Suasana yang hingar bingar membuat minseok mengeryitkan matanya.

Dia tidak suka suasana ramai dan menyesakkan seperti ini. Dia

merindukan kamarnya, kamar tenang yang damai, tempat dia bisa duduk dan membaca sambil mendengarkan musik sayup-sayup.

Tapi musik yang sangat keras ini hampir melampaui batas toleransinya, ingin rasanya dia pergi dari tempat ini, tapi dia tidak bisa. Lelaki itu, lelaki jahat itu – menurut sumber yang dia dengar

akan datang ke tempat ini beberapa saat lagi.

Minseok mencoba menarik turun celana ketat pendeknya yang mulai terasa

tidak nyaman. Seragam waitress ini amat sangat tidak nyaman, dengan belahan dada yang begitu rendah dan celana yang begitu pendek, Minseok seperti dipaksa menyamar menjadi orang yang tidak dikenalnya. Tetapi bukankah itu memang tujuannya? Dia tidak ingin lelaki itu

mengenalnya, meskipun hal itu sepertinya tidak perlu ditakutkannya, mereka hanya pernah bertemu satu kali, pada pertemuan singkat yang tak disengaja, saat lelaki itu menemui ayahnya di ruang kerjanya. Saat itu penampilan minseok tidak seperti sekarang, rambutnya masih berponi dengan kacamata berbingkai tebal membingkai wajahnya, bajunya

tertutup dan sopan, beda sekali dengan sekarang.

Minseok mengernyitkan matanya lagi, aku benar-benar berpenampilan seperti lelaki murahan, desahnya.

Suara berisik dari arah pintu masuk mengalihkan perhatian minseok,

matanya mencari-cari dan itu dia! Lelaki itu ada disana, dengan kedatangannya yang begitu heboh dikelilingi banyak sekali bodyguard berbadan kekar. Tanpa sadar minseok mendengus, yah karena

dia lelaki jahat yang suka menyakiti orang, dia pasti punya banyak musuh yang ingin membunuhnya.

Dengan penasaran minseok menjinjitkan kakinya, berusaha melihat dengan jelas sosok lelaki itu, kim jongdae. Sosok yang ditakuti dalam dunia bisnis karena tidak segan-segan menggilas siapapun yang

menghalangi jalannya. Siapapun yang berani melawan kim jongdae, akan berakhir dalam tragedi. Seperti ayahnya, seperti seluruh keluarganya. Desah minseok pahit.

Dulu keluarga minseok adalah keluarga berada, ayahnya adalah seorang

pengusaha sukses di bidang konversi kelapa sawit, kebun mereka ada berhektar-hektar di luar pulau, dan mereka sangat kaya. Bagi minseok keluarga mereka adalah keluarga bahagia, meskipun ibunya adalah wanita lemah yang sakit-sakitan, tapi selain itu dia adalah ibu yang sempurna.

Pikiran minseok menerawang di saat-saat bahagia itu, saat dia, ayahnya

dan ibunya berkumpul bersama di meja makan, menyantap sarapan pagi yang dibuatkan ibunya dengan penuh cinta, Ayahnya akan bercerita tentang pengalaman-pengalaman dalam perjalanan bisnisnya, dan ibunya akan menatap sang ayah dengan tatapan memuja.

Semua terasa begitu bahagia, semua terasa begitu sempurna.

Sampai kemudian kim jongdae datang dalam kehidupan mereka.

Kim jongdae tertarik dengan perkembangan pesat bisnis ayah minseok, dan berpikiran untuk menjalin suatu hubungan kerjasama. Pada

awalnya ayahnya tidak tertarik, dia sudah cukup puas dengan bisnis yang dijalankannya sendiri. Tapi jongdae tidak menyerah, dengan berbagai cara dia berusaha mendekati ayahnya. Dan entah kenapa ayahnya akhirnya menyerah ke dalam kuasa kim jongdae, kuasa

iblis kegelapan yang ketika mencengkeram tidak akan melepaskannya lagi. Jongdae menghancurkan keluarganya secara harfiah, entah kenapa kepemilikan ayahnya atas bisnis itu dimentahkan begitu saja, semuanya diambil oleh jongdae dan dikendalikan di bawah tangannya.

Ayahnya tidak punya hak apa-apa lagi selain jatah bulanan untuknya dan keluarganya.Keluarga minseok jatuh miskin seketika. Rumah mewah mereka disita paksa, mereka harus pindah ke rumah mungil sederhana, berusaha

memenuhi kebutuhan sendiri, tanpa pelayan-pelayan yang biasanya selalu siap sedia melayani kebutuhan mereka.

Minseok kuat menanggung

itu semua. Tetapi ibunya tidak. Ibunya dari kecil terbiasa bergelimang kekayaan, seperti putri raja. Sampai menikah dengan ayahpun, ayah terbiasa memperlakukannya seperti ratu dengan banyak pelayan yang mengelilinginga. Ibunya sudah hancur ketika dipaksa memasak sendiri dengan tangannya yang rapuh dan tidak terampil itu – karena

tidak pernah memasak seumur hidupnya. Dan makin hancur ketika mereka makin miskin, makin menderita.

Akhirnya penderitaan itu tak

tertanggungkan lagi bagi ibunya, dia mulai sakit-sakitan… semakin kurus, semakin sering menangis di malam-malam sepi. Lalu suatu pagi, ibunya meninggal begitu saja.

Minseok masih ingat ketika dia berdiri di samping ayahnya yang membeku, menatap wajah ibunya yang kurus dan pucat, ekspresinya seperti tertidur, dan merasa sedih, karena menyadari kenyataan bahwa ibunya mungkin lebih bahagia sekarang setelah meninggal dunia.

Sepeninggal ibunya, Ayahnya hancur. Hancur total. Dia mulai bermabuk-mabukan, kadang berteriak-teriak dan menangis sendirian di malam-malam sepi, lalu pada suatu hari, ayahnya mengendarai mobil mereka, satu-satunya harta mereka yang masih tersisa, dan

menabrakkan diri pada tembok pembatas jalan hingga mobil itu terguling beberapa kali, dan ayahnya tewas seketika di tempat. Polisi mengatakan bahwa kandungan alkohol di darah ayahnya sangat tinggi, hingga dapat dikatakan, ayahnya lah yang membunuh dirinya

sendiri.

Minseok sebatang kara. Dan rasa dendam yang terpendam dalam hatinya makin menyeruak setelah kematian kedua orangtuanya. Semua ini berakar dari kim jongdae. Sejak lelaki itu muncul di keluarganya, semuanya hancur dan musnah. Minseok harus membalas dendam, dengan cara apapun, untuk membalaskan kesedihan ibunya, dan kematian sia- sia ayahnya. Sejak itu, dia menyelidiki semua hal tentang kim jongdae, dimana dia tinggal, bagaimana jadwalnya, apa kesukaannya. Semua informasi itu dikumpulkannya baik-baik dan disusunnya.

Ketika minseok mendapat informasi, bahwa jongdae sering menghabiskan waktunya dengan kekasih-kekasihnya di klub kelas atas ini, klub Antagon. Tanpa pikir panjang, minseok meninggalkan pekerjaannya sebagai guru di taman kanak-kanak, pindah dari tempat tinggalnya dan melamar sebagai waitress di sini.

Semua butuh pengorbanan, minseok menyadari bahwa pembalasan dendam butuh pengorbanan besar, Seperti ketika dia harus berdandan sebagai pria murahan dengan celana pendek ketat dan baju seksi, kadang malam demi malam harus menahan diri dari siksaan kegaduhan dan hingar bingar musik, ataupun harus menahan hati karena banyaknya lelaki-lelaki genit yang selalu berpikir bahwa dia pria murahan

yang bisa dibeli. Menjijikkan.

Semua butuh pengorbanan, mahal harganya. Tapi Minseok merasa itu akan sebanding dengan kepuasan yang akan dia dapatkan nanti, kepuasan untuk membunuh lelaki itu dalam siksaan

menyakitkan, seperti yang dilakukan lelaki itu pada ayah dan ibunya.

Dia sudah mengoleskan racun yang tidak akan terdeteksi, di dasar gelas yang sudah disiapkan khusus untuk kim jongdae malam ini. Kim Jongdae tidak mau menggunakan gelas yang sama dengan orang lain. Gelasnya ekslusif, khusus hanya dipakai dirinya, dan tadi

siang ketika berpura-pura membersihkan bar, minseok menyelinap ke tempat penyimpanan khusus itu dan mengoleskan racun yang tidak

terdeteksi ke gelas tersebut.

Seteguk saja minuman dari gelas yang

sudah diolesi racun itu ditelan oleh kim jongdae, maka seluruh dendamnya akan terbalaskan.

Kim jongdae merasa muram malam ini. Entah kenapa. Dia sedang ingin menghajar seseorang, atau kalau perlu, membunuh seseorang.

Malam ini dia datang ke klub bukan untuk bersenang-senang, tetapi untuk mencari masalah. Dengan dikelilingi para bodyguardnya yang selalu siap menjaganya, meskipun sebenarnya tidak perlu, karena Jongdae menguasai beberapa keahlian bela diri. Tetapi ketika kau punya uang banyak, memang lebih baik jika kau membiarkan orang

lain melakukan segala sesuatunya untukmu.

Pemilik klub sendiri yang menyambutnya. Tentu saja, mengingat betapa besar hutangnya kepada jongdae. Dengan tergopoh-gopoh lelaki gendut itu menggiringnya ke kursi VIP terbaik, "Anda bisa memilih siapapun untuk menemani anda." gumam si pemilik Klub dengan

nada menjilat.

Jongdae menatap ke sekeliling dengan tak berminat, menatap semua perempuan atau laki-laki disana yang hampir- hampir seperti semut mengelilinginya, dengan tatapan berharap untuk dipilih. Terlalu murahan. Gumamnya dalam hati, semua manusia di dunia ini murahan dan

penjilat.

Jongdae memutuskan tidak memilih siapapun, ketika tatapan matanya terpaku pada pria itu. Pria cantik yang tampak salah tempat di klub malam mewah ini. Mengenakan baju luar biasa sexy tetapi tampak tidak nyaman di dalamnya.

Tanpa sadar seulas senyum jahat muncul di bibirnya, "Aku mau dia."

Kalimat itu diucapkan dengan nada malas yang tenang, tetapi gaungnya terdengar ke seluruh ruangan. Entah kenapa suasana hiruk pikuk itu menjadi hening. Dan minseok merasakan semua tatapan tertuju padanya. Pada dia yang sedang bersandar di meja bar, sibuk dengan

pikirannya sendiri.

Dengan gugup minseok menegakkan tubuhnya, berusaha membalas tatapan mata semua orang, lalu matanya terpaku pada mata itu, mata cokelat pucat sehingga nyaris bening, menyebabkan pupil matanya tampak begitu hitam dan tajam.

"Cepat kesana. Dia menginginkanmu."

sang bartender yang berdiri di

belakangnya berbisik kepadanya, seolah takut kalau minseok tidak cepat-cepat menuruti keinginan jongdae, akan berakibat fatal.

Minseok mengernyit pada jongdae, mencoba menantang mata laki-laki itu,

yang masih menatapnya dengan begitu tajam tanpa ekspresi.

"Apakah... apakah..." minseok berdehem karena suaranya begitu serak,

"Apakah anda ingin dibawakan minuman?"

Jongdae hanya menatapnya beberapa saat yang menegangkan, lalu menganggukkan kepalanya. "Bawakan satu, minumanku yang biasa."

Secepat kilat sang bartender meracik minuman kesukaan jongdae,

minuman yang biasa. Tangan minseok gemetar ketika menerima nampan

minuman itu. Sedikit lagi minseok… gumamnya mencoba menyemangati

dirinya sendiri. Sedikit lagi semua dendammu akan terbalaskan...

sedikit lagi... minseok mengucapkan kata-kata itu bagaikan doa, dengan

langkah gemetar dia mendekati jongdae yang duduk bagaikan sang raja, menunggunya.

Diletakkannya gelas itu di meja depan jongdae, semoga kau lekas meminumnya dan lekas mati. Doa minseok dalam hati.

Tetapi sepertinya Tuhan masih menginginkan jongdae hidup, karena

lelaki itu terlihat tidak tertarik untuk menyentuh minumannya. Matanya malahan tertuju pada minseok dan memandangnya tajam.

"Duduk." jongdae menjentikkan jarinya. Melirik tempat di sebelahnya.

Sekujur tubuh minseok mengejang menerima perintah yang begitu arogan,

tanpa sadar matanya memancarkan kebencian, siapa lelaki ini berani-

beraninya memerintahnya seperti ini?

Ketika minseok termenung, seorang waitress lain dengan gugup mendorongnya supaya duduk, menuruti permintaan jongdae, sehingga dengan terpaksa minseok duduk di sebelah jongdae.

"Siapa namamu?" jongdae menatap tajam ke arah minseok, sama sekali tidak melirik gelas minuman di mejanya.

Minseok sudah siap dengan pertanyaan ini, nama samarannya, "Xiumin." Jawabnya kaku.

Jongsae mengernyit menatapnya dengan seksama, lalu jemari panjang itu tiba-tiba terulur dan menarik dagu Lana mendekat, supaya dia bisa mengamati wajah minseok dengan cermat, "Aku tidak pernah melihat wajahmu sebelumnya di sini."

"Eh... dia... dia pegawai baru kami tuan jongdae, maafkan ketidak-

sopanannya, saya belum pernah mengajarinya bagaimana membawa-

kan minuman untuk tamu sepenting anda"

sang pemilik klub menyela dengan gugup, wajahnya tampak cemas melihat minseok melayani tamu pentingnya dengan setengah hati.

Dengan pandangan memarahi dia memperingatkan minseok, "Ayo Xiumin

perkenalkan dirimu kepada tuan jongdae, tuan jongdae telah memilihmu untuk menjadi pelayan minumannya, itu merupakan suatu kehormatan untukmu, harusnya kau berterima kasih."

Perintah itu membuat minseok menegakkan dagunya dengan angkuh.

"Saya sudah memperkenalkan diri saya, dan saya sudah membawakan minuman untuk tuan jongdae yang terhormat, karena itu saya akan pergi." jawab jongdae ketus, sambil beranjak dari tempat duduknya, toh misinya sudah tercapai, Gelas minuman beracun itu sudah ada di meja Jongdae, dan sebentar lagi jongdae akan mati karena sesak napas.

Tetapi sebelum minseok sempat berdiri, jongdae meraih jemarinya dan menariknya kencang, supaya terduduk lagi, kali ini di pangkuan Jongdae.

"Apa… apaan…." Suaranya terhenti ketika bibir yang keras dan dingin itu tiba-tiba melumat bibirnya, minseok memberontak ketika menyadari bahwa jongdae sedang memagut bibirnya dengan ciuman

yang basah dan panas.

Ciuman itu sungguh tak sopan karena bibir dingin jongdae tanpa permisi langsung memagut bibirnya, melumatnya tanpa ditahan-tahan, lidahnya langsung meyeruak masuk merasakan keseluruhan diri minseok, menghisapnya, menikmatinya dan menggilasnya tanpa

ampun. Sekujur tubuh minseok terasa terbakar, panas karena amarah dan

demam kerena gairah.

Lelaki ini sudah jelas-jelas sangat ahli ketika mencumbu, sehingga minseok yang belum berpengalamanpun terbawa oleh gairahnya, mengalahkan kebenciannya. Tetapi pikiran bahwa lelaki ini telah memanfaatkan begitu banyak pria atau wanita demi memuaskan rasa arogan dan kekuasaannya mebuat minseok merasa muak, dan tiba-tiba muncul kekuatan dari dalam dirinya untuk mendorong laki-laki itu menjauh, dan menamparnya sekuat tenaga.

Plak!

Suasana di klub itu menjadi sangat hening. Luar biasa hening. Bahkan

musik yang hiruk pikuk itupun terhenti karena semua orang berhenti melakukan aktivitasnya dan menatap ke arah minseok, yang berdiri dengan terengah-engah berhadapan dengan Jongdae yang membatu duduk di sofa VIP nya.

Sedetik kemudian, sebuah tangan kasar mencengkeram lengan minseok,

begitu menyakitkan hingga membuat minseok menjerit,

"Kurang ajar kau!! berani-beraninya memukul Tuan jongdae." teriak sebuah suara berat dan kasar, minseok menoleh dan mendapati dirinya ditelikung oleh lelaki berbadan besar yang sepertinya salah satu bodyguard jongdae.

Lengan lelaki itu yang besar dan kuat menahannya sampai tangannya terasa kaku dan sakit. Tapi minseok tidak menyerah, dia meronta sekuat tenaga, mencakar, menggigit lengan yang tetap terasa sekeras batu itu.

Napasnya terengah-engah dan wajahnya merah padam menahan amarah dan rasa malu karena sebagai pria seharusnya ia mampu menahan dominasi kekuatan laki-laki.

"Lepaskan dia." suara dingin jongdae terdengar di keheningan. Orang-orang masih diam menunggu, memusatkan perhatian kepada apa yang akan dilakukan lelaki yang terkenal luar biasa kejam itu pada pria yang berani menamparnya.

Seketika itu juga, bodyguard jongdae yang berbadan kekar melepaskan Minseok, membuatnya hampir terjatuh karena kelelahan meronta-ronta.

Mereka berdiri berhadap-hadapan di bawah tatapan mata banyak orang yang menanti. Jongdae yang masih berdiri dengan wajah dingin tak berekspresi sambil mengusap pipinya, bekas tamparan minseok.

"Berapa hargamu?" suara jongdae terdengar tenang dan dingin, Mata minseok membelalak, harga?? Apa yang dibicarakan lelaki ini?

Matanya melirik ke gelas minuman jongdae yang sudah diracuninya di

meja. Semuanya berantakan, serunya menahan kekesalan pada dirinya

sendiri. Semua gara-gara dia tidak bisa menahan kebenciannya.

Seharusnya ketika jongdae melecehkannya dia bisa menahan diri dan berpura-pura menjadi pria gampangan, seharusnya dia mau berkorban menahan perasaannya.

Setidaknya ketika dia menurut,

Jongdae mungkin akan merasa senang dan lengah, lalu meminum minumannya itu dan mati. Tetapi sekarang semua sudah terlambat, Jongdae tampak tidak tertarik lagi pada minumannya dan tertarik sepenuhnya kepada minseok. Lagipula minseok tidak bisa berpura-pura menyukai jongdae, kebenciannya terlalu dalam pada lelaki itu.

Nayeon, primadona di bar ini mendekati jongdae dengan tatapan merayu, dialah yang biasanya dipilih jongdae untuk menemani lelaki itu minum ketika jongdae berkunjung, dan sekarang hatinya dipenuhi kecemburuan karena jongdae tampak begitu tertarik kepada anak baru

itu. Padahal kalau dilihat dari penampilannya, ia lebih seksi dan menggoda daripada anak baru itu,

"Sudahlah jongdae," nayeon menyentuhkan tangannya di kerah baju

Jongdae, "Pria jelek itu tidak akan bisa memuaskanmu, lebih baik biarkan aku yang menemani… aduhhh!"

Donita mengaduh karena jongdae merenggut tangannya yang meraba

kerah baju jongdae. Jemari jongdae mencengkeramnya dengan kekuatan

tak ditahan-tahan lagi, menyakitinya hingga terasa menusuk ketulang,

"Menyingkir." gumam jongdae dengan tatapan membunuh pada Nayeon, lalu menghempaskan tangan nayeon dengan kasar sehingga tubuh nayeon terdorong menjauh. Sambil meringis menahan sakit dan ketakutan. Nayeon lekas-lekas menjauh.

"Nah," jongdae memusatkan mata dinginnya kembali ke minseok, "Kata-

kan berapa hargamu, dan aku akan membayarnya."

Aku harus memiliki pria ini.

Jongdae memutuskan dalam hati. Aku harus memilikinya segera.

Tuhan tahu dia sudah berusaha menyelamatkan pria ini. Tetapi

entah kenapa perempuan satu ini memiliki tekad yang kuat untuk mencelakainya, hingga lupa bahwa dia sudah menantang lelaki paling

berbahaya.

Mata jongdae melirik gelas yang diletakkan minseok di mejanya, dia tahu

kalau dia diracuni. Minseok terlalu tidak berpengalaman dalam usaha pertamanya membunuh orang. Tangannya gemetaran dan matanya gugup, berkali-kali melirik ke gelas minuman itu.

Dan juga nama palsu yang menggelikan itu. Minseok bahkan tidak menyadari bahwa penyamarannya sudah terbongkar dari awal.

Sebenarnya tadi jongdae memutuskan untuk menertawakan minseok diam-

diam, dengan pura-pura akan meminum minuman beracun itu. Tapi bibir ranum itu, dan penampilan minseok yang luar biasa seksi memunculkan sisi iblis dalam dirinya, sisi Iblis yang kehausan. Mungkin

sudah waktunya pria yang satu ini menerima pelajaran atas kenekatannya.

minseok tertegun marah mendengar pelecehan jongdae atas dirinya.

Berapa harganya? Hah! Dia pikir dia raja yang bisa membeli apa saja

yang dia mau? Lelaki iblis ini harus diajari, bahwa meskipun banyak

perempuan atau pria yang bertekuk lutut di kakinya dan memohon-mohon

untuk dimilikinya, ada pria yang tidak sudi disentuh olehnya.

Dengan marah minseok mendongakkan dagunya menantang jongdae,

"Saya lebih memilih mati daripada menjual diri kepada anda."

Gumamnya kasar. Suara di seluruh klub itu langsung dipenuhi dengungan gelisah menanti rekasi jongdae.

Tidak disangka-sangka jongdae tersenyum. Lalu melirik ke arah

bodyguardnya, "Tidak ada sesuatupun yang bisa menolak kalau aku

ingin memilikinya." gumamnya datar dan memberikan isyarat tangannya kepada para bodyguardnya.

Semuanya berlangsung cepat, minseok tidak sempat lari ataupun panik,

karena tiba-tiba bodyguard jongdae yang berbadan paling besar, merenggutnya kasar, mengangkatnya kasar lalu membantingnya di pundaknya seperti sekarung beras Sekejap dipenuhi rasa pusing karena posisi kepalanya dibalik mendadak, minseok tersadar bahwa dia

sudah diangkat keluar dari klub itu. Sekuat tenaga minseok mencoba memberontak, Tangannya memukul-mukul punggung bodyguard itu dan kakinya menendang-nendang keras sambil berteriak-teriak

menahan marah dan frustasi. Tetapi tubuh bodyguard itu sekeras batu,

tidak bereaksi atas pemberontakan minseok.

Percuma meminta tolong, karena minseok yakin tidak akan ada yang berani menolongnya, semua pengunjung klub yang pengecut itu hanya menatap kejadian di depan mereka dengan muka bodohnya.

Sang pemilik Klub masih memandang takjub jongdae yang melenggang dengan santai meninggalkan ruangan dengan minseok yang meronta-ronta dan menjerit-jerit dalam gendongan bodyguardnya.

Sesampainya di tempat parkir minseok diturunkan, sedetik setelah dia diturunkan, minseok berlari sekuat tenaga berusaha menjauh, tetapi baru beberapa langkah, tangan sekeras batu itu menangkapnya lagi.

Minseok meronta tapi tak bisa berontak, frustasi, dia menggigit sekuat tenaga tangan yang mendekapnya itu. Sang bodyguard mengaduh sambil mengumpat-umpat, sedangkan jongdae hanya menatap kegaduhan di depannya sambil terkekeh geli.

Minseok mencoba berontak, menggigit dan menendang sampai kelelahan,

dia menatap jongdae terengah-engah dengan pandangan penuh kebencian, masih dalam cengkeraman kuat tangan bodyguard jongdae.

Jongdae membalas tatapannya dengan senyum manis yang jahat "Kalau

kau berjanji mau bersikap baik, mungkin aku akan menawarimu tempat yang nyaman, di sebelahku di dalam mobil."

"Mati saja kau!" sembur minseok penuh kemarahan.

Jongdae terkekeh lagi "Oke, kau yang minta." dengan isyarat anggukan

kepala jongdae memerintahkan para bodyguardnya.

"Masukkan dia ke bagasi."

aaaaa! aku juga pub ff ini di wattpad. dengan unameku yang sama; Verdadeirose.

jangan lupa RnR atau apalah itu ya!

/ini br pertama kali pake ffn:v/