Adit — Sopo Jarwo (c) MD Entertainment, Indonesia. Penulis ridak mengambil keuntungan material apapun atas penulisan karya.
R-13. Fantasy, Adventures. INDONESIAN (Bahasa Indonesia).
Notes: AU, realky high fantasion (?), etc.
malam by INDONESIAN KARA.
.o0o.
Malam ini, para bintang tunduk; berselimutkan gulita. Teriakan takut nan keras sekonyong-konyong terdengar, astaga! Teriakan lain susul-menyusul, hingga tidak peduli lagi dengan tempo.
Ada apakah gerangan? Beribu kaum manusia bernyawa kebingungan, ingar-bingar kaget terdengar.
Satu-satu keluar dari bangunan; rumah, apartemen, perusahaan, toko bahan pangan, pegawai losmen, resepsionis hotel, keluar menghambur ke jalan.
"Malam ini terlalu gulita, ada apa ini?"
"Ada teriakan pilu. Suaranya... Sepertinya dari ujung kota."
"Itu berarti di sekitar perbatasan? Kota sebelah sepertinya juga bisa mendengar teriakan itu. Aduh, suaranya keras sekali."
"Bulan tidak terlihat, bintang-gemintangnya juga..."
"Tunggu, barangkali, itu semua tertutup mega mendung, bukan? Dengarlah, ada suara guruh yang bergemuruh dari langit."
"Tidak mungkin."
Udara mendingin, langit bergemuruh. Hujan. Gerimis perlahan turun membasahi setiap tempat. Tempias air terpercik ke mana-mana.
Gang-gang kosong tidak lagi sunyi, ikut terisi oleh suara riuh; katak yang bersembunyi nyaman membungkam, dengkingan nyaring darinya tidak lagi terdengar ketika puluhan pasang kaki melangkah, pemiliknya membawa tombak dan lentera yang benderang. Gerimisan tidak mereka hiraukan.
Malam ini, tidak selaik yang semenjananya. Hibukan mereka yang di luar mungkin akan terdengar hingga hampir pagi, ini masih tengah malam
Satu kota riuh. Aku terjaga dari tidurku. Mama dan Papa terdengar suaranya dari luar kamarku. Mereka juga bangun setelah mendengar riuh dari luar. Hanya kakakku yang tidak terdengar suaranya, barangkali masih tidur. Aku beranjak dari ranjang, berjingkat-jingkat menuju pintu penghubung kamarku dan balkon lantai tiga.
Aku memutar kenop pintu, seraya membuka kunci—yeah, aku memutar kuncinya juga untuk membuka kuncinya—dan pintu terbuka.
Sial, aku lupa membawa jaketku. Di luar dingin sekali.
Riuh. Lentera berpeneduh dipasang di mana-mana. Dua-tiga-empat orang dewasa menjaganya, barangkali biar bisa menyalakannya lagi saat api dalam lentera padam, kena tempias air hujan.
Aku mengernyitkan dahi. Dari mana teriakan yang memicu heboh seluruh kota itu? Sekelompok pria dan wanita, sepertinya.
Lebih baik, aku ikut mencarinya.
Aku masuk kembali, meraih jaket dan celana panjang, kukenakan keduanya. Alas kaki sepatu sandal berwarna cokelat tua kukenakan juga. Aku sengaja memilih warna yang tidak mencolok, warna muda misalnya.
Berpatut-patut sejenak di depan cermin, aku melangkah dari balkon. Mama dan Papa tentunya tidak akan masuk ke kamarku, kecuali kalau mereka mendengar sesuatu yang mencurigakan dari ruangan ini.
Ransel sedang dengan mantelnya kubawa serta denganku. Aku perlu dengan beberapa benda
Aku melangkah menuju balkon. Siliran angin malam membelaiku, namun dalam sekejap jadi menusukku. Aku merinding sejenak, namun telah kuputuskan sesuatu.
Aku pun keluar dari kamar. Aku melompat dari balkon.
Membelah lalu-lalang orang yang berada di jalanan, kukenakan dua lapis masker yang memang aku bawa.
Entah apa yang membuatku melakukan hal nekat yang mungkin saja membahayakan diriku ini, namun petualangan lima jam berbanding sepuluh hari dengan waktu di Bumi benar-benar mengubah hidupku.
Aku mengalami seribu satu kenjanggalan di malam itu, namun tanpa bisa kusebut satu demi satu ...
.o0o.
finished (maybe chapter I)
1 March 2018.
00:45 WIB.
