Episode 1: Hobi Membunuh
Kota Zippon - Jepang, Kamis 09 Januari 2020, pukul 23:32.
Di sebuah gubuk kecil dekat jalan raya yang sepi serta berpenerangan minim, dua orang pria nampak sedang asyik bermain catur. Yang satu rambutnya gondrong dan brewokan, serta berbadan besar, ia mengenakan kaos putih bergambar tengkorak dengan balutan rompi berwarna hitam, celana jeans sobek-sobek warna putih, serta sepatu 'pantovel' hitam bertali hitam. Sedangkan yang satu lagi berbadan kurus dan rambutnya punk, setelan pakaian yang dia kenakan ialah kaos hitam yang ditiban dengan jaket berwarna putih, celana panjang hitam, dan sepatu pantovel yang mirip dengan pantovel si gondrong.
"Skak!" seru si kurus berambut punk seraya menempelkan salah satu bidak catur berwarna hitam pada salah satu kolom putih di papan catur.
Ekspresi si rambut gondrong langsung terkejut kala ia tahu kalau dirinya sudah mati langkah dalam permainan tersebut. "Salut aku dengan orang yang bernama Masato ini! Hampir setiap kali tanding catur denganmu, aku kalah terus," ujarnya.
Masato terkekeh. "Kazuki... Kazuki. Aku gitu loh! Di kampung halamanku, tidak ada yang bisa mengalahkanku main catur!"
"Sombong kau!" balas Kazuki si rambut gondrong.
"Oh iya, perasaan daritadi jalanan ini sepi sekali," ucap Masato seraya menengok ke kiri, ke arah jalan raya kecil yang terletak tak jauh dari gubuk tempat dia main catur.
Kazuki menoleh ke arah yang sama. "Iya! Kalau seperti ini kita tidak akan memegang uang besok."
Masato menghela nafas, lalu menyandarkan tubuhnya di tembok gubuk dengan kedua tangan melipat di belakang kepala.
"Coba kita tunggu dulu saja sampai jam dua belas. Lewat dari itu, kalau tidak ada sama sekali orang yang lewat sini, kita pulang!"
"Oke deh," balas Kazuki. Namun, tiba-tiba, ia tersentak. Ia yang seperti mendengar suara laju motor menuju ke arah gubuk yang ia tempati lalu menoleh ke arah belakang gubuk.
Ternyata dugaan Kazuki tak meleset. Dari kejauhan, ia melihat sepeda motor matic berwarna pink yang dikendarai oleh seorang wanita berkulit cokelat, berkacamata kotak, berambut hitam panjang dikepang satu dan pakaian 'kantoran' serba pink berjalan menuju ke arah gubuk yang ia tempati.
Betapa senangnya hati Kazuki. Senyum lebar mengembang di bibirnya. "Masato! Ada mangsa!" ucapnya seraya menoleh ke arah Masato.
Masato yang hampir saja tertidur pun terkejut. "Mana mana?"
"Itu!" Kazuki menunjuk ke arah motor yang dilihatnya tadi.
Masato yang melihat ke arah motor yang ditunjuk Kazuki pun langsung tersenyum lebar dengan mata berbinar.
"Ayolah! Mangsa tuh!" ujar Kazuki sembari berdiri dari duduknya, lalu berjalan ke arah motor bebek hitam yang terparkir tak jauh dari gubuk.
Masato pun mengikuti Kazuki, kemudian duduk di jok belakang motor bebek tersebut saat Kazuki sudah menaikinya lebih dulu di jok depan.
Begitu sepeda motor pink yang ditunggangi oleh wanita itu melewati gubuk, Kazuki langsung memacu motornya untuk mengejar wanita itu.
Dalam waktu yang tidak lama, motor yang dinaiki Kazuki dan juga Masato berhasil menyalip motor mangsanya.
Kazuki pun segera menghentikan motornya di depan motor mangsanya tersebut. Begitu motor wanita yang menjadi mangsa mereka berhenti, Kazuki dan Masato segera turun dari motor. Tak lupa, mereka mengeluarkan 'golok' dari saku jaket mereka masing-masing. Setelah itu, mereka menghampiri mangsa mereka tersebut.
"Heh! Cepat kau serahkan harta dan motormu kalau kau mau selamat!" gertak Kazuki seraya mengancamkan goloknya pada wanita berbaju kantoran tersebut.
Si wanita hanya diam.
"Heh! Cepat!" Masato ikut mengancamkan goloknya pada wanita itu.
Kali ini, wanita itu tersenyum sinis. Secara spontan, mulutnya mengeluarkan dua buah sulur besi tebal berwarna perak dengan garis-garis hitam. Satu sulur langsung membelit leher Kazuki, sementara yang satunya lagi membelit pinggang laki-laki itu.
Golok di genggaman tangan kanan Kazuki terjatuh. Ia berusaha sekuat tenaga melepaskan sulur yang membelit leher dan pinggangnya. Namun, usahanya percuma. Sementara Masato terkejut melihatnya.
Aliran listrik biru tiba-tiba muncul dan mengaliri sulur tersebut mulai dari sulur bagian mulut wanita itu, sampai ke sulur yang membelit leher dan pinggang Kazuki.
Kazuki berteriak kesakitan persis ketika aliran listrik tersebut mengalir di sulur-sulur yang membelit bagian-bagian tubuhnya.
Ekspresi Masato langsung berubah cemas melihat hal tersebut. Golok yang dipegangnya pun terjatuh. Tubuhnya terasa kaku melihat pemandangan dihadapannya. Sementara tubuh Kazuki berangsur-angsur lemas dan akhirnya meregang nyawa.
Kemudian wanita itu melepaskan belitan sulurnya dari tubuh Kazuki. Jasad si pria gondrong tersebut ke jatuh ke tanah.
Tatapan si wanita lalu berubah ke arah Masato. Dan tanpa basa-basi, wanita itu mengarahkan sulur di mulutnya pada leher dan pinggang Masato, kemudian melakukan hal yang sama seperti yang ia lakukan pada Kazuki hingga tubuh Masato terkulai lemas dan tewas di tempat.
Setelah tubuh Masato jatuh ke tanah, sulur milik wanita tersebut kembali masuk ke dalam mulutnya, lalu menggas motornya dan pergi dari tempat itu.
Komplek Perumahan Hanabi, Zippon - Jepang, Jum'at 10 Januari 2020, pukul 08:00.
Di salah satu rumah yang ada di perumahan itu, seorang 'ibu-ibu' gemuk berambut ikal dan berkulit putih berumur kurang lebih empat puluh tahunan dengan kaos warna merah bercorak bunga-bunga serta celana pendek hitam tengah berjalan menaiki tangga keramik warna putih bersih dengan hati-hati karena ia membawa nampan berisi segelas susu serta roti panggang isi daging dan sayuran di dalam sebuah piring putih ceper.
Setelah menaiki tangga tersebut satu persatu, akhirnya ibu-ibu itu sampai di lantai dua. Sesampainya disana, ia kemudian berjalan menuju sebuah ruangan dengan papan kecil bertuliskan 'Izumi Yamada' yang menempel di pintunya. Selain tulisan, manik-manik bunga dari plastik dan beberapa boneka teddy berukuran kecil tak ketinggalan menghiasi pintu tersebut.
Tok tok tok!
Ibu-ibu itu mengetuk pintu ruangan tersebut sebanyak tiga kali persis ketika ia sampai di depannya. "Izumi... Izumi...," ucap ibu-ibu itu, nada lembut keluar dari bibirnya yang tipis. Kemudian ia kembali mengetuk pintu beberapa kali dengan lengan kirinya, sementara lengan kanannya memegang nampan.
Namun, tidak ada jawaban dari dalam.
Ibu-ibu berambut lurus itu kembali mengetuk-ngetuk pintu sambil berkata, "Izumi... Izumi sayang... Sarapan dulu, nak!"
Tapi tetap tidak ada jawaban.
Meski begitu, ibu-ibu tersebut mengetuk pintu itu lagi. Kali ini air mata menetes di kedua pelupuk mata sipitnya. "Nak... Izumi... Sarapan dulu, nak. Sudah berapa hari kau tidak makan. Ibu takut kamu kenapa-napa."
"PERGI!" Akhirnya ada juga jawaban dari dalam, walaupun itu sebuah bentakan keras seorang perempuan yang membuat si ibu-ibu terkejut. "PERGI KAU! KAU BUKAN ARAI! PERGIII!" Suara bentakan kembali terdengar dari dalam.
"Nak, kamu harus makan, nak... Walau sedikit, kamu harus makan... Ibu tidak mau kamu sakit," ucap ibu-ibu itu sambil menangis.
"PERGI KAU! PERGIII!" bentak suara dari dalam, kali ini terdengar lebih keras dan sangat marah.
Ibu-ibu itu menghela nafas panjang. Sambil masih berlinang air mata ia berkata, "Oke, ibu pergi. Tapi kalau kamu berubah pikiran, kamu ke bawah saja ya, nak..." Sebelum akhirnya berlalu meninggalkan tempat itu dan turun ke lantai bawah. Sementara itu, di dalam ruangan tadi, tepatnya kamar gadis bernama Izumi, gadis itu terlihat tengah duduk diatas kasur bersprei kuning dengan gambar boneka beruang sembari memandangi foto seorang pria berkaos biru dengan balutan jaket putih bergaris biru di beberapa bagiannya, serta celana jeans berwarna serupa dengan jaketnya. Alisnya tebal, tatapan matanya cukup tajam, berhidung mancung, berdaun telinga yang tidak besar namun juga tidak kecil, berdagu lancip, dan berkulit bersih, rambutnya disisir ke belakang serta terlihat licin. Senyuman manis yang mengembang di wajahnya, membuat pria itu terlihat tampan dan juga keren di dalam foto berbingkai besar warna hitam.
"Arai...," ucap gadis bernama Izumi itu sambil mengusap wajah orang di dalam foto tersebut. Air mata yang tak berhenti menetes membuat matanya yang cukup besar itu sembab. Izumi memiliki fisik sempurna dan sangat cantik. Kulitnya putih bersih dan mulus, tubuhnya sintal, wajahnya oval, rambutnya hitam lurus sepunggung menutupi telinganya dengan poni tebal menutupi alisnya yang agak tebal, bulu matanya lentik, hidungnya kecil, bibir bawahnya agak tebal dan bibir atasnya tipis, giginya rapih dan putih seputih mutiara. Saat ini, ia mengenakan setelan kaos warna kuning yang dipadu dengan celana hotpants putih.
"Kenapa? Kenapa kau harus pergi secepat ini meninggalkanku? Kenapa?" Izumi meracau. Air matanya makin banyak, penglihatannya jadi buram. "Aku ingin kau tahu, kalau rasa cintaku padamu tidak akan pernah hilang sampai kapanpun!" Izumi terus fokus memandangi wajah pria di foto itu sampai akhirnya fikirannya melayang memikirkan kenangan-kenangan manisnya bersama Arai yang telah pergi untuk selama-lamanya. Izumi masih sangat ingat hari terakhirnya memeluk Arai meski saat itu pria tersebut telah terbujur kaku. Arai meninggal karena kecelakaan lalu lintas selepas pulang membeli cincin untuk melamar Izumi.
Itulah pengalaman terpahit yang pernah terjadi dalam hidup Izumi. Orang yang selama ini membuat hidupnya putih bercahaya dan secerah langit biru, kini telah tiada. Hal itu membuat cahaya di hati gadis tersebut meredup hingga saat ini. Namun, jika Tuhan sudah berkehendak, apa mau dikata? Meski begitu, Izumi masih belum bisa mengikhlaskan kepergian Arai. Dari sejak kematian pemuda itu hingga sekarang, Izumi kehilangan semangat hidupnya. Nafsu makannya hilang, dan ia kehilangan minat untuk melakukan apapun kecuali memikirkan Arai, seperti yang sekarang sedang ia lakukan.
"Arai ... Sudah kucoba mengikhlaskan kepergianmu, tapi tidak bisa. Aku benar-benar tak bisa hidup tanpa kamu. Sungguh tak bisa!" Izumi menangis tersedu-sedu sembari memandangi foto Arai, sebelum akhirnya memeluk foto tersebut.
Singkat cerita, Izumi menuruni anak yang tak jauh kamarnya tangga secara perlahan dan hati-hati agar tidak menimbulkan suara yang dapat memancing seseorang untuk menyadari keberadaannya.
Setelah tiba di lantai bawah, gadis itu melihat suasana sangat sepi. Dengan langkah hati-hati seperti sebelumnya, ia segera berjalan menuju sebuah pintu warna hitam yang letaknya tak jauh dari tempatnya berdiri.
Begitu ia sudah menyentuh gagang pintu tersebut, ia cepat-cepat membukanya.
Pintu itu membawanya ke sebuah ruangan yang penuh dengan barang-barang yang terlihat usang dan berdebu.
Gadis itu menoleh kesana kemari, sampai akhirnya tatapannya tertuju pada tali tambang yang menggantung di sebuah kayu panjang. Dengan cepat ia berjalan kesana lalu mengambil tambang tersebut dan menyangkutkannya di pundak sebelah kanannya. Ia juga mengambil bangku plastik berwarna hijau yang letaknya tidak jauh dari sana dengan tangan kanannya, sementara tangan kirinya memegang foto Arai. Setelah itu, ia langsung keluar dari sana.
Segera...
Izumi yang berhasil keluar dari rumah tanpa diketahui oleh orangtuanya langsung berjalan masuk menuju sebuah hutan sepi dengan banyak pepohonan rimbun.
Begitu ia melihat pohon besar bercabang banyak lagi kokoh, ia segera menghentikan langkahnya dekat pohon tersebut, kemudian menaruh bangku yang ia bawa persis dibawah salah satu cabang pohon itu yang ia anggap lebih rendah lalu berdiri diatas bangku tersebut. Setelah itu ia menyangkutkan tambang yang dibawanya di cabang pohon tersebut dan mengikatnya sedemikian rupa. Ia juga membuat simpul berbentuk lobang dan memasukkan kepalanya ke dalam lobang tali itu hingga tali tersebut melingkari kepalanya. Merasa semua persiapan selesai, foto Arai yang sebelumnya ia gigit-karena sibuk membuat simpul tadi-langsung ia pegang dengan kedua tangannya. Dan dengan penuh perasaan, ia menatap foto itu.
Air mata gadis itu menetes. Ia lalu berkata, "Arai ... Sekarang, aku ingin menyusulmu. Kau tunggu aku ya disana." Dibalik kesedihannya, ia tersenyum. "Tapi, aku tak mau merepotkan siapapun dan tak mau siapapun tahu, kecuali kau ... Dan aku. I will always love you."
"Tunggu!"
Tiba-tiba terdengar teriakan seorang wanita yang membuat Izumi terkejut dan menoleh ke kanan, ke arah dimana suara itu berasal.
Suara itu milik seorang wanita berkulit cokelat, berambut panjang dikepang satu, berkacamata kotak, berjas putih dengan rok pendek berwarna senada yang berdiri tidak jauh dari Izumi. Dia adalah wanita yang semalam membunuh Masato dan Kazuki.
"Siapa kau? Kenapa kau bisa ada disini?" tanya Izumi dengan nada membentak.
"Jangan marah dulu," balas wanita itu.
"Bagaimana aku tidak marah, kau menggangguku!" Izumi makin kesal.
"Aku tak ada niat menganggumu. Oh iya, namaku Orpharer. Aku kesini hanya ingin membantumu."
"Bantu?" Izumi mengernyitkan dahinya. "Bantu apa?"
"Ku lihat, kau ingin mengakhiri hidupmu. Aku memang tidak tahu alasannya, tapi bukan begitu cara mengakhiri hidup yang baik."
"Maksud anda?" tanya Izumi.
"Daripada kau mati sia-sia begitu, lebih baik buat kematianmu lebih berarti."
"Caranya?"
"Kau korbankan nyawamu padaku. Biar aku yang membunuhmu!"
Izumi tersentak. "A-apa?"
"Ya. Aku punya hobi membunuh. Jika kau membiarkanku membunuhmu, itu sama juga kau beramal padaku. Dan beramal akan membuat kematianmu lebih berarti," kata Orpharer.
Izumi pun berpikir. Apa yang dikatakan Orpharer ada benarnya. Ia terlalu frustasi sampai tidak berfikir kesana. Meski sebenarnya itu persepsi yang salah, namun rasa cinta Izumi yang begitu besar pada Arai, membuatnya menyetujui perkataan Orpharer.
"Oke. Aku setuju!" ujar Izumi.
"Bagus!" Orpharer tersenyum miring. "Sekarang, kemarilah!"
Izumi mengangguk, lalu mulai melangkahkan kakinya, berjalan menuju Orpharer. Ia berjalan sembari membayangkan wajah Arai yang tersenyum dengan senyuman termanisnya. Ia berjalan secara perlahan sembari menghayati imajinya.
"Ayo... Ayo gadis manis. Mendekatlah... Kemarilah...," ucap Orpharer pelan, seirama dengan langkah kaki Izumi yang berjalan perlahan menuju ke arahnya.
Akan tetapi...
BRUMM!
DUAKK!
"Uwakhh!" Orpharer terlontar beberapa meter dari tempatnya berpijak begitu sebuah 'motor sport' warna merah menabrak punggungnya 'secara cepat' dari balik semak-semak yang ada dibelakangnya. Selain terlontar, ia juga terguling-guling dan akhirnya tengkurap di tanah.
Di waktu yang hampir bersamaan, CKIITT! Ban motor sport merah itu mendecit di tanah persis ketika remnya ditekan oleh pengendaranya. Warna kedua ban motor tersebut hitam ber-pelk putih, mesin-mesin dan knalpotnya berwarna perak, joknya hitam, speedo meter-nya berwarna biru dengan jarum penunjuk dan angka-angka warna hitam, tepi luar speedo meter itu warna hitam serta bagian lain di dekatnya berwarna sama. Pengendara motor tersebut berbaju kaos merah berbalut jaket kulit hitam dengan kerah berdiri serta bercorak merah di bagian lengan kirinya dan di atas saku sebelah kanannya. Kedua lengan jaket pengendara itu digulung sampai ke siku, lengkap dengan celana panjang hitam bergaris di bagian tengah kanan dan kirinya. Di pinggang bagian kanan depan celana pengendara itu, ada besi bulat menggantung yang bagian besi bawahnya menyambung dengan tali kain sampai ke bagian pinggang belakangnya yang menempel pada besi (yang sama seperti bagian depan) yang menggantung di belakang kanan pinggangnya. Sepasang sarung tangan hitam terlihat melapisi kedua tangannya. Bagian punggung tangan sarung tangan tersebut bolong berbentuk persegi, dan bagian jari-jarinya juga bolong separuh sehingga setengah jari si pengendara nampak jelas keluar dari bolongan tersebut. Kalung bertali perak panjang dan berbandul perak kotak dengan 'simbol' berwarna merah (simbolnya adalah gabungan motif bundar, garis miring (di kanan dan kiri) serta garis melengkung agak ke atas di tengah bawah kedua garis miring) pada permukaan tengahnya nampak menghiasi leher pengendara itu. Kaki si pengendara dibungkus oleh sepatu 'kets' hitam bertali merah dengan kaos kaki hitam pendek. Kepalanya berlapis helm berwarna sama seperti motornya.
Izumi pun terkejut melihat hal tak terduga tersebut.
Pengendara motor sport itu membuka helmnya dan menaruhnya di atas motor.
Mata Izumi langsung membelalak begitu melihat wajah si pengendara motor, terkejut untuk kedua kalinya. "A-A-Arai?" ucapnya terbata. Ia mematung untuk beberapa saat, tak percaya pada apa yang baru saja dilihatnya.
"Pergi!" perintah si pengendara motor itu dengan nada dingin dan suara yang cukup 'bariton'. Wajahnya 'sangat mirip' dengan Arai. Yang membedakan cuma gaya poninya yang disisir ke samping serta ekspresi wajah yang dingin dan tidak seramah Arai.
Izumi masih mematung tak percaya menatap wajah pemuda yang betul-betul mirip dengan kekasih hatinya yang sudah meninggal.
"Cepat pergi dari sini! Orang itu berbahaya," perintah pemuda berjaket hitam corak merah itu.
Izumi yang pikirannya bercampur aduk mengangguk. Entah kenapa ia berpikir harus mengikuti ucapan si pengendara motor tersebut. Ia pun segera beranjak dari tempat itu.
Kini, hanya tinggal si pengendara motor dan Orpharer.
"Kau ..." Orpharer yang tersungkur berusaha bangun. "Siapa kau?" tanyanya setelah berdiri dengan sempurna.
"Ariel. Ariel Matsuyama," jawab pengendara motor itu dengan nada datar setelah turun dari motor.
"Oke, siapapun kamu, lebih baik jangan menggangguku!" balas Orpharer.
"Mengganggu? Tidak, aku ingin memusnahkanmu," ujar Ariel dengan nada datar seperti sebelumnya.
"Hrrrhh ... Apa?"
"Itu adalah takdir,' jawab Ariel dengan ekspresi tenang.
"ITU BUKAN JAWABAN!" teriak Orpharer seraya berlari ke arah Ariel sembari mengepal kedua tangannya kuat-kuat.
Ariel hanya berdiri dengan tenang, menatap wanita itu dengan tatapan datar dan dingin, tanpa bergeser sedikitpun dari tempatnya berpijak.
Begitu Orpharer sudah sampai beberapa senti dihadapan Ariel, ia langsung melayangkan tinju tangan kanannya persis di wajah pemuda itu.
Namun, Ariel hanya mengelak tipis ke samping kiri dengan tenang, kemudian menyikut wajah Orpharer dengan lengan kirinya.
Begitu Orpharer terhuyung karena sikutannya, Ariel segera mendaratkan kaki kanannya di perut Orpharer hingga wanita itu terlempar beberapa langkah ke belakang.
"Sial!" keluh Orpharer. Dengan cepat ia bangkit dan meloncat ke arah Ariel.
Begitu tiba di hadapan Ariel, Orpharer langsung mengayunkan tangan kanan lalu tangan kirinya untuk meninju Ariel berulang kali. Namun, serangan demi serangan yang ia lancarkan dapat dengan mudah ditepis oleh Ariel hingga membuat Orpharer kesal dan mengubah serangannya dari pukulan menjadi tendangan beberapa kali ke arah Ariel. Tapi tetap saja dapat dihindari dan ditangkis oleh Ariel.
Ariel yang melihat celah pada pertahanan Orpharer kemudian membalas serangan Orpharer dengan memukul perut wanita itu bertubi-tubi dan dilanjutkan dengan menendang keras bagian dadanya. Hal itu membuat Orpharer terlempar jauh ke belakang.
"Kau benar-benar brengsek! Aku harus segera membunuhmu!" geram Orpharer sembari memegangi dadanya yang terasa sesak.
"Silahkan mencoba," balas Ariel.
"Grrrgghh!" geram Orpharer. Tangan kanannya lalu meninju telapak tangan kirinya yang ia tempelkan di depan dada sambil berteriak, "Mecha!"
Seketika, muncul 'bagan' baja kotak keperakan seukuran tubuh Orpharer di samping kanan dan kirinya. Bagan tersebut kemudian menyatu serta membungkus tubuh Orpharer. Tak butuh waktu lama, bagan itu lalu memisah kembali dan menghilang. Kini, tubuh Orpharer telah berubah menjadi makhluk bertubuh baja dengan wajah wanita. Beberapa bagian tubuhnya yakni pundak, kaki, dan dada terlihat sangat berat, terlebih bagian pundak yang seperti ditambah pemberat. Kepalanya ditutup rambut baja tebal nan panjang. Keseluruhan tubuhnya berwarna hitam, hanya wajah, tangan, dan motif bundar di dadanya yang berwarna perak. Kedua matanya hijau terang. Kedua tangannya memiliki kuku runcing. Kakinya terlihat unik-karena tidak seperti kaki manusia pada umumnya-dengan bagian depan dan belakang yang lancip. Tubuh Orpharer sekarang terlihat seperti manusia robot.
"HARI INI KUHABISI KAU!" teriak Orpharer penuh amarah.
Namun, Ariel tetap terlihat tenang. Ia kemudian mengambil sebuah benda dari balik sebelah kanan jaketnya. Benda itu ialah benda berbentuk agak elips berwarna putih yang terbuat dari baja serta berpermata merah bundar di tengahnya. Pada luar tepi atas dan bawah permata tersebut, kanan dan kiri bila dilihat dari sudut elipsnya terdapat motif garis-garis. Empat motif runcing (dua di kanan dan dan dua di kiri) turut menghiasi bagian dalam tepi benda tersebut. Pola persegi panjang warna emas yang berdiri di tengah-tengah tidak ketinggalan mempercantik bagian dalam kanan dan kiri tepi benda itu, atas dan bawah jika dilihat dari ujung elipsnya. Di bagian atas (bisa juga bawah) atau samping bila dilihat dari ujung elips benda tersebut memiliki lubang berbentuk kotak tipis. Di samping atau di atas (bisa juga bawah) jika dilihat dari ujung elips benda tersebut ada kotak putih bersimbol 'mirip' dengan simbol di kalung Ariel dan berwarna merah di permukaan luar kotak itu. Ariel menempelkan benda tersebut di depan pinggangnya dengan posisi permata mengarah ke depan dan lubang kotak mengarah ke atas, lalu ditekannya permata merah di tengah benda itu. Seketika, muncul tali baja berwarna perak dengan motif garis tebal lurus lalu bengkok berwarna hitam yang melilit pinggang Ariel melewati bagian dalam jaketnya, dan posisi kotak putih di samping kanan benda tersebut bergeser jadi lebih jauh dan tepat di samping kanan pinggangnya, terbawa oleh tali baja itu. Sekarang, benda tersebut menjadi sebuah sabuk.
Lalu Ariel menggeser bagian atas yakni 'penutup' kotak putih yang melekat di sebelah kanan sabuk itu menggunakan jari telunjuk tangan kanannya ke belakang. Disana, berjejer berlembar-lembar kartu dan ia mengambil selembar kartu warna putih yang bagian depan dan belakangnya berlambang sama seperti lambang yang tertera pada kotak, dan warna lambang tersebut juga merah, meski terbalik karena posisi kartu itu yang memang diletakkan terbalik. Ariel mengapit kartu tersebut menggunakan jari telunjuk dan tengah tangan kanannya, sementara jari yang lain di tangan kanannya mengatup. Di depan dan belakang kartu tersebut, persis di atas dan bawahnya, terdapat pola segitiga terbalik warna merah bertepi emas, kemudian pola kotak merah tertera di tepi kanan serta kiri yang posisinya ke tengah-tengah (karena Ariel mengapitnya secara vertikal). Setelah mengambil kartu dari dalamnya, penutup kotak kartu putih tersebut bergeser ke depan dan menutup secara otomatis.
Dengan posisi jari seperti itu, Ariel kemudian merentangkan tangan kanannya-yang mengapit kartu-tersebut ke samping, membuat posisi simbol pada kartu itu terlihat tidak terbalik lagi. Lalu ia melanjutkan dengan menekuk tangan kanannya tersebut secara diagonal hingga jari telunjuk dan tengahnya mengarah ke bahu sebelah kiri serta setengah dari kedua jari itu melewatinya. "Henshin!" serunya dengan nada dingin. Ia lalu menurunkan lengannya seraya memasukkan kartu yang ia apit ke dalam lubang kotak yang ada di atas kepala sabuknya.
Tiba-tiba, permata yang ada di sabuk tersebut mengeluarkan sinar merah terang. Sinar itu memancar ke depan sepanjang 1,5 meter dan mengeluarkan 'siluet' hologram yang seluruhnya berwarna merah berbentuk manusia yang berdiri tegak. Sepasang tanduk 'pipih menyamping' di dahinya mencuat ke atas dengan ujung yang lancip. Di kedua bahunya ada lekukan-lekukan yang cukup besar ditambah dua lekukan runcing. Lekukan-lekukan lain yang beragam bentuknya juga terlihat di beberapa bagian tubuh sinar itu.
Di saat bersamaan, Orpharer berlari menuju Ariel sambil berteriak, "Hraaaaa!"
Namun, nasib sial menghampiri Orpharer. Belum sampai ia di hadapan Ariel, hologram-berbentuk manusia bertanduk-yang keluar dari sabuk Ariel menendang dada Orpharer dengan kaki kanannya hingga terpental ke belakang, menubruk pohon, lalu jatuh ke tanah.
Setelah menendang Orpharer, bayangan hologram itu kembali ke 'sikap awal' dan mundur ke arah Ariel tanpa bergerak (hanya melayang) hingga akhirnya menyelimuti tubuh Ariel.
Tak lama, hologram tersebut menghilang seolah terserap ke tubuh Ariel. Sosok Ariel berubah menjadi sosok dengan 'bodysuit' merah berzirah baja dominan putih dan emas serta helm merah bercorak emas dan bertanduk pipih menyamping persis seperti tanduk hologram tadi, hanya saja warnanya emas. Kedua lensa mata biru besar helm merah tersebut berkedip. Jika diperhatikan, ada bulatan-bulatan kecil yang tersebar di sekujur lensa helm dengan warna biru pula. Bentuk helm itu menyerupai kepala seekor 'belalang'. Bagian mulut atasnya memiliki tiga ujung runcing ke bawah seperti taring, sementara mulut bawahnya memiliki satu ujung yang runcing ke atas. Semua bagian mulut termasuk bagian runcing warnanya putih. Di tengah-tengah kedua tanduknya ada corak hitam bergaris horizontal yang berbaris dari atas ke bawah. Pola berwarna emas terlihat memperindah bagian tepi lensa kedua mata helm tersebut. Di bagian bawah-dekat pola emas samping kanan dan kiri-mata helm itu juga ada pola emas yang menjalar hampir ke belakang helm.
Sementara zirah bajanya, kedua dadanya berbentuk bulat warna putih dengan bagian tepi berwarna emas dan ada lambang merah di dada sebelah kirinya yang mirip dengan lambang di kotak sebelah kanan sabuknya. Di samping kanan dan kiri bawah baja bagian dada, ada baja putih bertepi emas yang melengkung hingga menyentuh baja bagian belakang. Baja bagian kerahnya memiliki pola garis miring pada permukaan luarnya, serta bagian bawah kedua kerahnya menyatu dengan baja bagian dada yang bolong di tengah atasnya. Baja bagian perutnya menjorok ke bawah dan makin ke bawah makin kecil, berwarna putih dan terbagi menjadi enam bagian. Baja di kedua pundaknya terlihat cukup besar dan kokoh serta terlihat agak melengkung ke dalam dan ada bagian yang rendah yang memiliki garis vertikal dan garis lanjutan diagonal, lalu di dekat bagian itu ada baja dengan dua ujung runcing yang semuanya berwarna putih. Baja pada dada kanan dan kiri atasnya berwujud trapesium kecil namun ujungnya 'tidak sempurna'. Bagian baja di pundaknya terlihat mulus berwarna putih tanpa pola apapun dan tersambung dengan bagian dada, kedua bahu, dan punggungnya. Di baja punggungnya yang berwarna putih, ada motif dua persegi panjang yang berdiri vertikal di tengah bawahnya. Baja kedua tangannya-dari siku sampai pergelangan-berwarna putih dan bertepi emas di atas dan bawahnya serta nampak mulus berpelindung siku putih lonjong. Baja bagian punggung tangannya-yang tertutup sarung tangan merah-berwarna putih mirip corong tak sempurna berukuran kecil yang bagian depannya bergaris-garis. Di paha atas kanan dan kirinya ada pola garis hitam membentuk pola setengah 'trapesium' yang ujungnya mengarah ke depan serta di dalamnya terdapat tiga garis yang membentuk trapesium hitam yang ujungnya mengarah ke belakang dan berjejer dari atas ke bawah yang masing-masing dibawahnya ada garis lurus berwarna hitam, makin ke bawah pola trapesium tersebut makin kecil, semuanya ditutup dengan motif garis emas tebal. Bagian baja yang menempel pada lututnya berbentuk elips yang bagian bawahnya ditiban lapisan baja kecil berbentuk elips juga ditambah lagi di permukaan baja-yang melapisi-lutut tersebut ada garis hitam dengan bagian tengah berbentuk setengah kotak warna hitam yang menjorok ke bawah, dan di atas setengah kotak itu ada garis kecil berwarna sama, kemudian motif lengkungan warna emas tertera pula disana. Baja yang melingkari pergelangan kakinya memiliki dua warna, yakni emas (di atas) dan putih (di bawah), kemudian baja tepi atasnya yang depannya seperti huruf 'V' yang agak melebar berwarna emas. Sepasang sepatunya mempunyai warna putih campur beberapa motif berwarna emas di bagian atasnya. Ada lingkaran baja putih yang bagian atasnya ditiban baja lonjong warna putih (pula) di dua mata kaki kedua kakinya. Cuma sabuk dan kotak di sebelah kanan sabuknya yang tidak berubah.
Orpharer yang sudah bangkit dari jatuhnya pun terkejut. "Apa? Kau ..."
"Orang yang bertarung atas nama dendam, 'Kamen Rider Blitzer'," ucap Ariel/Blitzer, nada bicaranya dingin dan tegas. Ia berdiri tegak. Belakang kaki kanannya menempel di samping kanan kaki kirinya, tangan kirinya ditekuk sedikit ke depan dan mengepal, sementara tangan kanannya ditekuk sedikit ke belakang serta jarinya setengah membuka dengan telunjuk lurus ke bawah.
"Persetan! Hieeeeaaaa!" Orpharer berlari ke arah Ariel yang sudah berubah menjadi Kamen Rider Blitzer, sementara Blitzer sendiri hanya berdiri menatapnya dengan tenang.
Begitu jaraknya dan Blitzer sudah dekat, Orpharer menendangnya dengan kaki kanan. Namun, Blitzer berhasil menghindar dari tendangan tersebut dan segera kedua tangannya meninju perut Orpharer berulang kali yang dilanjutkan dengan menendang ke arah yang sama. Tapi, Orpharer bisa mengelak dari tendangan Blitzer, kemudian ia membalasnya dengan melayangkan tinju ke arah perut Blitzer.
Blitzer yang sudah membaca pola serangan Orpharer langsung mengelak, memiringkan tubuh ke samping kiri dan meliukkan kepalanya. Setelah itu ia mengepal tangan kanannya kuat-kuat dan memukul wajah Orpharer.
Tapi, serangan tersebut dapat diredam oleh Orpharer dengan menangkap tangan Blitzer menggunakan kedua tanganya. Setelah itu ia menjatuhkan tubuh Blitzer ke tanah.
Blitzer yang tidak mau kalah begitu saja-meski belum berdiri-langsung menendang Orpharer dengan punggung kaki kanannya, serangan itu berhasil mengenai rusuk kanan Orpharer. Lalu Blitzer menendang sekali lagi dengan punggung kaki kirinya dan kena telak di pipi kiri Orpharer. Sambil memutar tubuhnya, Blitzer berdiri, lalu menyikut wajah Orpharer dengan tangan kanannya.
Secepat mungkin punggung tangan kiri Orpharer menangkisnya, hingga akhirnya mereka berdua saling beradu serangan fisik. Serangannya berfokus pada 'beragam' kombo pukulan, sikutan, tapakan beberapa kali dan juga tendangan dengan kedua kaki mereka secara bergantian. Tidak ketinggalan pula berbagai macam tangkisan serta hindaran. Hal itu terus terjadi selama beberapa saat.
Sementara itu, Izumi hanya bisa terpana melihat pertarungan Blitzer dan Orpharer dari balik semak-semak.
Blitzer melancarkan tendangan lurus ke arah dada Orpharer.
Namun, Orpharer dengan cepat menangkap tendangan Blitzer dengan kedua tangannya. Kemudian ia memelintir kaki kanan Blitzer dan menjatuhkannya.
Tapi setelah jatuh, Blitzer tetap bisa menyerang, ia menyapukan kaki kirinya ke bawah kaki Orpharer.
Melihat hal itu, Orpharer cepat-cepat meloncat untuk menghindar. Dan dengan posisi yang masih melayang di udara, Orpharer melancarkan tendangan ke arah samping kiri kepala Blitzer dengan ujung kaki kanannya.
Blitzer yang sadar akan hal itu langsung menepisnya menggunakan punggung tangan kirinya. Lalu ketika kaki Orpharer sudah menginjak tanah, Blitzer melakukan koprol ke belakang sembari kedua telapak kakinya secara bergilir menendang dagu Orpharer.
Begitu sudah kembali berdiri tegak, Blitzer segera melayangkan pukulan pada dada Orpharer secara cepat.
Sayangnya, Orpharer menyadari hal itu. Ia pun langsung menghindari pukulan Blitzer dengan memutar badannya ke samping kiri.
Membaca pergerakan Orpharer, Blitzer segera melakukan tendangan berputar dengan tumit kaki kiri hingga mengenai dada Orpharer, membuatnya terlempar ke samping kanan-dari tempatnya berpijak-lalu terguling-guling di tanah.
"Kurang ajar!" geram Orpharer sambil berusaha bangkit. "Matilah kau!" Kemudian ia membuka mulutnya. Dari sana keluar dua sulur perak bergaris hitam yang panjangnya dari mulut hingga perut. Orpharer lalu memanjangkan sulur di mulutnya itu menjadi lebih panjang lagi untuk mencambuk Blitzer dari jauh.
Blitzer pun menghindari setiap cambukan yang datang ke arahnya meski ia harus kewalahan karena cambukan tersebut begitu cepat.
"Sial!" keluh Orpharer. Ia kembali memendekkan sulurnya seperti semula. "Ini harus diakhiri!" lanjutnya. Dengan kesal ia memanjangkan sulurnya hingga masuk ke dalam tanah.
Meski bingung dengan apa yang dilakukan Orpharer, tetapi Blitzer tetap siaga dengan segala kemungkinan yang akan terjadi.
Beberapa saat kemudian, sulur milik Orpharer keluar dari dalam tanah di samping kiri Blitzer dan langsung menerjangnya. Melihat hal demikian, Blitzer langsung melompat ke kanan.
Akan tetapi, hal tak terduga terjadi, belum sempat kaki Blitzer menapak di tanah, sulur Orpharer yang satunya muncul di belakang Blitzer dan melilit lehernya. Ketika kakinya sudah menginjak tanah, Blitzer mencoba melepaskan sulur itu sekuat tenaga. Namun, usahanya tak membuahkan hasil.
Di saat Blitzer berusaha melepaskan sulur yang membelit lehernya, sulur yang Blitzer hindari di awal dengan cepat menerjang dan melilit perut Blitzer.
Kini, Blitzer harus melepaskan dua sulur sekaligus. Akan tetapi, 'segala upaya' yang dia lakukan sia-sia.
"Khahahahahaha... Matilah kauuu!" teriak Orpharer. Dari dalam mulutnya keluar sengatan listrik biru yang mengalir ke sepasang sulurnya. Listrik tersebut mengalir menuju sulur yang membelit Blitzer.
Persis ketika aliran listrik sampai pada sulur yang membelit leher dan pinggangnya, tubuh Blitzer langsung kejang-kejang, tersengat oleh listrik tersebut. Tubuhnya dipenuhi oleh aliran listrik dan rasanya amat menyakitkan, seperti ada yang mau melompat keluar dari kepalanya. Hal tersebut terus berlangsung selama beberapa saat. Yang bisa Blitzer lakukan hanyalah berteriak-teriak kesakitan.
Tidak cukup sampai disitu, sulur Orpharer memanjang, mengangkat tubuh Blitzer lalu menghempaskannya ke pohon beringin besar.
Pohon tersebut langsung ambruk begitu tubuh Blitzer menghantamnya. Pohon yang ambruk itu menimpa Blitzer ketika tubuh rider tersebut menyentuh tanah.
"Akhahahahahahaha... Bagaimana, masih ingin melawanku?" tanya Orpharer dengan berteriak.
Blitzer berusaha bangun meski harus susah payah. Dengan sisa tenaganya, ia mengangkat batang pohon yang meniban dirinya lalu melemparkan batang pohon itu ke samping.
"Kalau kau kuat, ayo maju sekarang!" teriak Blitzer yang berdiri dengan tubuh bergetar.
"Sekarang? Kau bilang sekarang?" tanya Orpharer sambil tertawa meremehkan. Sulurnya sudah masuk ke dalam mulut.
"Apa ada yang lucu?" Blitzer bertanya balik
"Baiklah kalau itu maumu," jawab Orpharer. "Hanya dengan satu sentuhan saja kau akan langsung mencium neraka! Khahahaha..." Ia lalu berlari ke arah Blitzer dengan gelak tawa.
Bersaman dengan itu, Blitzer menggeser penutup kotak kartu di samping kanan sabuknya ke belakang dan mengambil selembar kartu dari dalam kotak tersebut-walaupun saat ini tangannya bergetar-dengan cara diapit di jari telunjuk dan tengah kanannya. Di permukaan kartu itu tertoreh simbol sepatu bagian kanan-dari bawah lutut sampai ujung kaki-berwarna keperakan dan baling-baling putih kecil di samping kanan pergelangannya. Tak ketinggalan pula simbol yang mirip dengan simbol di kotak sebelah kanan sabuknya berwarna merah menghiasi bagian depan-persis di tengah-tengah-sepatu itu (walau hanya terlihat setengah karena posisinya yang menyamping). Sementara tiga pola kotak merah yang berbaris vertikal menempel di bagian punggung sepatunya. Di bawah lambang sepatu itu ada tulisan 'STRIKE MACHINE' berwarna merah. Motif sepasang segitiga merah bertepi emas dan kotak kecil merah-yang sama dengan kartu sebelumnya-nampak mempercantik permukaan kartu tersebut. Sementara simbol, motif, serta tulisan di permukaan belakang kartu itu sama dengan permukaan depan. Setelah penutup kotak kartu itu bergeser ke depan untuk menutup secara otomatis, Blitzer memasukkan kartu yang ia ambil ke lubang kotak yang ada di atas kepala sabuknya.
"STRIKE MACHINE!" suara tersebut terdengar dari sabuk Blitzer. Permata merah yang ada di tengah kepala sabuk itu pun mengeluarkan kedipan cahaya merah terang. Selain itu, kaki kanan Blitzer-yang sudah memakai sepatu-diselimuti hologram sepatu seperti yang tergambar di kartu yang tadi ia masukkan ke kotak di atas kepala sabuknya dengan 'simbol' merah yang sangat mencolok di depannya. Hologram tersebut kemudian menjadi 'nyata'. Setelah itu jari telunjuk tangan kiri Blitzer menekan permata merah di sabuknya.
"POWER!" Itulah suara yang keluar ketika permata ditekan. Sekali lagi, permata merah itu mengeluarkan cahaya merah terang yang 'kali ini' terus menyala. Mendadak, tubuh Blitzer serasa dirasuki energi yang membuatnya dua kali lipat lebih kuat. Semua rasa sakit di tubuhnya sirna seketika.
Pada waktu bersamaan, Orpharer yang sudah hampir mendekat dibuat terkejut dengan apa yang terjadi pada Blitzer. "Apa itu?" gumamnya yang segera berhenti berlari. "Ah, apapun itu, tetap saja dia sedang sekarat." Ia kemudian lanjut berlari menuju Blitzer.
Tanpa pikir panjang, Blitzer langsung melompat tinggi, bersalto satu kali di udara, lalu meluncur ke bawah dengan posisi menendang menggunakan telapak kaki kanannya secara miring, sementara kaki kirinya ditekuk.
Ketika meluncur, baling-baling yang ada di pergelangan sepatu kanan Blitzer berputar kencang. Tiga kotak merah di permukaan punggung sepatu dan simbol di depan batang sepatunya mengeluarkan cahaya merah terang. Sementara telapak sepatu itu tiba-tiba diselimuti api.
Bukannya menghindar, Orpharer justru malah berdiri sambil merentangkan kedua tangannya. "Ayo! Sehebat apa kekuatanmu sekarang, hah?! Khahahahaha..."
Namun...
DUAKH!
"Uaakkhhhh!" Orpharer terpelanting jauh ke belakang begitu telapak kaki kanan Blitzer-yang berapi tersebut-menghantam dadanya.
Sementara Blitzer mendarat mulus di permukaan tanah dengan posisi berlutut. Api di telapak kaki kanannya yang berlapis sepatu panjang itu sudah menghilang. Putaran baling-baling di sepatu tersebut perlahan berhenti serta cahaya di simbol batang sepatu dan di tiga kotak pada punggung sepatunya meredup. Kemudian sepatu itu kembali ke bentuk hologram dan menghilang. Cahaya terang di permata merah yang terletak pada kepala sabuknya pun meredup.
Orpharer berusaha bangkit. "Geh! Sial ... Aku tak menyangka akan seperti ini." Tiba-tiba tubuhnya berkelap-kelip merah. "GRAAAAAAA!" teriaknya. Seluruh tubuhnya terasa sangat sakit.
Saat itu, Blitzer berdiri lalu membalikkan tubuhnya dan berjalan perlahan.
KWABOOOMMM!
Tubuh Orpharer kemudian meledak dengan efek api yang besar. Tubuh makhluk tersebut hancur berkeping-keping di belakang Blitzer.
Pertarungan telah usai.
To Be Continued
NB: Cerita ini juga bisa dibaca di: Kaskus. Dengan cara ketik "Kamen Rider Blitzer" di kolom Search
