Fic yang sebelumnya belum diselesaikan dan... yah, beginilah. Inilah saya.
Fic Hetalia pertama saya.
Hetalia ©Hidekaz Himaruya
Memories © Me ^^
.
"...Kau tidak akan menemuinya?" tanya seorang lelaki dengan rambut coklat dan mata datar. Lelaki itu menaruh secangkir teh ke atas meja Yao dan menatap lelaki mungil itu.
"Apa manfaatnya, aru? Dia... Masa laluku. Diamlah, aru." Yao menyeruput teh dan bersender ke belakang kursi dengan santai. "Ya, masa lalu." Masa lalu...kah? tanya Yao dalam hati seraya melembutkan pandangan matanya keluar jendela.
"...Wajahmu berbeda dari yang kau katakan." Hong menunjuk keluar jendela, tepatnya ke seorang lelaki besar bersyal putih panjang yang berjalan di sekitar perumahan itu.
Yao mengalihkan pandangannya dari jendela saat ia melihat Ivan memandang sekitarnya. "Oh diamlah, Hong."
.
"Nah, barang-barangku sudah selesai di susun, da. Natalia, aku jalan-jalan dulu ya, da." kata seseorang dengan senyum polosnya. Adiknya, Natalia, hanya mengangguk seraya berkata 'hati-hati' dengan suara yang pelan. Ivan membuka pintu keluar dan berjalan keluar dengan riangnya.
Kemarin ia baru pindah ke perumahan ini dari Russia. Karena banyak 'teman-teman' lama nya yang tinggal di sini, ia memutuskan untuk membeli salah satu rumah di sini. Yekaterina (Singkat saja, Katerin.) ketinggalan pesawat yang dinaiki Ivan dan Natalia hingga adiknya itu harus berangkat malam ini.
"Sepertinya.. Ada yang memperhatikanku, da?" kata Ivan entah kepada siapa. Ia memandang sekelilingnya dan tidak mendapati seorangpun sedang memper-ralat, ada Alfred di sana, beberapa meter di belakang Ivan. "Alfred~"
...Dan muka Alfred pun memucat setelah melihat siapa yang memanggilnya. "I...van?"
Dalam sekejap, pria bertubuh besar itu sudah berada di depan yang berkacamata. "Kau sendiri?" tanya Ivan dengan riangnya.
Alfred berdehem pelan. "Ya, sendiri. Tapi, maaf - aku harus pergi. Arthur menungguku di rumah." Alfred menundukkan kepala lalu berjalan pergi.
.
"Aku pulang." kata Alfred menutup pintu rumahnya dengan pelan lalu berjalan ke arah Arthur yang sedang duduk di sofa dengan sebuah buku di pangkuannya.
"Selamat datang." kata Arthur tanpa memalingkan kepalanya, ia membalik satu lembar bukunya.
"Aku bawa scone nya." kata Alfred dengan bangga lalu mengeluarkan sebuah scone dari plastik yang dibawanya. Arthur menutup bukunya lalu melihat Arthur.
"...Oh, terima kasih." pandangan lelaki beralis tebal itu melewati pundak Alfred. "...dan sepertinya kau juga membawa... Tamu?"
"Tamu? Tamu apa? Aku sendiri." tangan Arthur menunjuk ke belakang pundak Alfred.
Ketika Alfred berbalik, terlihatlah Ivan dengan senyum polosnya menatap kedua pasangan itu. "Dobryy den', Arthur." sapa pemuda itu lalu melambaikan tangannya dengan pelan yang dibalas tatapan bingung Arthur.
"WHAT THE FUCK?! Kenapa kau di sini?!" teriak Alfred histeris, tidak memperhatikan kalimatnya yang termasuk kasar.
"Hm? Mengikutimu, da. Kau tidak sadar, da?" tanya Ivan dengan nada meremehkan. Arthur mengalihkan pandangannya dari Ivan ke Alfred.
"Kau benar-benar tak sadar pria (raksasa) ini mengikutimu, git?" tanya Arthur dengan nada tajamnya. Alfred menggeleng pelan.
.
Setelah Arthur dan Alfred berdebat - sementara Ivan meminum teh yang ada di depan TV Arthur, Alfred menyajikan scone yang tadi dibelinya kepada Arthur dan Ivan memakan -mencuri- scone milik Alfred.
"Jadi, kenapa kau kembali ke Inggris?" tanya Arthur yang duduk di kursi depanku sambil menyeruput tehnya.
"Pekerjaan, da." jawab Ivan santai lalu menyendok scone yang ada di depannya. "Ini.. buatanmu, Arthur, da?" Arthur menggeleng.
"Itu bisa dimakan." kata Alfred setengah-berteriak dari dapur. "Itu bukan buatan Artie." lanjut Arthur. Ia menengok dari jendela dapur dan mendapati Ivan tersenyum lega.
"Berarti ini benar-benar bisa dimakan, da." satu sendok scone masuk ke mulut Ivan dengan suara 'Apa maksudnya?!' dari Arthur. "Kalau buatanmu kan tidak bisa dimakan, da." kata Ivan tanpa pikir.
"Oi oi, jangan pancing Arthur." kata Alfred dengan sedikit tertawa sambil berjalan ke arah Arthur yang mulai menautkan alisnya lalu menepuk-nepuk punggung pacarnya itu.
"Ngomong-ngomong, Ivan," kata Arthur setelah marahnya sedikit mereda. "Kau tahu siapa saja yang tinggal di perumahan ini?" tanya pemuda beralis tebal itu. Ivan tersenyum seperti biasa.
"Kau, Alfred, Natalia-dan aku, Antonio, Gilbert. Setahuku hanya mereka." jawab Ivan lalu kembali memakan scone yang dibeli pemuda berkacamata di belakang Arthur. "Memangnya siapa lagi yang tinggal di sini?"
"Hm... Sebentar." Arthur menarik nafasnya. "Roderich, Lovino-murid Antonio, Lovino, Ludwig, Francis, Hong, Mei, Wang, Kiku, Yong Soo, dan..." Arthur berhenti sebentar seraya Ivan menunggu lanjutan dari kata-kata milik temannya itu.
"Dan siapa?"
Arthur melirik Alfred sebentar, sedikit ragu untuk melanjutkan kata-katanya. Alfred hanya bisa mengangkat bahunya lalu berlari kecil ke arah kamar mandi. Arthur menghembuskan nafas melihat reaksi pacarnya. Ia mengalihkan pendangannya kepada Ivan.
"...Yao."
"..." Ivan terdiam sesaat.
"..." Arthur juga terdiam menunggu reaksi Ivan.
"..." sedangkan Alfred terdiam sambil membaca sebuah majalah di dalam kamar mandi.
"...Ah, dia. Yao yang itu 'kan?" tanya Ivan memastikan tanpa mengubah wajahnya yang sedang tersenyum. Arthur mengangguk pelan. "He~"
Bukannya ingin melupakan masa lalunya dengan Yao, tapi dia harus melupakannya. Dan... Natalia tidak boleh tahu kalau Yao tinggal di sekitar sini. Ivan menghembuskan nafas pelan-melepaskan senyumannya. "Yang itu ya..."
"Kau akan menemuinya?" tanya Arthur seraya menuangkan teh ke dalam cangkir antik yang ada di meja. Ivan mengangkat bahunya dengan tatapan pasrah.
"Jika maksudmu adalah menemuinya dengan sengaja, mungkin tidak." Ivan kembali berbicara dengan suaranya yang riang seperti biasa. Arthur menghembuskan nafas setelah menyeruput tehnya.
"Terserahlah."
.
Ivan berjalan dengan riang menuju rumahnya. Dibaca satu-persatu nama orang yang mempunyai rumah di perumahan itu-yang terlihat jelas di pintu rumah mereka. Gred, Jonsi, Greta...
"Rumah gaya klasik ini... kurasa ini milik..." Ivan menatap papan nama yang ada di depan pintu. Edelstein. "Sudah kuduga, da. Roderich Edelstein, da~" Ivan kembali berjalan, memerhatikan papan nama.
"Itu Kiku Honda, Lovino Vargas, Francis Bonnefoy, Antonio Fernandes Carriedo-atau siapalah itu namanya. He... Bad touch Trio bersebelahan, da." Ivan tertawa kecil lalu melihat rumah di sebelah rumah milik Antonio lalu membatu. "...Wang Yao."
Kaki Ivan membawanya menjauh dari rumah bercat coklat itu dengan cepat. Ivan menggeleng pelan, berusaha melupakan kejadian beberapa tahun lagi. Ia harus melupakannya. Baru sepuluh langkah meninggalkan rumah coklah itu, sesorang memanggil dari belakang.
"Ivan... Braginski?" tanya suara datar itu dari depan rumah Yao. Yakin bahwa itu bukan suara sang pemilik rumah, Ivan berbalik.
"Da." jawab Ivan lalu tersenyum. "(Kalau tidak salah.) Hong, da?" tanya Ivan balik. Orang di depannya mengangguk pelan sambil menatap pemuda pirang-keputihan yang ada di depannya dengan tatapan serius.
"Jangan dekati kakakku." Hong berjalan menjauh. "Itu saja, sampai jumpa nanti... Braginski." Hong menekan kata terakhir yang diucapkan dengan formal, menandakan bahwa Hong tidak terlalu suka-...sangat tidak suka dengan Ivan.
"...Da, sampai jumpa."
.
A/N: ...Apa ini? ...Apa ini? ...Apa ini?
Yah, nekat nge-publish fic yang belum dikoreksi ulang ini (?) ketahuan males.
Yao muncul sedikit ya? Chapter berikutnya mungkin Yao muncul banyak :"3
RnR, please?
