YOU STILL DO NOT UNDERSTAND

.

.

.

Disclaimer : Tadatoshi Fujimaki

Warning : BL, Suasana aneh, dan apalah itu

Eoo0O0ooS

27_01

Part 1

Jadilah kekasihku kembali!

.

.

.

Iris keemasannya menatap langit horizon dengan sebuah lengkungan yang terbentuk dari sudut bibir. Tak jauh dari pemandangan sang cakrawala yang telah memenuhi permukaan bola matanya, pandangannya kini beralih pada pemilik surai baby blue yang senada dengan langit yang tergenang di atas kepala.

Kise Ryouta, si pemilik mata caramel menatap lembut anak laki-laki yang berkutat pada kegiatannya sendiri, tanda ia sudah masuk ke dalam dunianya dan Kise merasa ia menjadi racun nyamuk semenjak mereka menikmati udara sejuk di atap sekolah.

"Kurokocchi~" Kise sengaja mengeluarkan nada manja berharap si mungil pemilik permata sewarna azure itu beralih menatap dirinya yang sudah diabaikan sejak jam istirahat dimulai.

"Aku harus belajar giat." Tuturan dengan volume suara teramat pelan keluar dari bibir mungil Kuroko. Matanya beralih ke arah Kise sesaat, lalu kembali terfokus pada rentetan kalimat dengan tinta netral pada buku tebal tersebut.

"Aku malas kalau harus membahas masalah ujian." Kise menghembuskan nafas berat. Matanya menatap lamat-lamat Kuroko yang tenang membaca buku, tetapi tentu saja anak itu serius, meskipun tidak harus dituangkan dengan alis yang berkerut.

Kise menggeser posisi duduknya agar berhadapan langsung dengan tubuh ringkih Kuroko sehingga membuat mereka saling berhadapan. Tangan Kise berayun cepat, kemudian menyambar buku pelajaran yang dipegang Kuroko dan melemparnya ke sembaranng tempat.

"Kise-kun!" Kuroko terkejut dengan perbuatan Kise, tetapi tidak marah dengan ulah si pirang. Lantas berdiri dari duduknya dan bersedia untuk mengambil buku pelajarannya yang telah dibuang oleh makhluk kuning itu.

"Grep!" Kise segera mecegat pergelangan tangan Kuroko, kemudian menarik tubuh mungil bocah itu sehingga membuat bokongnya terjatuh tepat di paha Kise. Betis Kise terantuk dengan semen yang mereka duduki, tetapi tidak membuatnya meringis.

"Kise-kun!" Kuroko menolak posisinya sekarang, ia berusaha berontak dari genggaman Kise, tetapi tentulah Kuroko tidaklah sekuat Kise sehingga tubuh mungilnya tidak bisa lepas dari pangkuan Kise begitu saja.

"Aku mau main dengan Kurokocchi, sayang." Kise tersenyum usil lantas mengendus-ngendus lengan Kuroko yang terbalutkan seragam SMP Teiko—sweater putih bersih yang dikenakan Kuroko digulung Kise.

Kuroko masih berwajah datar seperti biasanya, tetapi tetap berusaha berontak dari pegangan erat Kise terhadap perut datarnya. Apalagi, Kise sekarang tengah menggulung lengan sweaternya sampai ke siku.

"Tetapi Kise-kun juga harus belajar'kan?" Lontaran dari bibir mungil Kuroko diabaikan sang seme begitu saja.

Kise mengembalikan senyumnya, lalu memutar tubuh Kuroko agar berhadapan langsung dengan dirinya sehingga mata mereka saling bertemu pandang. Kise menatap lekat Kuroko. Anak laki-laki berperawakan mungil yang bisa saja bersikap polos untuk menghiburnya.

"Kita punya pilihan SMA yang berbeda," Kise memainkan jemarinya untuk menelusuri pipi mulus Kuroko yang berwarna putih pucat. Kuroko menatap ngerti Kise. Ada rasa takut yang terpancar di wajah datar Kuroko, tetapi justru sebaliknya. Kuroko tidak ingin Kise lepas darinya.

"Itu hanya karena keinginan untuk menjadi kuat." Kuroko menundukkan kepala dengan lunglai sehingga aktivitas yang dilakukan Kise terhenti bersamaan dengan dahi Kuroko yang terantuk dengan dahi Kise tanpa sengaja.

"Bicara apa sih," Kise langsung mengacak-ngacak surai baby blue Kuroko dengan gemas, kemudian memilih melepaskan pangkuannya terhadap tubuh mungil Kuroko.

"Kita harus ke kelas." Kise berdiri dari duduknya dan mulai menepuk-nepuk celananya yag berdebu.

"Ayo, Kurokocchi." Kise melambaikan tangan kanan sambil tersenyum manis.

Kuroko melalukan hal yang tidak jauh berbeda dengan Kise. Ia berdiri sambil memungut bukut tebalnya, kemudian menepuk bagian belakang celana dengan susah payah.

Kuroko menganggukkan kepala dan menyusul Kise yang masih setia berdiri di ambang pintu.

Itu terakhir kalinya obrolan manis mereka di masa menengah pertama.

.

.

.

"Aku tidak mau memaksakan kehendak, sayang." Kise sedikit membungkukkan badannya di hadapan Kuroko yang tak lebih tinggi darinya, kemudian mengelus-ngelus sayang pucuk rambut si biru langit itu dengan pelan.

Terlukis sudah raut takut di wajah tampan Kise, hatinya amat bergejolak menahan sakit. Memikirkan tameng apa yang bisa menutupi hatinya kelak jika, dilanda rindu.

Kuroko mendongakkan kepala.

Apa ini terakhir kalinya Kise dapat melihat wajah datar Kuroko yang teramat lucu di matanya?

Kise berusaha mungkin untuk membungkukan badan, tetapi tetap saja posisi Kuroko tak mengurangi ketidaksejajaran mereka. Tubuh mereka dihempas udara dengan kasar.

Udara menerpa rambut mereka bersamaan. Kise masih tersenyum tipis dan Kuroko hanya mengedipkan matanya sebanyak dua kali sejak Kise menyelesaikan kalimat untuknya dengan lembut.

Kuroko merasa terlalu bodoh sekarang. Ia lebih khawatir dengan jawaban apa yang hendak ia tuturkan.

"Tetapi jika kita memang harus berbeda sekolah, maka hubungan kita sampai di sini." Jelas saja, Kise langsung mengutarakan kalimatnya. Tidak mau menunggu respon Kuroko atau memang tidak mau mendengarnya karena takut.

Kise masih mempertahankan senyumnya dan Kuroko juga masih mempertahankan ekpresi datarnya.

Lama waktu berselang. Tidak ada satupun di antara mereka yang mau buka mulut.

.

.

..

Awan gemuk tampak berwarna kelabu di atas sana. Hari sudah memasuki waktu senja, tak menampilkan semburat orange atau merah muda yang indah nan memanjakan mata seperti biasanya. Sementara sang mentari entah bersembunyi di mana, apa tertutupi warna awan yang kelabu atau mungkin langit tak mengizinkannya untuk tampak secara sempurna.

"Kuroko Teme!" Pemuda dengan kulit kecoklatan serta warna rambut merah gelap tampak mengacak-ngacak rambut pemuda yang memiliki kemampuan misdirection itu sambil tertawa-tawa renyah.

"Kagami-kun, kau berat!" Pemuda bernama lengkap Kuroko Tetsuya itu sama sekali tak mengeluarkan emosinya, tetapi sebisa mungkin berusaha menghindari telapak tangan besar yang hinggap di surai birunya itu.

"Kurokocchi! Kagamicchi!"

Sementara langit kelabu itu masih bertenger di atas sana. Muncul seorang pemuda dengan surai kuning—sedikit memberikan kesan terang untuk background pada senja hari ini. ditambah lagi iris sewarna madunya yang menggoda.

Pemuda bernama lengkap Kise Ryouta itu langsung memeluk pemuda mungil dengan ciri khas manik azure itu. Erat tangannya mengelilingi perut pemuda mungil tersebut, yang sebelumnya sempat menjauhkan telapak tangan kecoklatan milik pemuda dengan panggilan Kagami itu dengan kasar.

"Ck!" Kagami melotot ke arah Kise sambil menaruh ke dua telapak tangannya ke pinggang. Pemuda itu beracak pinggang.

"Se-sak, Ki-kise-kun." Ucap Kuroko terbata-bata di sela kesibukannya mencari nafas sementara tubuh tinggi itu masih terus-terusan menahan tubuhnya agar tak memberontak.

Kise langsung menyengir, kemudian merengangkan pelukannya, tetapi tetap mempertahankan tubuh mungil Kuroko agar berada dekat dengannya.

"Jangan panggil aku Kagamicchi!" Kagami tak terima dengan panggilan yang diberikan pemuda dengan profesi model ini, meskipun itu sebagai bentuk penghormatan darinya sekalipun.

"Dari pada itu, aku harus mengambil hak milikku dahulu." Kise langsung melepaskan pelukannya dari tubuh mungil Kuroko, kemudian mengaitkan jemarinya di jemari Kuroko dengan paksa.

"Kise-kun," Kuroko yang tak bisa berontak hanya mengikuti langkah Kise yang terbilang lebih besar dari langkah kakinya dan sebisa mungkin menyamainya.

"Apa maksudnya mengambil hak milikku?" Kagami bertanya pada diri sendiri. Angin meniup lekuknya dengan kasar sehingga membuat pandangannya jatuh ke atas. Menatap cakrawala yang senja, tetapi sama sekali tak abu-abu seperti tadi.

"Apa Kuroko?" Kagami mengernyitkan dahi bingung memikirkan kalimat yang mencuat dari bibirnya sendiri.

"Aku meminta waktumu," Kise melepaskan genggaman tangannya pada Kuroko pelan, yang menunjukkan bahwa ia ragu melakukannya dan itu sama artinya dengan tak rela. "...sayang." lanjut Kise, kemudian mengulum sebuah senyum dengan jahil.

Kuroko mendongakan kepala membuat manik azurenya memantul ke dalam manik caramel Kise.

Kuroko mengedipkan matanya sekali.

Tak lama dari kegiatan hening beberapa saat itu, Kise kembali mengangkat sudut bibirnya agar lebih ke atas.

"Kurokocchi memang masih kecil, ya." Kise langsung mengangkat tubuh Kuroko sehingga membuat kepala Kuroko yang tadinya mendongak menjadi menunduk untuk menyaksikan pemandangan di bawah sana. Ah, bukan-bukan ini terlalu berlebihan namanya. Maksudnya, Kuroko menatap langsung Kise seperti semula.

Datar.

Dingin.

Dan Memang selalu begitu.

"Tapi aku bertambah tinggi, Kise-kun." Kuroko menepis argumen Kise dengan mimik datarnya yang sama sekali tak berubah walau segaris'pun.

"Ya, ya. Aku cukup sadar kok. Lagi pula semenjak kita latih tanding, pandanganku tentu tak lepas dari Kurokocchi, sayang." Kise masih mempertahankan tubuh Kuroko yang berada di langit-langit dan tetap mempertahankan senyumnya untuk memandang ciri khas Kuroko—iris biru bagaikan bentangan langit di musim panas.

Kuroko menggeleng. "Kise-kun terus memperhatikan Kagami-kun." Ucap Kuroko yang berhasil membuat Kise mengerutkan dahi, kemudian menurunkan tubuh mungilnya dengan hati-hati.

"Ah?" Kise menggaruk rambut keemasannya yang tak gatal. Jadi, pemuda tampan ini menurunkan Kuroko yang malang hanya karena ingin menggaruk rambutnya saja?

"Kau cemburu, sayang?" Kise memainkan alisnya sambil mencondongkan badan ke arah Kuroko.

Kuroko menggeleng.

Kise yang mendapatkan jawaban spontan serta tak berperasaan itu langsung menegapkan tubuhnya, kemudian menepuk dahinya keras.

"Kenapa Kurokocchi tidak berperasaan seperti ini." Kesan Kise langsung berubah seketika saat ia berhasil mengeluarkan air mata buayanya.

"Tapi kita tidak punya hubungan lagi," Kuroko langsung memalingkan wajahnya ketika mengutarakan kalimat tersebut.

"Eh?" Kise menghentikan tangisan buayanya dan segera mungkin menurunkan lengan dari wajah tampannya.

"Tapi Kurokkochi itu kekasihku," Kise langsung menangkap pergelangan tangan Kuroko dan menariknya hingga ke dada Kise dengan pelan. Dramastis.

"Kise-kun bilang kita tak ada hubungan lagi." Kuroko menarik tangannya dari genggaman Kise.

"Memang aku pernah bilang begitu?" Kise tak terima dengan ucapan pemuda dengan keahlian misdirection itu, maka ia kembali menarik pergelangan tangan Kuroko dan kembali meletakkannya tepat di dadanya.

Kuroko tak mengelak dan sebagai respon dari pertanyaan Kise ia jawab dengan anggukan.

"Kapan?" Kise menautkan sebelah alis, mengalah.

"Saat hari kelulusan," jawab Kuroko enteng.

"Eh? Memangnya begitu?" Kise langsung melepaskan genggamannya dan menggaruk tengkuknya pelan.

Kuroko mengangguk lagi.

"Ceritakan secara kronologis," Suruh Kise sambil menarik tubuh mungil Kuroko agar ikut duduk dipangkuannya.

"..." Kuroko bukannya tak menuruti, tetapi ia tengah memposisikan tubuhnnya agar benar-benar terasa nyaman.

"Kalau begitu, aku mau jadi pacar Kurokocci lagi." Bisik Kise di sisi telinga kanan Kuroko dengan lembut dan dengan satu tiupan pasti—Kuroko tertidur pulas.

Mengayomi alam bawah sadarnya dengan tenang.

Tidak ada cicit burung yang bersaut-sautan untuk membangunkan makhluk bernama lengkap Kuroko Tetsuya ini—tubuhnya terbungkus selimut tebal nan berbulu. Sekarang bulan yang bergantian berpijar, tentu saja nyanyian burung digantikan dengan desah angin.

"Sayang..." Kise mengusik telinga Kuroko yang tertindih oleh kepalanya sendiri, kemudian jemari jenjang Kise menelusur leher anak itu perlahan-lahan, lalu menggelitiknya sambil tertawa kecil.

"Engh," Kuroko mengerang pelan, kemudian membuka matanya secara nyata dan membuat posisinya jadi duduk.

Kuroko tak perlu mengantisipasi apa yang tengah diperbuat Kise. Toh, ia tahu sendiri bahwa pemuda dengan julukan tukang tiru itu hanya mencoba membangunkannya. Itu saja. Lantas jemari mungilnya yang berwarna putih pucat menggosok-gosok mata.

Kise menarik jemari Kuroko, isyarat untuk menyuruhnya berhenti pada kegiatannya.

"Kurokocchi minta dibersihkan olehku saja, aku tak masalah." Kise langsung menjulurkan lidahnya di sudut mata Kuroko sehingga membuat anak itu spontan menutup kelopak mata karena menahan geli.

"Geli, Kise-kun." Racau Kuroko sambil menjauhkan kepala Kise dengan cara mendorong-dorong kening sang model kasar.

"Banyak hal yang bisa membuatmu merasa geli nantinya, sayang." Kise menahan pergelangan tangan Kuroko dan mendorong tubuh mungil anak itu agar kembali tertidur.

"Kise-kun, aku harus pulang." Rengek Kuroko tanpa nada yang dimanja-manjakan sepenuhnya. Ingat bocah ini akan terus mengatakannya dengan datar dan pelan.

"Tidak boleh." Kise langsung melepaskan genggaman tangannya kepada Kuroko, kemudian menutup rapat mulut dan memposisikan tubuhnya agar dapat duduk di sisi ranjang.

"Aku ada PR dan harus Sekolah besok." Peryataan polos yang keluar dari mulut Kuroko sukses membuat seorang Kise tertawa.

"Memangnya hanya Seirin yang bersekolah besok?" Kise menompang tubuhnya dengan cara meletakkan ke dua tangan di sisi kanan dan kiri pahanya, kemudian ekor matanya melihat gerak-gerik Kuroko yang ikut menundudukan diri di sisi ranjang.

"..."

"Memang sebegitu pentingnya PR itu dari pada aku, Kurokocchi?" Kise menunjuk dirinya sendiri dengan jemarinya sembari memiringkan kepala ke kanan.

Kuroko mengangguk.

"Kejam!" Kise langsung mengeluarkan air mata buayanya. "aku'kan sudah menembak Kurokocchi."

Kuroko mengedipkan matanya sambil menatap lurus Kise yang secara resmi belum menjadi kekasihnya itu—menurut pola pikir Kuroko sekarang. Toh, bocah ini juga merasa tak logis kalau Kise itu pacarnya, sementara si iris madu inilah yang memutuskan hubungan mereka dahulu.

"Kurokocchi~" Kise menarik kedua telapak tangan Kuroko. Mata Kise dibuat sayu "mau menjadi pacarku?" tanya Kise to the point.

Kuroko lama terdiam. Jam yang tepat di hadapan Kise berderik, Kise ingin memastikan jam berapa sekarang, tetapi ia tak mau kehilangan kesempatan—untuk tidak menatap calon kekasihnya yang mungil ini. Jadi, ia harus mengabaikan tuan atau nona jam itu untuk sementara.

Kuroko mengangguk.

Kise tersenyum, kemudian menolehkan kepala ke arah jam.

20.01 PM

Senyum Kise semakin mengembang.

"Kurokocchi mau mandi?" Tanya Kise sambil memperhatikan tubuh Kuroko yang tepat di sampingnya. Kise menganggukan kepala ke arah pintu berwarna silver, terdapat sticker berwana orange yang mencolok di sana.

"Tetapi aku tidak bawa baju," Kuroko menarik pangkal kaus putih yang ia kenakan ke arah hidungnya. Membuat Kise geli sendiri dengan tingah kekasihnya tersebut. Ya, kekasihnya belum lama ini—sekitar 2 menit yang lalu kira-kira.

"Mana mungkin Kurokocchi sudah menyiapkannya. Pakai baju lamaku bagaimana?" Kise menawarkan.

Kuroko tengah menimbang-nimbang, lalu kembali mengangguk.

"Ini aneh Kise-kun." Kuroko memperhatikan sweater yang terlihat kebesaran di tubuhnya, kemudian memainkan kakinya yang hanya terbungkus celana pendek kuning sebatas paha.

Kise tertawa geli, kemudian membuat posisi tubuh yang tadi rebahan di sofa menjadi duduk sepenuhnya.

Matanya mengamati Kuroko dengan detail, dari ujung kaki hingga ke kepala. Tidak mau menyisakan hal langkah yang terjadi pada Kuroko kesayangannya.

"Aku pikir masih ada baju SMP-ku yang muat ditubuh kecil Kurokocchi, ternyata sudah dibuang semua." Ujar Kise sembari terbahak sesaat tanpa rasa bersalah. Siapa sangka kalau sekarang Kise merasa telah menjebak Kuroko secara tak disengaja.

Kuroko memandang Kise dengan sedikit alis yang saling bertaut.

"Rambut Kurokocchi masih basah, sini aku keringkan!" Kise menggoyangkan telapak tangan ke atas dan ke bawah, kemudian membuka lebar pahanya agar Kuroko dapat duduk di sana.

Kuroko menurut lantas benar-benar duduk di antara kedua selangkangan Kise.

"Nah, kalau Kurokocchi sudah terperangkap begini, harus mengikuti aturanku." Kise tertawa renyah setelah menyelesaikan kalimatnya. Telapak tangan besarnya menggapai surai biru Kuroko yang lepek karena lembab.

"Aku tidak mengerti, Kise-kun." Kuroko menoleh ke arah Kise dengan susah payah hingga ia harus mendongak untuk bertatapan langsung dengan sang model.

"Akanku buat Kurokocchi mengerti." Kise langsung mencium ujung hidung mancung Kuroko.

"Seperti inilah aturannya," Kise langsung mengedipkan sebelah mata dengan jahil sembari melepaskan bibirnya dari hidung Kuroko, lalu mulai mengeringkan rambut Kuroko dengan handuk kecil lagi.

"Tekuk lututmu," Suruh Kise sambil berbisik di telinga kiri Kuroko seraya meniupnya pelan seolah tengah berhadapan dengan lilin yang temaram hingga membuat pemuda dengan kemampuan misdirection ini tergelitik.

"Kenapa?" Kuroko kembali menolehkan kepala sehingga membuat Kise kembali melayangkan ciuman singkatnya dan kali ini tepat di pipi kanan Kuroko.

"Kalau Kurokocchi menoleh ke arahku dan tidak menurut. Aku akan menciummu seperti ini." Kecupan singkat kini jatuh di pipi kiri milik Kuroko.

Wajah pucat Kuroko bersemu merah.

Kuroko benar-benar menekuk lututnya hingga membuat posisinya benar-benar lucu di mata Kise.

"Kise-kun," Lirih Kuroko yang lebih mirip panggilan dipendengaran Kise.

"Kurokocchi mau dicium lagi?" Tawar Kise sambil terbahak, tangannya gesit mengelus surai Kuroko.

"Jangan bercanda," Sungut Kuroko dengan nada datar, tetapi kali ini wajahnya cukup mengondisikan. Kuroko sedikit cemberut. Yah, meskipun taraf yang dicantumkan oleh Kuroko tidak bisa dikatakan setengah kesal apalagi secara total.

"Kapan aku bercanda, sayang?" Kise menekankan kata 'sayang' pada kalimatnya lebih lembut. Senyum tulus mengulum wajah Kise yang berseri-seri.

Kuroko tidak mau lagi Kise mengambil kesempatan. Ia sudah cukup sadar, kalau si pirang bermanik madu ini membuat aturan seenak jidatnya, kemudian akan menghukumnya jika ia berani-beraninya melirik Kise.

Berlarut-larut dalam keheningan. Sentuhan di rambut Kuroko terhenti, Kise tidak menggapainya lagi atau mungkin karena sudah kering. Kuroko belum mau menoleh ke arah Kise, jadinya ia hanya meletakkan tangan di atas kepala untuk memastikannya.

Pergelangan tangan Kuroko disergap Kise, kemudian Kuroko dapat merasakan sentuhan lembut yang perlahan menjalar di area tengkuknya, lalu naik ke telinga. Rasanya basah dan Kuroko tak mungkin salah tebak, itu indera perasa Kise.

"Kise-kun," Kuroko menggigit langit-langit bibirnya sembari memeluk lutut dengan tangan kiri membuat ukuran tubuhnya bertambah mengecil karena itu.

"Aku akan menghukum Kurokocchi lebih dari ini, karena sudah berhasil mengetahui hukuman kecilku."

Eoo0O0ooS

To be countinued

Eoo0O0ooS

.

.

.

Anggap saja aku kejar tayang :'v lagi-lagi terbengkalai. Meskipun ff ini masih akan disambung, tapi kesannya maksa—feel nggak dapet bukan masalah.

Aku sudah bilang di ff-ku yang baru di post mungkin 2/3 minggu yang lalu (lupa, ceritanya nih?) kalau aku sedang memikirkan project Kuroko. Nah, jadinya Mika x Yuu-nya akan aku post secara bergiliran dgn ff ini, tetapi tentu saja dgn durasi yang berbeda.

Kalau ditanya apa aku nggak terlalu pede untuk menulis kolom ini. tentu saja aku kurang pede sebenarnya, hanya saja aku punya banyak prinsip untuk memacu semangat menulisku. Nah, kalaupun aku harus bicara sendiri itu tak masalah.