Pagi yang dingin. Tentu membuat orang-orang berpikir dua kali untuk beranjak dari kasur empuk. Mereka berpikir, lebih baik memejamkan mata sejenak daripada memulai aktivitas membosankan, apalagi dalam cuaca seperti ini. Tapi sepertinya, hal itu tak berlaku bagi murid-murid sekolah. Mereka dengan riang mulai melangkah memasuki bangunan untuk menimba ilmu tersebut, bersemangat untuk bertemu kembali dengan sahabat setelah liburan, dan memasuki tahun ajaran baru.

Termasuk juga dengan sekolah ini, Konoha High School. Sekolah elit dengan murid-murid terpilih di dalamnya. Hanya siswa-siswa dengan kepintaran di atas rata-rata saja yang dapat masuk ke sekolah ini. Tapi orang-orang berharta pun bisa masuk dengan mudahnya. Suatu kebanggaan bagi orang tua jika anaknya bisa terdaftar ke dalamnya. Karena sekolah ini sudah mendapat predikat baik dari berbagai universitas swasta di Jepang. Gedung tiga lantai ini merupakan tempat yang sangat strategis karena terletak tepat di pusat kota. Jarak yang dekat dengan stasiun membuat para siswa tak perlu repot berjalan jauh menuju sekolah. Disamping itu, bila kau berjalan lurus dari gerbang KHS dua ratus meter lalu berbelok ke kanan, kau akan menemukan Konoha Central Park. Taman terbesar di Konoha. Tempatnya berbagai pasangan menunjukkan kemesraan mereka di depan publik. Dan merupakan tempat paling indah jika musim semi datang dan bunga sakura memenuhi hampir di seluruh penjuru taman.

Nah, tinggalkan taman itu sejenak. Karena kita takkan membahas hal itu. Kita akan membahas Konoha High School. Tempat dimana kedua pemeran utama kita bermain di dalamnya. Tempat dimana semua kenangan-kenangan itu terajut. Dan tempat dimana dua makhluk tuhan yang sudah dihubungkan dengan benang merah itu menemukan cintanya.

Tsukiatte Kudasai

Naruto © Masashi Kishimoto

Rating : T

Genre : Romance/Friendship/Drama

Don't Like, Don't Read

Seorang gadis berambut merah muda terlihat sedang memasuki gerbang KHS. Gadis cantik itu tersenyum kecil, ia merasa bangga telah berhasil memasuki sekolah impiannya dari kecil. Rambut panjangnya berayun-ayun mengikuti hembusan angin. Perempuan dengan mata emerald itu melangkahkan kakinya mencari auditorium karena sebentar lagi akan dimulai upacara penerimaan murid baru, jadi tentu ia tak mau terlambat. Ia menolehkan kepalanya ke sana kemari, mencari jika ada seseorang yang bisa ditanyai. Gadis itu menghela nafas, nampaknya para siswa di sini nampak sibuk dengan teman baru mereka masing-masing. Ia merasa tidak enak bertanya.

Haruno Sakura, nama gadis yang sedang berjalan itu menunduk sedih. Ia adalah orang baru di Konoha dan ia tak mengenal siapapun. Keluarga dan teman-temannya berada di Iwa, kota tempatnya tinggal. Semua itulah yang harus dikorbankan Sakura jika mau bersekolah di KHS. Meninggalkan seluruh kenalannya dan memulai kehidupan barunya di Konoha.

Tapi, tentu saja. Orang tuanya menentang keras saat mendengar rencananya untuk pindah ke Konoha. Karena tidak mungkin gadis yang baru lulus dari bangku SMP dapat bertahan hidup di kota besar, sendirian pula. Dan orangtuanya juga tidak dapat mengikuti Sakura untuk menetap di Konoha, dikarenakan pekerjaan sang ayah. Sakura yang memang dasarnya keras kepala berusaha meyakinkan kedua orangtuanya. Akhirnya, mereka mengijinkan dengan syarat kalau dirinya tidak boleh hidup sendiri. Dan sebagai gantinya, akan tinggal dengan salah satu kerabat sang ayah di Konoha. Tentu saja Sakura menyetujuinya.

Dan di sinilah Sakura sekarang. Memakai blazer putih dengan dalaman kemeja dengan warna yang sama. Tak lupa dengan dasi panjang merah. Ditambah dengan rok bermotif kotak-kotak yang serasi dengan dasinya, juga lambang KHS tersemat di dada. Membuat ia resmi terdaftar sebagai siswa di sekolah elit itu.

Sakura masih mencari orang yang bisa ditanyainya. Lalu ia melihat seorang pemuda sedang memainkan ponselnya sambil berjalan. Langkahnya terlihat mantap, dan itu membuat Sakura yakin kalau pemuda raven itu dapat membantunya menemukan ruang auditorium.

"Sumimasen," Sakura berlari kecil menuju pemuda itu.

Pemuda bermata onyx itu mengangkat alis. Ia menutup ponselnya. Sebagai gantinya, ia memasukkan kedua tangan ke dalam saku celana. "Hn. Ada apa?"

Sakura buru-buru mengangkat badannya. "A-ano..." Entah kenapa, ia merasa gugup. Lidahnya tak bisa berkata apa-apa saat melihat wajah Pemuda itu. Gadis itu menundukkan kepala, ia merasa mukanya memerah.

Uchiha Sasuke, nama pemuda tampan itu terdiam. Ia masih memasukkan kedua tangannya ke dalam saku, mengamati Sakura dari bawah ke atas. Dan ia menunggu apa yang mau gadis merah muda itu sampaikan padanya.

"Aa-a..."

"Jika kau tak ada yang ingin disampaikan, aku pergi." Sasuke yang melihat Sakura terus menunduk, beranjak pergi melewati gadis itu. Ia sudah sering melihat seorang perempuan yang bertingkah seperti itu padanya. Dan itu membuatnya kesal. Ia hanya ingin seseorang melihatnya bukan dengan wajah rupawannya ataupun dengan harta keluarganya. Ia hanya ingin seseorang yang melihatnya sebagai Sasuke saja. Ya, hanya Sasuke, seperti orang biasa lainnya.

"Tunggu," Sakura berseru seraya menahan lengan pemuda itu agar tak pergi. Ia menghela nafas, berusaha meyakinkan dirinya kalau ia dapat berbicara lancar tanpa tersendat. Dan memberanikan diri menatap ke dalam mata onyx Sasuke. "A-apa kau tahu dimana ruang auditorium?"

Sasuke terpaku sejenak, ia menatap mata emerald Sakura dalam. Entah kenapa, ia merasa kalau mata hijau itu menariknya untuk menelusuri emerald itu lebih jauh. Menyelami matanya yang hidup dan cemerlang. Ada apa dengan gadis ini? Sebelumnya ia tak pernah melihat mata seterang ini. Seakan matanya itu adalah suatu cermin yang melambangkan suasana hati si pemilik.

Sakura mengernyitkan dahi, ia heran melihat sikap pemuda di hadapannya. Gadis itu merasa salah tingkah melihat Sasuke yang menatapnya sedemikian intens. "K-Kenapa kau menatapku seperti itu?"

Seakan ada sesuatu yang menghantam, Sasuke mengerjapkan mata. Ia merasa bodoh karena sudah terjerat oleh mata gadis yang baru dikenalnya ini. Nampak sedikit semburat merah di wajahnya. Pemuda berambut hitam itu memalingkan kepala, berusaha mengarahkan pandangan ke arah lain selain mata itu. "Hn. Ruang Auditorium terletak di gedung paling belakang."

Sakura tersenyum kecil, lalu ia membungkukkan badannya. "Arigatou Gozaimasu." Kemudian ia melangkahkan kakinya melewati Sasuke, berniat menuju ke bagian paling belakang Konoha High School.

.

.

Setelah selesainya upacara penerimaan murid baru, para siswa pun menuju kelasnya masing-masing. Tak terkecuali Sakura. Ia menatap papan nama di atas pintu kelasnya. 10-4.

Sakura menghela nafas. Ia berusaha meminimalisir detak jantungnya yang menggila karena terlampau gugup. Gadis itu merasa khawatir, kalau ia tak bisa beradaptasi di sekolah barunya. Seringkali di film yang sering ditontonnya, orang-orang kota digambarkan trendy, sombong, angkuh, dan tak memikirkan orang lain. Sedangkan ia hanyalah seorang gadis polos dari desa yang memberanikan diri hidup di kota besar. Sakura merasa, dirinya tak pantas berada di sini.

Gadis berambut merah muda itu menggeleng-gelengkan kepalanya. Meyakinkan dirinya sendiri kalau hidup di Konoha adalah impiannya sejak kecil. Ia tak ingin merepotkan orangtuanya terus di Iwa. Dan Sakura harus berani menghadapinya.

Sakura menggeser pintu kelasnya. Ia membulatkan matanya terkejut melihat suasana ribut di dalam. Terlihat pemuda berambut pirang sedang meneriakkan sesuatu di depan kelas lalu ditimpali dengan keras oleh pemuda bertato segitiga. Lalu segerombolan gadis yang membicarakan sesuatu di sudut, juga beberapa murid dengan kepala di atas meja, sepertinya mereka tertidur.

Sakura tersenyum kecil. Ah, ternyata sama saja.

Gadis itu menolehkan kepalanya kesana kemari, mencari bangku kosong. Ternyata, semua bangku hampir terisi. Jelas saja, Sakura adalah murid terakhir yang datang ke kelas. Itu dikarenakan karena ia harus memutari hampir seluruh penjuru gedung untuk menemukan kelasnya. Padahal letak kelas 10-4 tepat berada di samping tangga. Sepertinya penyakit buta arahnya semakin parah.

Satu-satunya bangku yang tersisa hanyalah bangku yang terletak di samping jendela, tempat kedua dari belakang. Sakura menaruh tasnya di atas meja, lalu mendudukkan dirinya di bangku tersebut. Ia menopangkan dagunya, melihat pemandangan yang terbingkai jendela. Terlihat taman belakang sekolah yang luas. Terdapat banyak pohon di sana juga beberapa bangku taman. Sepertinya sangat nyaman untuk tidur dengan cuaca panas seperti ini. Sekedar bersantai sejenak untuk menghilangkan penat karena belajar. Cukup rindang, tapi tentu saja akan lebih sejuk di Iwa.

Sakura tersentak, ia menyipitkan matanya. Nampak di luar seseorang berbaring di bawah pohon. Meskipun tak terlihat jelas dari lantai tiga, tapi Sakura tahu, bahwa sosok itu adalah pemuda yang menolongnya tadi pagi. Pemuda raven itu berbaring diatas rumput seraya memejamkan mata. Tangannya digunakan sebagai bantalan. Dan sesekali angin memainkan helai rambutnya.

Melihat ini mau tak mau membuat wajah Sakura memerah. Ia tersenyum lembut melihat pemuda itu nampak damai dalam tidurnya. Rupanya seorang Haruno Sakura pun terjerat oleh pesona Uchiha Sasuke.

Tiba-tiba pemuda itu beranjak dari tempatnya berbaring. Mengambil tas yang berada di sampingnya dan berjalan pelan menuju ke arah bangunan kelas. Hal ini nampaknya membuat Sakura sedikit kecewa. Jauh di dalam hatinya, ia berharap bisa selalu melihat wajah itu.

"Ohayou."

Sakura tersentak dari lamunannya. Ia menoleh dan ternyata sesosok gadis berambut pirang sedang berdiri di depannya sambil tersenyum.

Sakura balas tersenyum. "Ohayou Gozaimasu."

Gadis dengan mata biru laut itu pun mendudukkan dirinya di depan bangku Sakura yang kebetulan kosong. "Watashi no namae wa Yamanaka Ino desu, Yoroshiku."

"Hajimemashite, Ino-san."

Ino mengerutkan alisnya bingung, lalu ia tertawa kecil. "Namamu?"

Sakura kaget, lalu mukanya memerah. Ia merasa malu terlihat bodoh di depan teman barunya ini. "Haruno Sakura. Douzo yoroshiku o negai shimasu."

Kali ini Ino terbahak-bahak. "Tak perlu seformal itu, Sakura."

Gadis berambut merah muda itu semakin menundukkan kepalanya, mukanya memerah. Ia merutuki dirinya sendiri.

Ino yang melihat hal itu menghentikan tawanya, ia menatap Sakura dengan rasa bersalah. "Gomen, aku tak bermaksud menertawakanmu." Ia mengigit bibirnya sendiri.

Suasana canggung menyelimuti mereka berdua. Sakura yang masih belum ingin mengeluarkan suaranya karena takut ia akan membuat dirinya nampak bodoh lagi, sedangkan Ino yang merasa bersalah dengan teman barunya ini.

"Daijoubu, Ino-san." Sakura memecah keheningan diantara mereka. "Aku berasal dari Iwa. Kau pasti tahu perbedaan antara desa dengan di kota. Aku sudah terbiasa menggunakan bahasa formal di sana."

Mendengar hal itu, mata Ini membelalak seakan tak percaya. "Hontou ni? Sugoi, aku selalu ingin pergi ke perdesaan."

Sakura tertawa kecil, lalu mulai menceritakan dengan semangat tentang desanya itu pada Ino, dan si pendengar mengangguk-anggukan kepalanya antusias dan sesekali menimpali dengan tawa.

Suara pintu digeser membuat kedua gadis ini menghentikan obrolan mereka. Nampak seorang pria berambut perak dan membawa buku di tangannya sedang berjalan menuju meja di depan kelas. Tak perlu menjadi orang pintar untuk menebak siapa dia. Langsung saja suara gaduh memenuhi seisi ruangan. Para murid berlomba-lomba untuk mencapai bangku mereka.

Ino mengedipkan matanya pada Sakura, "Kita lanjutkan obrolan nanti ya. Ja ne, Forehead." Ia tertawa kecil lalu kembali ke bangkunya yang terletak paling depan.

Wajah Sakura merah padam mendengarnya, lalu ia membalasnya. "Ja mata... pig."

Sakura melihat Ino melotot padanya, kontan hal itu membuat Sakura tertawa.

Suara ribut di kelas mendadak sunyi saat sang guru di depan berdehem menenangkan muridnya. "Hajimemashite. Watashi wa Hatake Kakashi desu. Douzo Yoroshiku o negai shimasu."

Guru yang bernama Hatake Kakashi itu mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kelas, semuanya nampak serius memperhatikan sang guru. Selalu seperti ini, saat hari pertama sekolah para muridnya selalu memerhatikan gurunya dengan antusias. Lihat saja nanti ke depannya, kelakuan mereka akan berubah, dari bayi-bayi tak berdosa menjadi preman-preman pasar. Kakashi menghela nafas memikirkan kelakuan murid-muridnya nanti.

"Saya adalah wali kelas kalian. Dan saya mengajar mata pelajaran Matematika."

Mendengar hal itu, para murid mengeluh. Sebenarnya, tak ada masalah dengan guru mereka ini, tapi mata pelajarannya? Matematika. Ah, mendapatkan wali kelas dengan subjek yang paling mereka benci? Sungguh nikmat.

"Baik, saya akan mulai mengabsen." Kakashi mengambil selembar kertas dari tumpukan buku yang dibawanya. Nampak diantara tumpukan, terdapat sebuah buku berwarna jingga yang sepertinya tak ada kaitannya dengan pelajaran.

"Aburame Shino,"

"Hai."

"Akimichi Chouji."

"Hai."

Sementara Kakashi mengabsen murid, Sakura malah bertopang dagu sambil melamun. Ia tak menyangka, ada orang sebaik Ino yang mau berteman dengannya. Yah, meskipun dirinya dipanggil Forehead. Hei, siapa yang mau disebut seperti itu?

"Haruno Sakura,"

Ia jadi mengingat teman-temannya di Iwa. Apa yang sedang mereka lakukan sekarang? Baru sebentar pisah saja, ia sudah rindu seperti ini. Mungkin ia harus mengunjunginya saat liburan nanti.

"Haruno Sakura."

Membahas tentang teman, ia jadi teringat oleh sosok pemuda tampan tadi. Siapa kira-kira namanya? Dan dia di kelas berapa? Sakura berandai-andai. Andaikan dia berada di kelas yang sama dengan Sakura, pasti menyenangkan.

"HARUNO SAKURA."

Sakura gelagapan. "Eh, Ya?."

Terdengar suara tawa dari para siswa di kelas. Ino lah yang paling terdengar suaranya. Melihat hal itu, muka Sakura memerah. Sudah berapa kali hari ini wajahnya memerah? "Gomenasai, Sensei." Sakura minta maaf sambil mengatupkan kedua tangannya.

Kakashi hanya mengeleng-gelengkan kepalanya. Lalu ia tersenyum kecil. Matanya melirik jahil pada Sakura. "Dilarang memikirkan pacar selagi jam belajar, Haruno."

"A-aku tidak mempunyai pacar, Sensei. Kau ini bicara apa sih?" Balas Sakura, bibirnya mengerucut ke depan. Gadis itu menjadi salah tingkah mendengar perkataan gurunya.

Terdengar kembali suara tawa memenuhi seisi kelas. Kali ini yang tertawa paling keras adalah pemuda berambut pirang yang duduk di depan Sakura. Bahkan Kakashi pun ikut menyumbangkan suaranya.

"Kau lucu sekali, Haruno." Kakashi berkata dengan geli dibalik maskernya. "Baiklah, cukup. Aku lanjutkan. Hyuuga Hinata,"

"Hai."

Gadis berambut merah muda itu meletakkan kepala di atas meja. Sedangkan tangannya menutupi wajah. Sakura merasa sangat malu. Ia sekarang ingin sekali menceburkan diri ke dalam danau dan tak ingin keluar. Daripada menahan malu seperti ini membuat ia ingin mati saja.

"Uchiha Sasuke,"

"..."

"Uchiha Sasuke?"

"..."

"Oh, tidak lagi." Kakashi mendesah pelan. Kenapa di hari pertamanya mengajar ia harus disuguhi dua murid yang absen saja tidak menyahut? Ada apa dengan siswa SMA sekarang?

"UCHIHA SASUKE, DIMANA KAU?" Kakashi berusaha menahan emosinya. Ia mengedarkan pandangan ke seisi kelas. Tak ada yang menyahut, dan tak ada juga yang tengah melamun.

Melihat wajah Kakashi yang sudah mencapai batas kesabarannya, sontak membuat para murid sedikit takut. Mereka juga mencari keberadaan Sasuke. Memang siapa sih yang tak mengenal pewaris perusahaan Uchiha Corp itu? Bahkan kabar kedatangannya sudah beredar sebelum tahun baru ajaran dimulai.

Tak ada. Sasuke tak ada di kelas. Kemana dia? Kompak para murid melihat ke arah Naruto, sedangkan pemuda yang ditatap hanya mengernyitkan dahi bingung.

"Kenapa kalian melihatku?" tanya Naruto heran. Bahkan Kakashi pun ikut menatapnya.

"Dimana Uchiha?" tanya sesosok pemuda berkaca hitam.

"Hah?"

"Dimana Uchiha?" Kali ini pemuda berambut cokelat dengan tato segitiga yang bertanya.

"Mana aku tahu. Kenapa kalian bertanya padaku?"

"Kau kan ukenya, masa tidak tahu." Jawab Kiba sambil tersenyum jahil. Kontan saja perkataannya itu menimbulkan tawa hampir di seisi kelas.

"Lelucon yang bagus Inuzuka." Bahkan Kakashi pun ikut tertawa. Suaranya paling keras lagi. Ada apa dengan guru ini?

Wajah Naruto sudah sangat memerah. Bukan memerah dalam artian malu-malu tapi memang iya. Namun karena menahan kesal pada Kiba.

Naruto menggebrak meja, ia berdiri dari kursinya dan menatap Kiba tajam. "AKU MASIH NORMAL. Jangan samakan aku denganmu Kiba. Aku tahu kau pernah berciuman dengan Akamaru."

Suara ribut kembali memenuhi kelas. Semuanya heboh mendengar berita yang dikatakan Naruto.

Kiba terlihat gelagapan. Lalu ia ikut beranjak dari kursinya. Melakukan hal sama dengan Naruto tadi. Menatap pemuda pirang itu tajam dan menunjuknya. "ITU BOHONG. Aku tak pernah melakukannya. Daripada kau yang pernah mencium Sasuke sewaktu SD."

"APA?" Hampir semua gadis yang berada di kelas mengatakan hal itu. Mereka tak menyangka, kalau pangeran pujaannya ternyata menderita kelainan.

"ITU TIDAK SENGAJA. KAU YANG MENDORONGKU, KIBA."

Sementara kedua pemuda itu terlihat beradu mulut, para murid malah dengan semangatnya melihat mereka bertengkar. Mereka ingin mendengar lebih banyak lagi tentang rahasia antara hubungan (?) Sasuke-Naruto.

Sakura tertawa kecil melihat suasana kelasnya yang ramai tapi menyenangkan. Gadis itu tahu, kalau pertengkaran mereka itu tidaklah serius. Tetapi sedari tadi dirinya bertanya-tanya, apa yang mereka ributkan. Ia sama sekali tidak mengerti apa itu uke. Lagipula siapa Sasuke? Sakura melirik ke arah Kakashi, ingin tahu reaksi apa yang dikeluarkan melihat kedua siswanya bertengkar. Astaga, gurunya itu malah duduk santai sembari membaca buku berwarna jingga. Sesekali terlihat semburat merah di wajah Kakashi saat membacanya. Buku apa itu?

Suara pintu digeser membuat mereka semua menoleh ke depan kelas. Terlihat seorang pemuda tampan berambut raven berdiri di depan kelas. Lalu ia pun mulai berjalan ke arah meja Kakashi.

Hening. Begitulah suasana di kelas itu. Tak ada yang berani berkata apapun. Suara yang terdengar hanya langkah kaki pemuda berambut hitam itu.

Kakashi menutup bukunya. "Kau Uchiha Sasuke?"

"Hn."

"KYAAAAAA, UCHIHA-SAMA!" Teriakan para gadis langsung memenuhi seisi kelas. Mereka menatap Sasuke dengan tatapan memuja.

"TEME?"

Pemuda itu Sasuke? Sakura seakan tidak mempercayainya. Ia memegang dadanya, berusaha meminimalisir degup jantungnya yang mendadak mengila.

.

.

Bunyi bel istirahat seakan menjadi surga bagi siswa KHS. Tentu saja, setelah dua jam pelajaran yang menyiksa otak saatnya mereka untuk melepaskan penat. Koridor sekolah sudah disesaki oleh para murid yang ingin segera ke kantin, atau mungkin berkunjung ke kelas lain untuk bertemu teman juga kekasih.

Dalam hal ini, kelas 10-4 menjadi tempat favorit siswi KHS untuk melepas penat, apalagi kalau bukan untuk mencuci mata. Karena di kelas itu lah pujaan hati mereka berada. Bukan rahasia lagi berita tentang masuknya pewaris Uchiha Corp ke KHS. Mungkin seluruh murid dari kelas satu sampai kelas tiga mengetahuinya.

Nampak rombongan gadis di luar kelas berebutan melihat sang pangeran. Mereka tidak berani masuk ke dalam, karena takut akan diusir pujaan hati. Sedangkan Sasuke sendiri, tidak terlalu peduli dengan semua itu. Ia lebih memilih mengabaikan mereka dan menghabiskan waktu istirahat dengan tidur di kelas.

"Yoo, Teme." Naruto menepuk pundak Sasuke. Lalu mendudukkan dirinya di bangku yang terletak di depan sahabatnya itu.

Sasuke melepas earphone yang tadi terpasang di telinga dan memasukkannya ke dalam tas. "Hn?" Sungguh sebuah kata yang ambigu. Andaikan bukan Naruto yang dihadapannya sekarang, pasti orang itu bertanya-tanya apa yang dikatakan Sasuke padanya.

Naruto terkekeh-kekeh, "Kau tidak berubah dari SMP. Apa di kamusmu hanya ada kata 'Hn'?"

Sasuke memutar bola matanya bosan. Ia melipat tangannya dan menyenderkan tubuh ke kursi. "Ada apa, Dobe?"

"Oh ya, hampir saja aku lupa, ini." Naruto menyodorkan sekantung roti yang dibelinya di kantin. "Kau pasti lapar."

Sasuke tidak tahu harus berbicara apa, ia seharusnya berterimakasih pada sahabatnya. Tapi tentu saja, ego Uchiha tak membiarkannya berbicara seperti itu. "Hn." Lantas pemuda bermata onyx itu mengambil roti yang disodorkan dan mulai membuka bungkusnya.

Melihat Sasuke yang memakan roti itu dengan lahap, membuat Naruto nyengir, "Sama-sama."

"Kau menyindirku?"

"Menurutmu?"

Sasuke mendengus mendengar perkataan Naruto. Memang, ia sebenarnya lapar. Tapi keinginannya untuk menghindari serbuan para fansnya lebih besar daripada kebutuhannya untuk makan. Fans? Percaya diri sekali kau Uchiha.

"Hei,"

"Hn?"

"Apa kau tidak ingin menyatakan perasaanmu pada Hinata?"

Sasuke terbatuk-batuk mendengar pertanyaan bodoh sahabatnya itu. Ia tidak menyangka perkataan itu keluar dengan mudahnya dari mulut bocah pirang di hadapannya. Setelah meminum sebotol air mineral yang diberikan Naruto, ia mengatur nafasnya. Hampir saja aku mati tersedak, pikirnya.

"Baka. Apa yang kau kau katakan?" Sasuke bertanya dengan kesal. Ia menatap Naruto dengan tatapan membunuh andalannya.

Naruto yang memang sudah sangat kebal dengan tatapan itu membalasnya dengan cengiran di wajah. "Kau pasti dengar perkataanku kan? Sudahlah, kita sama-sama tahu."

Sasuke memalingkan wajah, berusaha menyembunyikan semburat merah di pipinya. "Aku tidak menyukainya."

"Kau memalingkan wajahmu ketika berbohong dan malu, Teme." Ejek Naruto.

Sasuke menghela nafas, ia tahu Naruto tidak bisa dibohongi. Ternyata persahabatan selama lima belas tahun membuat mereka saling memahami diri masing-masing. "Tidak. Aku tak ingin memberitahunya."

Pemuda bermata biru itu mengernyitkan dahi heran, "Kenapa?" Ia heran dengan sikap sahabatnya ini. Sasuke sudah menyukai Hinata sejak SMP. Tepatnya sejak tiga tahun lalu dan sampai sekarang ia masih ingin memendam perasaannya?

"..."

Naruto kemudian menyeringai jahil, "Apa kau takut ditolak?"

"Apa?"

"Dasar, tak kusangka Uchiha sepengecut ini. Sudah menyerah sebelum perang dimulai." Sindir Naruto. Tangannya terlipat di belakang kepala.

Sasuke melotot sebal. "Tidak."

"Ya."

"Tidak."

"Ya."

"Tidak."

"Tidak."

"Ya."

"Aha!" Naruto menjentikkan jarinya. Ia tersenyum lebar. Akhirnya, seorang Uchiha terjerat oleh jebakannya.

Sasuke mendengus sebal. Ia mengacak-acak rambutnya sembari berpikir kemana otak jenius yang sering dibangga-banggakan Uchiha? Masa dia kalah dengan si Naruto dobe.

"Cepatlah Teme."

"Hn?"

"Cepatlah nyatakan perasaanmu padanya. Aku yakin dia akan senang mendengarnya." Nada sendu jelas terdengar dari mulut Naruto. Pemuda pirang itu menundukkan kepalanya dan tersenyum. Tetapi bukan cengiran yang biasa diperlihatkannya.

Dan Sasuke jelas bukanlah orang bodoh yang tak mengerti arti senyuman itu.

.

.

Sepanjang pelajaran, Sakura sama sekali tak bisa berkonsentrasi apa yang guru terangkan di depan. Pikirannya hanya tertuju pada sosok dibelakang bangkunya. Uchiha Sasuke. Pemuda yang sudah berhasil menyita seluruh pikirannya, atau mungkin juga hatinya.

Awalnya ia memang ingin sekali satu kelas dengan pemuda yang menolongnya tadi pagi itu. Dan doanya terkabul. Ia bukan hanya satu kelas dengan pemuda tampan itu, tapi ia juga berada tepat di belakangnya.

Ia meremas rok di bawahnya. Entah kenapa, menyadari Sasuke tepat berada si belakangnya membuatnya selalu berkeringat. Ini tidak sehat. Sepertinya ia perlu ke dokter. Sakura harus menghilangkan perasaan ini. Kalau tidak, setahun di KHS pasti akan membuatnya seperti di neraka karena kehadiran Sasuke.

Sakura melirik jam tangan putih yang dipakainya. Pukul tiga lewat sepuluh menit. Lima menit lagi bel pulang, dan aku akan terbebas dari siksaan ini.

Seakan menjawab doa Sakura, bel pun berbunyi lima menit lebih awal.

"Baiklah. Pelajaran hari ini selesai. Jangan lupa kerjakan PR kalian. Konnichiwa minna-san."

Para murid membalasnya dengan gumaman kecil, jelas sudah habis semangat mereka bahkan hanya untuk menjawab salam.

Sakura segera membereskan tasnya. Ia sangat ingin segera bertemu kasur. Gadis itu sangat lelah di hari pertamanya sekolah.

"Forehead." Seseorang menepuk bahunya.

Sakura cemberut mendengar sapaan itu keluar dari mulut orang di belakangnya, "Sudah kubilang, jangan memanggilku dengan sebutan itu, Pig."

Ino hanya tertawa mendengar protes Sakura. Baginya, Sakura sangat menggemaskan saat sedang cemberut. "Mau pulang bareng?"

Sakura terlihat berpikir, sebelum ia akhirnya mengangguk. Toh, ia juga belum mengenal Konoha dengan baik. Jadi kecil kemungkinan ia tersesat jika bersama teman barunya itu.

Ino menyeret Sakura keluar kelas. Koridor sangat ramai dengan para murid yang ingin cepat-cepat pulang. Kebanyakan dari para siswa itu pulang sambil menggandeng pasangannya. Dan pemandangan itu membuat Ino kesal.

"Kenapa sih mereka suka sekali memamerkan kemesraan? Pikirkan sedikit perasaan jomblo dong!"

Sakura tertawa mendengar gerutuan Ino.

Setelah melepas uwabaki dan menaruhnya di loker, mereka pun keluar dari bangunan KHS dan berjalan menuju stasiun.

"Ne, Sakura. Kau tinggal dimana?"

Sakura mendongakkan kepala dan menaruh telunjuknya di dagu, seolah sedang berpikir. "Aku tidak tahu."

"Hah?"

Gadis berambut merah muda itu tersenyum kecil, "Aku baru pindah ke Konoha hari ini dan akan tinggal di rumah kerabat Ayahku. Aku memang belum menemui siapa yang dimaksud ayah. Sedangkan semua barang-barangku akan dikirim lewat paket."

Saat ini Ino sedang membeli tiket kereta di mesin pembelian, ia memencet beberapa tombol dan memesan dua tiket. "Sou ka. Kau tahu dimana kerabat ayahmu tinggal?"

Mereka melewati pintu gerbang dan memasukkan tiket di pintu masuk. Kemudian mereka mengambil tiket itu kembali di pintu kedua.

"Hai. Tou-san mengirimkanku alamatnya. Kota Akiba blok III."

"Wah, sama denganku. Tapi aku di blok I."

"Hontou ni?" Sakura memasuki kereta api. "Sugoi, berarti kita bisa berangkat bersama." Sakura tersenyum senang.

Ino tertawa. Baginya, Sakura seperti adik kecil yang selama ini tidak dipunyainya. Tapi... Ino merasa kalau alamat tempat tinggal Sakura tidak asing baginya. Sepertinya aku kenal pemilik rumah itu.

Mereka mencari-cari tempat kosong di kereta itu. Tapi semuanya penuh dan mereka terpaksa berdiri. Jelas saja, jam empat merupakan waktu semua sekolah pulang.

"Ino?"

"Nani?"

"Kau tahu, Uchiha Sasuke?" saat bertanya seperti itu, wajah Sakura memerah. Sebenarnya ia tidak ingin menanyakan hal ini. Tapi ia terlanjur penasaran dengan pemuda yang berhasil menyita seluruh perhatiannya di kelas tadi.

Ino menyeringai jahil, "Kau menyukainya?"

Sakura mengigit bibirnya, ia merasa bodoh bertanya pada Ino. Tentu saja ia pasti meledeknya. "Jangan menggodaku, Pig. Lupakan saja pertanyaanku tadi."

Ino tertawa, "Jangan ngambek begitu, forehead."

Sakura mengembungkan pipinya kesal, ia sudah terlanjur sebal karena dirinya selalu diledeki Ino.

"Oke. Memang aku tak begitu mengenal Uchiha. Yang kutahu dia adalah laki-laki dingin, tampan, dan kaya."

"..."

"..."

"Sudah?"

"Apanya yang sudah?"

"Kau hanya tahu itu saja?"

"Yap."

"Semua orang juga tahu itu." Sakura memukul bahu temannya itu pelan. Ino berpura-pura mengaduh kesakitan. Tapi malah dibalas Sakura dengan cubitan di perutnya.

"Ittai. Aku tak menyangka kau punya tenaga monster." Ejek Ino.

"Dan kau harus berdiet Pig. Banyak timbunan lemak di pinggangmu." Balas Sakura, ia menjulurkan lidah ke Ino.

Tepat saat itu pintu kereta api terbuka, dan segera saja Sakura berlari ke luar sementara Ino mengejarnya dari belakang. Suara tawa pun terdengar dari mulut mereka.

.

.

"Kota Akiba, Blok III." Gumam Sakura. Ia berkali-kali memastikan penglihatannya apakah alamat yang tertera di kertas yang dipegang adalah benar bangunan di depannya. Sakura menelan ludahnya. Ia tak habis pikir, sejak kapan Ayahnya mempunyai kenalan konglomerat?

Bangunan itu sebenarnya termasuk minimalis, tapi terkesan elegan. Sepertinya kesan sejuk mendominasi rumah itu. Terdapat dinding kaca yang memperlihatkan interior rumah yang mewah, serta pohon besar disekeliling rumah membuat si pemilik pasti betah berlama-lama di kediamannya.

Tapi yang membuat Sakura terkejut adalah mobil. Terdapat sekitar sepuluh mobil terpakir di halaman rumah. Sepertinya si pemilik tempat ini hobi sekali mengoleksi mobil. Sakura mendengus. Dasar orang kaya, menghamburkan uang saja.

Sakura menekan bel di depan gerbang. Ia menunggu sekitar dua menit dan nampaklah seorang pria tua yang membukakan gerbang. "Pasti anda adalah Nona Haruno. Kami sudah menunggu anda."

Pelayan itu mengantarkan Sakura ke dalam rumah. Sakura terkagum-kagum melihat deretan pelayan yang membungkuk padannya di depan pintu. Ia tak terbiasa diperlakukan seperti ini.

"Kalian tak perlu membungkuk begitu." Ujarnya tidak enak.

Ternyata Sakura salah. Mungkin dari depan rumah ini terlihat minimalis, tapi begitu masuk ke dalam, ia mendapati kalau ini adalah rumah yang sangat besar. Ya ampun, siapakah pemilik rumah ini?

"Wow." Tanpa sadar, Sakura berkata seperti itu, dan hal tersebut membuat pria tua disampingnya tertawa kecil.

Pria itu mengantarkan Sakura ke sebuah ruangan besar. Terdapat dua sofa besar juga perapian. Di dinding terpasang lukisan-lukisan yang sepertinya mahal. Dan Sakura tak mau memikirkan harganya.

"Nona Haruno, mereka adalah pemilik rumah ini." Pelayan tua itu memperkenalkan.

Sakura membungkuk. "Hajimemashite, watashi wa Sakura to moushimasu. Iwagakure kara kimashita. Douzo Yoroshiku onegai shimasu."

"Kau tak perlu sungkan Sakura, " Seorang Pria berbadan besar dengan wajah tegas menepuk bahunya. "Anggaplah rumah ini rumahmu juga."

Sakura kembali menegakkan badannya, ia tersenyum kaku pada pria di depannya. Sakura merasa kharisma pria ini begitu besar, dan ia tak boleh berbicara sembarangan.

"Watashi wa Uchiha Fugaku. Kau panggil saja oji-san."

Gadis itu mengangguk.

"Ini istriku, Mikoto."

Seorang wanita muda tersenyum ramah pada Sakura. Dari caranya duduk dan berpakaian, Sakura tahu kalau ia adalah wanita yang sangat berkelas. Sakura sedikit menunduk, ia merasa bukanlah apa-apa jika dibandingkan dengan Mikoto.

"Anakku, Itachi."

Pemuda itu tersenyum ramah padanya. Sakura merasa familiar dengan sosok itu. Ia berpikir apakah mereka pernah bertemu sebelumnya. Senyum Itachi sangat mirip dengan Mikoto.

Sakura tersenyum melihat orang-orang di rumah ini yang sepertinya baik. Sebenarnya ia cukup khawatir awalnya tidak diterima, tapi setelah melihat mereka, ia bisa tersenyum lega.

"Dan Sasuke."

Senyum Sakura menghilang.

.

Pada waktu itu aku bertanya-tanya,

Bagaimana aku hidup bersama pemuda ini selama tiga tahun?

.

TBC

.

Keep or Delete?

Sebenarnya aku cukup khawatir fic ini tidak diterima dengan baik. Apakah alurnya kecepetan atau kelambatan? Apa banyak typonya? Tolong minta pendapatnya, apakah fic ini harus aku lanjutin apa di hapus saja?

Thanks for reading

22 Agustus 2012

Shisylia-chan