Naruto belongs to Masashi Kishimoto

Warning! = OOC, Typo, Absurd, DLDR, Abal, Receh, Garing, Bahasa tidak baku, First fic, Nyubi. Maklumin.

Tidak ada unsur kesengajaan bila ada kesamaan kata-kata, setting, maupun alur. Terinspirasi dari beberapa sumber.

THE BRIDAL'S BRIDE

Skyzofrenia

"Ya Kaasan."

"Suke, Kaasan tidak mau tahu. Temui gadis ini, dan tidak ada alasan atau acara kabur-kaburan lagi seperti minggu lalu! Mengerti?"

Sasuke hanya mendesah pelan. Selalu saja seperti ini. Kaasannya begitu gencar menjodohkannya kesana-kemari dan ditawarkan pada teman-teman sosialitanya yang sekiranya memiliki anak gadis untuk saling dijodohkan. Memangnya dirinya sebegitu tidak laku 'huh? Ck menyebalkan.

"Hn"

Bukannya ingin menjadi anak durhaka, hanya saja dia selalu malas jika ibunya mulai seperti ini. Alhasil hanya gumaman yang dikeluarkan. Tapi dia yakin ibunya sudah paham. Tipikal Uchiha.

"Ingat Suke, umurmu sudah hampir kepala tiga. Kaasan tidak ingin kau bermain-main lagi dan mulailah mencari calon...blablabla"

Kepala sasuke semakin berdenyut. Inginnya berkata kasar tetapi sadar siapa gerangan yang ada di seberang saluran membuatnya kicep. Disandarkan punggung sepenuhnya pada kursi kerja sambil menatap langit-langit ruang kerjanya. Berkas kontrak yang berserakan di meja kerjanya pun tak jadi atensinya lagi.

"Aku mengerti, Kaasan. Sampai jumpa akhir pekan ini."

Dan dengan itu dimatikannya sambungan telfon secara sepihak, tak perduli dirinya sudah berlaku tak sopan kepada ibunya. Sasuke benar-benar tak habis pikir, haruskah ibunya selalu bersikap seperti dirinya bujangan tak laku. Ini sudah ketiga kalinya dalam bulan ini ibunya selalu menyuruhnya bertemu gadis-gadis pilihan anak temannya untuk dipertemukan. Hell, Sasuke baru berusia 28 tahun. Masih terlalu dini untuk dicap sebagai bujang lapuk. Bahkan sang Aniki saja baru mengenalkan kekasihnya pada Kaasan dan Tousan pada usia 30 tahun, yah meskipun saat ini mereka sudah menikah sih.

Merasa dirinya sudah tidak ada minat untuk menyelesaikan pekerjaan, dinyalakannya ponsel yang masih ada di genggaman dan ditekannya dial yang ada pada nomor 2—Nomor 1 hanya untuk Kaasan tercintanya tentu. Dalam hitungan detik pun sudah terdengar suara lembut si penerima.

"Ada apa Suke?"

"Kau dimana?"

"Aku di Studio. Kenap—"

"Hn. Lima belas menit lagi aku jemput. Bersiaplah."

Dan dengan tidak sopannya—lagi, Sasuke menutup telfon. Si gadis di seberang pasti sekarang sedang jengkel setengah mati dan menggerutu mengumpat dirinya, Sasuke bisa jamin itu. Tapi dirinya tidak perduli, toh sebentar lagi mereka akan bertemu. Berdiri menyambar jas serta kunci mobilnya Sasuke berjalan keluar ruangan dengan ponsel masih digenggaman. Ketika sampai di meja sekretarisnya sasuke berkata dirinya ada urusan diluar dan akan pulang cepat, tak lupa meminta sang sekretaris membatalkan janji untuk seharian ini. Setelah itu dirinya belalu pergi begitu saja tanpa sempat mendengar jawaban sang sekretaris. Cih, dasar Boss.

-The Bridal's Bride-

Tepat lima belas menit kemudian sebuah Maybach Exelero hitam metalik sudah terparkir manis di halaman sebuah Bridal terkenal di Konoha. Siapa lagi pemiliknya kalau bukan Uchiha Sasuke? Tak berapa lama kemudian seorang wanita molek dibalut loose blouse mustard dan pencil skirt hitam diatas lutut dan dipadu dengan stilletto hitam pun keluar. Rambut pirang panjangnya sesekali bergoyang seiring langkahnya menuju Maybach hitam yang berdiam di halaman parkir.

Sasuke berhenti dari kegiatannya membaca email di ponsel ketika dirasanya pintu penumpang terbuka dan sesosok wanita duduk manis di kursi sebelahnya. Belum sampai pintu kembali ditutup si gadis sudah nyerocos.

"Setidaknya beri aku waktu untuk menyelesaikan kata-kataku Suke! Ck, selalu saja asal menutup telfon. Sialan kau Suke."

Apa Sasuke bilang? Pasti si gadis akan mengomel.

"Aku ingin makan di Lemonade."

Mendengar itu raut si gadis seketika berubah cerah. Lemonade adalah Cafe terkenal yang ada di bibir pantai pinggiran Konoha. Dan kenapa si gadis senang? Karena cafe itu langganan mereka sejak masih di sekolah menengah. Mereka memiliki waffle dan dessert lainnya yang tak tertandingi.

"Tumben kau memakai baju seperti itu, Ino. Memang siapa klien mu hari ini?" Sasuke bertanya untuk memecah keheningan, sangat bukan tipikal Uchiha.

Merasa namanya dipanggil, si gadis pun menoleh ke arah kemudi. "Yaah, kau tahu Aktris Temari Sabaku 'kan? Dia akan menikah dengan anggota parlemen Nara."

Dia—Yamanaka Ino—pemilik Bouquette, sebuah Bridal sekaligus Wedding Organizer terkenal seantero Konoha dimana pelanggannya kebanyakan dari kalangan atas seperti selebritis, politikus, maupun pengusaha. Wanita yang merangkap sebagai desainer baju pengantin terkenal ini merupakan sahabatnya dari sekolah menengah atas yang tentunya seumuran dengannya, yah walaupun lebih tua Sasuke beberapa bulan sih. Rambutnya pirang platina asli dan bermata biru khas orang blasteran, karena memang ayahnya berdarah Kaukasian. Hidungnya runcing dengan bibir merah merekah membuat fisiknya terlihat seperti Barbie hidup, begitulah julukannya selama ini. Seringkali dirinya menjadi model photoshoot untuk gaun pengantin rancangannya sendiri sehingga wajahnya tidak jarang menghiasi sampul majalah mode di Konoha maupun internasional.

Entah bagaimana kedua orang berbeda sifat ini bisa jadi sahabat. Padahal Sasuke paling anti dengan spesies perempuan. Menurutnya, perempuan itu merepotkan. Bagaimana tidak? Dimana ada Sasuke pasti ada jeritan para gadis-gadis yang bisa memecahkan gendang telinganya. Belum lagi pernyataan cinta bertubi-tubi, surat cinta yang memenuhi loker dan rentetan hadiah-hadiah yang membuat dirinya mual.

Tapi tidak untuk wanita disampingnya ini. Yah meskipun Ino cerewet hampir selevel dengan Kaasannya, tapi Ino tak pernah menyusahkan dirinya dengan urusan cinta tak jelas bahkan sejak awal mereka bertemu. Sasuke sendiri juga heran mengapa wanita ini tak tertarik padanya. Apa dirinya kurang tampan atau gimana? Tapi itulah yang membuatnya nyaman bersama Ino. Mereka benar-benar murni sahabat tanpa adanya unsur cinta yang mencampuri. Ketika Sasuke memiiki kekasih, Ino-nya tampak biasa saja dan bahkan mendukung mereka. Ketika Ino-nya memiliki kekasih pun dirinya juga ikut bahagia. Bahkan ada perjanjian tak tertulis diantara mereka dimana mereka harus mengenalkan 'calon' kekasih mereka masing-masing dan itu sudah terjadi sejak awal mereka bersahabat.

Sebaliknya, jika salah satu dari mereka patah hati maka mereka akan mencurahkan perasaan masing-masing dan saling menyembuhkan bersama. Pernah suatu ketika kekasih pertama Sasuke yaitu tak lain adalah teman Ino sendiri ketahuan berselingkuh dan memutuskan hubungan dengan Sasuke demi pria lain yang seharusnya membuat dirinya marah dan ingin mengamuk, namun hal itu tidak terjadi karena dengan langkah besar Ino maju dan menampar pipi temannya sendiri di depan mata Sasuke. Setelah itu Ino menariknya pergi dengan pipi berlinang air mata dan meminta maaf berkali-kali pada Sasuke. Ino-nya merasa bersalah karena dirinyalah yang mempertemukan Sasuke dengan temannya itu. Melihat itu semua entah kenapa perasaan marah karena dikhianatinya menguap tak bersisa. Ino menggantikannya untuk marah dan itu membuatnya kagum pada sosok Ino. Bahkan hingga sekarang. Mengingat momen itu membuatnya menarik sudut bibirnya samar.

"Kenapa kau senyum-senyum sendiri, Suke? Kau gila?"

Lenyap sudah senyum samarnya dan berganti lirikan jengkel. Sasuke lupa ada Ino disebelahnya, wanita yang tak bisa dikelabuhi setelah Kaasannya. Merusak suasana saja.

Selanjutnya hanya cerocosan Ino yang menemani perjalanan mereka menuju pinggiran Konoha dan diiringi sahutan 'hn' dari Sasuke tentu saja.

-The Bridal's Bride-

"Uhuk-! Apa?"

Ino tersedak limunnya sejurus setelah Sasuke menyelesaikan kalimat. Membuat Sasuke segera menyodorkan selembar tisu yang disahut Ino untuk membersihkan bibirnya.

"Jadilah kekasihku, Ino."

"Kau gila Suke!" Ino menatap marah pada Sasuke. Seenaknya saja pria ini bicara.

"Ck, hanya pura-pura di depan gadis itu Ino. Ayolaah"

Pernah mendengar Sasuke merengek? Bahkan Kaasannya saja tidak pernah mendengar Sasuke merengek sejak dirinya tamat taman kanak-kanak. Dan jika saja Kaasannya tahu dirinya merengek pada Ino di usianya sekarang, pasti sang ibunda akan tertawa terpingkal-pingkal.

Ino masih shock. Waffle favoritnya pun sudah tak menjadi atensinya lagi. Matanya menatap nyalang pada Sasuke.

"Kau mau aku dibunuh bibi? Ohh tidak tidak. Yang paling parah, bagaimana kalau Sai tahu?" Ino jadi parno sendiri.

Sasuke mendesah. Memikirkan ulang bagaimana dirinya bisa tahan dengan wanita hiperbolis seperti Ino. Namun semua pikiran negatifnya hilang mengingat hanya Ino yang bisa menolongnya.

"Kaasan tidak akan tahu Ino. Dan jika kau tidak mengatakan pada Sai, kekasihmu itu tidak akan tahu."

Setelah hening beberapa saat Ino kembali menyahut, "Kenapa harus aku? Kau kan bisa pilih satu dari sekian banyak penggemarmu diluar sana".

Sasuke mencondongkan badan ke arah Ino. "Kau ingin mereka ke-GR-an? Aku tidak mau setelah itu mereka malah merepotkanku. Dan karena hanya kau yang tidak menganggapku 'pria' jadi hanya kau yang bisa menolongku."

Ino mengerjap beberapa kali. Jarak wajah keduanya hanya sejengkal namun Ino tidak memundurkan badannya dan malah merasa biasa saja ditatap sedekat itu oleh Sasuke. Kalau dipikir-pikir apa yang dikatakan Sasuke benar juga. Jadi setelah bermenit-menit ditatap intens oleh Sasuke Uchiha dirinya menghela napas lelah.

"Sulit untuk berkata tidak padamu Suke"

Mendengarnya, Sasuke hanya menyeringai. Dirinya tahu wanita didepannya ini tidak akan bisa menolak permintaannya. Karena dirinya pun begitu. Dan dengan jawaban Ino itu, entah kenapa Esspresso pesanannya menjadi tidak sepahit awal ketika diminumnya.

"Berhenti tersenyum seperti itu atau kurobek bibirmu Suke!"

Sasuke terkekeh. Menggoda Ino-nya akan selalu menyenangkan. Dasar pria gila.

-TBC-

A/N: Fic perdana, jadi mohon maklum kalo banyak kekurangan (/v/)

Menerima kritik dan saran dengan dada terbuka (?)

Thanks for Reading~

Skyzofrenia.