Mereka semua, aku dapat merasakannya. Itu bukan sekedar penunjuk arah ketika aku tak menyadari sebuah kenyataan yang membuatku dilema.

.

.

.

{Byun Baekhyun x SM Enterteiment Artist}

FlyBaek Present

.

.

.

Lembur, menjadi pekerjan favorit ku beberapa hari ini. Pulang diatas jam makan malam, dan bermain sebentar menikmati angin kota Seoul yang menyesakkan. Tetapi aku menyukai pengalamn baru itu, dimana aku bebas melakukan apapun yang aku pilih. Semenjak aku lepas dari Eomma yang ada di Deugu, aku lebih mandiri dan tertata.

Aku bekerja disebuah perusahaan asuransi terkemuka di distrik ramai sekitar pusat kota. Menetap dikota besar dan jauh dari orang tua sudah kupikirkan matang-matang sejak aku duduk dikelas 1 SMA. Dan akhirnya keinginanku menjadi kenyataan, aku mendapatkan gaji yang lumayan yang dapat membiyayai kuliah dan apartemenku.

Aku melirik jam yang ada dinakas dekat komputer kerjaku. 09:00 p.m , jam pulang dan jadwal untuk mengambil pesanan cheese tteoboki di lapak depan kantor. Cemilan satu itu jadi makanan kesukaan ku karena rasa asin bercampur kenyalnya kue beras yang khas. Ah, aku akan membeli dua porsi.

Aku bergegas mematikan komputer yang baru saja selesai aku pakai untuk mendata konsumen yang memakai jasa perusahaan ku—menyelempangkan tas kerja yang tergeletak didekat sebelah kaktus kecil yang terselip diantara laporan pengeluaran yang belum aku berikan pada menejer.

"Ah, malam ini bintangnya tidak terlihat begitu terang." Luasnya langit nampak kujauhi karena lift berdinding kaca—membawaku turun.

"Baekhyun-ah." Kulihat paman Kimmelambai kearahku—Ia tersenyum ramah.

"Annyeonghaseyo ajushi." Sapaku berbasa-basi.

"Pulang malam lagi hari ini?" ia bertanya sambil mengaduk potongan tteok perlahan. Matanya memicing ketika uap panas bertiup kearahnya—dengusan keluar dari bibirnya.

"Ya, aku harus menyelesaikan beberapa laporan ku sebelum rapat minggu depan." Ku perhatikan paman Kim yang menuang gojuchang kedalam wadah petak panjang.

"Kau tahu Baekhyun-ah." Ujarnya memanggilku. "Masa muda memang menyenangkan, apa lagi kau memiliki pekerjaan bagus dan penting. Tapi kau harus memperhatikan kesehatanmu. Kau tak akan selamanya menjadi muda, kau bisa menyesalinya ketika kau seusiaku." Ia memberiku 2 kantung tteokboki untuk kubawa pulang.

"Terimakasih sudah mengingatkanku ajushi. Dan, terimakasih juga untuk tteokboki ini."

Aku mengeluarkan beberapa lembar uang won dan memberikannya pada paman Kim—ku perkirakan ia menginjak usia pertengahan empat puluh.

"Aku harus pulang, selamat malam Kim ajushi." Pamitku cepat.

Jalanan tengah lengang malam ini, menendang batu-batu kecil membuat ku terbantu dari kesepian yang aku rasakan ketika berada di Deugu dulu. Saat menendang batu yang lain ternyata batu itu terarah kepada sebuah kertas berwarna merah dan bermotif klasik.

"Oh, rasa penasaran sialan! Kenapa harus muncul disaat seperti ini?" penasaran, aku pungut kertas itu dan membukanya cepat.

"Haruskah aku membukanya?"

NIZOFREASKI

Sebelas huruf itu tertulis dibagian tengah kertas tadi dengan tinta hitam tebal.

"Aish, herosase?" Tak ambil pusing aku membuangnya sembarang.

"Aku kira itu sebuah kertas lotre."

Langkah kembali membimbingku pulang. Dan kembali, aku mengingatkan diriku sendiri untuk mengabaikan apa yang baru aku temukan.

.

.

.

Sebuah ruangan yang cukup luas dengan warna dasar dinding putih itu senyap. Belum ada aktifitas yang berarti kecuali jam digital yang sedari tadi menghentak geram seolah ingin memangsa sang majikan karena tak kunjung bangun dari tidurnya.

Benda itu masih menyerukan nada yang sama, tetapi lima menit berlalu tak ada respon dari makhluk yang sedang pulas dibalik selimutnya. Benda persegi itu menyerah, dan menunggu 10 menit berikutnya untuk membangunkan makhluk itu.

Detik terus bergulir, seolah dimabuk sang waktu seonggok tubuh—Baekhyun tepatnya—berkulit pucat itu terbangun dari istirahat lelahnya, tubuhnya meregangkan otot yang lelah karena terlalu lama didepan komputernya semalam. Matanya menyipit sesaat terkena sinar terang dari arah luar. Pagi yang sedikit menyenangkan, karena mengingat hari ini minggu.

Tangannya menggapai jam yang ada diatas nakas yang sudah beberapa tahun ini menempel didinding sebelah tempat tidurnya. Pukul 09:00, jam digital itu sempat berbunyi lagi, tetapi dengan sedikit tekanan dibelakkangnya jam itu mati jua. Setelah sekian detik ia mengatur nafas, sepasang kakinya menapak marmer kotak berwarna putih.

Sibakan selimut berwarna hitam—kibasan bantal dan guling rutin ia lakukan.

Kicau burung menyeruak dari arah luar. Tangannya pun gatal, seolah tak sabar melihat dunia luar. Ia menarik tirai berwarna putih beraksen pita dengan gaya khas. Matanya menerawang luas. Hari tak begitu ramai, langitpun bergambar biru dengan awan yang menggerombol berlomba melewati matahari yang belum begitu terik.

"Ah pas." Ujarnya. Ia ingin berkeliling juga.

Tak lama, ia mundur dan memasuki kamar mandi yang ada dalam beberapa langkah dibelakangnya. 30 menit ia bersiap untuk berpakaian dan sarapan. Jam yang ada diruang tamu menunjukkan pukul 10.05. Dengan hoodie abu-abu yang menutup kepalanya serta celana setengah tiang senada ia gunakan untuk berjalan-jalan kala itu.

Bibirnya menyuarakan lagu yang ia dengarkan lewat ipod kesayangannya. Hembusan angin menerbangkan anak rambutnya, menyerukan godaan pada wajah ovalnya.

"Selamat pagi." Sapanya pada lelaki tua bertopi cokelat, Baekhyun mendapatkan balasan setimpal berupa senyum ramah dan anggkuan kepala.

Ia terus berjalan—terus menyapa orang yang ia kenal, sampai tak sadar bahwa tempat yang ingin ia kunjungi telah ada didepan mata.

Lelaki itu berjalan santai dan memasuki gedung bertingkat didepannya. LOTTE MART kata penyambut yang menjamah matanya. Ia memang berniat untuk berbelanja, karena memang persediaan dirumahnya menipis. Waktu dua jam ia pakai untuk memenuhi kebutuhnanya. Selebihnya, lelaki itu berjalan-jalan menapaki jalanan yang tampak sangat lengang sejak kemarin.

"Tunggu, kemana paman yang biasa duduk disini?" Ia heran,

"Kemana orang-orang pergi?"

Dengan gerakan cepat, Baekhyun menapak batu kerikil bosan. Dia hanya ingin cepat-cepat sampai dirumah dan menahan nafsunya untuk menyantap 1 porsi besar ice cream vanilla kesukaannya. Ia hanya harus menghemat pengeluarannya.

Jalan setapak yang mengarah dari jalan raya dengan banyak pohon pinus diseberangnya membuat hari sedikit tenang. Sesampainya dipekarangan rumahnya yang asri, Baekhyun nampak terkesiap. Ada sebuah bingkisan kecil yang tergeletak didepan pintu rumahnya. Dengan tidak sabar ia berlari kecil dan membuka bingkisan itu dengan paksa.

Matanya membelo.

NIZOFREASKI

Kata itu kembali ia temukan. Sama persis denga kertas sembarang yang ia temukan semalam saat perjalanan akan pulang.

"Sial, apa lagi ini?" Dengan gusar, ia menekan password pintunya. Barang belanjaan ia geletakkan begitu saja didekat pintu.

Cepat-cepat ia menghidupkan komputernya dan mencari maksud dari kata itu.

"Nizofreaski." Ucapnya sambil mengetik kata yang membuatnya mati penasaran.

Tak sampai satu menit sebuah page muncul, terpampang dimata cokelatnya.

"Kenapa dengan website ini? Hanya ada garis cokelat dan merah yang menyilang."

Page itu membuatnya pening.

"Nizofreaski." Ia kembali membaca kata yang tengah ia cari.

Tulisan serupa ia temukan dengan bermacam ukuran. Saat ia menscroll mosenya kebawah hanya dua pilihan disana.

Register atau sign in.

"Apa harus aku mendaftar?"

"SIAL SIAL SIAL! Rasa penasaran sialan. Ada apa ini sebenarnya?" Baekhyun mengentak meja kerjanya.

"Baiklah, setidkanya harus aku coba." Katanya sedikit lebih tenang.

Pertama ia harus menuliskan marga, lalu nama lengkap, dan beberapa hal yang menurutnya sedikit rumit karena dirinya yang susah berkonsentrasi dan menguasai diri dari gugup yang luar biasa.

"Huh, apa lagi ini?" Ada sebuah peritnah disana.

Setelah ia menekan OK pada layar muncul kotak hitam dengan latar NIZOFREASKI.

Perintah itu berbunyi :

Silahkan mendaftarkan diri anda secara sah digedung perkumpulan kami.
Gedung SM, lantai 3 nomor 33 adalah ruangan anda.

Terimakasih.

"Oh, aku kira dengan mencoba registrasi aku sudah menemukan jawabannya." Keringat sebesar biji jagung menyembul dari sisi pelipisnya. Ini bukan yang ia kehendaki. Ia hanya penasaran akan apa yang tertulis dikertas yang sudah dua hari ini muncul dikehidupnnya.

Baekhyun mematikan komputer, berlalu kerah kamar dan membawa kunci mobilnya.

"Terimakasih sudah mengacaukan hari mingguku nizofreaski."

.

.

.

Untuk sekian kalinya Baekhyun memutar daerah kuno di pinggiran kota Seoul. Nampak olehnya bangunan 3 tingkat bercat coklat dan berwarna abu-abu pada dindingnya. Cetakan 'SM' menyambutnya di pintu utama. Daerah yang sepi dan terdengar hening.

Langkahnya terhenti ketika ada seorang wanita yang menyeru dari arah kirinya.

"Kau belum mendaftar tuan", Rambut hitam mengkilat wanita itu berpadu dengan warna merah menyala. Wajahnya nampak datar dan dengan gerakan cepat menyodorkan kertas kosong dan pena kearah lelaki tadi.

"Aku harus menulis apa ?", dengan terbata ia mengambil kertas itu.

"Cukup tanda tangani kertas ini, dan ambil kunci sesuai dengan ruangan anda", wanita itu menjelaskan masih dengan wajah datarnya. Sekali-kali Baekhyun mencuri pandang kearah nametag yang wanita itu pakai.

Tiffany Hwang.

Ia mengingat-ngingat dimana kiranya ia pernah mendengar nama itu.

"Silahkan", kertas yang sudah Baekhyun tanda tangani tadi sudah berpindah tangan dan diletakan kedalam semacam lemari besi tua disudut ruangan.

Dengan ragu, ia mengait sebuah kunci yang tergantung didekat tangga. Kunci itu dingin dan berornamen ukiran kayu mahoni yang membentuk symbol 'NK'.

Derit kayu tua mengantarnya hingga lantai atas. Tangga itu membentuk lingkaran yang meliuk hingga ujungnya. Dinding-dinding berwallpaper kusam menemaninya.

Pencahayaan gedung itu agak redup, hanya dengan bantuan beberapa lampu bernyala kuning menyesaki penglihatannya. Degup jantungnya mulai tidak berirama. Setelah ia melewati beberapa ruangan dengan nomor berurut, ia sampai didepan ruangan '33' miliknya.

Wajahnya yang pucat mulai mengeluarkan keringat, tangannya menjulur membuka kunci pintu putih yang menghadang didepannya.

KLEK

Suasana yang sangat berbeda ia temui setelah pintu tadi terbuka. Langkahnya sempat terhenti, merasa sangat asing dengan apa yang ia lihat saat ini. Ruangan itu hanya memiliki satu kursi dengan meja kecil disamping kanannya, dan anehnya kursi itu hanya mengahadap kesebuah layar televisi berukuran besar.

Ruangan itupun hanya bercat putih. Benar-benar seperti tidak ada batas. Instingnya menuntun untuk memasuki ruangan itu lebih dalam, ia memutuskan untuk duduk diatas kursi tadi.

Pintu sudah tertutup dari tadi, aura pengap mulai ia rasakan. Setelah yakin akan kemantapan hatinya, ia menekan tombol on pada remot yang telah tersedia didekatnya tadi. Ada banyak file yang hanya bernomor. Dengan random, ia memencet nomor yang ada difikirannya.

02.

Tanpa sadar, ia menekan tombol play.

Terlihat, ada seorang lelaki yang menancapkan tajamnya mata pena berulang kali hingga menembus permukaan kulitnya sendiri.

Tatapannya kosong.

Tidak ada rasa sakit yang ia tunjukkan.

Kim Jongin

Nama itu terbaca sekilas olehnya.

"Wow, wow." Baekhyun menatap lelaki itu dengan ngeri,

"Ada yang salah dengannya, tidak perasakah orang itu?" fikirnya.

Baekhyun mencoba mematikan video tadi, tapi nihil. Usahanya tiada hasil.

Darah terus mengucur dari tancapan pena itu. Jas biru beludru yang dipakai oleh lelaki yang tengah ada di video itu terciprat tiada ampun.

Setelahnya, ia menancapkan mata pena tadi kearah lututnya yang entah sejak kapan sudah menjadi incrannya.

Lelaki itu menyeringai, menunjukkan deretan gigi putihnya.

Ia tertawa sekarang, dan tiada rasa sakit atau penyesalan yang tertara diwajahnya.

Ia merasa puas.

"Oh Tuhan, apa yang baru saja aku saksikan?"

To be continued

Note: Cerita ini pernah aku published di salah satu fanpage dan akun pribadi ku lainnya :v

dan buat di ffn, aku lakuin beberapa editing karena setelah aku baca lagi masih kurang pas.

maaf kalo part 1 ini juga bahasanya masih berantakan, soalnya udah lama ga nulis*alesan ga profesioanal :v

tapi, ayo nikmati bersama. kritik dianjurkan setalah baca XOXO