Disclaimer : Naruto and all the characters mentioned in the story they're all belongs to Masashi Kishimoto. I do not take any financial benefits from this.
Ka-Pow!
"Lagi? Bukankah mereka semua sudah dihabisi minggu lalu?"
Senyum di bibirnya semakin melebar, soda jeruk ditenggak habis sebelum kalengnya hancur diremukkan. "Mungkin saja satu di antara mereka masih ada yang kuat untuk balas dendam? Jangan khawatir, Sasuke pasti menghabisi mereka seperti biasa."
"Kenapa kau bisa sangat yakin? Bagaima— hey! Naruto! Aku sedang bicara denganmu! Hey! Kembali!"
Ada tiga peraturan dasar jika kau tidak ingin mati sia-sia. Jangan memanggil namanya dengan enteng, jangan memanggilnya dengan julukan 'manis', dan jangan berani menyentuh apa pun yang menjadi miliknya.
.
"Huh? Sejak kapan mereka menaikkan harga soda?"
Berdiri di depan mesin penjual otomatis, memandangi uang receh dalam telapak tangan sambil mengernyit. Kali ini Naruto terpaksa harus merelakan harinya tanpa soda jeruk, karena uangnya tidak cukup.
"Sial!' geramnya sambil menendang keras tepi mesin. "Siapa yang mau membeli soda semahal itu?"
Kakinya melangkah lebar karena kesal, kedua tangannya masuk ke dalam saku yang kembali penuh dengan uang recehan. Dari wajahnya bisa terlihat jika hari ini mood-nya telah hancur, bahkan seisi sekolah yang berpapasan dengannya di lorong kelas tidak berani menatap lebih lama dari dua detik, kecuali sosok itu.
Sosok yang duduk di kursi urutan nomor dua dari belakang, sosok yang memiliki reputasi lebih 'mengerikan' dari dirinya, dan sosok yang selama ini diinginkan hatinya.
"Jangan menghela napas di pundakku, Dobe."
Telinga Naruto tidak tuli, tetapi juga tidak berniat untuk pindah dari posisinya saat ini. Duduk di atas meja sambil memeluk erat tubuh Sasuke adalah hal yang dibutuhkan. Aroma mint entah mengapa selalu mampu membuat kepalanya menjadi dingin, dan membuat tubuhnya nyaman.
"Sasuke, aku membutuhkan hal yang bisa membuatku kembali tenang tanpa soda jeruk, dan itu aroma tubuhmu," ujarnya lembut, tanpa peduli tatapan tajam yang diberikan lawan bicaranya.
"Dasar bodoh, kenapa kau tidak membelinya saja?" Sasuke mengernyit, sambil mendorong kepala Naruto menjauh. Melepas dekapan di pundaknya tidaklah sulit, tetapi mengingat betapa keras kepala si pirang, tentu akan lebih baik jika energinya tidak terbuang percuma.
"Aku tidak punya uang, lagipula memelukmu seperti ini lebih menyenangkan daripada sekaleng soda jeruk," sahut Naruto, mengendus pelan-pelan.
"Kau bertingkah seperti homo."
"Bukankah memang ki—"
Satu pukulan di rahang yang mampu membuat kalimat Naruto terputus, juga memar dan lebam.
"Haaa," desah si pirang menyentuh tempat yang terasa nyeri, lalu tersipu malu saat memempelkan bibirnya paksa dengan bibir si pucat. "Sentuhan penuh cinta seperti biasa. Kau sangat manis, aku juga mencintaimu Sasuke."
Setelah itu, pukulan lainnya yang mampu membuat nyawa siapa pun melayang menyusul.
.
Continued
