Title : It's Okay My Love
Pairing : Meanie (Mingyu x Wonwoo of SEVENTEEN)
Genre : Angst, Romance, Drama
Length : chapter 1 of 6
Rating : PG-13
Note :
Meanie project berikutnya yeoreobun… Semoga sesuai dengan harapan. Komen dan kritik selalu dinanti…
.
.
Kesamaan cerita hanyalah ketidaksengajaan semata. Pernah baca cerita serupa anggap saja nasib.
Warning! Alur cerita membosankan alias gampang ditebak, banyak tipo, cerita nggak mutu, cerita terlalu pendek, bahasa terlalu formal, dll.
Don't like don't read! Comment is appreciated while no room for bashing!
The characters here belong to God and their parents.
Finally happy reading and I hope you'll enjoy it.
©2016 David Rd Copyrights
.
.
Seorang pria duduk termenung menatap titik-titik hujan yang membasahi kaca jendela di rumah sakit tempatnya dirawat. Ia adalah seorang atlet sepakbola profesional yang mengalami cedera saat bertanding. Cedera pada kaki kirinya menyebabkan ia harus beristirahat total di rumah sakit selama satu bulan. Hari-harinya yang selalu sibuk dengan latihan dan pertandingan terpaksa harus berubah menjadi hari-hari yang membosankan. Bagaimana tidak bosan? Setiap hari kegiatannya selalu sama. Bangun tidur, melakukan pemeriksaan dokter, minum obat, terbengong atau sesekali menonton televisi, kemudian tidur.
Karena kegiatan yang membosankan itulah, kali ini ia memaksakan diri untuk berjalan-jalan ringan di sekitar rumah sakit. Tapi sial, baru saja ia ingin menghirup udara bebas, hujan pun turun. Dengan perasaan dongkol, pria ini duduk di deretan bangku plastik di ujung lorong.
Tiba-tiba ada sebuah tangan kecil menyodorkan batangan lollipop ke arahnya. Pria ini menolehkan kepalanya dan didapatinya seorang anak kecil berusia sekitar empat tahunan sedang tersenyum manis ke arahnya.
"Untuk ahjussi?" tanya pria itu sambil menunjuk ke arah lollipop yang sedari tadi masih berada di depannya.
"Eung," dengan polos anak itu menganggukkan kepalanya.
"Gomawo," pria itu mengambil lollipop dari genggaman si anak,"Geundae, kenapa kau memberikan permenmu kepada ahjussi?" tanya lembut si pria sambil mengelus pelan kepala anak kecil yang sekarang sudah duduk di sampingnya.
"Eomma berkata kalau permen bisa membuat seseorang bahagia," jawab si anak.
"Hm, begitu ya?"
"Ne. Dari tadi, aku lihat ahjussi sangat murung. Jadi mungkin saja dengan permen ini ahjussi bisa bahagia."
"Ah, kau memang anak yang baik hati," si pria tersenyum mendengar jawaban si anak kecil. Ah, anak ini sangat baik hati dan juga lucu. Matanya sipit segaris dan rambutnya hitam legam, sangat kontras dengan warna kulitnya yang putih pucat. Anak itu mengenakan seragam rumah sakit, jadi berarti anak itu juga pasien di sini. Anak kecil seperti dia sakit apa? Apa hanya demam?
"Siapa namamu?"
"Minwoo," jawabnya singkat sambil mengayun-ayunkan kakinya yang tidak menyentuh lantai.
"Minwoo?"
"Ne. Kim Minwoo."
"Ah, nama yang bagus. Oya, kau bisa memanggil ahjussi dengan sebutan Kim ahjussi."
"Kim ahjussi?"
"Ne. Tapi Minwoo, kenapa kau di sini?"
"Minwoo sakit, sama seperti ahjussi."
"Sakit apa?"
"Minwoo tidak tahu nama penyakitnya ahjussi. Tapi kata eomma, Minwoo akan baik-baik saja."
"Hm, baguslah kalau kau akan baik-baik saja. Tapi, kenapa kau berkeliaran sendirian di sini? Mana eomma?"
"Eomma sedang pergi bekerja. Nanti sore juga eomma akan datang ke sini."
"Eommamu bekerja? Mana appa mu?"
"Appa?" anak kecil itu menatap tajam ke arah si pria kemudian menunduk,"Minwoo tidak punya appa. Eomma bilang appa meninggal saat Minwoo masih bayi."
"Oh, maaf kalau begitu Minwoo. Ahjussi tidak tahu soal itu," si pria menepuk-nepuk pelan bahu si anak.
"Tapi, walaupun Minwoo tidak punya appa, eomma sangat menyayangi Minwoo," matanya kembali berbinar ketika membicarakan soal ibunya.
"Beruntungnya kau Minwoo."
"Minwoo, sudah saatnya minum obat sayang," seorang perawat datang mendekati si anak dan tersenyum manis kepada kedua orang yang sedang berbincang itu.
"Ahjussi, apakah besok Minwoo boleh bermain dengan Kim ahjussi lagi?" kedua tangan kecil Minwoo meraih tangan si pria.
"Tentu saja. Ahjussi akan berada di sini lagi besok," si pria kembali mengacak-acak rambut Minwoo.
"Asyik, Minwoo punya teman bermain sekarang."
"Ayo Minwoo sayang, dokter sudah menunggumu di kamar," si perawat mengulurkan tangannya. Minwoo turun dari kursi yang didudukinya dan menggenggam tangan si perawat kemudian berkata,"Sampai bertemu besok ahjussi!"
"Ne."
.
.
Jeon Wonwoo membuka pintu kamar rumah sakit dimana anaknya dirawat beberapa bulan ini. Walaupun dia begitu sedih ketika mengetahui bahwa anak semata wayangnya menderita penyakit yang serius, ia tidak bisa menunjukkan ekspresi kesedihannya di depan Minwoo. Ya, Minwoo menderita penyakit gagal hati yang hanya bisa disembuhkan melalui jalan operasi transplantasi hati. Tapi, hingga saat ini belum ada donor yang cocok dengannya. Dokter mengatakan bahwa pendonor bisa berasal dari keluarga, dalam hal ini ayah kandung maupun pendonor yang hatinya cocok dengan pasien.
Dia tidak mungkin menemui ayah kandung Minwoo. Dia tidak tahu apa yang akan ia dapatkan kalau ia berusaha menemui pria itu lagi. Dia sudah melupakan semua kenangan buruknya dan tidak ingin mengingatnya lagi. Walaupun pernah terbersit keinginan untuk menemukan pria itu, tapi pasti semuanya akan sia-sia. Pria itu sudah menyakitinya, begitu juga dengan ibu pria itu.
Setelah memasuki ruangan dilihatnya Minwoo baru saja selesai melakukan pemeriksaan rutin. Anak itu langsung berlari ke dalam pelukan ibunya begitu melihat Wonwoo sudah berdiri di ambang pintu.
"Eomma!"
"Hm," Wonwoo mengangkat tubuh Minwoo dan membetulkan posisi gendongannya,"Waegurae Minie?"
"Eomma, hari ini aku menemukan seorang teman."
"Teman? Siapa?"
"Kim ahjussi namanya eomma."
"Hm, ahjussi?"
"Iya eomma. Tadi ahjussi terlihat sangat sedih, jadi Minwoo memberikan permen milik Minwoo kepada ahjussi seperti kata eomma."
"Wah, anak eomma memang pintar dan baik hati," Wonwoo mengecup kening sang anak. Dia tidak tahu sampai berapa lama anaknya akan bertahan dengan kondisinya yang terus memburuk.
"Tentu. Minwoo ingin jadi anak baik dan bisa membantu semua orang."
"Itu bagus sekali sayang."
.
.
Begitulah hari-hari berikutnya Minwoo dan Kim ahjussi bertemu setiap siang untuk bermain bersama. Kim Mingyu atau Kim ahjussi akhirnya tidak merasa suntuk berada di rumah sakit. Atlet sepakbola yang satu ini memang sangat suka dengan anak kecil. Dia selalu saja menginginkan mempunyai seorang anak agar bisa diajaknya bermain bersama, terutama mengajarkan sepakbola kepada anaknya. Tapi, karena masa lalunya yang kelam, ia harus kehilangan istri yang sudah mulai dicintainya.
Sudah dua minggu Minwoo dan Mingyu menjadi teman. Hari ini Mingyu berniat membacakan cerita untuk Minwoo. Sebuah buku cerita sudah siap di tangannya. Ia sudah duduk di salah satu bangku taman rumah sakit, menunggu teman kecilnya itu datang. Tidak berapa lama terdengar suara anak kecil yang memanggil namanya.
"Kim ahjussi!," panggil anak kecil itu sambil melambaikan tangannya dengan penuh semangat.
"Hari ini apa yang akan kita lakukan ahjussi?" tanya Minwoo saat ia sudah duduk di samping Kim ahjussi.
"Hari ini ahjussi akan membacakan sebuah cerita untuk Minwoo. Ahjussi sudah membawa bukunya."
"Asyik ahjussi akan bercerita," Minwoo bertepuk tangan tanda kegirangan dan tidak sabar untuk mendengarkan cerita yang akan dibacakan Kim ahjussi. Tapi, sebelum Kim ahjussi memulai bercerita, Minwoo melihat sosok eomma yang sedang berjalan tidak jauh dari tempatnya duduk.
Berniat untuk mengajak eommanya ikut mendengarkan cerita Kim ahjussi, Minwoo pun memanggil ibunya. "Eomma!" panggil sang anak sambil melambaikan tangannya dengan semangat.
"Minie sayang, kenapa kau ada di luar sini?" sang ibu berjalan dengan panik mengetahui anaknya yang seharusnya berada di dalam kamar ternyata sedang duduk di bangku taman. Minwoo turun dari bangku taman dan berlari kecil ke arah ibunya.
"Eomma, ayo Minwoo kenalkan pada Kim ahjussi! Dia akan membacakan sebuah cerita untuk Minwoo," tangan kecil itu terulur ke arah ibunya, kemudian dengan setengah menyeret ibunya, Minwoo membawa Wonwoo ke hadapan Kim ahjussi.
"Ahjussi, ini eomma Minwoo," anak kecil itu berhenti tepat di depan pria yang masih terus memegangi buku cerita di tangannya. Wonwoo yang sedari tadi terus menatap anaknya kini mengangkat wajahnya dan bertemu pandang dengan seseorang yang sangat ingin dihindarinya.
"Won…woo," bisik suara Kim ahjussi. Tak mungkin. Sudah lama sekali dia tidak bisa menemukan keberadaan Wonwoo, atau bisa dibilang istrinya. Kenapa sekarang dia hadir di hadapannya dengan seorang anak yang sudah dianggapnya teman. Apakah anak itu anak Wonwoo? Apakah Wonwoo sudah menikah lagi dan mempunyai anak? Itukah sebabnya dia tidak pernah kembali ke rumah mereka?
Wonwoo yang mendengar Mingyu memanggil namanya hanya bisa tertegun sesaat. Untung saja ia segera sadar. Dengan sigap direngkuhnya sang anak dalam gendongannya dan ia kemudian berlari menuju ke dalam bangunan rumah sakit menjauh dari sang atlet.
"Eomma, mau kemana kita? Kenapa Kim ahjussi ditinggal?"
Wonwoo tidak menjawab pertanyaan anaknya dan terus saja berlari. Di belakang Mingyu berusaha mengejar keduanya walaupun dengan langkah yang terseok-seok karena kakinya belum pulih seutuhnya. Mereka berkejaran di lorong rumah sakit, sampai akhirnya Wonwoo berbelok tajam di ujung lorong, masuk ke dalam sebuah ruangan dan menutup pintunya rapat.
"Jeon Wonwoo, tolong bukakan pintunya!" Mingyu menggedor-gedor pintu dimana Wonwoo bersembunyi. Hal ini membuat beberapa orang yang berlalu lalang menatapnya heran dan tak sedikit yang menganggapnya gila. Dia terus berusaha meyakinkan Wonwoo untuk membuka pintu sampai akhirnya dua orang petugas keamanan menyeretnya menjauh dari tempat itu.
"Eomma, waegurae?" Minwoo menatap wajah ibunya yang sudah bersimbah airmata. Tangan kecilnya memegang pipi ibunya penuh cinta sambil mengusap airmata yang masih menetes dengan derasnya.
"Eomma uljima!"
"Minie, dengarkan eomma!"
"Ne, eomma," sang anak mengangguk pelan.
"Tolong jangan bertemu dengan Kim ahjussi lagi ya," Wonwoo menatap mata besar anaknya dengan tatapan serius. Minwoo adalah anak yang penurut, jadi dia pasti akan menuruti perkataan Wonwoo kali ini.
"Wae eomma?"
"Sayang, Kim ahjussi adalah orang jahat. Percaya pada eomma."
"Jincha?"
"Eum."
.
.
Malam harinya Mingyu tidak bisa tidur dengan tenang. Kejadian tadi siang masih saja terbayang di ingatannya, bahkan terlihat sangat jelas. Jeon Wonwoo, istrinya yang telah lama hilang kini berada di dekatnya. Istri yang telah meninggalkannya tanpa sepatah kata pun akhirnya ada di sini. Dia ingin minta penjelasan, alasan kenapa Wonwoo kabur dari rumah. Apakah benar seperti kata ibunya kalau Wonwoo kabur dengan pria lain? Karena Wonwoo berselingkuh tanpa sepengetahuannya?
Bermacam-macam skenario terus berputar-putar di kepalanya sampai pagi menjelang. Dia ingin segera menemui Minwoo dan berharap juga bisa bertemu Wonwoo. Setelah menyelesaikan pemeriksaan pagi, Mingyu bergegas menuju kamar Minwoo. Ia sudah beberapa kali berkunjung ke ruangan ini untuk bermain bersama si kecil.
Dengan sedikit terburu-buru sang atlet berjalan menuju lorong di sebelah barat gedung, tempat bangsal anak-anak berada. Saat berada di persimpangan, samar-samar ia mendengar suara Wonwoo yang sedang berbicara dengan orang lain. Ia menghentikan langkahnya dan merapatkan tubuhnya ke dinding, berusaha mendengarkan isi pembicaraan itu.
"Apa yang harus kulakukan sekarang? Dia bahkan tahu aku ada disini sekarang Soonyoung-ah," Wonwoo yang menurut sepengetahuannya tidak pernah mengeluh kini terdengar sedih bercampur pasrah dan frustasi.
"Wonwoo-ya, kau harus mengatakan yang sejujurnya! Dia pantas tahu apa yang sebenarnya terjadi," suara berat seorang pria membuat Mingyu mengernyitkan dahi. Siapa pria itu? Apa jangan-jangan dia pria yang.. ah sudahlah jangan berburuk sangka dulu.
"Woo, apa yang dikatakan Soonyoung ada benarnya. Jika kau tidak mengatakan yang sebenarnya, Mingyu akan mengira semua yang dituduhkan Ibunya padamu itu adalah kenyataan," kali ini suara cempreng yang dikenalnya menimpali. Ya pemilik suara itu adalah Lee Jihoon atau sahabat karib Wonwoo. Apa yang sebenarnya sedang mereka bicarakan? Kebenaran apa?
"Jihoon-ah, kau tahu sendiri kalau Mrs. Kim sudah mengusirku dari rumahnya. Dia bahkan mengancamku untuk tidak menemui Mingyu lagi padahal aku sedang hamil saat itu. Selain itu, dia telah memboikot semua perusahaan agar tidak ada yang mau menerima Jeon Wonwoo untuk bekerja di tempat mereka. Bayangkan Jihoon-ah, apakah aku harus pergi ke Jepang lagi demi sesuap nasi? Apalagi sekarang kondisi Minwoo semakin parah. Sampai saat ini belum juga ada pendonor hati yang sesuai untuknya. Ottokaji?" isak tangis Wonwoo kini meledak.
"Woo, sudahlah. Tenangkan dirimu! Aku tahu wanita kejam itu sudah membuat hidupmu berantakan. Aku heran, ada wanita sekejam itu di dunia ini?" Soonyoung yang baru disadari Mingyu adalah kekasih Jihoon berusaha menenangkan Wonwoo.
"Woo, sabar ya. Kami akan selalu ada bersamamu," Jihoon turut menenangkan Wonwoo.
Semua informasi yang baru didengarnya itu tiba-tiba saja membuat dadanya bergemuruh, detak jantungnya meningkat dan kepalanya terasa pening. Ibunya telah mengusir Wonwoo. Bukan Wonwoo yang kabur dengan pria lain seperti yang selama ini ia tahu. Ia bahkan menerima usulan Ibunya untuk bertunangan dengan gadis pilihan Ibunya demi melupakan Wonwoo yang telah mengkhianatinya. Tapi apa? Wonwoo tidak pernah berkhianat padanya.
Dan satu lagi yang membuat Mingyu tidak percaya adalah Wonwoo diusir saat dia sedang hamil. Itu berarti, anak yang sedang dikandungnya saat itu, atau Minwoo, adalah anaknya. Karena menurut yang ia tahu, Wonwoo tidak pernah melakukan hubungan dengan siapapun, bahkan ia masih ingat saat mereka melakukannya, Wonwoo mengatakan bahwa itu adalah pengalaman pertamanya. Oh God. Kekejaman apa yang selama ini telah menimpa Wonwoo? Kenapa ia tidak menyadarinya dari dulu?
.
.
"Oppa, sedang apa kau di sini?" suara cempreng seorang perempuan membuat Mingyu tersadar dari lamunannya. Suara keras itu juga mengalihkan perhatian ketiga pria yang sedang bersedih di ujung lorong. Mereka terpaku menatap Mingyu, orang yang sedang mereka bicarakan ternyata berada di dekat mereka.
"Oppa, kenapa tidak menjawab? Apa kau sudah sembuh? Aku sangat merindukanmu. Sudah lama kita tidak bertemu," perempuan itu tiba-tiba saja menghamburkan tubuhnya ke arah sang atlet, kemudian memeluknya erat. Tak lupa, ia meninggalkan kecupan di kedua pipi dan bibir sang atlet.
Mingyu masih saja terbengong dan tidak bergerak. Matanya hanya tertuju pada Wonwoo yang sekarang bertatapan dengannya. Mata Wonwoo terlihat sangat merah dan sembab karena terus-terusan menangis. Apa yang harus ia lakukan? Ia ingin sekali berjalan ke arah istrinya itu dan memeluknya. Membisikkan kata-kata penenang dan mengatakan bahwa semuanya akan baik-baik saja. Beberapa detik kemudian, Wonwoo bangun dari tempatnya duduk dan melangkah pergi menuju kamar Minwoo diikuti Soonyoung dan Jihoon yang melempar pandangan marah dan sebal ke arahnya.
"Jinhee ya, lepaskan aku!" Mingyu berkata dengan ketus mengetahui bahwa ia harus membuat keputusan besar sekarang. Keputusan yang akan membawanya menuju kebahagiaan yang ia idamkan selama ini.
"Waegurae oppa?" dengan nada manja perempuan yang sudah menjadi tunangannya selama dua bulan ini berusaha merajuk.
"Kita batalkan pertunangan kita. Aku tidak mencintaimu dan aku tidak akan pernah bisa mencintaimu."
Nada dingin Mingyu mengagetkan Jinhee yang langsung berubah raut wajahnya. "Oppa, kau sedang bercanda kan? Tenang saja oppa, kau bisa belajar mencintaiku secara perlahan. Aku tidak masalah kok."
"Aniya. Cintaku sudah kuserahkan pada seseorang dan kenyataan itu tidak akan berubah. Kau tahu? Kalau bukan karena ibuku memaksaku untuk bertunangan denganmu, aku tidak akan pernah mau melakukan hal konyol itu. Sekarang, daripada kita lanjutkan hubungan pura-pura ini, lebih baik kita akhiri di sini."
"Oppa, pikirkanlah lagi keputusanmu ini. Bagaimana bisa kau memutuskan pertunangan ini sebelah pihak?"
"Tentu saja aku bisa Jinhee-ya. Kau tahu kan kalau aku masih terikat status pernikahan? Aku masih punya seorang istri. Dan istriku itu tidak akan setuju kalau aku mempunyai istri lain. Begitu juga denganku. Aku sangat mencintai istriku itu hingga aku tak akan mau membagi cintaku dengan orang lain."
"Tapi oppa," belum selesai Jinhee merajuk, terlihat rombongan dokter dan perawat yang berlari ke arah kamar Minwoo. Beberapa saat kemudian mereka keluar sambil mendorong tempat tidur dimana Minwoo terbaring lemah di atasnya ke ruang gawat darurat. Mingyu jadi panik.
Dia ikut berlari mengikuti rombongan. Tangannya menggapai lengan Wonwoo yang turut berlari sambil menangis histeris.
"Woo, waegurae? Ada apa dengan Minwoo?"
Wonwoo tidak menjawab dan hanya menatap Mingyu sedih. Tubuhnya serasa lemas seketika. Untung saja Mingyu memegang lengannya dan sigap menangkap tubuh Wonwoo sebelum jatuh ke lantai. Dia tidak pingsan. Ia hanya merasa kakinya tak sanggup menopang tubuhnya.
"Wonwoo-ya!" Mingyu, Soonyoung dan Jihoon sangat panik melihat keadaan Wonwoo. Mingyu menggendong Wonwoo dan mendudukkannya di bangku dekat ruang operasi.
"Wonwoo Hyung, neo gwaenchana?"
"Min…Gyu… ya…," ucapnya lirih. Airmata bergulir di pipinya,"Minwoo. Ottokaji?"
"Ssstt tenanglah. Semuanya akan baik-baik saja. Kita berdoa saja sekarang semoga Tuhan menolong Minwoo," Mingyu memberikan saran padahal dia juga sedang sangat panik.
TBC
