.
.
.
BSD Milik Asagiri Kafuka dan Harukawa Sango
Aku hanya meminjam karakter pencipta BSD untuk penulisan FF ini
.
.
.
"Na ... na ... na ..." Dia bersenandung kecil tanpa nada. Kakinya melangkah gontai. Pikirannya melayang-layang entah kemana. Fantasi membutakannya dari kenyataan, sibuk menari dan bercengkerama tentang hal tabu. Kelabu bercampur biru yang mengatapi tidak cukup untuk menumbuhkan warna haru, warna-warni merah dan jingga yang perlahan namun pasti tertimbun putihnya salju tidak menimbulkan semburat sedikitpun.
Hatinya mati.
Biru kelam itu diterpa badai. Tidak. Tak ada lagi biru di sana, melainkan kelabu, hujan tak pernah bosan turun, tak henti-hentinya membawa berita duka akan kelamnya dunia. Seakan dunia tidak pernah membuka dirinya untuk sekali saja membiarkan penghuninya merasakan kebahagiaan –melainkan selalu saja menuangkan duka dalam berbagai bentuk.
Kakinya berhenti melangkah. Sebatang pohon maple menjulang tinggi di hadapan-nya. Cokelat tua terpantul di mata, lantas dusta usang yang terpatri itu perlahan bangkit. Dengan kejamnya mengatakan kenyataan yang entah sudah keberapa kalinya ditolak mentah-mentah. Maple menyambut teman lamanya dengan suka cita. Kembali merayakan pertemuannya setelah sekian tahun lamanya. Lantas menggugurkan daun-daunnya dan memahkotainya di atas surai senada.
Harusnya dia tertawa lebar kali ini.
Jendela dunia itu tertutup rapat. Tertutup tirai jingga yang kian menumpuk menjadi satu bentuk rancu. Sekelam itukah dunia ini hingga cahaya yang memeluknya erat pun terabaikan lantas tenggelam di antara seribu kegelapan yang melekat di hati?
Kian membeku di banding mencair. Terbekukan waktu tanpa berdebu. Termurnikan hujan tanpa suara. Sekali lagi dan selamanya, mengutuk dunia ini.
Hendak kubawa kemana duka dan lara ini?
Maple turut menangis pilu. Hendak menghibur lantas menggugurkan merah dan memahkotainya di surai senada itu. Turut merasai warna dan perasaannya dalam hening. Mengintip tak selamanya salah. Buktinya, Tuhan selalu mengintip hati manusia dalam gulita. Lantas pergi meninggalkan seribu harapan yang entah di biarkan usang atau dituai lantas dipetik bersama dengan seribu kesedihan yang terbendung.
Resah.
Dia mendekat. Ribuan rintik hujan mendekapnya erat namun lembut. Dengan begitu, sekali lagi. Memurnikan kepedihan yang kian memberontak ganas lantas kembali tertidur, memimpikan manisnya harapan yang sudah tak bernyawa sejak dahulu kala. Langkah itu menghiasi salju yang dibuang percuma oleh langit. Senandung tanpa nada itu terputar kembali. Membawa duka dan lara. Betapa tidak adilnya Tuhan, kelamnya dunia dalam satu insan? Tidak cukup menyiksa baginya. Lantas dengan naifnya terbiasa akan pedihnya lara, tertidur dengan sembilu yang menancap di dada.
Tahun ini pun sama. Sang maple gagal menuaikan tugasnya.
Ayo berjumpa lagi Teman, lantas biar kucairkan es itu.
Tamat
.
.
A/N : Hai!~ Ini One Shoot pertama aku wkwk. Dan FF ini terinspirasi dari lagu "Resah." Maaf sekali ya kalau ini puisinya aneh hahaha~ Aku menikmatinya jujur aja selama ketik ini, seolah aku turut hadir di bawah pohon maplenya :)
