Train To Seoul
By Seeuhun
Kereta hari ini cukup lengang. Di sudut kanan ada tiga gadis SMA yang tengah membicarakan seorang bernama Oh SeHun-mungkin dia seorang idol-dengan suara keras penuh memuja. Pandangan beralih ke samping kanan ada seorang bapak-bapak yang fokus dengan HPnya mungkin sedang bernego dengan klien. Taeyong menghela napas lalu mengarahkan pandangan ke pojok kiri berseberangan dengan gadis-gadis SMA tadi yang masih sibuk membicarakan seorang idol yang kini telah berganti nama menjadi Park ChanYeol. Disudut kiri itu duduk seorang lelaki muda dengan paras yang cantik dan kalem, melihatnya mengingatkan Taeyong pada bunga lily putih yang ditanam ibunya di depan rumah mereka. Tampak ayu dan tenang. Pandangan Taeyong menelusur kebawah dalam dekapan dada lelaki tersebut ada seorang bayi. Bayi itu tampak gelisah dan tak tenang-mungkin lapar. Lelaki cantik itu menunduk dan membisikan sesuatu kepada bayi mungil dalam dekapannya. Namun bayi itu tetap tak tenang dan mulai menangis. Suara tangisnya menarik perhatian seluruh penumpang di gerbong sembilan. Taeyong melihat lelaki itu sedikit panik. Mungkin dia bukan Ibu yang berpengalaman. Terlihat raut wajahnya tak tenang. Lelaki itu mengangkat kepalanya dan bertemu pandang dengan Taeyong. Taeyong tertegun, wajah lelaki itu benar-benar ayu namun sendu. Taeyong kasihan tapi tak bisa berbuat apa-apa. Lelaki itu kembali menunduk, menenangkan bayinya. Tidak berapa lama suara tangis bayi berhenti, mungkin Ia lelah dan ketiduran. Lelaki menghela napas dan mendekap bayinya erat-raut wajahnya penuh penyesalan. Hati Taeyong ngilu melihatnya.
.
Kereta telah berhenti di station central seoul. Taeyong masih setia memandangi lelaki dengan bayinya itu. Lelaki itu mengambil tasnya dengan sedikit kesusahan karena bayi dalam dekapannya. Taeyong ingin membantu, namun belum sempat Ia bangkit lelaki itu sudah mencangklong tasnya dan keluar dari kereta. Taeyong bergegas, Ia tidak mengerti tapi Ia tak ingin kehilangan lelaki itu. Jadi begitu Ia keluar Taeyong celingukan mencari lelaki itu dan mendapatinya berdiri di bawah tiang lampu dengan wajah bingung. Ini sudah hampir petang lampu-lampu jalanan mulai menyala. Begitu pula lampu yang berada di atas lelaki cantik itu. Bias cahaya lampu yang menimpa wajahnya semakin menambah paras ayunya. Taeyong harus mengakui, semakin dilihat lelaki itu semakin cantik saja. Dengan perlahan Taeyong mendekatinya dan berdiri di sebelahnya tanpa berkata. Ia melirik sekilas melihat bayi lelaki itu yang mulai menangis lagi. Wajahnya merah dan terlihat kesakitan. Taeyong tak tega, bayi itu pasti sakit. Dia mengalihkan pandangan pada sang Ibu yang tak kalah panik dengan wajah ingin menangis. Taeyong benar-benar tak tega.
"Apa dia sakit?" Lelaki itu sedikit terlonjak, namun setelah melihat wajah lelaki itu. Dia ingat, dia adalah lelaki di gerbong kereta tadi. Lelaki it mengangguk dengan wajah sendu.
"Dia harus segera dibawa ke rumah sakit. Sepertinya dia demam." Lelaki itu semakin sendu.
"Tapi aku tidak tau dimanan rumah sakit berada dan-" Lelaki itu menggigi bibir bawahnya ragu.
"-aku tidak punya uang." Taeyong menghela napas.
"Memangnya kamu dari mana?"
"Busan." Taeyong melihat bayi mungil itu semakin kencang menangis. Taeyong tidak tega.
"Baiklah aku akan mengantarmu." Lelaki kaget dengan raut wajah yang lucu. Taeyong tersenyum, wajahnya sendunya ternyata bisa juga berekpresi lucu.
"Tapi... Aku... Emm." Lelaki itu seperti tak mampu menemukan kata yang pas untuk diucapkan.
"Aku akan meminjamimu uang untuk biayanya. Semakin cepat akan semakin baik. Kasihan bayimu tersiksa." Mendengarnya lelaki itu mengangguk dan mendekap bayinya semakin erat. Taeyong lantas menghentikan sebuah taksi dan meminta lelaki itu untuk masuk. Didalam taksi selama perjalanan menuju rumah sakit suasana sepi. Sebenarnya Taeyong punya banyak hal yang ingin ditanyakan. Tapi Ia bimbang untuk menanyakannya atau tidak. Ia takut dikira lancang kepada orang yang baru ditemuinya. Tapi dia sudah sudi menolong lelaki yang baru saja Ia temui dalam sebuah gerbong kereta. Mungkin bertanya beberpa hal dasar tidak apa.
"Kita belum berkenalan siapa namamu?" lelaki itu mendongak menatap Taeyong sebentar lalu kembali fokus pada bayinya.
"Yuta. Nakamoto Yuta." Namanya cantik sekali. Taeyong berdesir hanya dengan mendengar namanya.
"Aku Taeyong. Lee Taeyong." Lelaki itu tidak merespon apa-apa hanya mengangguk.
"Lalu apa yang kamu lakukan di Seoul ini sendirian?" Jujur Taeyong penasaran.
"Aku ingin mencari pekerjaan." Lelaki bernama Yuta itu menjawab dengan kalem dan senyuman pahit di akhir.
"Memangnya suami kamu kemana?" Ini adalah bagian penting yang sedari awal ingin Taeyong tanyakan. Ia sendiri tak mengerti kenapa.
"Kami sudah bercerai tiga hari yang lalu." Taeyong mengerti sekarang, Yuta ini kabur dari mantan suami bersama bayinya. Yuta ini egois sekali. Tapi entah kenapa ada satu titik di hati Taeyong yang merasa lega.
.
Sampai di rumah sakit. Taeyong langsung mengurus administrasi agar bayi Yuta bisa segera ditangani. Menurut dokter bayi Yuta hanya demam karena menempuh jarak yang jauh terlebih berdesakan ditempat umum seperti kereta. Dokter memarahi Yuta, karena sebagai Ibu Yuta harusnya paham bayi seusia bayinya ini masih sangat sensitif dan tidak seharusnya di ajak bepergian jauh. Terlebih naik kendaraan umum. Yuta hanya mengangguk-angguk dan mengatakan tak akan mengulanginya. Beruntung tak harus rawat inap, hanya perlu menebus obat untuk diminum Yuta nantinya.
Yuta keluar dari ruang dokter dengan mendekap erat bayinya yang tengah tertidur dengan selembar kertas resep di tangan kanannya. Taeyong mengambil alih kertas resep tersebut dan menebus obatnya.
"Siapa nama bayimu itu?" Taeyong berucap sambil menyodorkan kantong berisi obat kepada Yuta.
"Jaemin."
"Namanya lucu. Jadi setelah ini kamu akan kemana?" Taeyong menanyainya karena dia tak tega jika bayi bernama Jaemin itu harus terlunta-lunta bersama ibunya yang egois ini dalam keadaan sakit. Dia iba. Namun gelengan dari Yuta membuat Taeyong benar-benar tak mengerti. Sebenarnya apa yang dipikirkan Yuta ini. Membawa bayinya yang masih merah dari Busan ke Seoul tanpa uang tanpa tujuan. Ibu macam apa Yuta ini.
"Kamu membawa bayimu ke Seoul tanpa uang dan tanpa tujuan?" Taeyong ingin sekali berteriak. Tapi ini masih di rumah sakit. Lagipula apa haknya meneriaki seorang ibu yang membawa anaknya sendiri.
"Aku... Aku buru-buru d-dan tidak memikirkannya. Maafkan aku." Yuta memunduk dan mulai menangis. Raut wajahnya penuh penyesalan. Taeyong merasa bersalah. Ingin Ia mendekapnya namun urung Ia lakukan.
"Kamu bisa ikut denganku." Yuta memandang Taeyong dengan wajah sendunya yang penuh air mata. Taeyong semakin menyesal. "Sampai bayimu kembali sehat dan kamu dapat pekerjaan. Kamu berhutang padaku kan?" Dengan begini Yuta tak mungkin menolak. Lelaki itu pun mengangguk dan mengikuti langkah Taeyong yang menghentikan Taksi.
.
Taeyong bukanlah dari keluarga kaya dan bukan juga dari keluarga tak punya. Ayahnya adalah seorang guru disebuah SMA favorit di Seoul. Sedangkan Ibunya mempunyai sebuah kafe kecil dekat rumah yang kini dikelola Taeyong hingga menjadi besar dan punya cabang di berbagai distrik. Ayah Taeyong adalah seorang pekerja keras seperti Taeyong dan merupakan guru favorit siswa-siswi SMA ditempat Ayahnya mengajar. Namun Ayahnya telah meninggal tahun lalu karena gagal jantung. Ibunya meninggal saat Taeyong masih empat belas tahun duduk di kelas tiga SMP. Jujur saja Yuta mengingatkannya pada sang Ibu. Parasnya yang ayu dan tenang seperti Ibunya, membuat Taeyong tak tega melihatnya sendu terlebih menangis seperti tadi. Itu melukai hatinya. Tapi meski dengan alasan itu Taeyong masih tidak mengerti kenapa iya dengan mudahnya mengajak orang asing yang baru Ia temui sekitar empat jam yang lalu tinggal dirumahnya, hanya berdua dengannya. Taeyong mungkin sudah tidak waras.
.
Ketika sampai di rumah Taeyong yang sederhana tapi nyaman hari sudah gelap. Tapi bunga-bunga yang tumbuh di halaman rumah Taeyong masih terlihat karena bias cahaya lampu depan rumah. Yuta melihat bunga lily putih yang bergoyang tertiup angin malam. Mengingatkannya pada bunga lily yang Ia tanam di depan rumahnyaa di Busan. Ia rindu. Ayah Ibu yang Ia sayangi. Adiknya yang cerewet. Yuta menggeleng, tidak ini sudah keputusannyaa untuk meninggalkan semua hal menyedihkan di Busan sana. Kini di Seoul dia akan meraih kebahagiannya bersama bayinya, Jaemin.
Lama tidak beranjak dari tempatnya, Taeyong heran dan menghampiri Yuta yang tengah asyik melamun memandang bunga-bunga di halaman rumahnya.
"Kamu suka bunga?" Yuta terlonjak kaget lalu mengangguk dengan kalem.
"Itu ditanam Ibuku. Lily putih itu kesukaan Ibuku."
"Aku juga suka lily putih." Yuta menjawab dengan lirih diikuti semilir angin malam.
"Lalu dimana Ibumu?" Yuta bertanya kala masuk rumah Taeyong yang dalam keadaan sepi dan lampu yang padam.
"Ibuku sudah tiada saat aku masih empat belas. Ayah meninggal tahun lalu." Yuta mematung mendengarnya. Merasa bersalah dan canggung.
"Ah. Maafkan aku."
"Tidak apa." Taeyong enteng saja. Ia sudah terbiasa. Lagipula dia bukan bocah lagi. Dia lelaki dewasa berusia dua puluh lima.
Setelah pembicaraan singkat itu. Taeyong menunjukan kamar Yuta di sebelah kamarnya. Dulu kamar ini adalah miliknya. Namun setelah Ayahnya tiada, Taeyong tidur di kamar Ayahnya. Taeyong meminta Yuta menidurkan bayinya dan mandi. Sedang Taeyong akan menghangatkan makanan untuk makan malam. Lagipula Yuta butuh makan untuk minum obat agar bayinya segera sehat kembali. Yuta menurut saja karena Taeyong sudah sangat baik kepadanya. Meski banyak hal yang membuat Yuta bertanya-tanya. Seperti, kenapa seorang lelaki seperti Lee Taeyong mau-maunya menolongnya yang hanya orang asing tidak sengaja bertemu di sebuah gerbong kereta. Membayar biaya rumah sakit bayinya, menebus obat untuk bayinya bahkan sekarang mengijinkan Ia dan bayinya untuk tinggal dirumahnya. Yuta tidak bisa tidak berpikir yang tidak-tidak. Seperti mungkin saja Taeyong ini orang jahat yang nanti akan menjualnya atau bayinya. Sekarang ini banyak kasus seperti itu kan? Atau mungkin Taeyong ingin sesuatu darinya? Yuta menggeleng berkali-kali. Bagaimana bisa Ia berpikir yang seperti itu kepada orang yang begitu baik sudah menolongnya. Kalau tidak ada Taeyong bagaimana nasibnya? Terlebih bayi mungilnya yang sakit karena kebodohannya? Yuta menghela napas.
Yuta baru saja selesai mandi. Ketika bayinya terbangun dan menangis. Sepertinya dia lapar. Sedari tadi bayinya belum minum susunya karena Yuta tidak mungkin menyusui di depan umum terlebih di dalam kereta. Baru beberapa sedotan yang dibuat Jaemin di dadanya, Yuta menari paksa Jaemin sehingga membuatnya menangis dan menutup dadanya karena kaget Taeyong tiba-tiba masuk saat Ia menyusui. Taeyong pun tak kalah kaget. Ia canggung seharusnya Ia mengetuk pintu dulu tadi.
"Ah. Maaf. Aku hanya ingin bilang makanan sudah siap." Taeyong mengatakannya sambil menatap lantai karena malu dan canggung tak sanggup melihat wajah Yuta, yang sekilas Ia lihat memerah.
"Ya. Aku akan kesana sebentar lagi." Dengan itu Taeyong menutup pintu kamar Yuta dengan lunglai Ia berjalan kembali ke dapur. Pikirannya melayang entah kemana. Dada Yuta tadi, jujur Ia melihatnya sekilas ditambah wajah merah Yuta tadi. Sungguh! Apa yang Taeyong pikirkan apa Ia terangsang oleh seorang lelaki yang sedang menyusui anaknya? Biadab.
.
Yuta masih tertegun memandang pintu. Ia lalu kembali membuka dadanya karena Jaemin masih menangis dengan keras. Jaemin pasti terkejut karena menariknya dengan paksa. Sungguh Yuta begitu kaget. Dia malu sekali. Belum pernah ada yang melihat bagian pribadi dari tubuhnya terlebih melihatnya sedang menyusui-kecuali mantan suaminya. Jantungnya memompa dengan cepat. Antara keluar atau tidak Ia sangat malu untuk bertatap muka lagi dengan Taeyong. Tapi jika Ia tidak keluar Ia seolah tak tau terima kasih. Dilema.
TBC
Ok. Gimana? Jadi ini Mpreg, Yuta bisa ngelahirin dan nyusuin. Oke gue tahu itu khayalan tingkat dewa. Tp ini fiksi apapun bisa jadi kan? Bagi yang gak suka yaudah sih ya gak perlu repot-repot baca apa lagi review ntar kata-kata xianjing lagi kan kasihan buang-buang waktu.
So buat yang suka aja, silahkan di baca.
Tetep sayang Yuta meski pluto udah gak dianggep.
Tetep sayang Taeyong meski mantan udah move on.
Tetep dukung YuTae meski titanic udah karam.
Seeuhun
