"Apa yang kau pikirkan? Lupakan saja. Kau..." ia menatapnya pilu. Ia tahu apa yang akan ia katakan selanjutnya.

"Hanya bisa menghalangi jalanku." Ucapannya pelan. Tajam. Menyakitkan. Tak sedikitpun ia menyisihkan pandangannya ke arah gadis itu. Matanya kelam dan tak terlihat lonjakan emosi.

Untuk sesaat, matanya terbelalak. Ia tidak menduga kalau pemuda itu mengatakan hal lain. Bukan kosakata favorit yang biasa ia gunakan untuk membungkam mulutnya. Ia mendengarnya dalam diam. Mulutnya terbuka, namun tak ada satupun kata yang bisa meluncur bebas dari mulutnya. Maka, ia putuskan untuk diam. Menerima mentah-mentah sekali lagi jawaban yang menghancurkan hatinya yang sudah menjadi debu.

Pemuda itu melirik sosok rentan di sampingnya. Ia memandangnya dengan tajam, tak ada sedikitpun rasa atau luapan emosi yang terpercik di balik mata hitamnya. Sedetik, dua detik berlalu, semakin lama, pandangannya melembut. Saat kepala di sampingnya bergerak, cepat-cepat ia memalingkan wajahnya dan kembali menampakkan mimik datar dan kosong.

"Sudah waktunya. Persiapkan dirimu." Gadis itu tidak perlu memandang wajah tampan itu. Ia menunduk, membiarkan poninya menutupi wajahnya.

"Ya." Singkat. Ia tahu pemuda itu tidak membutuhkan jawaban panjang. Ia menarik nafas dengan keras dan berhasil menarik perhatian pemuda dingin itu.

"Sialan!" umpatnya sinis. Sepasang alis hitam yang membingkai mata pemuda itu terangkat sejenak, mendengar gadis itu mengumpat.

"Ada apa?" Gadis itu terlonjak kaget saat mendengar suaranya yang dalam dan diselipi rasa jengkel. Cepat-cepat ia memunggungi pemuda itu. Tangannya terlihat sibuk mengusap-usap wajahnya. Pemuda itu memperhatikannya sejenak dan memutar kedua bola matanya.

"Tidak! Tidak apa-apa. Hanya flu." Tukasnya cepat. Gadis itu berbalik dan tersenyum kepada pemuda itu. Kedua mutiara hitam menatap gadis itu dalam diam.

"Kau seorang ninja medis, tidak sulit untuk menyembuhkannya." Ucapnya sinis.

"Ah, Tidak penting. Lupakan saja." Jawab gadis itu cepat.

"Hn." Gumamnya. Ia merundukkan badannya dan dengan kekuatan penuh ia memompa kakinya, melompat sejauh mungkin untuk mencapai dahan pohon di seberangnya. Tak berselang lama, gadis itu berjarak hanya beberapa meter darinya.

"Bodoh." Gumamnya. Terlintas di benaknya, mata yang memerah dan berair, serta hidung merona merah. Menangis dan flu bisa terlihat sama baginya, kalau saja matanya tidak menangkap noda merah pucat di dagu gadis itu dan sudut bibirnya yang membengkak dan terlihat merona merah segar.

"Sakura." Tidak ada jawaban.

"Sakura." Sekali lagi tidak ada jawaban. Ia bisa merasakan cakra Sakura di belakangnya, namun kebisuannya membuat Sasuke heran dan menghentikan langkahnya tiba-tiba dengan mendarat di dahan pohon terdekat di depannya. Baru saja ia membalikkan tubuhnya, ia harus menerima kejutan.

"Hyaah!" Sakura menabrak tubuh tegap Sasuke. Pemuda itu masih bisa menjaga keseimbangan tubuhnya, namun tidak untuk Sakura. Ia terpantul ke belakang dan kakinya tidak menemukan pijakan. Tubuhnya terperosok. Sakura yang masih syok dengan kondisinya, tidak berpikir dan bertindak cepat. Ia menanti benturan yang akan diterimanya. Namun sekali lagi ia memekik terkejut, lantaran sentakan cukup keras yang dirasakan pada tangan kanannya. Ia melihat sumber sentakan itu dan mendapati sepasang mutiara hitam menatapnya dengan jengkel, marah, dan... khawatir?

Sasuke bertumpu pada kedua lututnya, satu tangan menopang tubuhnya di atas dahan itu, sementara tangan kirinya mencengkeram tangan Sakura.

"S-Sasuke...?"

Pemuda itu menarik tubuh Sakura sekuat tenaga ke atas. Ia tidak menyangka tarikannya begitu kuat hingga Sakura tidak hanya sukses tertarik ke atas, tapi juga jatuh menimpa dirinya. Nasib malang tidak hanya berhenti sampai di situ. Kepala Sakura terantuk dan membentur kepala Sasuke dengan keras.

"Argh!"

"Hya! Aaww!" keduanya cepat-cepat mengusap-usap area yang menjadi korban benturan. Sakura dengan cakranya, menyembuhkan area yang memerah tanpa ia sadari bahwa ia sedang duduk di atas tubuh Sasuke.

"Sakura." Desisnya.

"Sebentar, Sasuke. Kepalaku masih pusing." Balas Sakura sembari mengurut kepalanya.

"Sakura."

"Sebentar."

"Aku tidak bisa bernafas." Desisnya dalam satu tarikan nafas. Seakan baru saja ditampar, Sakura membelalakkan matanya. Secara perlahan ia menatap wajah Sasuke, turun ke dadanya, ke perut, lalu ke dirinya sendiri.

"Astaga! Maafkan aku!" serunya. Cepat-cepat ia beranjak dari tubuh malang itu dan membantu Sasuke duduk. Dengan segera ia mengerahkan cakranya, memeriksa tubuhnya dan menyembuhkan cedera yang dimilikinya. Setelah beberapa saat, Sakura melepaskan nafas kelegaan dan melirik Sasuke diam-diam.

Kedua mata kelam itu menatapnya dengan intens, sebelum akhirnya menggerutu.

"Menjengkelkan."

'Sakura, kau mengacaukannya lagi!'seru inner Sakura sebal. Sakura menyergitkan alisnya dan menutup matanya rapat-rapat.

'Jangan sampai aku menangis. Tahanlah, nak!' serunya dalam hati. Ia mengepalkan tangannya dan menggigiti bibirnya. Cairan dengan rasa seperti besi, tercecap di lidahnya.

'Yup! Bertahanlah, kawan!'

"Kau melakukannya lagi." Ucap suara itu dengan bosan. Gadis berambut pendek itu membuka matanya dan menatap pemilik suara itu.

"Eh?"

'Jawaban bodoh, kawan!'

"Stop."

'Sasuke... dia sadar?'

'Pasti dia sadar dong! Please, Sakura, hari gini masih mau coba bohongin Uchiha? Meh.' Betapa Sakura ingin sekali membekap mulut inner Sakura. Sayangnya sampai Sasuke mendadak lekong pun tidak akan kesampaian.

Gadis itu berhenti menggigiti bibirnya dan mengelap noda darah yang mengalir di dagunya. Sasuke untuk pertama kalinya, mendesah pelan.

"Katakan," ia menatap mata sehijau dedaunan itu tanpa menurunkan intensitas pandangannya. "Apa yang mengalihkan konsentrasimu?" lanjutnya. Menelan ludah, Sakura mengulaskan senyum yang dipaksakan. Ia bangkit berdiri dan membersihkan debu yang menempel di pakaiannya.

"Tidak ada. Aku hanya memikirkan segala kemungkinan dari situasi yang akan kita hadapi." Jawabnya seraya tersenyum simpul. Pemuda berambut hitam kebiruan itu mendengus pelan dan bangkit berdiri.

"Pembohong." Gumamnya. ia menutup matanya untuk sesaat dan kembali membukanya hanya untuk melihat Sakura tengah melamun. Lagi.

"Baiklah." Gumamnya seraya melipat tangan di depan dadanya. "Aku malas mengatakannya." Sasuke berdeham cukup keras dan berhasil menarik perhatian Sakura.

"Ah, ugh... maksudmu? Maaf, aku sudah menyulitkanmu. Aku tidak akan mengulanginya lagi. Bagaimana kalau kita pikirkan persiapan kita di misi ini? Maksudku, aku tahu ini amat sangat menyebalkan untukmu, Sasuke. Tapi, dengan persiapan, aku rasa semuanya akan jadi lebih mudah. Lebih cepat kita menyelesaikannya, lebih baik. Aku rasa, Naruto dan Sai juga akan segera datang menyusul kita kalau mereka sudah kembali dari misinya." Sasuke menatapnya dingin.

"Oke, maafkan aku. Aku terus berbicara." Gumam Sakura seraya menundukkan kepala. Bahkan setelah menundukkan kepala pun, ia masih bisa merasakan tatapan Sasuke yang menghujam dan membuatnya merinding.

"Sakura." Kalem dan tidak terlalu dingin seperti biasanya. Dengan berani Sakura mengangkat kepalanya. Rasa penasaran tergambar jelas di mata hijau nan teduh.

"Kita harus segera menikah."

.

.

.

.

.

.

.

"... the fuck?"


.

.

.

.

.

1st Naruto Fanfic

Genre : Adventure, humor, romance, friendship

Disclaimer : Sampai dunia musnah juga, ane nggak bakal bisa jadi pemiliknya Naruto. Hanya Opa Masashi Kishimoto yang bisa T_T.

.

.

.

.

Aw yeah, setelah sekian lama, akhirnya tercetus ide untuk membuat Fanfic Naruto XD. Persiapkan diri untuk julukan-julukan khas dari ane dan bahasa Indo campur-campur khas keseharian ga normal ane XD.

.

.

.

.

.

Emergency Couple : Finding The Ring


"Jelek, kau bisa membantuku sebentar?" tanya Sai dengan wajah super palsu dan pucat khas mayat. Satu lagi hari bersama Sai, Sang Pelukis Terong-terongan, yang sanggup membuat emosi membuncah hanya dengan mendengar julukan yang ia sematkan tanpa rasa berdosa pada lawan bicaranya.

"Apaan sih?!" sentak Sakura kesal. Pekerjaan di Rumah Sakit sudah menyita banyak waktu, belum lagi segala laporan-laporan yang dihibahkan oleh Oma Tsunade kepadanya, dengan alasan ia butuh hiburan sebelum masa tua menghampirinya. Sakura harus memutar bola matanya berkali-kali mendengar alasan ini. Beginilah nasib menghadapi nenek-nenek panjang umur yang suka mabuk.

"Tolong bantu untuk mencari buku cara bersosialisasi dengan orang anti sosial. Aku tidak tahu yang paling bagus dan mudah dipahami." Terangnya dengan senyum palsu yang sudah terukir di wajahnya. Sakura menghela nafas. Ia meletakkan penanya dan merapikan kertas-kertas laporan yang berserakan di meja kerjanya.

"Sai, memangnya dengan buku itu, kau mendapatkan banyak manfaat? Lagipula anti-sosial? Serius. Siapa yang mau kau jadikan kelinci percobaan dari teori bersosialisasi itu?" tanya Sakura seraya menghempaskan punggungnya ke sandaran kursi.

"Siapa lagi, Jenong?" (me : Jenong, di tempat ane berarti jidat nongol alias jidat lebar XD). Mata Sakura berkedut mendengar julukan baru yang amat sangat menyindirnya.

"Siapa lagi kalau bukan Si-Tuan-Jangan-Ganggu-Saya-Berambut-Pantat-Ayam-Gagal-Produk? Jenong, kau perlu belajar lebih giat, supaya lebih pintar." Lanjut Sai dengan nada sumringah yang bertolak belakang dengan ekspresi wajahnya.

Sakura benar-benar takjub dengan kemampuan Sai dalam memberikan julukan – hinaan – lebih tepatnya, kepada setiap orang yang ia temui. Semuanya begitu sesuai dan menyebalkan. Terkadang Sakura akan tertawa terbahak-bahak saat mendengarkan julukan baru untuk Sasuke dan kali ini ia sukses tertawa terbahak-bahak.

"Wakakakakaka... astaga, Sai. Cukup dengan julukan baru untuk Sasuke. Aku benar-benar membayangkan rambutnya bertelur, karena bentuknya yang seperti pantat ayam." Ujarnya sambil tertawa cekikikan. Sai tersenyum lebar, walaupun palsu.

"Aku rasa, aku sendiri masih mengalami kesulitan untuk berkomunikasi dengannya. Meskipun setelah semua perang dengan Madara dan segelintirnya sudah kita lalui bersama dengannya, aku masih sa-"

-Tok! Tok! Tok!-

"Siapa lagi sih?" gumam Sakura kesal. Pikirannya terlalu sibuk dengan Sai sampai-sampai ia tidak menyadari cakra yang menguar di balik pintunya. Ia beranjak dari kursinya dan berjalan untuk membuka pintu bagi tamu tak terduga.

"Maaf, aku sedang sib-, Sasuke?" di depannya berdiri sosok maskulin dan menyejukkan sekaligus menyeramkan karena tatapan matanya yang sekelam malam dan dingin. Wajahnya tak menampilkan ekspresi apapun. Hal ini semakin membuat Sakura semakin grogi.

"Hn."

"Tumben. Ada apa?" Sasuke melirik ke arah belakang Sakura dan mendapati Sai yang tengah duduk di kursi tamu. Ia menyeringai kecil dan kembali menatap Sakura dengan tajam.

"Sibuk? Aku tidak tahu kalau seleramu berubah, Sakura." Cibir Sasuke dengan segala kecongkakkan khas Uchiha. Mendengar itu, Sakura memanyunkan bibirnya dan memandang dengan sebal pemuda cakep yang membuat jantungya berakrobatik ria.

"Dengar ya Sasuke-KUN." Mendengar panggilan kesayangan Sakura kepadanya, alis Sasuke terangkat sebelah dan memandang penuh takjub – meskipun tidak ia perlihatkan – terhadap sosok cerewet di depannya.

"Aku tidak mungkin bakal bergelundung ria buat cowok muka tapres penjaja topeng girang-girang kaya Sai. Jadi, buang jauh-jauh pikiranmu soal selera cowokku yang berubah." Cuap Sakura panjang lebar seraya berkacak pinggang. Sasuke mendecakkan lidah dan menyeringai lagi.

"Tentu saja. Ikut denganku. Oma Tsunade memanggil kita berdua." Ucapnya datar.

"Kita?"

"Aa."

"Uhm, baiklah. Sai!" pemuda pengganti Sasuke itu bangkit dari kursi dan berjalan mendekati Sakura. Senyumnya sempat memudar melihat sosok yang menjadi pokok masalah pribadinya. Tak mau terkejut terlalu lama, ia kembali memasang wajah tersenyum yang menyebalkan.

"Aha, harusnya aku tahu. Baiklah Jenong Jelek. Aku pamit dulu. Selamat bersenang-senang dengan Tuan-Bajingan-Anti-Sosial-Terbelakang." Mendengar julukan – hinaan – super panjang dari Sai untuknya, Sasuke menatap pemuda itu dengan sinis dan mematikan. Bahkan Sakura sampai harus menepuk jidatnya sendiri, melihat cara Sai bersosialisasi dengan Sasuke.

"Mati kau setelah ini!" desis Sakura galak.

'Cowok ini benar-benar harus menemukan buku panduan bersosialisasi secara normal. Kalau nggak, nggak sanggup lagi aku buat nggak jahit mulut penuh dosanya.' Keluh Sakura dalam hatinya. Ia menutup pintu ruang kerjanya dan menguncinya sebelum pergi menemui Oma Tsunade di kantor Hokage.

"Jenong Jelek?" goda Sasuke. Tidak biasanya ia akan menggoda, namun julukan Sai untuk Sakura amat sangat menggelitiknya dan ia tidak tahan untuk mengucapkannya. Gadis musim semi itu melirik pemuda anti sosial disebelahnya dengan galak dan mendengus kesal.

"Diam!" balasnya sebal. Sasuke hanya menyeringai dan memilih berjalan cepat dalam keheningan menuju kantor nenek mabuk.


"Shizune, kau jangan sampai tertawa, fangirling-an, atau salah tingkah ya! Nanti mereka curiga!" kicau Oma Tsunade galak.

"Duh, maaf kalau terjadi. Aku tidak bisa menahannya. Lagipula untuk apa mereka curiga? Bukankah permintaan misi ini sudah jelas? Mau tidak mau mereka harus menerimanya 'kan?" tanya Shizune seraya menuangkan sake ke dalam cangkir kecil di hadapan Oma Tsunade. Wanita berdada bombastis itu menenggak dengan cepat sake kesukaannya dan bersendawa lega.

"Ya, aku mengerti. Tapi ini adalah mereka berdua yang kita bicarakan. Sasuke dan Sakura! Pemuda arogan yang minta ditendang pantatnya dan gadis galau mengejar jodoh!" Shizune hanya bisa ber-sweatdrop ria mendengar kesan Oma Tsunade terhadap dua sejoli itu.

"Uhm, aku mengerti Nona. Semoga saja Sasuke tidak berpikiran sempit. Hei! Hitung-hitung, ini bisa meringankan masa percobaannya jika misi ini sukses." Hibur Shizune dengan pandangan berbinar-binar. Oma Tsunade mengangguk-angguk pelan. Ia bisa memanfaatkan ini untuk meyakinkan Sasuke dalam menjalankan misi ini.

-Tok! Tok! Tok!-

"Masuklah." Pintu ruangan terbuka dan menampakkan sosok kedua manusia yang tengah menjadi bahan perbincangan di dalam kantor Hokage.

"Tsunade-shishou, kau memanggil kami berdua. Ada apa?" tanya Sakura. Dengan senyum penuh kelicikan, Oma Tsunade melemparkan sebuah gulungan kertas kepada Sakura.

"Buka dan baca saja." Mendengar perintah yang cukup aneh dan tidak biasa, Sakura dengan ragu membuka gulungan kertas itu dan membacanya. Semakin lama, mata Sakura semakin terbelalak. Shizune benar-benar harus menahan tawa melihat reaksi Sakura.

"Tsunade-shishou! Yang bener aja! Serius? Nggak ada misi lain?!" pekik Sakura panik. Melihat kelakuan Sakura yang heboh sendiri, Sasuke mengambil alih gulungan tersebut dan membacanya. Ekspresi yang sama ia alami. Bahkan urat kesabarannya sudah menonjol di balik kulit pelipisnya.

"Serius dong, Sakura. Aku dan Shizune memutuskan kalian berdua sangat cocok untuk menjalankan misi ini. Hitung-hitung, ini bisa merekatkan hubungan kalian berdua yang galau lho." Penerus Oma Tsunade tersebut harus menyembunyikan wajahnya, lantaran warna merah perlahan menjalar di pipinya.

"Tch. Menyusahkan saja. Dobe dan Hinata? Atau Shikamaru dan Ino? Atau Sakura dengan Kiba?" tanya Sasuke geram ia tidak menyukai sama sekali misi ini. Oma Tsunade tertawa kecil.

"Di Konoha, pemuda dengan tampang yang mumpuni, dingin, dan galak serta menyebalkan, paling jelas tercetak di wajahmu, Sasuke." Jawab Oma Tsunade santai. Ia takjub saat melihat raut wajah merengut Sasuke yang cepat-cepat tergantikan dengan wajah dingin dan tanpa emosi.

'Perubahan ekspresi emosinya cepat sekali.' Pikir Oma Tsunade. Ia menepis jauh-jauh pendaptnya dan kembali berfokus dengan kedua ninja tangguh di depannya.

"Sakura, kau cerdas, kuat, dan pandai 'membaca' manusia. Kenapa tidak? Anggap saja ini sebagai salah satu cara untuk meringankan masa percobaan Sasuke." Terang Oma Tsunade seraya melirik diam-diam ke arah Sasuke. Ia bisa menangkap saat tubuh Sasuke menjadi tegang. Tak berapa lama, Sasuke kembali relaks.

"B-Baiklah. Kalau itu bisa meringankan masa percobaan Sasuke-kun. Sasuke, bagaimana?" tanya Sakura setengah berbisik. Ia tidak mau membuat masalah dengan pemuda penuh komplikasi ini sejak awal misi.

"Hn."

"Artinya iya?"

"Hn."

"Sasuke?" kali ini terdengar intonasi mengancam dari Sakura.

"Aa." Bernafas lega, Sakura dengan setengah yakin menganggukkan kepalannya. Shizune yang sudah sedari tadi menahan diri dari ber-fangirling ria, semakin sumringah, membayangkan situasi kikuk yang akan dihadapi Sakura dan Sasuke.

"Kami... ambil misinya."

"Oke fix! Sudah diputuskan. Tim Emergency Couple, siap melaksanakan tugas! Kalian akan menjadi sepasang suami istri konsultan perkawinan dan psikiater. Tugas kalian adalah menemukan kembali cincin terkutuk milik negara Akai Aki yang dirampas oleh sekelompok pemberontak dari negara itu sendiri. Setelah kalian berhasil merebutnya, serahkan kepada Kementrian Akai Aki. Cincin itu guna membangkitkan Putri Akiochiba dari koma. Kalian akan ditemani oleh seorang pangeran yang akan menjadi menantu di Akai Aki. Ketahuilah, pangeran ini menyukai warna pink dan seorang anti-sosial. Ia akan amat sangat mudah untuk bekerja sama jika ia tahu kalau kalian adalah konsultan perkawinan." Kepala Sasuke dan Sakura berdenyut-denyut mendengar penjelasan panjang lebar tidak masuk akal.

"Intinya, kami menjadi sepasang... begitulah dan membantu pangeran ini merebut kembali cincin itu?" ulang Sakura. Oma Tsunade mengangguk-angguk antusias.

"Naruto dan Sai akan menyusul kalian saat Naruto kembali dari misinya." Lanjut Oma Tsunade. Sakura mengerang pasrah. Satu misi konyol menjebaknya dengan Sasuke. Entah ia harus bersyukur atau meloncat ke sungai.

"Kami akan bersiap-siap dan berangkat besok pagi. Terimakasih Tsunade-shishou." Ucapnya seraya membungkuk hormat. Baru saja ia dan Sasuke akan keluar dari ruangan, Oma Tsunade menghentikan langkah mereka.

"Ini oleh-oleh dari Kakashi untuk membantu memudahkan misi ini." Ia mengacungkan sebuah kotak yang tidak terlalu besar, terbungkus rapi kepada Sasuke. Pemuda itu dengan enggan meraihnya dan menyerahkan kepada Sakura.

"Buka hadiah itu saat kalian bertengkar untuk pertama kalinya dalam misi ini. Cepat kembali!" kicau Oma Tsunade berbunga-bunga. Dengan tatapan terakhir, kedua sejoli itu meninggalkan ruangan dan kembali ke rumah mereka masing-masing untuk bersiap-siap.


"Me-menikah?" ulang Sakura dengan bodohnya. Sasuke harus menahan keinginannya untuk memutar bola matanya. Ia paling malas kalau harus mengulang ucapannya lagi.

"Dengar, kita adalah 'pasangan'. Menikah tidak aneh, bukan?" tanya Sasuke, berusaha memasukkan logika ke dalam kepala pink Sakura.

"Ah, ya. Kau benar juga."

"Hn." Sakura amat sangat yakin, wajahnya sudah merona merah saat ini. Ia membayangkan dirinya menjadi Nyonya Uchiha walaupun hanya pura-pura. Tiba-tiba terlintas di benaknya, hadiah dari Kakashi.

"Sasuke, apa ini bisa anggap sebagai pertengkaran pertama kita dalam misi ini ?" pemuda itu menatapnya dengan bingung. Meskipun samar, Sakura bisa melihat usaha Sasuke untuk menyembunyikan kebingungannya.

"Aa." Cepat-cepat Sakura mengambil hadiah dari guru tercintanya dan memberikannya pada Sasuke. Penyandang klan Uchiha itu menerimanya dan terdiam sejenak. Menimbang-nimbang keputusannya. Lirikan terakhir kepada Sakura ia luncurkan sebelum ia membuka bungkusan tersebut.

Sakura berdiri di sebelah Sasuke. Firasatnya menjadi tak karuan. Entah mengapa ia merasa, hadiah dari Kakashi akan membuatnya pingsan. Satu per satu Sasuke mengeluarkan hadiah dari Kakashi.

Dua set alat komunikasi.

Satu jilid laporan mengenai cincin terkutuk, Putri Akiochiba, situasi negara Akai Aki, serta pangeran yang akan membantu mereka.

Hadiah berikutnya benar-benar membuat Sakura darah tinggi dan pingsan.

.

.

.

.

.

Seri lengkap buku Icha-Icha Paradise.

Pil pencegah kehamilan.

Dan sekotak pengaman untuk pria.

.

.

.

.

.

"KAKASHI!" pekik Sakura sebelum akhirnya jatuh pingsan ke dalam pelukan Sasuke yang hanya bisa mendengus kesal dengan telinga berdenging akibat lengkingan maut Sakura, melihat pesan singkat yang ditinggalkan oleh Kakashi.

"Aku berharap kalian bisa menyelesaikan misi ini dengan baik dan kembali dalam keadaan yang tak kurang dan tak lebih.
Naruto dan Sai akan menyusul untuk membantu kalian. Mungkin aku juga akan datang.
Have Fun!
NB : Sasuke, aku berharap padamu, jangan lupa pakai pengaman. Aku tidak ingin menjadi kakek-kakek saat masih bujang.

Hatake Kakashi."


Well, entah kenapa, ide ini santer banget muter-muter di kepala ane. Jadi daripada penasaran, ane bikin deh. XD.

Semoga bisa jadi hawa penyegar di antara kebuntuan menghadapi FF ane yg lain ya

Yosh! Menghilang lagi! Nantikan FF ane yg lain ya, bakal segera update kok :D

'The Script, The Whisper and Marriage Contract' + 'How I Met Your Mother – Sticy Version' lagi digodok. Tunggu juga edisi spesial Natal 2014, 'Ghost' yaaa...XD

RnR pliss... makasih XD

Matursuwun... :3