alasan itu ada didepan sana, tersenyum padanya.

-x-

Aku percaya Takdir

Takdir yang mempertemukan kita

Takdir yang mempersatukan kita

Dan takdir yang mempertautkan dua rasa

.

Tapi aku menghujat Takdir

Atas teganya menjerumuskanku

Atas nalurinya memperalatku

Atas dosanya menjauhkanmu dariku

.

Apalah hak Takdir melakukannya?

Demi torehan setitik nila

Demi godaan nisbi dunia

Demi bisikan tak kasat mata

Demi Tuhan kumaki Takdir atas egonya!

.

Namun aku memuja Cinta

Tetap memuja Cinta

Dan aku mengagungkan Cinta

Sungguh mengagungkan Cinta

Cinta yang kini kembali menyapa

Cinta yang tak pernah berburuk sangka

Cinta yang membawaku pada dirinya

Dirinya yang melampaui batas sempurna

.

Kaulah saksiku wahai Asmara, AKU JATUH CINTA

-x-

"Paman dan Bibi sudah berangkat?" tanya si pirang.

Lamunan Shikamaru buyar dalam sekejap. "Sudah," jawabnya singkat.

"Ayame kurang enak badan hari ini," lanjut Temari "Aku harap kau tak keberatan kalau tidak ada yang melayanimu."

"Bukan masalah. Di Oto aku hidup sendiri. Kau tahu itu, kan?"

"Ya, aku tahu."

Shikamaru berjalan mendekat. Menghampiri gadis kecil berambut coklat yang menggelayut manja di dada Temari. Si kecil tersenyum ketika punggung jari telunjuk Shikamaru membelai lembut pipi merahnya. "Is everything alright?" tanyanya.

"Tentu. Makannya saja makin lahap. Lihat pipinya. Gemuk sekali, kan? Belakangan ini juga sudah mulai belajar berjalan. Kurasa dia sudah bisa kemana-mana saat usianya genap satu tahun," Temari bercerita panjang lebar.

"Aku tidak menanyakan Hikari," Shikamaru mengoreksi "Aku menanyakanmu."

Degup jantung Temari serasa meloncat satu ketukan. Terpaksalah ia membuang muka demi menutupi rona merah yang merambat pelan di kedua pipinya. Karena Temari sudah tahu benar, akan kemana arah perkataan Shikamaru tadi.

Untunglah kali ini Shikamaru tidak ingin menggodanya lebih jauh. "Baiklah. Kurasa aku yang harus memasak makan malam hari ini," katanya sambil berlalu menuju dapur.

Temari berusaha mencegah, "Aku bisa memasak. Jangan membuatmu repot begitu."

"Aku tahu kalau kau bisa memasak. Tapi Hikari juga bisa menangis. Semenit saja lepas dari gendonganmu dia akan membangunkan seisi kota."

Si pirang dan si mungil tidak membantah.

-x-

Mestinya kutanya setiap pujangga

Mengapa tak mereka ciptakan lagi satu kata

Satu kata diatas kata cinta

Satu kata yang sebanding nyanyian dewa

.

Kau tahu kenapa?

Karena sepatah kata cinta tidaklah cukup

Tak cukup menguraikan perasaanku padamu

Bahkan tak cukup mewakili pesonamu di sudut benakku

.

Jangan

Jangan pejamkan indah matamu

Tak pantaskah aku melihat surga

Surga yang kau jaga di pelupuk mata

.

Jangan

Jangan putuskan rampai senyummu

Jangan acuhkan lirih pintaku

Tak pantaskah aku meneguk candu

Candu yang terpenjara dalam purnama

Candu yang melesakkan rindu membelai sukma

.

Disini, di titik balik keringkihanmu

Aku menunggu dengan setia

Disini, di ujung getir mimpi burukmu

Aku menanti selamanya

Dan disana, di dasar lingkup jagat raya

Takdir memilih antara tiga

Antara Cinta, Kau dan Aku

-x-

-x-x-x-

Sudah dua puluh kali dalam dua puluh ulang tahun terakhirnya Yoshino berharap dikaruniai seorang anak perempuan. Sembilan belas doa diantaranya tidak membuahkan hasil. Sampai pada ulang tahun terakhirnya yang lalu, Shikaku pulang membawa seorang bayi perempuan. Itulah Hikari. Si kecil yang dipungut Shikaku dari sebuah panti asuhan di Suna dan kemudian diakuinya sebagai seorang Nara. Yoshino girang bukan main. Masa mudanya seakan terulang kembali. Namun sayang, seiring dengan berjalannya waktu permasalahan di tubuh Nara Corp makin lama makin rumit saja. Perusahaan yang dirintisnya bersama Shikaku tiga puluh tahun lalu itu kian menyita perhatiannya.

Disitulah peranan Temari. Ia datang sebagai seorang imigran dari Suna yang sedang mencari pekerjaan. Sekolahnya terhenti di tengah jalan dan mau tak mau ia harus mencari penghasilan. Berbekal rekomendasi dari seseorang yang tak pernah disebutkan Shikaku secara jelas, Temari diterima sebagai pengasuh dan sejak hari itu ia mulai tinggal di Konoha. Tak salah pilih memang, Hikari nyatanya menjadi jauh lebih akrab dengan Temari daripada dengan Yoshino sendiri.

Sejak hari itu pula Shikamaru semakin rajin pulang ke rumah.

"Bisa tidak kita makan sekarang?" suara Shikamaru terdengar menyela keasyikan Temari yang tengah mengusap-usap rambut Hikari, "Aku sudah lapar."

"Makanlah dulu. Aku masih ingin menunggui malaikat kecil ini."

"Dia sudah tidur," tukas Shikamaru dengan wajah merengut.

"Kau 'kan bisa makan sendiri."

"Tapi aku mau makan bersamamu."

Temari tak tahu takkan ada gunanya jika mereka berdebat. Dinaikkannya selimut yang menutupi tubuh Hikari, lalu dengan langkah pelan diikutinya Shikamaru ke ruang makan usai menutup pintu kamar si kecil.

Temari berusaha untuk bersuara sesedikit yang ia bisa. Mencoba berkonsentrasi pada makan malamnya dan bukan pada sederet kata-kata yang dilontarkan Shikamaru untuk memancingnya kedalam sebuah percakapan pribadi. Telah berulang kali ia menolak niatan Shikamaru untuk mendekatinya lebih jauh. Harusnya Temari tahu bahwa semua penolakannya adalah percuma.

Ini adalah Shikamaru. Orang yang meski kedua orang tuanya memiliki basis ekonomi diatas rata-rata lebih memilih untuk hidup mandiri dan memulai karir di jalur pilihannya sendiri. Pengacara muda yang kerap kali memenangkan beragam kasus pertikaian dengan cara yang terduga. Membelokkan hukum dengan sederet argumen tanpa cela. Bahkan meloloskan seorang tersangka pembunuhan dengan memanfaatkan kecacatan pada double jeopardy, fiksi, maupun audi et aeteran partum yang tak pernah terpikir di otak jaksa penuntut umum. Lalu kenapa ia mesti memundurkan langkah hanya karena beberapa kali ditolak oleh seorang perempuan? Tidak ada alasan baginya untuk menyerah. Semakin Temari berupaya menjauhinya, semakin pula ia berkeras untuk meraih hati si gadis pirang itu.

"I, Shikamaru Nara, vow to win your heart."

Deg!

Sekali lagi degup jantung Temari meloncat satu ketukan. Gerakan pisau makan ditangannya meleset hingga terdengar suara denting benturan antara bilahan tajam dengan piring keramik yang masih terisi setengahnya.

"Lama-lama kau makin membuatku tak betah bekerja di rumah ini," Temari mengomentari tanpa menatap lawan bicaranya.

"Bohong besar," lanjut Shikamaru "Kau terlalu menyayangi Hikari. Sekedar digoda oleh anak majikanmu tidak akan menjadi alasan yang cukup untuk pergi dari sini. Dia adalah kartu matimu."

"Tidakkah kau bosan? Carilah perempuan lain. Yang latar belakang keluarga dan pendidikannya lebih menjanjikan. Apa kata Paman dan Bibi nanti kalau tahu anaknya melirik seorang pengasuh di rumah mereka?"

"Mereka tidak akan keberatan. Keberatan pun aku tak peduli. Tapi jujur saja aku heran padamu," Shikamaru menarik jeda "Apa aku terlalu buruk sampai kau tak berminat sama sekali?"

"Tidak," jawaban Temari tak lebih dari itu.

"Terlalu baik?"

"Tidak."

"Apa kau trauma? Ditinggalkan oleh seorang bajingan di negara pasir sana?" Shikamaru menebak seenaknya, "Aku juga begitu. Percayalah, sebentar lagi kau pasti akan lupa."

"Tidak."

Shikamaru masih berusaha menemukan satu celah lain, "Kau sudah menikah diam-diam?"

"Tidak."

"Bertunangan?"

"Tidak."

"Punya pacar?"

"Tidak."

"Kau lesbian?"

Kali ini Temarilah yang memilih untuk mengambil jeda sesaat. Kemudian dikatakannya, "Anggap saja begitu."

"Kau tak pandai berbohong, Temari."

"Aku tahu."

"Setidaknya berikan satu alasanmu untuk tak menerimaku."

Sebuah jeda kembali ditarik si gadis pirang. Kali ini cukup lama. Bahkan mungkin terlalu lama bagi Shikamaru yang sudah tak sabar menunggu jawabannya.

'Mungkin ini sudah waktunya,' batin Temari 'Kalau dia tahu kenyataannya dia pasti akan berhenti berharap.'

Ada satu hal yang tak diketahui Shikamaru tentang Temari. Dan entah apapun alasannya, Temari merasa sekaranglah saatnya ia membuka suara. Mungkin keadaan akan membaik bagi mereka berdua, atau justru memanas bagi semua orang. Entahlah. Temari tak tahu. Ia bingung. Posisinya betul-betul tidak mengenakkan.

Tapi ia sudah tak tahan lagi. Hatinya yang perih tak sanggup mengakui perasaan yang sesungguhnya juga bertaut pada Shikamaru. Dan rasanya semakin perih lagi menyadari bahwa ia tidak bisa...

"Tidakkah pernah terpikir di benakmu," Temari berusaha sebisanya agar suara pelannya jelas terdengar, "Kenapa aku jauh-jauh datang dari Suna, meninggalkan sekolahku ditengah jalan, dan melabuhkan kakiku di rumah ini?"

Tak ada respon yang bisa diberikan Shikamaru.

"Tidakkah pernah terpikir olehmu, kenapa aku begitu menyayangi Hikari?"

Tutup telingamu rapat-rapat, Shikamaru. Kalimat berikutnya yang dikatakan Temari bisa membakar jantungmu perlahan-lahan.

Hening tercipta. Sepi meronta. Dingin menyapa sebelum Temari berkata, "Dia anakku."

-x-

Telah kutanya dinginnya malam,

Katakanlah apa salahku?

Telah kutanya senyapnya senja,

Katakan saja apa dosaku?

.

Namun tak satupun mau menjawabnya

Tak satupun menuntunku dalam durjana

Serasa perih denyut nadiku

Dunia mengingkari keberadaanku

.

Andaikan ku sanggup memilih

Kan kuputar balik roda sang waktu

Andaikan ku sanggup memilih

Kuulang kembali masa laluku

Andaikan ku sanggup memilih

Kubenamkan diri dalam dekapmu

.

Namun aku tak sanggup memilih

.

Maka kuminta kau untuk mengerti

Kuminta dirimu untuk pahami

Bahwa antara Cinta, Kau dan Aku

Dialah Takdir yang menghakimi

-x-

-x-

-x-

-x-

TBC

-x-

-x-

-x-

-x-

a/n: akhirnya, fict ShikaTema setelah sekian lama keenakan menulis crime/mystery.

Review?