Hallo minnaaaaa~
*tanpa beban dadah dadah*
Saya datang lagi dengan ff terbaru saya, ya ya ya ya saya tahu yang kalian maksud, ff saya yang lain masih still progress kok, tapi bener-bener ga bisa nahan buat publish yg ini, sebelum semua kenangan saya tentang dia hilang. Haha *mulai mellow*
Okeee, di ff inilah saya akan menjelaskan kemana saya selama beberapa bulan belakangan ini, beda dengan ff saya yang lainnya ff saya kali ini terinspirasi dari kamu my bee . itu berarti semua yang ada di ff ini menceritakan tentang saya dan dia walau terdapat beberapa penyesuaian tapi tidak mengurangi sedikitpun esensitas dari kenangan yang kamu kasih ke saya bee.
Maksud saya menuliskannya dif fn ini hanya untuk sekedar membuat sebuah bukti nyata setiap momen yang saya habiskan bersama bee sebelum semuanya hilang dimakan waktu dengan kapasitas pengingat saya yang rendah. Hehe
Semoga kamu baca bee, dan mengerti bahwa sampai kapanpun kamu tetap my dearest bee.
Disclaimer : naruto still and belongs to Masashi Kishimoto-Sensei forever
Foolish heart is officially mine
.
.
.
.
.
.
"Itulah fungsinya cinta, untuk menyatukan segala perbedaan yang ada."
"Tapi, jika perbedaan itu terlalu nyata apa bisa kita meleburkannya hanya dengan kata cinta?"
Xoxoxoxoxo
Tetes embun pagi mulai menguap dari daun tempatnya berpijak seiring dengan sinar mentari mulai menyoroti bumi malu-malu. Semburat merah langit mulai terlukis indah di ujung horizon, seakan menyapa dunia hangat. sebuah pagi yang indah di bulan Juni yang tidak ingin dilewati secara sia-sia oleh siapapun, tak terkecuali aku.
Aku kembali mematut wajah cantikku di cermin berukiran kayu besar yang mengekspos seluruh tubuhku. terlihat seorang gadis yang beranjak dewasa mengenakan sebuah kemeja berenda berwarna merah marun dan sebuah rok hitam span selutut yang menyuguhkan keindahan alami. Terasa aneh melihatku yang biasanya mengenakan seragam abu-abu lugu itu kini menjelma menjadi gadis dewasa dengan mengenakan SOP kuliah.
Ya, aku bukan hanya siswi biasa sekarang, karena sebelum kata siswi itu kini tersemat kata maha yang merubah orientasi hidupku. Ya, aku mahasiswi sekarang.
Aku mendudukan diriku didepan meja rias, mengambil cream pagiku dan mengolesnya perlahan keseluruh permukaan wajahku,setelah yakin seluruh cream menutup wajahku sempurna aku beralih mengambil bedak dan menyapukannya keseluruh wajahku.
Aku menepuk-nepuk pipiku yang berisi perlahan. Ya, inilah alasan kenapa Airplanes-nya B.o.B ft. Hayley Williams mulai berkumandang indah dikamarku sejak jam 5 pagi tadi –aku membutuhkan waktu lebih untuk mematut diriku didepan cermin.
Aku kembali pada aktifitasku memberikan sentuhan make-up casual ke wajahku yang ayu, aku memulainya lagi dengan mengambil brown eye dust dan mengaplikasikannya secara lembut kekelopak mataku dari ujung luar hingga keujung dalam. Tak lupa aku menambahkan pulasan mascara yang mampu memboost ringan bulu-bulu mataku yang lentik,kemudian perhatianku teralih pada blush on berwarna pink softly yang segera meronakan pipiku. Dan sentuhan terakhir aku menambahkan lip balm untuk melembabkan dan memberikan kilauan menggoda dari bibirku.
"Selesai." Aku tersenyum melihat hasil kerjaku tadi, sekarang yang tersisa hanya menata rambutku serapih mungkin. Aku melepaskan sebuah roll besar yang sedari mandi telah aku gunakan untuk menggulung poniku. Aku membelah rata poniku ke kedua sisi wajahku, seolah-olah mengcover permukaan wajahku. Lalu aku mengambil sisir dan menata asal bagian rambutku yang belakang, aku tidak mau terlihat terlalu formal.
Tanganku meraih sebuah botol Kristal berwarna pink di mejaku dan menyemprotkannya kebagian leherku yang jenjang. Wangi soft rose langsung menyeruak,wangi kesukaanku. aku beralih menuju rak sepatu yang tersusun rapih dipojokan kamarku, memlilih sebuah flat shoes berwarna merah marun dengan sebuah pita yang tersemat manis dibagian depannya. aku melirik sekilas ke sebuah jam berbentuk mawar yang tergantung anggun diatas kasurku melalui kaca. Jarum panjang jam itu telah menunjukkan pukul 7 pagi dimana seharusnya aku telah meninggalkan kamarku dan bergegas menuju kampus.
Dihari pertama kuliah tidak mungkin aku terlambat kan?
Aku segera menarik tas tangan leopard-ku dan menyandingkannya kebahu, tak lupa untuk membawa buku Pengantar Ilmu Pertanian yang tergeletak diatas meja belajarku. Kenapa aku membawa buku itu? karena aku adalah seorang mahasiswi di sebuah Universitas yang lebih memfokuskan kurikulum yang berbasis ilmu pertanian. Konoha Agricultural University, termasuk 5 besar universitas yang sangat diminati di Konoha.
Aku segera menuruni anak tangga dengan tergesa-gesa, mencomot sepotong roti berisikan selai strawberry yang telah disiapkan oleh bundaku dan segera mengambil kunci mobil yang tergeletak manis diatas buffet.
"Aku pake Jazz ya Yah, March-ku begitu kotor aku lupa mencucinya kemarin." Aku tersenyum manja pada ayahku yang hanya melirikku sekilas dari balik lembaran korannya.
"Kau ini kebiasaan Sakura, seenaknya saja seperti itu." bunda yang menyahutiku dari dapur sambil membawa segelas besar susu yang segera aku tegak setengahnya.
"Aku berangkat dulu ya Bunda sayang." Aku mengecup pipi wanita setengah baya yang tetap anggun dalam balutan dress sederhana berwarna putih gading disampingku sekilas dan memeluk singkat pria yang sangat berwibawa meskipun mulai terlihat beberapa garis menua dibawah matanya.
"Jangan pulang malam-malam." Sela ayahku sebelum mulai menyeruput pelan kopi didalam cangkirnya. Aku segera bergegas menuju sedan Jazz merah yang telah terparkir manis ketika aku membuka pintu depan rumahku. Tergesa-gesa aku membuka pintunya dan dengan cepat melompat masuk kebalik kemudinya. Kuputar kunci mobil kekanan dan segera terdengar bunyi mesin yang menderu disusul dengan melajunya Jazz merah itu kejalanan.
Xoxoxoxoxoxoxo
Setengah jam kemudian sampailah aku kedepan sebuah gerbang besar yang bertuliskan Konoha Agricultural University dengan tinta perak yang mengesankan keeleganannya. Aku tersenyum simpul sambil terus melajukan Jazz-ku.
Di sinilah aku akan memulai kehidupan baruku dari awal dengan segala hal yang baru. Be nice with me ya.
Aku berjalan santai sambil memainkan blackberry-ku, Ino –temanku sewaktu SMA sangat berisik dengan mem-PING contactku terus menerus untuk menanyaiku dimana kelas pertama kita akan berlangsung. Apa dia tidak mengerti akupun tidak tahu dimana kelas H-Rek itu sebenarnya.
Aku mengedarkan kedua mata emerald-ku kesekeliling hanya untuk mendapati sekelompok pria aneh yang sedari tadi terus memperhatikanku. Tidak mereka lagi Tuhan, sudah cukup selama tiga tahun di SMA-ku dulu aku selalu diikuti sekelompok pria aneh itu.
Ayolah lihat saja mana ada pria normal yang mencat rambutnya berwarna kuning terang seperti itu, apalagi ditambah dengan tiga pasang garis diwajahnya yang menurutku membuatnya terlihat sepeti kucing. Dan lagi pria dengan rambut terkuncir naik keatas yang terlihat seperti nanas itu seolah-olah terus berada dalam keadaan mengantuk. Berlawanan dengan pria berambut bob yang tampak amat sangat bersemangat. Keanehan mereka bertambah lengkap dengan pria yang terus menerus menggunakan kacamata hitam dengan kedua tangannya selalu tersembunyi aman dibalik saku jaketnya.
"Hey Sakura!"terlihat pria berambut kuning itu melambai penuh semangat kearahku. jangan, kumohon jangan datang kemari. Aku terus mempercepat langkahku untuk membuat jarak dari segerombolan pria aneh itu.
"Sakura! Kelas kita bukan kearah sana." Kali ini si rambut Bob Lee yang berteriak. Mau tidak mau aku membalikkan badanku malu,dan berjalan lunglai kearah mereka yang begitu bahagia menerimaku. Aku tidak bisa lagi mengacuhkan mereka dengan keadaan aku tidak tahu dimana kelasku.
"Kelas kita dimana?" aku bertanya lesu dan mendapatkan dorongan dipunggungku sebagai jawabannya. Mereka menggiringku seperti anak ayam tanpa memperdulikan usahaku dari pagi hari untuk berpenampilan secantik ini, dan dihari pertamaku kuliah aku telah disambut dengan kejadian yang memalukan ini.
Xoxoxoxoxoxoxoxo
Sesampainya dikelas aku segera memisahkan diri dari keempat pria tak wajar itu dan melangkah elegan menuju depan kelas, kududukan tubuhku secara anggun dibarisan kedua. Dengan sedikit menyibakkan rambutku aku menoleh kekanan dan mendapati wanita yang malu-malu menatapku dengan mata putihnya itu, warna iris yang aneh. Lalu, aku memutar kepalaku kearah kiri dan menemukan wanita berambut coklat tercepol dua diatas kepalanya, aku nyaris tertawa jika tidak menahannya mati-matian, hello ladies, we're in collage now. What a childish you are.
Secara tiba-tiba ada sebuah tangan yang menepuk pundakku pelan, aku memutar tubuhku dan mendapati seorang pria dengan rambut hitam kebiru-biruan yang ia kuncir asal kebelakang,dengan guratan garis memanjang dibawah kelopak matanya yang tengah menatapku intens saat ini.
Dengan sedikit gugup aku menyelipkan bagian rambutku yang menghalangi pandanganku kebelakang telingaku. dengan sedikit berdehem anggun aku balas menatapnya.
"Ada perlu apa denganku?" aku sedikit menegakkan wajahku memberikan kesan padanya bahwa aku bukanlah gadis biasa.
"Kau menduduki bukuku." Seakan ada beribu panah yang langsung menusuk telak ulu hatiku, apa katanya? Menduduki bukunya? Mana ada hal sekonyol itu.
Perlahan aku melirik kebawah bangkuku, dan bingo! Buku itu benar-benar terlihat menderita dibawah tindihan tubuhku. aku menggigit bibir bawahku sambil meringis dan mengedepankan kembali rambut-rambut yang semula terselip manis dibelakang telingaku.
"Maaf maaf, aku tidak tahu kalau bukumu ada dibangku ini." aku segera berdiri dan menepuk-nepuk buku itu keras dengan maksud meninggalkan bekas dudukku diatasnya tapi yang terjadi malah buku itu jatuh mengenaskan kelantai yang basah karena tumpahan air minum entah milik siapa.
Aku hanya bisa ternganga takjub, mana ada hal yang lebih konyol lagi dari ini? dengan segera aku menarik buku itu yang langsung tertutup, lebih parah kali ini basahan itu terus merembes ke halaman-halaman lainnya di buku ini.
Bermaksud untuk membukanya,namun karena terlalu tergesa-gesa halaman yang basah itu malah tersobek dengan amat tragis. Dengan takut-takut aku menengadahkan wajahku untuk menemukan ekspresi kemarahan dari pria yang berkemeja kasual biru tua didepanku.
Aku hanya termenung.
Wajah itu datar, sama sekali tak menunjukkan sedikitpun ekspresi yang manusiawi.
"Sudah selesai?" dengan cepat buku yang mengenaskan itu berpindah tangan ke pria yang mulai meninggalkan aku berdiri terdiam dibelakangnya. Harga diriku melarangku keras hanya untuk terdiam menerima perlakuan yang seperti ini.
"Hey kau! Aku akan ganti bukumu dengan buku yang terbaru, itu edisi kelima kan? Aku akan membelikanmu edisi yang keenamnya." Ia berhenti, aku tersenyum simpul. Kau pikir kau bisa merendahkan nona Haruno seperti itu? terlalu muluk bagimu tuan.
Ia membalikkan badannya, tangan kanannya menunjuk sebuah hologram yang tercetak manis diatas cover buku yang berketebalan 500 lebih itu. aku segera terbelalak,tanpa mengatakan sepatah katapun pria itu kembali berjalan kebelakang dan duduk rapih dideretan terakhir.
Tanpa mengatakan apapun aku tahu maksudnya, aku sangat mengerti arti dari hologram itu, yang secara tegas menandakan betapa jarangnya buku itu. fifth limited edition yang sudah tidak dicetak lagi,yang dengan susah payah aku mencarinya tapi nihil aku tak mendapatnya.
Ya, dia bukan sembarang pria seperti yang aku pikirkan.
Xoxoxoxoxoxoxoxoxo
"forehead kau mau kemana?" dengan akrabnya gadis berambut pirang yang terkuncir rapih satu itu merangkul pundakku hangat. mau kemana? Jika bisa aku ingin terjun ke danau depan perpustakaan itu untuk sekedar masuk kesebuah headline Koran lokal yang memberitakan seorang mahasiswi yang tak bisa menanggung malu memutuskan untuk bunuh diri. Inilah arti yang teramat pas untuk sebuah kalimat asing "So embarrassed I could die"
"Tidak tahu Ino-pig."aku menjawab lesu, dan terus melangkahkan kakiku sesuai haluan yang diberikan Ino disampingku. Kemana saja,asal tak bertemu dengan makhluk menyebalkan itu.
"Baiklah, daripada kau lemas tidak jelas begini lebih baik kita makan dulu sebelum benar-benar lemas karena olahraga." Ino segera menarik tanganku dan menyeretku untuk lebih mempercepat langkahku.
Olahraga saat telah kuliah? Jangan terlalu terkejut mendengarnya. Inilah ciri khas dari universitasku. Ada sebuah mata kuliah yang mendapat cacian maki gratis dari sebagian mahasiswi yang tidak mau terlalu letih berlari keliling lapangan bola yaitu olahraga, sekali lagi OLAHRAGA.
Okay, kampusku satu ini memang maha dahsyat karena selagi mahasiswa-mahasiswi kampus lain mulai berkutat tentang keilmuan mereka masing-masing, tapi kami para pecinta pertanian malah sibuk dengan memupuk iman kami lewat agama, memperkuat nasionalisme kami dengan PKN dan yaaaa membuat kami sedikit lebih cerewet dengan berbagai bahasa.
Aku hanya menghela nafasku pelan, olahraga? Aku sangat membenci hal itu.
Dan waktupun bergulir dengan cepat hingga petang yang tidak pernah aku harapkan inipun datang, kenapa begitu cepat matahari kembali keperaduan bumi?
Aku telah siap dengan seragam olahraga yang membuatku tidak nyaman ini, aku salah mengambil ukuran seharusnya aku ambil S saja jika aku tahu ukuran M-nya sebesar ini yang membuatku terlihat seperti bocah yang memakai baju kebesaran.
Kali ini aku menggunakan sepatu sportku dan menguncir satu rambutku yang sepinggang kebelakang. Poni aku biarkan tergerai karena aku ingin menyisakan sedikit sisi feminimku walaupun dengan tampilan sporty seperti sekarang ini.
"Baiklah semuanya berkumpul." Terdengar teriakan yang menggelora satu gym penuh semangat. Entah darimana pria berambut bob itu berasal,tiba-tiba ia meloncat dari atas tribun menuju kebawah lapangan tempat kami sekarang duduk tercengang melihatnya.
Benar-benar mengingatkanku pada pria serupa yang duduk tak jauh dariku yang sedari tadi terus memamerkan rentetan gigi putihnya dengan acungan jempol kanannya padaku. Bagai pinang dibelah dua, rambut, bahkan gayanya tak jauh beda. Aku takjub.
"Di sore yang indah ini marilah kita mulai dengan penuh semangat. Yo satu dua satu dua." Pria itu mulai melakukan berbagai gerakan pemanasan, kami yang tidak tahu maksudnya apa hanya duduk dan memandangnya seolah-olah melihat sebuah uvo turun dari angkasa.
"Ayo semua berdiri! Ikuti apa yang Gai-Sensei lakukan." Terdengar teriakan semangat dari sisi kananku, ya siapa lagi yang bisa melakukannya selain pria bob satunya. Sekarang aku benar-benar tidak bisa menyembunyikan wajah ketidak tertarikanku melihat sepasang duo bob itu melakukan gerakan pemanasan yang super heboh. Saat sedang mengikuti gerakan peregangan leher secara malas-malasan aku menoleh ke kanan dan blush!
Aku melihat pria itu tengah menatapku dengan mata onyx berwarna merahnya itu. tak sanggup lama-lama aku segera menundukkan wajahku.
"Satu dua satu dua." Aku kembali menolehkan kepalaku kearah kiri, sangat bersyukur karena tidak perlu melihat wajahnya lagi. tunggu ini belum selesai, setelah kiri pastinya akan –
Lagi, untuk kedua kalinya mata kami saling bertatapan, bagaimana bisa kami bertemu pandang seperti ini? bukankah seharusnya kami satu arah. Tapi gerakannya sama dengan teman-teman lainnya disekitarnya, berarti jika begitu aku yang –
"Hey gadis pink disebelah sana! Lakukan yang benar seperti teman-temanmu." Dengan suaranya yang membahana gai-Sensei sangat sukses memerahkan wajahku seketika. Tuhan, keluarkan saja semua hal yang memalukan hari ini untukku.
Setelah selesai dengan pemanasan yang benar-benar membuatku panas, Gai-Sensei menyuruh kami berhitung dari satu hingga dua puluh, aku melihat gadis berambut indigo disampingku bercicit pelan menyebutkan angka dua belas dan tibalah giliranku.
"13." Aku mengatakannya acuh tak acuh dan segera rentetan berhitung itu terus berlanjut hingga kederetan pria. Aku tidak terlalu memperhatikan kelanjutannya karena tengah sibuk membuat simpul ditali sepatuku yang terbuka.
"Baiklah, sekarang yang wanita berdiri sesuai dengan nomornya masing-masing, dan para pria berdiri dibelakangnya sesuai dengan nomor yang kalian dapat." Gai-Sensei memberikan perintah dan segera disusul dengan suara decitan sepatu yang segera memposisikan tempatnya. Aku dengan malas-malasan berdiri disamping rambut indigo yang bernomor dua belas itu. tak lama terdengar hembusan nafas pelan dari belakan punggungku.
Aura ini sepertinya aku mengenalinya.
Dingin.
Dengan ragu-ragu aku membalikkan wajahku kebelakang dan tidak terkejut sama sekali mendapati sosok angkuh itu berdiri menjulang dibelakangku.
Tuhan, kau amat sangat baik hari ini padaku, dari dua puluh peluang yang ada kenapa aku bisa mendapatkan nomor sial itu? dan dilengkapi berpasangan dengan makhluk es itu. sempurna
"Sekarang yang wanita lakukan back up sedangkan yang pria menahan kakinya dan menghitungnya." Gai Sensei mulai berjalan berkeliling memberikan kesempatan bagi kami makhluk lambat dan ribut untuk memposisikan diri kami pada keadaan tengkurap.
Aku ingin menangis jika bisa, tapi ya Tuhan bagaimana bisa aku membiarkannya mencengkram kakiku erat bahkan namanya saja aku tidak tahu.
"Mulai." Gai-Sensei membunyikan peluitnya dengan terlalu bersemangat sehingga menimbulkan bunyi yang memekakan telinga,lalu dengan segera seperti bola basket yang tengah di dribble aku menaik turunkan bagian tubuh atasku. Mulutku terbuka untuk mengontrol nafasku yang mulai payah didetik-detik terakhir.
Priiiiiiiit
Dan akhirnya bunyi yang aku nantikan itu terdengar juga. Aku segera membalikkan tubuhku tanpa menyadari bahwa aku telah membuat pria yang tadi memegang kakiku kehilangan keseimbangannya sehingga membuatnya nyaris terjatuh jika saja tubuhnya tidak menindihku. Sekali lagi,menindih tubuh bagian bawahku dan itu yang artinya wajahnya tepat berada dibagian perut bawahku.
Aku hanya bisa terdiam sebelum dengan sisa tenaga yang tersisa aku berteriak kencang.
"Aaaaaarrghhhhhhh –" suaraku seperti beresonansi di gymnasium yang besar ini,dengan segera aku mendorong keras tubuh tinggi pria yang selalu menyebabkan masalah dari tadi padi untukku.
"Apa yang kau lakukan gadis pink?" Gai-sensei segera menghampiri kami dan memperhatikan dengan seksama satu persatu antara aku dan pria didepanku itu.
"Dia mesum Gai-sensei!" aku menunjuk-nujuk kearah pria yang namanya hingga detik ini belum aku ketahui. Emosiku benar-benar telah sampai puncaknya.
"Aku pemilih sensei." Pria itu berdiri dari duduknya dan menatapku mengejek, pemilih? Maksudmu aku bahkan tidak masuk kedalam kriteria gadismu. Huh. Dia benar-benar mencari masalah denganku.
"Apa katamu? Pemilih, hey bung kau pikir bahkan kau pantas maksud kedalam list sebagai temanku!" aku berdecak kesal sambil menaruh kedua tanganku kedepan dadaku. Menantangnya,eh?
"Sudah sudah hentikan! Apa yang kalian pikir kalian sedang lakukan ditengah pelajaranku?" gai-sensei berusaha memisahkan aku dari pria laknat itu, jika bisa ingin sekali aku mencabik-cabik wajahnya yang datar itu.
"Lihat dirimu sebelum kau berbicara." Pria itu kali ini berjalan meninggalkan gymnasium dengan tatapan maut yang sangat teramat tajam kuberikan padanya. tubuhku bergetar keras, aku pasti akan berlari menyusulnya serta dengan suka hati menjabak rambutnya hingga rontok semua jika saja Ino tidak menyuguhkan sebuah kaca mini miliknya didepan wajahku.
"Lihat wajah hancurmu itu forehead. Bagaimana bisa kau tidak menggunakan mascara waterproof?" aku tidak bergeming, aku hanya menatap wajah didepanku ngeri, terlihat seorang gadis dengan tampilan berantakan dikarenakan rembesan cairan hitam yang berasal dari mascaranya memenuhi hampir seluruh wajahnya. Jika saja bukan iris emerald itu aku tidak akan yakin bahwa gadis itu adalah aku.
"Lihat dirimu sebelum kau berbicara."
Suara pria itu terngiang kembali diotakku, bergema membentur tiap dindingnya. Hatiku mencelos. Aku benar-benar telah dipermainkan.
To be continued
Saya hanya bisa senyam senyum mesem sendiri sambil mengetik ff ini, how nostalgic haha yaaaap itulah pertama kali saya bertemu dengan bee~
Lalalalala *Reader: ga peduli gw.*
Lumayanlah buat kenang-kenangan cucu saya nanti,. Haha apa siiih.
Walau nulis ini hanya untuk kenangan pribadi aja tapi kalo ada yang mau ngomentarin sih monggo monggo aja hahaha *padahal mah ngarep banget diripyuuu*
Oke deeeh sampai ketemu di next chapter yaa :))
