Main Cast:
Jaejoong ( Genderswitch;25 Tahun )
Kyuhyun ( 22 Tahun )
Krystal ( 21 Tahun )
Shin se kyung ( 21 Tahun )
Sung Ji Hyo ( 30 Tahun )
Choi Minki ( 21 Tahun )
Lee Min Hoo ( 26 Tahun )
Please RnR…n tolong jangan ada yang ngeBash atau fan war yah,,,gumawo…(membungkuk 90 drajat).
Chapter 1
Jaejoong POV
Hidup, kadang memiliki caranya sendiri untuk menyeleksi siapa yang pantas bahagia dan memiliki kehidupan yang menyenangkan. Berbeda dengan aturan hidup yang selalu melangkah kedepan, aku seperti mundur kebelakang. Yah, beginilah keadaan hidupku yang mungkin akan sulit untuk dirubah. Tapi, siapa yang menyangka hidup memilihku menjadi salah satu orang yang beruntung untuk merasakan kebahagiaan dan juga hal-hal yang menyenangkan.
Bukan bersifat munafik, tapi aku terkadang ..tidak, bukan terkadang tapi selalu saja tidak bisa mensyukuri keadaan atau semua yang telah aku dapatkan. Bukankah dengan bersyukur kita akan mampu merasakan kebahagiaan yang tercipta dari hal sekecil apapun yang kita dapatkan?.Tapi itu tidak berlaku untukku karna hidupku seperti berjalan mundur kebelakang.
Namaku kim jaejoong, mahasiswa semester 6 jurusan tata boga di universitas nasional seoul yang terletak di gwanak. Gadis biasa dengan kehidupan biasa, dibesarkan di salah satu panti asuhan yang terletak di yongsan. Umurku sudah terbilang cukup dewasa atau bahasa lainnya cukup tua. Mahasiswa di kelasku rata-rata umurnya baru menginjak 20 atau 21 tahun sedangkan umurku sekarang desember mendatang umurku akan genap 25 tahun.
Semua yang mengenalku pasti akan menanyakan hal sama, "Kenapa masih kuliah?"..aku sudah tahu maksud dari pertanyaan mereka dan aku hanya menjawab, "Bukan urusanmu"..dibarengi dengan senyum tipis. Bukankah itu terlihat kejam dalam memberikan jawaban kepada temanmu?..mungkin iya, tapi bagiku tidak karna menurutku pertanyaan mereka itu lebih kejam dan lebih tidak sopan.
Sebenarnya aku sangat benci disebut tua atau dipandang tua oleh siapapun yang sudah mengetahui umurku tapi itu adalah kenyataan dan aku pasti akan kalah jika berdebat tentang hal itu, jadi aku memilih untuk menerimanya saja. Begini lah kepribadianku, sangat abstrak dan terkadang aku sendiri akan sulit memahami apa yang aku pikirkan. Apakah aku ini seorang penjahat, orang baik, munafik, atau apalah namanya sifat-sifat yang masih banyak yang sulit ku pikirkan satu persatu.
Yang jelas aku tidak mau orang melihat kejelakan yang ada pada diriku dan aku juga tidak mau membuat orang bersedih karena diriku. Lebih baik tidak berteman maka tidak menyakiti dari pada berteman tapi aku akan menyakitimu, itulah prinsipku. Memiliki teman yang sangat dekat mungkin akan mustahil untukku, teman dekat juga akan sulit, atau teman biasa..huhh…mahluk yang namanya 'TEMAN' akan sulit kalian lihat bersama denganku karna dengan sifat ku dan juga sikapku kepada orang-orang di sekitarku membuatku sulit untuk mendapatkan mahluk yang bernama teman yang seperti barang langka di mataku.
Jika di bilang culun, mungkin kurang tepat karna penampilanku tidak seperti kutu buku yang memakai kaca mata tebal serta rambut yang di guncir kuda. Penampilanku seperti layaknya yeogja kebanyakan tidak seksi dan juga tidak terlalu tertutup. Biasa, itu adalah kata yang seperti menempel di hidupku. Dibesarkan di panti asuhan adalah hal yang mungkin tidak diinginkan oleh anak manapun termasuk diriku. Ibu-ibu panti sangat menyayangi anak-anak yang mereka rawat dan aku tidak pernah menyesali itu. Tapi itu saat aku bersama orang dewasa, dan ada masa di mana aku sangat menyesali hidupku yang berawal dari panti adalah saat-saat bersama anak-anak seumuran denganku atau kakak-kakak yang lebih tua 2 atau 3 tahun dariku.
Dipanti, semua anak seumuran denganmu harus kau anggap saudara karna keadaan dan nasib yang sama. Dan kehidupan saudara mungkin tidak layak di gambarkan disini. Kehidupan bersama mereka mungkin lebih tepatnya seperti tinggal di hutan. Seperti hukum rimba, siapa yang kuat dialah yang menang atau berkuasa dan seperti itulah hubungan antar sesama anak di panti asuhanku dulu. Tubuhku kecil dan sampai sekarangpun badanku tetap kecil untuk ukuran yeogja dewasa. Karna hal itulah yang membuatku menjadi sasaran pembullyan yang dilakukan oleh 'saudara-saudara ku' di panti asuhan dulu.
Mengingatnya saja sudah membuatku menyesal hidup di dunia ini. Setelah lulus SMA aku memberanikan diri untuk pergi dari yongsan ke gwanak dan mencoba mencari pekerjaan di distrik yang menurutku ideal tersebut. Selama satu tahun pertama hidupku di gwanak benar-benar sangat sulit. Aku bekerja mulai dari pukul 5 subuh sampai jam 9 malam hanya untuk membayar sewa sebuah flat kecil dan uang makan. Dari mencuci piring, hingga menjaga toko sudah kulakukan dan membuat badanku menjadi sangat kurus.
Akhirnya setelah dua tahun menyesuaikan diri aku mampu menjalani hidupku dengan lebih baik dan di terima sebagai koki di restoran sederhana. Aku memang sangat ahli jika sudah menyangkut masalah makanan dan masakanku juga sangat enak, itu yang di katakan orang-orang yang menjadi langanan restoran sederhana tersebut. Kenapa aku bisa bekerja disana dan menjadi kokinya?..ceritanya singkatnya aku pernah membantu istri dari pemilik restoran tersebut saat dia sedang kesusahan membawa belanjaanya di pasar dan kebetulan saat itu aku sedang bekerja sebagai penjual udang di pasar itu.
Tentu saja udang-udang itu bukan milikku, aku hanya bertugas menjualkannya kepada orang-orang yang berbelanja di pasar dan aku menerima upah untuk jasaku saja. Setelah lelah berteriak-teriak menjajakan udang itu akhirnya semua udang itu habis terjual. Saat sedang sibuk membersihkan dan merapikan tempatku menjual udang, ada seorang ibu yang menjatuhkan semua belanjaannya tepat didepan meja tempatku menjual udang. Karena tidak ada yang mau menolongnya, jadi kuputuskan untuk menghampiri ibu tesebut dan menawarkannya bantuanku. Ibu itu menerimannya dengan senang hati, dalam perjalanan mengantar ibu itu pulang kami bercerita hal-hal ringan dan sesekali ibu itu bercanda dan kami pun tertawa. Ibu itu bermarga lee. Rumah ibu lee jaraknya tidak telalu jauh dari pasar jadi tidak perlu waktu lama untuk kami sampai kerumahnya. Sesampainya dirumah, ibu lee menawarkanku makan malam bersama, aku sudah menolak tapi ibu lee bersikeras katanya sebagai bayaran atas kebaikanku menemaninya pulang.
Dan karena terlihat sangat lelah, aku menawarkan bantuan kepada ibu lee untuk membantunya memasak. Ibu lee sempat menolak karena dia tidak enak terhadapku, tamu tidak boleh direpotkan katanya. Terjadi kecelakaan kecil, kaki ibu lee terkilir karena jatuh di kamar mandi saat dia buang air kecil. Akhirnya, dia menerima bantuanku untuk memasak didapur. Aneh juga menurutku, masa aku yang orang asing masak di dapurnya dan dengan persetujuan pemilik rumah pula.
Tapi, aku merasa senang karena bisa membantu ibu lee yang begitu ramah dan baik hati. Setelah makan malam, aku baru tahu bahwa sang ibu sebenarnya memiliki seorang anak yang sekarang sedang kuliah di new york. Anaknya mengambil jurusan arsitektur, dan akan lulus beberapa bulan lagi. Tapi anaknya tidak bisa pulang dalam waktu dekat karena setelah kelulusannya dia akan dikontrak untuk bekerja sama dengan salah satu perusahan kontruksi terbesar di amerika untuk melaksanakan proyek pembangunan sebuah gedung besar yang sangat mewah dan akan bernilai sejarah dan mungkin akan menghabiskan waktu sekitar 7 tahun di amerika.
Aku hanya menganggukan dan menggelengkan kepalaku tanda iya atau tidak untuk menanggapi perkataan ibu lee. Sepertinya dia adalah wanita yang cerewet karena dia tidak henti-hentinya bercerita sampai suaminya memutus ceritanya dan membuat dia kesal. Aku hanya bisa tertawa melihat kelakuan suami istri itu.
Mereka juga sempat memuji masakanku, kata mereka masakanku sangat enak, mereka bisa merasakan kehangatan keluarga saat makan masakan yang ku buat..kata mereka itu seperti magic. Dan saat itulah timbul di benak mereka untuk membangun restoran sederhana dengan konsep kekeluargaan dan aku di berikan kepercayan oleh mereka menjadi koki utama di restoran yang rencana berkonsep sederhana tapi menarik tersebut. Dan sekarang sudah genap 6 tahun aku bekerja di restoran ini. Dan aku sangat bahagia karena bisa melakukan sesuatu yang aku sukai dan sekaligus mewujudkan impianku sebagai koki terkenal dunia dengan berkuliah di jurusan tata boga. 3 tahun menggumpulkan biaya kuliah akhirnya aku bisa mendaftarkan diriku di universitas nasional seoul yang memang menjadi kampus idamanku saat pertama kali aku melihat brosurnya. Saat aku diterima aku sangat senang dan setidaknya biaya kuliah tidak terlalu berat selama aku masih bekerja di restoran sederhana ini. Dan mencoba melupakan semua masa lalu yang pernah kudapatkan saat di panti asuhan. Walau kata orang, 'kita tidak akan bisa hidup di masa depan jika tidak ada masa lalu' tapi menurutku lebih baik tidak ada masa depan jika harus mengalami masa lalu seperti itu.
Normal POV
"Huhhh…anginnya dingin sekali"…terlihat seorang gadis yang sedang mendekap tubuhnya dengan kedua tanganya, untuk menutup rapat-rapat celah angin dingin yang seolah ingin membuat gadis itu mengigil.
Banyak kendaraan yang berlalu lalang di sekitarnya tapi seperti tidak memperdulikan keberadaan gadis yang sedang berjuang menahan hawa dingin malam ini. Gadis itu duduk termangu memandang kedepan, entah apa yang sedang dilihatnya tapi sepertinya mata itu mengisyaratkan sang pemilik sedang memandang sesuatu yang sangat jauh, melamun?..mungkin bisa dikatakan begitu. Halte itu sangat sepi karena jam sudah menunjukkan pukul 10 malam. Tapi gadis itu masih setia menunggu kedatangan bis yang bisa membawanya pulang ketempat yang lebih hangat yaitu rumah.
"Uhuk..uhuk…" suara itu mengagetkan sang gadis. Dia menoleh kesamping dan mendapati seorang nenek yang sedang duduk tidak jauh dari tempatnya. Tapi karena udara yang sangat dingin membuat sang gadis mengacuhkan keberadaan itu dan memilih untuk diam ditempatnya..
"Uhuk..uhuk..uhuk..uhuk…" suara itu sekarang semakin keras dan mengudang perhatian lebih dari gadis itu. Akhirnya dia mau memaksakan tubuhnya untuk bergerak mendekati nenek yang sepernya sedang menderita karena batuk.
Jaejoong POV
Aku melihat nenek itu sedang memegang dadanya, sepertinya batuk itu sangat menyakitkan. Perlahan aku mendekati nenek itu, suara batuknya sekarang semakin nyaring dan terdengar menyakitkan.
"Halmoni, gwenchana?"…aku menyetuh bahu sang nenek dengan raut khawatir yang menghiasi wajahku.
"Uhuk..huk.,..uhukkk..uhuk…"..batuk sang nenek semakin menjadi dan membuat ku semakin gelisah. Kupandangi keadaan sekitarku berusaha mencari kendaraan yang bisa kami tumpangi. Aku harus secepatnya membawa nenek ini kerumah sakit. Dari jauh aku melihat sebuah mobil yang melintas dengan kecepatan sedang menuju kearah kami, senyum tipis tersungging di bibirku. Aku berlari ketengah jalanan bermaksud untuk menghentikan mobil tersebut. Dan..
"Ckitttt…." suara mobil yang direm mendadak itu seperti suara jantungku yang hampir berhenti berdetak. Hal itu membuatku bergetar karena takut, tapi apa boleh buat jika tidak begitu aku tidak akan bisa membawa nenek itu secepatnya kerumah sakit.
"cklek..dumm.." terdengar suara pintu mobil yang dibuka dan di tutup secara kasar di telingaku.
"Ya…apa yang kau lakukan, kalau mau mati jangan menggunakan mobilku sebagai alatnya dasar gadis gila"..kini dihadapanku berdiri seorang pemuda yang sangat tampan sedang memasang wajah marah. Jika tersenyum akan lebih tampan pikirku..
"Mi..mian..saya bukan mau mati tapi"… kata-kataku terputus saat memandang wajah pemuda itu. Wajahnya sekarang menggeras dan dia mulai melangkah mendekatiku. "Omona..otthoke, bagaimana jika dia memukulku" batinku.
"Agashi..apakah kau putus asa karena putus dengan kekasihmu dan sekarang mau bunuh diri?. Kau tahu, di dunia ini masih banyak yang bisa kau kerjakan dan masih banyak namja yang mau menjadi kekasihmu. Jadi, sekarang pulanglah kerumah nanti orang tuamu khawatir. Ini ongkos taksimu dan langsung pulang jangan singgah kemana-mana karena besok pasti harus bersekolah"…pemuda itu menggeluarkan beberapa ribu won dari dompetnya dan menyodorkan uang itu kepadaku.
"Mwo..apa-apaan pemuda ini, seenaknya saja menilai orang"..batinku.
"Ya…apa-apaan kau pemuda aneh, aishh..jinja.." aku meremas rambut ku dengan wajah frustasi. Pemuda itu hanya bisa melongo memandangku yang bergumam sendiri seperti orang gila. Ku tarik tangan pemuda itu dan menyeretnya ke tempat nenek yang sedang sakit tadi dan ku dapati nenek tadi sudah terbaring lemas dibangku halte.
"ya..gadis gila, lepaskan mau apa hah..?"..pemuda itu terus berusaha melepaskan tangannya sampai kami mendapati nenek itu pingsan dan dia akhirnya terdiam.
"Omo..omo..halmoni..halmoni..gwenchana?...bangun halmoni.."..aku menepuk-nepuk pelan wajah sang nenek dan tidak mendapatkan reaksi apa-apa.
"Siapa dia?.." Tanya pemuda itu padaku. Aku menoleh kearahnya dengan wajah khawatir, sejujurnya aku juga bingung harus mengatakan apa kepada pemuda ini karena aku juga tidak mengenali nenek ini.
Pemuda POV
Melihat wajah khawatir gadis itu membuatku menjadi sedikit khawatir. Akhirnya ku putuskan untuk membawa nenek yang kurasa adalah neneknya kerumah sakit tanpa ada banyak bicara di antara kami. Di sepanjang jalan kerumah sakit gadis itu hanya sedikit bicara. Dia hanya menceritakan tentang nenek yang sebenarnya baru di temuinya di halte tadi dan juga tentang dia yang bukan seorang gadis yang patah hati dan berencana bunuh diri. Sangat irit bicara itu yang ku dapati dari gadis ini. Aku juga sedikit heran, kenapa dia tidak mengenaliku tapi itu membuatku sedikit lebih tenang karena jika dia adalah salah satu dari orang-orang itu maka aku akan sangat kerepotan nantinya. Sesampainya di rumah sakit aku langsung menggendong sang nenek dan membawanya masuk kerumah sakit. Untunglah tidak ada yang menggenaliku karena sekarang aku sedang memakai kaca mata hitam dan sebuah topi berwarna coklat, antisipasi jika sesuatu diluar rencana terjadi. Setelah ku pastikan sang nenek mendapatkan perawatan akupun memutuskan untuk pulang. Gadis itu terlihat gelisah menunggu neneknya yang terbaring lemah walau dia masih memasang wajah datar itu. Aku harus segera beristirahat kalau tidak aku akan bernasib sama dengan nenek ini, pingsan saat ini juga. Karena aku sudah sangat lelah dengan aktifitas hari ini. Aku keluar ruang perawatan itu setelah berbicara sebentar dengan seorang perawat dan berpamitan dengan gadis itu. Kulihat jam yang ada ditanganku, waktu menunjukkan pukul 12 dini hari. "Huh..hari yang sangat melelahkan" batinku. Akupun berjalan menuju mobilku yang masih terpakir di depan rumah sakit dan masuk kedalamnya.
"tok..tok.." suara kaca mobilku yang di ketok oleh seseorang. Aku menurunkan kaca jedela mobilku dan mendapat gadis itu berdiri disamping mobilku.
"Ada apa lagi..?"..tanyaku kesal dengan wajah yang lelah.
"Gumawo..karena mau mengantar nenek itu kerumah sakit dan juga sudah membayar semua biaya perawatannya"..dia membungkuk sebentar dan memberikan senyuman tipisnya untukku. Cantik..gadis ini cantik, dengan mata besar dan bulatnya yang berwarna coklat cerah, bibir kecil yang terlihat menggoda berwarna merah, wajah yang tanpa noda dengan warna kulit seputih susu, dan rambut hitamnya yang berantakan namun terlihat sangat halus. Dia tersenyum kepadaku walau senyum itu sangat tipis tapi terlihat manis dan tulus dimataku. Aku sudah sering menerima senyuman dari banyak orang, teman-teman dan juga keluargaku selalu tersenyum jika berhadapan denganku. Tapi, aku tahu tidak semua senyum mereka adalah senyum yang tulus bahkan kebanyakan dari senyum mereka adalah senyum palsu yang mereka berikan agar mendapatkan perhatian lebih dariku.
"Gwenchana..maaf karena perkataanku yang sebelumnya. Aku hanya mempercayai yang aku lihat, maaf sekali lagi".. aku tersenyum kepadanya dan dibalas senyuman tipis darinya.
"Jadi kita impas kan?"..aku memasang wajah datarku.
"Ne..?".. dia terlihat bingung dengan perkataanku.
"Maksudku, aku sudah berbuat salah kepadamu dengan bersikap kasar dan juga salah paham. Dan juga aku sudah membantumu membawa nenekmu, em..maksudku nenek itu kerumah sakit jadi kita tidak memiliki hutang satu sama lain" terangku dengan senyum lima jari yang bertengger diwajahku..
"Oh..ne.." dia sepertinya mengerti maksudku dan wajahnya terlihat menjadi sedih.
"Maksudku..aku hanyalah orang yang sangat tidak ingin berhutang budi kepada orang lain..itu saja, aku tidak berpikiran buruk terhadapmu tenang saja".. aku berusaha untuk membuat dia tenang dan senyum tipis menggembang di bibirku.
"Baiklah, aku pulang dulu ne..jaga nenek itu baik-baik sebelum keluargany datang"..aku menyalakan mobilku dan meninggalkan tempat itu. Kulihat dia dari kaca spionku, dia masih disana dengan wajah sedihnya. Entah apa yang dipikirkan oleh gadis itu, wajah sedihnya itu sedikit menggangu pikiranku. Biasanya aku paling tidak mau mencampuri urusan orang lain, tapi berbeda dengan saat ini. Aku sangat ingin mengetahui apa yang membuat gadis itu bersedih, apa yang ada di pikirannya, dan apa yang sangat menggangunya. Aku mengacak rambutku frustasi, ada apa dengan ku. Ini tidak biasa, ah..mungkin karena aku terlalu lelah jadi otak dan perasaanku jadi sedikit kacau dan..aku belum tahu namanya.. "akkhh….sial" aku menggerang frustasi, ini sungguh membingungkan.
Jaejoong POV
Akhirnya pemuda itu berbaik hati membawa kami kerumah sakit. Walau sebenarnya aku juga merasa aneh, karena tanpa banyak bicara dia langsung menggendong nenek itu dan membawanya kemobilnya dan yang lebih aneh lagi kenapa aku harus ikut juga masuk kemobilnya dan sekarang aku berada di sebuah ruang perawatan untuk nenek itu bersama pemuda ini.
Aku tetap memasang wajah datarku, walau sebenarnya aku sedang khawatir dengan keadaanku sekarang. Bagaimana jika pihak rumah sakit meminta biaya perawatan nenek ini kepadaku dan pemuda ini tidak bisa diharapkan sama sekali karena aku tidak menggenalnya dan aku juga tidak mungkin memohon bantuan padanya. Aku adalah gadis dengan harga diri yang tinggi, lebih baik aku menderita dari pada harus menggemis kepada orang lain."otthoke.." batinku..
Di sepenjang jalan menuju rumah sakit aku memang sempat menceritakan kepadanya tentang nenek itu. Aku juga menjelaskan padanya bahwa aku bukanlah orang yang seperti dia pikirkan. Biasanya aku tidak ambil pusing dengan pendapat orang lain tentang diriku, tapi entahlah kenapa denganku hari ini. Semuanya terasa begitu cepat, dari masalah yang aku dapatkan di restoran hingga bertemu dengan nenek kemudian bertengkar dengan pemuda itu.
Direstoran aku dituduh mencuri handphone milik salah satu koki yang ada di sana. Tentu saja aku tidak melakukanya, selagi aku masih bisa mencari uang untuk makan untuk apa aku mencuri barang yang kupikir tidak terlalu penting itu. Dan lagi pula aku sudah punya hp walaupun tidak sekeren hp yang kata mereka aku curi itu tapi aku tetap puas dengan yang kupunya karena menurutku hp itu jika sudah bisa dipakai untuk menelpon dan mengirim pesan itu sudah bagus. Koki yang menuduhku itu memang sejak kedatangannya di restoran tempatku bekerja 6 bulan lalu hingga sekarang sudah sangat cemburu dengan perlakuan semua staf dan juga pemilik restoran yang sangat baik terhadapku. Dan juga karena aku yang selalu berhasil membuat menu baru yang sangat di sukai oleh pelanggan.
Dia sebenarnya adalah saengku di kampus, namanya adalah Shin se kyung. Sekyung adalah gadis populer di universitas nasional seoul, dia sangat dikagumi bukan hanya karena dia sangat cantik dan juga kaya tetapi dia juga mempunyai prestasi dalam berbagai bidang akademik. Seperti renang, menyanyi, bermain alat musik khususnya biola dan juga dia adalah seorang penari balet tingkat internasional. Entah kenapa dia mengambil jurusan tata boga, karena dengan prestasinya itu menurutku..tidak, bukan hanya menurutku, mungkin semua orang akan berpikiran sama jika aku mengatakan bahwa dia akan menjadi artis yang sangat terkenal jika dia mau mengambil jurusan seni peran atau seni musik. Dan menurutku, dia sama sekali tidak bisa memasak, hanya karena nama besar keluarganyalah dia bisa masuk dalam kedalam jurusan tata boga di universitas nasional seoul. Oh..ayolah, siapa yang tidak mengenal shin soon jae..raja korea selatan yang masih berjaya di usianya yang sudah tua. Dan sekyung adalah cucu kedua dari soonjae dan cucu pertamanya entah siapa namanya aku tidak tahu. Aneh, sangat aneh memang kenapa dia bisa bekerja di restoran sebagai koki dengan keahlian memasaknya yang pas-pasan dan juga kenapa gadis yang luar biasa seperti itu bisa menuduhku mencuri hpnya yang kupikir bisa dibelinya sebanyak yang dia inginkan. Hidup memang aneh, dan hati manusia itu adalah rahasia yang akan sulit terpecahkan bahkan Sherlock holmes aja susah pecahinnya?.."arghh..aku bisa gila..ya tuhan, kenapa semua yang aneh dan tidak mengguntungkan selalu menimpa diriku?.."..batinku.
Setelah berbicara dengan salah satu suster di ruangan itu, pemuda itu akhirnya berpamitan denganku dan menjelaskan bahwa dia sudah mengurus urusan administrasi serta biaya pengobatan nenek itu. Dia juga menyuruhku untuk tinggal sebentar sebelum sampai keluarga nenek itu dating. Dia ingin tinggal, tapi dia sudah sangat lelah jadi dia memutuskan untuk segera pulang setelah meminta persetujuanku. Sedikit kaku dan aneh, karena kupikir tidak perlu persetujuanku jika dia ingin pulang. Setelahnya dia berjalan keluar ruang perawatan. "Sepertinya dia akan langsung pulang" batinku. Mengingat-ingat bahwa aku belum berterima kasih padanya aku langsung berlari mengejarnya dan ternyata dia sudah masuk kedalam mobilnya. Aku menimang sebentar, untuk apa aku berterima kasih karena sama sekali tidak ada untungnya bagiku tapi kakiku tetap saja berjalan mendekat ke arah mobilnya dan tanganku tanpa sadar menggetuk kaca jendela mobilnya..
"tok..tok.." aku mengetok kaca jendela mobilnya dan berhasil mendapat perhatiannya.
"Ada apa lagi..?"..dia bebicara dengan nada malas dan terlihat gerutan lelah di wajahnya, aku jadi merasa tidak enak sampai merepotkannya sejauh ini. Pemuda ini sangat baik pikirku.
"Gumawo..karena mau mengantar nenek itu kerumah sakit dan juga sudah membayar semua biaya perawatannya" terus terang aku adalah tipe orang yang sangat sulit mengekspresikan diri jadi pernyataan terima kasihku di berengi dengan sedikit senyum yang memang sangat sulit kulakukan karena aku sudah sangat terbiasa dengan wajah datar.
"Jadi kita impas kan?"..pemuda itu kembali memasang wajah lelahnya.
"Ne..?".. 'apa maksud pria ini..?..impas apanya?' batinku.
"Maksudku, aku sudah berbuat salah kepadamu dengan bersikap kasar dan juga salah paham. Dan juga aku sudah membantumu membawa nenekmu, em..maksudku nenek itu kerumah sakit jadi kita tidak memiliki hutang satu sama lain" terangnya dengan senyum lima jari yang bertengger diwajahnya..
"Oh..ne.." aku semakin khawatir dengan pemuda ini. Terlihat sekali dia sangat lelah dan hampir pingsan, dengan keadaan yang acak-acakan walau ku akui dia tetap tampan. Entah ekspresi apa yang aku pasang sekarang, mudah-mudahan saja tidak terlihat jelek.
"Maksudku..aku hanyalah orang yang sangat tidak ingin berhutang budi kepada orang lain..itu saja, aku tidak berpikiran buruk terhadapmu tenang saja".. 'tidak perlu berusaha membuatku tenang, aku sudah tahu maksudmu'..batinku
"Baiklah, aku pulang dulu ne..jaga nenek itu baik-baik sebelum keluarganya datang" tanpa menunggu pendapatku dia langsung menjalankan mobilnya. Hmm, setidaknya satu masalah sudah terselesaikan dengan sangat baik.."terima kasih tuhan dan gumawo tuan tanpa nama"..aku tersenyum dan memutuskan kembali menemani nenek yang juga masih asing bagiku setidaknya sampai keluarganya datang batinku.
