Sama-sama membosankan.
Sama-sama tidak peka.
Sama-sama irit bicara.
Sama-sama berwajah tak acuh.
Apa yang akan terjadi jika dua orang memiliki kesamaan seperti itu?
Akan sehening apa dunia mereka?
.
.
.
.
.
Ketukan demi ketukan jemarinya pada permukaan meja berbahan kayu jati itu perlahan terhenti tatkala mata musangnya menatap sesosok wanita cantik berusia 35 tahun tengah memandangnya tajam, dan jangan lupakan helaan nafas yang wanita itu lakukan berkali-kali hingga membuat kepalanya pusing.
"Apa?" Pertanyaan singkat dari pria bersurai cokelat gelap itu menjadi kalimat pembuka sejak ia menginjakan kakinya di kantor tenpatnya bekerja beberapa jam yang lalu. Wanita yang sejak tadi terdiam kembali mendengus keras, ia mendudukan dirinya di meja kerjanya yang menghadap langsung dengan pria bersurai cokelat gelap itu.
"Sudah brapa lama kau bekerja disini bersamaku?" Wanita itu mengurut tulang hidungnya pelan seraya memejamkan kedua mata lelahnya. Ia tahu jawaban dari pertanyaannya tadi, namun ada hal yang ingin ia tegaskan kepada pria berwajah tak acuh itu. Setidaknya untuk tahun ini saja, pria itu berkembang dalam pekerjaannya yang dari tahun ketahun tak kunjung ada perubahan pada kinerjanya.
Pria bersurai cokelat gelap itu terdiam sesaat, ia menopangkan dagunya diatas telapak tangannya yang bertumpu pada sikutnya dan menatap datar wanita cantik bermarga Song itu.
"3 tahun lebih, kurasa." Sahutnya tak peduli. membuat wanita itu segera beranjak dari tempatnya duduk. Ia menghampiri pria itu dan kemudian menarik kedua pipi chubby pria bermata musang itu berlawanan arah, memang tidak keras tetapi hanya menyebabkan wajah pria itu menjadi sangat menggemaskan.
"Kau tahu tugasmukan? Kau tahu tujuan dibangunnya perusahaan biro jasa ini kan? Aku tidak memintamu untuk menemani mereka dalam konteks yang buruk. Ini pekerjaan positif, kau hanya melayani client sebagai seseorang yang mereka butuhkan. Sebagai teman bercerita, sebagai teman pasangan sementara saat client akan menghadiri pernikahan orang lain, agar client yang belum memiliki pasangan bisa terselamatkan dari ocehan-ocehan teman-teman mereka tentang kapan sebuah pernikahan akan berlangsung berkat adanya perusahaan kita. Lagipula hanya memberikan jasa untuk sekedar menemani, bukan melakukan hal yang berbau mesum. Kau lihat para karyawanku? Bahkan mereka sudah banyak memiliki client yang selalu memohon bantuan pada mereka dalam berbagai masalah, lalu gunamu apa hah?! 3 tahun bekerja denganku, client yang memilihmu bisa dihitung dengan jari! Kau mau makan gaji buta hah?! Jawab aku, bisakah kau ramah sedikit saja?! Lihat ini, kau menyebalkan sekali! Aishh!" Seru wanita cantik itu panjang lebar. Emosinya menggebu-gebu namun tidak bermaksud untuk marah pada pria bermarga Lee itu, wanita itu hanya kesal saja. Tangan lentiknya tak henti-henti menarik pipi pria itu berlawanan arah, ia terlalu gemas dengan sifat pria dihadapannya ini.
Setelah wanita itu mulai dapat mengontrol emosinya, ia segera melepaskan jemarinya dari pipi Eunhyuk.
"Mana mungkin aku akan menendangmu keluar dari perusahaan ini, suamiku lebih mencintai adiknya sendiri ketimbang istrinya. Percuma saja aku memecatmu, tidak ada gunanya. Aish, tapi aku mohon padamu, cobalah untuk memperbaiki kinerjamu! Kau itu susah sekali kalau bekerja! Kau itu bukan tipe orang yang mau capek-capek bekerja berat, memangnya kau mau aku keluarkan hah?! Hei, bocah stoic jangan diam saja!"Pekik wanita itu lagi dengan suara lantang. Ah berisik sekali wanita ini, ia bahkan sejak tadi tak henti-hentinya bercerocos tidak jelas dihadapan Eunhyuk-Si pria bersurai cokelat itu.
Bukannya menjawab atau membela diri, Eunhyuk malah tetap diam seraya bertopang dagu. Bahkan ia malah terlihat seperti sedang menonton drama-drama korea dalam keadaan diam.
"Noona berisik."
"YA! ITU JUGA KARENA ULAHMU! POKOKNYA AKU TIDAK MAU TAHU, TAHUN INI KAU HARUS MENDAPATKAN PELANGGAN TETAP! ATAU KALAU TIDAK, TAMAT RIWAYATMU TUAN LEE!"
"Hn"
"PERGI SANA, AKU SEBAL MELIHAT WAJAHMU!
.
.
.
.
.
Berkas-berkas berwarna kecokelatan itu tergeletak begitu saja dengan tidak elitnya dimeja kerja seorang wanita berkisar usia 27 tahun. Wajah wanita itu perlahan memucat saat retina matanya menangkap sesosok pria dengan jas cokelatnya yang mahal tengah menatapnya dengan tatapan datar.
"A, ada yang bisa saya… Saya bantu Sajangnim?" Tanya wanita itu gugup, ia meremas kedua tangannya yang kini tampak berkeringat.
"Ulangi." Jawab pria itu singkat, kedua tangannya ia masukan kedalam saku celana berbahan sutra miliknya. Wajahnya datar tanpa ekspresi berlebih, mungkin kekurangan nutrisi kebahagiaan.
Wanita itu hanya mampu tersenyum takut, matanya mulai memerah dan dilapisi oleh genangan ini? Apa aku salah mengerjakannya?
"Ba, baiklah. Akan saya u, ulangi Sajangnim." Sahut wanita itu gemetaran, ia meraih berkas yang tergeletak diatas mejanya.
Pria itu masih tetap terdiam ditempatnya berdiri, surai hitamnya yang tertata rapi membentuk sebuah jambul mempesona, memberikan daya kesan tersendiri bagi orang yang melihatnya. Membuat wanita yang berstatus sebagai asisten pria itu hanya mampu menundukan wajahnya yang memerah-antara takut dan malu karena terus dipandangi pria itu dengan sorot tajam yang begitu menawan.
"Sebagai pemegang saham yang baru diperusahaan ini, aku harap kau tidak lagi mengenakan pakaian minim kekurangan bahan seperti itu. Dan tolong kerjakan tugasmu dengan benar, kau tidak perlu berdandan seseram itu. Kau bisa membuat clientku muntah." Ucapan datar namun terkesan menyakitkan itu, membuat wanita itu menegang. Ia mengangguk takut akan perintah pria si pemegang saham diperusahaan tempatnya bekerja, airmatanya kini sudah jatuh membasahi pipi wanita itu.
"Ma, maaf Sajangnim." Sahut wanita itu. Ia segera membungkuk hormat saat pria itu segera berbalik menuju ruangannya kembali. Sampai akhirnya wanita itu bisa menangis sepuas hatinya.
"Hiks, seram sekali. Aku tidak mau jadi asistennya lagi. Hiks hiks."
.
.
.
.
.
Donghae memandang kalem sebuah amplop bernuansa baby blue terpantri indah di meja kerjanya berada. Kemudian ia memandangi sosok yang baru saja memberikannya dengan senyum luar biasa lebar.
"Ini undangan pernikahanku jika kau mau tahu." Donghae melirik sosok yang sejak tadi duduk dihadapan meja kerjanya dengan senyum terpantri indah di wajah tampan sosok itu. Perlahan tangan besar itu meraih amplop yang ia pahami sebagai surat undangan pernikahan teman sekaligus rekan sekerjanya, dan membolak balikan surat itu tak minat.
"Oh." Sahut Donghae datar, ia segera membuka isi amplop itu dan melihat kapan acara pernikahan temannya itu di selenggarakan.
"Aigo, reaksimu buruk sekali Lee Donghae Sajangnim. Setidaknya berlebihanlah sedikit." Kekeh sosok yang diketahui bermarga Jang itu. Ia sebenarnya sudah terbiasa dengan sikap teman dalam bisnisnya itu, hanya saja ayolah ini hari bahagianya, setidaknya ucapkan selamat atau mentraktirnya makankan? Tidak ada salahnya daripada hanya dijawab enggan seperti tadi.
"Hm… Apa maksudmu dengan partner disurat mu ini? Partner kerja maksudmu?" Donghae meletakkan kembali surat undangan itu diatas mejanya, ia memandang temannya itu dengan wajah stoic miliknya dan menanti jawaban dari pertanyaannya tadi.
Pria bermarga Jang itu terdiam sesaat setelah menerima pertanyaan aneh yang terlontar dari pria tampan tapi pelit ekspresi di hadapannya, decakan tak percaya terlontar begitu saja dari bibir Jang.
"Yang benar saja, aku yakin kau pasti punya. Partner hidup tuan Lee. Apa kau tak mengerti? K.e.k.a.s.i.h? Oh berapa umurmu tuan Lee? Jangan bilang kau belum memilikinya?" Pria itu tertawa pelan melihat kelakuan temannya yang memang kelewat aneh itu. Bagaimana bisa diusia yang sudah menginjak 33 tahun, gaya hidup yang mewah dan juga pemegang saham terbesar seasia belum juga memiliki seorang kekasih? Lantas siapa yang menghamburkan uang sebanyak itu didalam brangkas milik tuan Lee ini? Sayang sekali jika masih tersimpan rapi didalam rekening bank miliknya. Konyol sekali.
Donghae diam seraya menyandarkan punggungnya pada sofa besar yang sedang ia duduki, jemarinya mengusap bibir bawahnya pelan dan jangan lupakan tatapan tajam itu mampu mengundang siapa saja untuk selalu datang padanya. Ia sedikit menerawang ketika terakhir kali ia memiliki kekasih, dan itu sudah sangat lama sekali.
"Membosankan." Gumamnya pelan, membuat pria bermarga Jang itu mengerutkan keningnya tak mengerti.
"Apanya?" Tanyanya pada Donghae.
Donghae segera menatap wajah teman dihadapannya, kemudian senyuman tipis yang terkesan dingin terpantri begitu jelas diwajahnya.
"Kau.. Membosankan." Ucap Donghae sinis. Ia segera beranjak dari tempat singgahsananya dan perlahan meraih bahu teman sekerjanya itu.
"Aku bisa memperkerjakan seseorang supaya bisa menjadi kekasihku sementara, hanya dalam perayaan pernikahanmu saja tuan Jang. Tak masalah jika kau menginginkannya."Donghae menepuk pundak pria itu beberapakali, setelahnya ia segera beranjak menuju toilet yang terletak tak jauh dari meja kerjanya.
Meninggalkan pria bermarga Jang itu yang kini memijit kepalanya dengan perlahan-lahan.
"Kebiasaan."
.
.
.
.
.
Eunhyuk memejamkan kedua matanya seraya menyandarkan tubuhnya diatas sofa yang empuk milik kakak iparnya yang cerewet itu. Suara kakak iparnya yang tengah menerima telepon dari client menjadi backsound sumbang dalam acara tidur siangnya dan menanti seseorang client yang mau menerima jasanya sebagai 'teman baik' yang sama dengan nama perusahaan aneh yang kakak iparnya kelola ini.
Tidak ada alasan khusus mengapa ia memilih bekerja disini ketimbang ditempat lain, hanya saja ini semua karena prinsipnya yang mengatakan bahwa ia tidak pernah mau bekerja di suatu tempat yang membuatnya memiliki tanggung jawab besar, membuatnya harus berpikir keras dan mengorbankan jam santainya hanya untuk semakin mempertua usianya saja.
Hal itu adalah satu-satunya alasan ia memilih bekerja disini. Tugasnya pun mudah, hanya menjadi teman baik sementara bagi orang-orang yang kesepian dan membutuhkan hiburan, dan bagi para lajang yang menderita akibat tak memiliki partner ketika diundang dalam suatu perayaan pernikahan.
Simple dan tak perlu membuat rambut dikepalanya menjadi memutih karena banyak pikiran. Hanya saja noonanya itu sedang cerewet akhir-akhir ini, membuat kepalanya pusing karena mendengar teriakan wanita berusia 35tahun itu yang menuntutnya untuk merubah kinerjanya yang terkesan ogah-ogahan itu.
Matanya terbuka ketika suara sang noona mengintrupsi kegiatannya yang akan memaki noonanya itu di dalam hati. Ia melirik wanita cantik milik kakaknya itu dan menanti perkataan ketus yang akan terlontar dari bibir merah karea lipstik itu.
"Bersiaplah, kau akan bertemu dengan client. Dia akan datang dan menjelaskan permasalahannya padamu." Ujar sang kakak ipar dengan raut wajah kesal. Sepertinya dia masih marah karena pertengkaran sepihaknya dengan bocah yang kini usianya menginjak umur 33 tahun itu.
"Oh." Sahut Eunhyuk tak minat, ia mendudukan tubuhnya diatas sofa seraya mengusak surai cokelat gelapnya perlahan.
"Dia ini orang kaya Eunhyuk-ah, waktunya sangat singkat. Jadi noona harap kau bisa sedikit hangat dengannya, siapa tahu dia akan menjadi pelanggan tetap di perusahaan kita." Jelas noona Eunhyuk antusias, kepalanya kini terbayang sejumlah uang yang cukup banyak mendarat begitu saja diatas pangkuannya. Wajahnya kegirangan sendiri seperti orang gila, membuat Eunhyuk yang melihatnya hanya mampu menggelengkan kepalanya.
"Aku akan menunggunya diluar." Ucap Eunhyuk sebelum ia beranjak dari ruang kerja noonanya itu. Namun sepertinya sang kakak ipar masih terlalu sibuk dengan pekerjaannya yang sedang mengkhayal.
.
.
.
.
.
Tapakan sepatu hitam berbahan kulit yang sangat berkilau itu menggema ketika pria bersurai hitam dengan seorang wanita yang berada dibelakangnya memasuki lobby perusahaan yang tidak terlalu besar itu. Ia menjentikan jarinya menyuruh wanita dibelakangnya untuk menanyakan perihal keperluannya di meja resepsionis dihadapan mereka.
"Ruangannya ada dilantai dua Sajangnim." Kata wanita yang menyandang status sebagai asisten dari pria rupawan disampingnya, dengan wajah takut-takut.
Donghae mengangguk singkat dan kemudian melanjutkan perjalanannya menuju lantai dua. Waktunya tidak banyak lagi, ia sudah harus kembali kekantor setengah jam dari sekarang.
Langkahnya terhenti saat ia sudah sampai pada tempat yang sudah menjadi tujuannya, ia memerintahkan asistennya untuk segera membukakan pintu dan setelahnya ia memasuki ruangan itu dengan gaya angkuhnya yang memikat.
Hal pertama yang ia lihat ketika memasuki ruangan itu adalah, sesosok pria bersurai cokelat gelap yang kini tengah berdiri menghadap dirinya dengan tatapan datar dan terkesan tak peduli.
Eunhyuk membungkuk hormat ketika client yang tadi dibicarakan noonanya telah datang, ia kemudian menegakkan tubuhnya kembali dan menatap iris sekelam malam itu yang seakan memantulkan bayangan wajahnya.
Senyum simpul mengembang tak minat dari wajah Eunhyuk.
"Silahkan, jika anda berniat untuk duduk."
Donghae yang menerima sambutan tak layak itu hanya tersenyum tipis menanggapi sapaan yang tak sopan untuk seseorang berkelas seperti dirinya itu.
Apa-apaan ini? Menyenangkan sekali.
.
.
.
.
.
Seperti berkaca.
Memang terlihat sama..
Namun jelas terdapat perbedaan diantara keduanya.
Apa yang menarik dari hal yang terlihat monoton dan tak memiliki daya bertegangan tinggi seperti itu?
Mungkin segalanya bisa berubah dengan berjalannya waktu.
Semua manusia berbeda..
Tidak ada yang sama..
.
.
.
.
Tbc
Hai ada yang kenal aku? heheheh betull bangett xD kembali lagi ke ffn, sebelumnya ff ini pernah ku share di wp ku yang sekarang aku ga bisa buka karena lupa passwordnyaa uhhh...
Terima kasih :)
