Envy (lelaki penuh luka)

Summary :

Sungmin, editor buku terkenal dan putrid pengusaha penerbit besar. Jarang sekali ia menemukan naskah yang bisa menyihirnya sedemikian rupa hingga ia merasa harus bertemu penulisnya. Dan suatu hari sungmin menerima naskah seperti itu. tanpa ragu ia memburu si penulis, lelaki sinis berinisial C. K. H, yang mati-matian merahasiakan identitasnya dari dunia.

n. b : ini cerita dari Sandra Brown berjudul Envy (lelaki penuh luka). Jujur, aku suka banget dengan jalan ceritanya. Maka dari itu, aku buat ff ini dari cerita itu dengan cast-nya sungmin dan kyuhyun (couple favorit aku). Don't like don't read, oke? Tidak terima bash. Terima kasih.

Selamat membaca!

Envy prolog

Key west, florida, 2011

BISKUIT saltine dan sarden. Makanan pokoknya. Tambahkan sepotong keju cheddar dan acar maka kau mendapatkan menu lengkap. Pokoknya tidak ada makanan yang lebih baik.

Itu pendapat tak tergoyahkan Jordan Kim, yang wajahnya terpanggang matahari dan tergesek angin dan hanya bisa disayangi ibu berwajah gargoyle. Sewaktu ia mengunyah makan malamnya, matanya yang mengerjap-ngerjap karena angin kencang yang terus-menerus bertiup memedihkan mata, menyipit memandang kaki langit.

Ia sedang mengawasi kilasan petir yang menandai datangnya badai. Disini, ditepi pantai, masih belum ada tanda-tanda badai, tapi badai itu ada diluar sana entah dimana, mengumpulkan kekuatan, menghisap kelembapan dari laut yang akan dikirimkan kembali kebumi dalam bentuk hujan angin.

Tapi itu nanti. Diatas pelabuhan, bulan seperempat mengantung dilangit cerah, bintang-bintang mengalahkan kilauan lampu neon dibumi. Tapi Jordan tak bisa dibodohi. Ia bisa mencium badai bahkan sebelum awan muncul atau layar diterpa angin keras pertama yang berhembus. Ramalan cuacanya jarang salah. Hujan pasti turun sebelum fajar.

Giginya yang hitam akibat nikotin menggigit acar. Ia menikmati kuah acar berbau bawang putih itu. yang dihalau dengan sepotong keju. Situasi benar-benar tidak akan bertambah baik. Jordan tak bisa memahami orang-orang yang bersedia upah kerja seminggu untuk membeli makanan yang sama sekali tidak banyak, padahal mereka bisa makan sama enaknya-dan dalam pikiran Jordan jauh lebih enak-dengan harga satu setengah dolar. Maksimum.

Tentu saja mereka membayar lebih dari sekadar makanannya. Mereka membayar parker, taplak meja putih bersih, dan para pelayan yang mengenakan anting dan angkuh, yang bersikap seolah-olah kau menyusahkan jika meminta mereka membawakan roti tambahan. Mereka membayar nama prancis mewah yang dibubuhkan pada hidangan potongan fillet ikan yang biasanya disebut tangkapan-hari-ini. Jordan pernah melihat pakaian semewah itu dipelabuhan diseluruh pelosok bumi. Beberapa bahkan muncul di key west sini, dan merekalah yang paling Jordan benci.

Karena sekarang bukan akhir pekan, jalanan cukup sepi. Musim turis semakin berkurang. Puji syukur kepada tuhan atas pemberian-pemberian kecil, pikir Jordan sambil meneguk kaleng pepsi-nya dan melontarkan caci-maki tidak senang terhadap turis. Khususnya para turis yang datang berduyung-duyung ke key west.

Ribuan turis singgah setiap tahunnya, tubuh mereka diolesi tabir surya yang baunya seperti muntahan monyet, mengendong kamera beserta peralatannya, menyeret anak-anak yang merengek karena lebih suka dibuat terpesona oleh keajaiban buatan manusia di Disneyland Orlando daripada menonton salah satu pemandangan matahari terbenam paling spektakuler diplanet ini.

Jordan hanya benci pada orang-orang bodoh yang bekerja begitu giat selama lima puluh minggu setahun sampai terancam serangan jantung dini, hanya supaya pada sisa waktu dua minggu berikutnya mereka bisa bekerja dua kali lebih keras untuk bersenang-senang. Yang bahkan lebih membingungkan bagi Jordan, mereka bersedia mengeluarkan uang dari saku dibokong mereka yang kendur dan pucat demi mendapatkan hak istimewa itu.

Sayangnya, kelangsungan hidup bagi Jordan bergantung pada mereka. Dan bagi Jordan, itu dilemma. Ia benci serbuan turis, tapi tak bisa mencari nafkah tanpa mereka.

Marine chartens and rentals mendapatkan masukan dari uang yang dihabiskan orang-orang yang berlibur disana. Jordan menyediakan peralatan skuba dan snorkeling, menyewakan kapal, dan membawa mereka ke ekspedisi memancing dilaut dalam, supaya mereka bisa kembali kepantai dan difoto dengan muka cokelat sambil nyengir memegangi ikan besar, yang mungkin lebih merasa terhina oleh pengambilan foto tolol itu daripada ditangkap.

Malam ini bisnis tidak terlalu bagus, tapi bisa dibilang damai. Dan itu bukan hal buruk. Sama sekali tidak. Tidak bila dibandingkan dengan hidup diatas kapal dagang, dimana kamar-kamarnya berisik, sempit, dan tidak ada privasi. Jordan sudah lama mengalaminya, terima kasih. Jordan kim bersedia dianugerahi kesunyian dan ketenangan kapanpun juga.

Air dipangkalan masih setenang air danau. Lampu-lampu ditepi pantai memantul dipermukaan air hampir tanpa guncangan. Kadang-kadang, tiang kapal layak berderik atau Jordan mendengar telepon bordering disalah satu kapal pesiar. Kadang satu atau dua nada music atau beberapa pukulan perkusi mengalun dari salah satu kelab malam dipesisir pantai. Lalu lintas berdesing tanpa henti. Selebihnya keadaan tenang, dan meskipun artinya secara financial minggu itu paceklik, Jordan lebih suka begitu.

Malam ini ia mungkin menutup toko dan pulang lebih awal, tetapi ada satu kapalnya yang masih dilaut. Ia menyewakan kapal sepanjang dua puluh lima kaki itu pada beberapa anak, jika kau bisa menyebut mereka yang berusia dua puluh tahunan sebagai anak. Dibandingkan Jordan, mereka memang masih kanak-kanak. Dua lelaki, satu perempuan, yang bagi Jordan merupakan kombinasi yang rentan dalam situasi apapun.

Anak-anak itu berkulit putih dan ramping, menarik dan percaya diri. Hingga kelihatan sombong. Jordan menduga mereka tak pernah bekerja seumur hidup mereka. Mereka orang setempat. Atau setidaknya pendatang yang menetap disini. Ia pernah melihat mereka disekitar sini.

Mereka sudah setengah mabuk ketika naik kekapal itu persis sebelum senja, dan mereka membawa beberapa kotak pendingin kekapal bersama mereka. Melihat cara mereka mengangkatnya, kotak-kotak pendingin itu pasti berat seperti jangkar. Kemungkinan besar kotak-kotak itu minuman keras. Mereka pasti meninggalkan pantai khusus untuk minum-minum dan berpesta selama beberapa jam. Jordan sudah ragu apakah sebaiknya ia menyewakan kapal itu pada mereka atau tidak, tapi laci kasnya yang hampir kosong membujuknya dan mengatakan mereka tidak benar-benar mabuk.

Jordan sudah memerintahkan agar mereka tidak minum-minum saat mengemudikan kapalnya. Mereka melemparkan senyum sebusuk senyum pedagang berlian dan meyakinkan Jordan, itu sama sekali bukan niat mereka. Yang satu membukuk dan nyaris tak bisa menahan tawa. Ia pasti menganggap itu Cuma nasihat dari pria tua tolol beruban. Yang satunya member hormat pada Jordan dengan ringkas dan berkata, "aye, aye, sir!"

Sewaktu Jordan membantu wanita muda itu naik kekapal, ia berharap gadis itu tahu apa yang akan dihadapinya. Tapi ia menduga gadis itu tahu. Ia pernah melihat gadis itu disekitar sini. Sering bersama banyak pria. Sebuah penutup mata pasti menutupi lebih banyak kulit daripada celana bikini gadis itu, dan Jordan tak berhak menyebut dirinya sendiri lelaki jika ia tidak menyadari gadis itu lebih baik tidak usah repot-repot memakai bagian atas bikininya sekalian.

Dan gadis itu memang tidak lama-lama memakainya.

Bahkan sebelum mereka meninggalkan pangkalan, salah satu pria itu telah merengut bagian atas bikininya dan melambaikannya diatas kepalanya seperti panji kemenangan. Usaha gadis itu untuk mengambil kembali bikininya itu berubah menjadi permainan tampar-dan-gelitik.

Sambil memerhatikan kejadian itu saat kapal bergerak lambat meninggalkan pangkalan, Jordan menggeleng dan menganggap dirinya beruntung karena tak pernah punya anak yang perempuan yang harus dilindungi dari sifat buruknya.

Akhirnya hanya ada sepotong sarden yang tersisa dikaleng. Jordan mencubitnya dari minyak, membentangkannya diagonal diatas biscuit saltine, menambahkan potongan acar terakhir dari seiris keju. Membasahinya dengan Tabasco, menumpuk biscuit lain diatas, dan memasukkan semuanya ke mulut, lalu membersihkan remah-remah dari janggutnya.

Sambil mengunyah puas, Jordan kebetulan melirik kearah pintu masuk pelabuhan. Apa yang dilihatnya membuat sandwich itu tersangkut ditenggorokkannya. Ujung biscuit menggores esofagusnya saat ia memaksa menelan sembari menggerutu, "brengsek, dia pikir apa yang sedang dilakukannya?"

Baru saja Jordan mengungkapkan pikirannya keras-keras, bunyi panjang klakson kapal yang mendekat hampir menjatuhkannya dari bangku.

Bagaimanapun ia toh akan turun dari bangku itu juga. Karena pada saat sandwich sarden itu masuk keperutnya, Jordan sudah berada diluar pintu pondok tempatnya menyimpan peralatan sewanya. Dengan marah ia berjalan lambat keujung dermaga, melambaikan kedua lengannya dan berteriak pada pengemudi kapal itu-mungkin turis dari salah satu Negara bagian yang dikelilingi daratan yang tidak pernah melihat air yang luasnya lebih besar daripada palung air-bahwa ia terlalu cepat mengemudikan kapal menuju pangkalan, bahwa ia melanggar peraturan "tidak boleh ada jalur ombak disisi kapal". Dan bahwa tindakannya yang serampangan akan membuatnya harus membayar denda besar jika tidak dipenjara beberapa malam.

Lalu Jordan mengenali kapal itu miliknya. Miliknya! Si brengsek tolol itu sedang menyalahgunakan kapalnya, kapal terbaik dan terbesar diantara luruh armadanya!

Jordan menyerukan berondongan umpatan, peninggalan tahun-tahun sebagai mariner kapal dagang. Setelah ia menangkap anak-anak itu, mereka akan menyesali hari saat ayah mereka membuahi ibu mereka. Jordan mungkin sudah tua, jelek, dan bungkuk. Ia mungkin sudah brewokan dan jalannya agak tertatih-tatih akibat pertikaian sial dengan seorang pria kuba berpisau, tapi ia sanggup menghadapi beberapa anak lelaki pantai yang tampan-"dan percayanlah, dasar kalian baji*gan kecil arogan!"

Bahkan setelah kapal itu menjauhi pelampung, kecepatannya tidak berkurang. Kapal it uterus melaju. Kapal itu luput dari kapal layar sepanjang empat puluh dua kaki hanya dalam jarak beberapa inci sehingga kapal itu bergoyang-goyang. Sebuah kapal kecil menabrak bagian samping kapal pesiar seharga jutaan dolar itu, dan orang-orang yang sedang menyesap minuman keras di dek kapal pesiar yang dipelintur itu bergegas kejeruji dan meneriaki pelaut ceroboh itu.

Jordan mengayung tinjunya kearah pria muda yang memegang kemudi. Anak tolol yang mabuk itu mengemudi lurus menuju dermaga, seperti gerakan kamikaze. Tiba-tiba ia mematikan mesin dan memutar kemudi dengan cepat kearah pangkalan. Bagian luar kapal menyebabkan embusan ekor berbuih tinggi.

Jordan hanya punya waktu kurang dari sedetik untuk melompat menjauh sebelum kapal menubruk dermaga. Pria muda itu perlahan-lahan menuruni tangga kokpit, melintasi dek yang licin, melompat kedermaga yang dibuat dari tumbukan kayu, tersandung paku, lalu merangkak maje beberapa meter dengan kedua tangan dan kaki.

Jordan memusatkan diri pada pria tua itu, merenggut bahunya, dan membalikkannya seperti yang akan dilakukannya pada ikan yang hendak ia keluarkan isi perutnya. Sebenarnya, jika Jordan punya pisau untuk memotong fillet ditangan, ia mungkin sudah menggorok pemuda itu sebelum ia bisa menghentikan dirinya. Untunglah ia hanya disenjatai serangkaian umpatan, ancaman, dan tuduhan.

Tapi semua itu lenyap sebelum diucapkan.

Hingga saat itu, kosentrasi Jordan tertuju pada kapalnya, bagaimana kapal itu dikemudikan dengan sembrono dan cepat menuju pangkalan. Ia tidak terlalu memperhantikan pria muda yang mengemudikannya.

Sekarang ia melihat wajah anak itu berdarah. Mata kirinya bengkak hingga tidak bisa dibuka. Kaus oblongnya compang-camping, menempel kebagian atas tubuhnya yang ramping seperti lap basah.

"tolong aku. Tuhan, oh, tuhan."ia menampik tangan Jordan dari bahunya berusaha berdiri.

"mereka diluar sana."katanya, dengan kalut member isyarat kelaut yang membentang. "mereka ada dilaut. Aku tidak bisa menemukan mereka… mereka…"

Jordan pernah menyaksikan seorang pria digigit hiu. Ia berhasil menarik pria itu dari air sebelum si hiu menggigit bagian lain selain kaki kiri pria itu. pria itu masih hidup namun keadaannya buruk, syok, ketakutan setengah mati, terus berceloteh tak jelas sementara tubuhnya mengucurkan darah kepasir.

Jordan mengenali tingkat kepanikan liar yang sama dimata pemuda itu. ini bukan gurauan, bukan pamer, bukan kegilaan orang mabuk seperti yang mula-mula disangkanya. Anak itu-yang tadi memberinya penghormatan dengan cerdas-kini tertekan hingga taraf histeris.

"tenanglah, nak."Jordan memegang bahunya dan mengguncangnya sedikit. "apa yang terjadi? Dimana teman-temanmu?"

Pemuda itu menutupi wajahnya dengan kedua tangannya yang berdarah dan memar-memar. Ia terisak tak terkendali. "di air."

"jatuh kelaut?"

"ya. Oh, tuhan."

"sibrengsek itu hampir menghancurkan yachtku! Persetan, apa sih yang dilakukannya?"

Seorang pria yang memakai sandal datang dengan sikap arogan, kedua tangannya dipinggul, tubuhnya menguarkan cologne yang akan membuat pelacur yang punya harga diri manapun berpikir bau itu terlalu tajam. Pria itu hanya mengenakan celana renang speedo dibawah perutnya yang buncit dan ditutupi bulu hitam ikal. Ada gelang emas tebal dipergelangan tangan kanannya dan dia bicara dengan aksen timur laut sengau-persis jenis aksen yang tak pernah gagal mengusik sifat ingin berkelahi Jordan.

"anak itu terluka. Ada kecelakaan."

"kecelakaan apa? Dia sudah membuat dinki doo-ku penyok."mereka disusul teman wanita si pria, mengenakan bikini dan sepatu bertumit tinggi. Kulitnya cokelat dan payudaranya tidak asli. Dibawah kedua lengannya, wanita itu mengepit pudel mainan. Kedua boneka itu diberi pita merah muda dan mereka menyalak marah.

"telepon 911,"cetus Jordan.

"aku ingin tahu apa yang hendak dilakukan anak brengsek ini-"

"telepon 911!"

.

.

.

Bagian dalam 'kantor' Jordan berbau sarden, rami basah, ikan mati, dan oil. Pondok itu kelewat hangat dan pengap. Seolah-olah tidak bisa menyediakan cukup oksigen bagi tiap pria karena biasanya hanya terisi seorang pria.

Lantainya yang sempit dipenuhi peti berisi peralatan memancing dan menyelam, gulungan tali, peta dan grafik, suplai dan peralatan pemeliharaan, lemari bekas metal model lama yang jarang diisi Jordan, dan bangkunya, yang telah diselamatkan dari kapal karam dan dibeli dipelelangan dengan harga tiga puluh dolar.

Anak yang menabrakkan kapal Jordan telah muntah dua kali ketoilet, tapi Jordan menduga perasaan mual itu lebih karena tegang dan takut, bukannya sedikit brendi yang diam-diam Jordan berikan padanya saat tak ada yang melihat.

Tentu saja anak itu sudah banyak minum sebelum meneguk brendi, dan itu bukan sekadar asumsi. Anak itu mengakuinya pada coast guard yang sekarang sedang menginterogasinya. Kepolisian key west mendapat bagian menginterogasinya soal penabrakan kapal ke dok. Setelah itu ia dialihkan ke coast guard yang ingin tahu apa yang terjadi diatas kapal hingga kedua temannya berakhir di samudera atlantik.

Pemuda itu memberitahu nama dan usia mereka beserta alamat mereka. Jordan sudah mencocokkan informasi itu dengan formulir persetujuan penyewaan kapal diisi kedua pria muda itu sebelum naik kekapal. Ia menegaskan data itu pada sipetugas.

Jordan tidak senang membagi tempat pribadinya dengan oran asing, tapi ia senang tidak diminta menunggu diluar sementara para penegak hokum menginterogasi anak itu. pangkalan sekarang dipenuhi penonton yang tertarik pada adegan drama itu seperti lalat tertarik pada setumpuk pupuk kandang. Dan setiap kejahatan akan melibatkan personel berseragam.

Karena secara intim pernah mengenal penjara diberbagai pelabuhan dibeberapa benua, Jordan tidak menyukai seragam dan lencana. Lebih baik ia menghindari jenis otoritas apapun. Jika seorang pria tidak bisa hidup berdasarkan peraturannya sendiri, nuraninya tentang hal yang benar dan salah, apa gunanya hidup? Sikap itu telah membuat Jordan mencicipi mobil polisi diseluruh pelosok dunia, tapi itu falsafahnya dan ia akan berpegang teguh padanya.

Tapi Jordan harus menyerahkan pemuda itu kepada petugas coast guarddan polisi local yang menginterogasinya dan mengorganisir kelompok pencarian-dan-penyelamatan: mereka tidak bersikap menyebalkan mengenai hal itu.

Jelas anak itu hampir luluh lantak. Para pria berlencana itu cukup paham dan sadar bahwa pemuda itu mungkin bakal ambruk kalau mereka terlalu menekannya. Akibatnya mereka tidak akan mendapatkan apa-apa. Untuk menenangkan anak itu dan mendapatkan jawaban, mereka akan bersikap cukup lembek padanya.

Anak itu masih mengenakan celana renang basah dan sepatu kets yang menetsekan air laut kelantai kayu kasar kemanapun ia menggerakkan kaki. Selain memberikan anak itu brendi, Jordan menyampirkan selimut ketubuhnya, tapi sudah sejak tadi anak itu melepas selimut dan kaus oblongnya yang compang-camping.

Diluar, langkah kaki orang yang berlari dan suara yang girang membuat kepala pemuda itu mendongak. Ia menatap pintu dengan penuh harap.

Tapi langkah kai itu berlari terus. Sipetugas, yang memunggungi untuk mengambil kopi, berbalik dan membaca ekspresi wajah anak itu. "kau akan mengetahui kabar mereka segera setelahkami mendengarnya, nak."

"mereka pasti masih hidup." Suaranya seperti orang yang telah berteriak lama sekali ditengah amukan badai. Sesekali suara anak itu lirih saat mengucapkan sesuatu. "aku hanya tidak bisa menemukan mereka. Diluar sana gelap sekali." Matanya bergantian menatap Jordan dan petugas coast guard. "tapi aku tidak mendengar mereka. Aku memanggil mereka terus menerus, tapi.. kenapa mereka tidak menjawabku? Atau berhak minta bantuan? Kecuali mereka…" ia tak sanggup mengucapkan keras-keras apa yang ditakuti mereka semua.

Sipetugas kembali ke bangku Jordan, yang diletakkan didekat kursi sipemuda yang duduk dengan bahu membungkuk. Selama beberapa menit yang memberatkan hati, sipetugas tidak melakukan apapun kecuali menyesap kopi panasnya.

Situasi sangat menyebalkan, tapi Jordan tetap diam. Ini urusan penegak hokum, bukan urusannya. Kapalnya diasuransikan. Pasti ada berkas-berkas sesudah ini, dan penaksir kerugian asuransi yang penuh curiga untuk diajak tawar-menawar, tapi pada akhirnya, ia akan mendapatkan ganti rugi yang lumayan. Bahkan mungkin sedikit lebih baik daripada keadaan sebelumnya.

Jordan lebih tidak optimis mengenai keadaan anak ini. Asuransi sebesar apapun tidak akan membuat hidupnya lebih mudah setelah kejadian ini. Mengenai dua temannya yang telah jatuh kelaut, Jordan tak punya banyak harapan. Presentase kemungkinan mereka masih hidup sangat kecil.

Jordan pernah mengenal beberapa pria yang telah tenggelam dan selamat sehingga bisa menciptakan kisah mereka, tapi tidak banyak. Jika kau terjatuh kelaut, tenggelam mungkin merupakan cara paling enak untuk mati. Kedinginan menyiksamu lebih lama. Dan bagi predator, kau hanyalah makanan lain.

"kenapa kau tidak menggunakan radio untuk meminta bantuan?"

"aku menggunakannya. Maksudku, aku mencoba. Aku tidak bisa membuat radio itu berfungsi."

"beberapa kapal lain mendengar seruan SOS-mu. Berusaha memberitahumu agar tetap berada ditempat. Kau tidak melakukannya."

"aku tidak mendengar mereka. Kurasa…" sekarang pemuda itu menatap Jordan. "kurasa aku tidak terlalu memerhatikan ketika dia menunjukkan pada kami cara mengoperasi radio."

"kesalahan besar."

"ya, sir."

"kau bukan pelaut kawakan?"

"kawakan? Tidak, sir. Tapi ini pertama kalinya aku mendapat masalah."

"uh-hu. Ceritakan tentang perkelahian itu."

"perkelahian?"

Sipetugas memberengut. "jangan membodohiku sekarang, nak. Sebelah matamu bengkak hingga tidak bisa dibuka. Hidungmu berdarah dan bibirmu robek. Buku-buku jarimu lecet dan memar. Aku tahu bagaimana baku hantam itu, oke? Jadi jangan main-main denganku."

Bahu lelaki muda itu mulai berguncang. Matanya berlinangan, tapi ia bahkan tidak repot-repot berusaha membendung tangisnya atau mengusap hidungnya yang basah.

"apakah karena gadis itu?" Tanya si petugas dengan suara yang lebih lembut. " mr. kim bilang gadis itu menarik. Gadis pesta adalah gambaran terbaik yang bisa dikatakannya. Dia milik salah satu dari kalian?"

" maksud anda pacar? Tidak,sir. Dia hanya teman biasa."

"kenapa dia menyerangmu?"

Anak itu menggeleng.

"itu tidak benar, bukan nak? Kau tahu kenapa dia menyerangmu. Jadi beritahu aku. Apa yang membuat sahabat karibmu cukup marah sehingga memukulmu?"

"iri." Katanya parau. " semua ini karena itu. iri hati."

C. K. H

Kepulauan hwanjunam, seoul

Februari 2013