Author : yo minna, ketemu lagi sama author. Baiklah tanpa ba-bi-bu babi buta lagi, Rin baca disclaimer.
Rin : Vocaloid bukan punya si BakAuthor melainkan milik Yamaha Corp. dan Crypton Future Media. Kalau Teleportation, jelas milik author.
Warning : AU, GaJe, abal, typo(s) bertebaran, fantasy berlebihan, OOC dan OOT.
Don't Like Don't Read
Silahkan pencet tombol 'back' bila tidak suka.
RnR, please?
.
.
.
.
Aku ingin tahu tentangnya, orang dengan kemampuan teleportasi itu
.
.
.
Teleportation
.
.
.
Laki-laki dengan iris ocean blue yang selalu terlihat mengantuk. Dia memperhatikan pelajaran hanya dengan sebelah matanya. Orang bodoh? Memang. Tapi dia adalah orang yang memiliki kemampuan yang sama denganku. Oh ya, satu hal lagi. Kalau dia datang ke sekolah, belum pernah sekalipun wajah berkulit putih itu terlihat tanpa kapas dan plester.
Aku menatap jam tanganku sambil berhitung.
'3..2...1' gumamku.
Bell pulang pun berbunyi. Laki-laki itu tanpa ba-bi-bu babi buta(?) lagi keluar dari kelas padahal masih ada sensei di depan kelas.
"apa dia selalu bertindak begitu?" tanya Yukari-sensei, guru bahasa Jepang.
Kami semua diam.
"haah, ya sudah. Kalian boleh pulang. Sampai ketemu besok, sayonara minna" Yukari-sensei keluar dari kelas. Aku membereskan peralatan tulisku. Saat aku mengecek ulang bukuku, buku matematikaku tak ada dalam tas. Aku mengingat-ingat siapa yang meminjam bukuku dan ingat bahwa laki-laki itu yang meminjamnya saat jam istirahat. Aku buru-buru meyandangkan tasku dan berlari mengejar laki-laki itu.
Di lorong aku bertemu dengan seorang gadis berambut kuning dan sebuah pita besar yang bertengger di atas kepalanya yang sedang lari-lari heboh di sepanjang koridor.
"Miku-chan!" teriak Rin, nama gadis berambut kuning itu.
"Kau lihat Kaito tidak?" tanyaku.
Rin mengangkat sebelah alisnya, "matte, kurasa sehari ini kau sudah menyebut nama cowok sial itu sebanyak tiga kali. Kau naksir dia ya'?"
"tidak!" jawabku, "mana mungkin aku menyukai cowok tukang bawa sial seperti dia!"
"baiklah. Dia ada di loker sepatu, sedang dibantai Kaito dan Luka cs"
"wakatta. Arigatou, Rin-chan" ucapku, "coba saja kalau dia tak membawa buku matematikaku"
"chotto matte, Miku-chan" Rin menarik tanganku, "cowok sial itu membawa bukumu. Uh, sebaiknya tak usah diambil, kau bisa salin ulang pakai buku punyaku"
"memangnya kenapa?"
"kau memang tidak tahu kalau apapun yang dipegang cowok itu akan membawa sial?"
"hahaha" aku tertawa, "kau percaya mitos idiot seperti itu?"
"huh, ya sudah kalau tidak percaya. Kau harus terima nasib jika nanti nilai matematikamu menurun drastis" Rin mengedikkan bahunya, "aku mau pulang. Jaa nee, Miku-chan!"
"terserah kau saja" jawabku, "jaa nee, Rin-chan"
Aku buru-buru mengganti sepatuku dan melihat Kaito sedang dipojokkan di dekat loker sepatunya.
"cepat perlihatkan aksi perpindahanmu!" paksa Gakupo, ketua yankee sekolah.
"iya, cepat beritahu kami!" paksa Luka, ketua grup occult sekolah.
"jika kubilang tidak, iya tidakk!" teriak Kaito sambil melayangkan sebuah tinju ke mata laki-laki beriris violet itu dan menyentuh tangan Luka.
"kyaaa" Luka berlari menuju toilet, "aku disentuh unlucky boy!"
Gakupo balik meninju Kaito. Akhirnya mereka berdua berkelahi. Tak ada yang mau memisahkan Kaito dan Gakupo. Mereka berdua merupakan tukang berantem yang paling kuat seantero Crypton City. Nyaris seluruh siswa-siswi yang menonton perkelahian itu mendukung penuh Gakupo.
Tak lama kemudian Meito-sensei datang dan memisahkan Kaito dan Gakupo, Kaito ditendang ke arah loker sampai jatuh terduduk dan Gakupo ditarik ke belakang tubuhnya.
Kaito berjengit saat dia menyentuh kepalanya yang sakit, "kenapa Sensei melindungi terong banci itu?"
"karena kau yang memulai perkelahian ini" kata Meito-sensei.
"sensei tidak tahu apa-apa tapi melindungi te.." kalimat Kaito terpotong karena Gakupo menendang wajah Kaito berkali-kali. Pandangan Gakupo dingin. Sepatunya telah terkena darah.
"Kamui, hentikan!" kata Meito-sensei.
"anak ini harus dimusnahkan. Dia brengsek karena telah membunuh ibuku" Gakupo meletakkan kakinya diatas kepala Kaito.
"gomen..ne" Kaito masih bisa berdiri karena berpegangan pada loker.
"kalian semua bubar!" perintah Meito-sensei yang langsung dituruti oleh semua murid. Aku memandang wajah Kaito yang sudah penuh dengan darah.
"gomen..ne" Kaito berjalan keluar dari sekolah sambil memegangi perutnya yang sakit. Dia memakai jaketnya yang berwarna biru.
"Miku-san, apa boleh aku bicara padamu? Sebentar saja" kata Gakupo.
"baiklah"
"aku ingin tahu, apa si brengsek itu pernah dekat-dekat denganmu?" tanya Gakupo
"tidak. Memangnya kenapa?" aku balik bertanya.
"tapi ayahmu sudah meninggal dunia'kan?"
"memang"
"akhir-akhir ini, kulihat kau dekat-dekat dengannya. Kau memang tak takut dengan kesialan apabila kau dekat-dekat dengannya?" Gakupo mengganti sepatunya.
"dia membenciku" jawabku bohong.
"baguslah. Aku hanya ingin menanyakan hal itu saja. Aku pulang dulu, Miku. Jaa nee"
"jaa nee, Gaku-kun" aku melambaikan tanganku.
Aku berlari menuju parkiran dan mengambil sepedaku dan langsung mencari jalan untuk menemui Kaito. Aku mencarinya di sepanjang stasiun kereta, hasilnya nihil. Aku melihat pemuda berambut biru itu sedang berjalan terhuyung menuju sebuah rumah besar tua.
"KAITOO! KAITOO!" aku memanggil namanya tapi dia terus berjalan, menghiraukan panggilanku. Aku terus memanggil namanya sambil menambah kecepatan sepedaku.
"BAKAITO APA KAU TULI? KAU BISA DENGAR TIDAK?!" tanyaku sambil memberhentikan sepedaku di depannya untuk menghentikan jalannya.
Dia melepas headphone dari telinganya, "urus urusan sendiri!"
SRET! Semudah itu dia melewatiku dengan kemampuannya.
"matte, Kaito-kun" aku menarik tas sandangnya, "buku matematikaku ada padamu"
Aku membayangkan buku matematikaku lalu..
SRETT! Dalam sekejap buku itu sudah ada di tanganku. Kaito celinguk kiri-kanan-belakang.
"Kau bisa melakukan hal itu?" tanya Kaito sambil menatapku. Aku kaget, wajahnya biru-biru dan berdarah. Aku mengangguk pelan.
"tapi aku tak seceroboh kau, melakukan teleportasi di depan umum. Kau tahu itu sangat berbahaya" aku menekan kata berbahaya, "jika Porthunt* tau. Kau bisa dibunuh"
"Aku tahu itu. Jadi, apa kau bisa mengajariku tentang teleportasi?" tanyanya sambil memakai tudung jaketnya karena tiba-tiba ada siswa sekolahku lewat.
Aku berpikir.
"sudah tak usah dijawab. Aku tahu jawabannya pasti tidak. Sayonara, Miku-san" Kaito melangkahkan kakinya.
'dia terlalu sering menerima jawaban tidak. Kasihan sekali' pikirku, "dan dia orang yang seenaknya, dasar'
Aku membuka buku matematika yang kupegang dan menemukan secarik kertas bertulisakan kata 'sakit'.
"untuk apa dia menuliskan kata ini? Ada-ada saja" gumamku sambil memasukkan buku tersebut ke dalam tasku lalu mengayuh sepedaku untuk pulang ke rumah.
.
.
.
(Kaito POV)
.
.
Rasanya aku ingin muntah. Pukulan si terong banci ungu itu membuat nyaris seluruh makanan yang masuk ke dalam lambungku kembali ke kerongkongan(?).
Dijalan aku bertemu Tou-san.
"Kaito" panggilnya tapi aku tidak menjawab, sekalipun aku menjawab pertanyaan yang selalu dilontarkan Tou-san cuma satu, "dimana letak sumbu itu berada"
Padahal aku sudah dengan tegas bilang bahwa aku tidak mengetahui sumbu apa yang dimaksud Tou-san. Aku bisa melakukan teleportasi juga karena bantuan gelang pengontrol hasil pengumpulan energi Kaa-san yang 2 tahun lalu meninggal dan Kaiko, adik perempuanku, yang pekan lalu baru saja meninggal. Menyedihkan, gara-gara Tou-san hampir seluruh sekolah mengetahui bahwa aku bisa teleportasi dan setiap hari dipukuli si terong banci ungu itu.
'dia harus kuberi pelajaran bersama di Pinku ano Tako itu' pikirku.
(author : Kai, kamu curcol?
Kaito : kan' lo yang nulis BakAuthor!
author : hih, kenal aja kagak!
Kaito : sebenernya lo tuh siapa sih? Kenapa gue harus ditaro babak belur di fic GaJe ini?
Author : siapa gue? Lo nggak tau siapa gue? Gue juga lupa siapa gue.. ψOoOψ (#garingbangetsumpah#)
.
.
(Miku POV)
.
.
Sesampainya di rumah, aku menyimpan sepedaku di garasi dan buru-buru masuk ke rumah karena tiba-tiba hawa menjadi dingin.
"Tadaima~" seruku sambil melepas sepatu setelah itu berlari ke tangga, menuju kamarku di lantai satu. Aku memegang kertas yang ditulisi Kaito.
"Yo, parkit!" sapaku pada burung parkit berbulu kuning yang tergantung di atas jendela.
Aku membuka sangkarnya, burung itu lalu keluar dan merubah wujudnya menjadi manusia sepertiku tapi dengan penampilan yang berbeda. Rambut golden ponytail ke samping dan gakuran hitam-kuning (author : udah pada tau siapa dongg)
"sudah berapa kali kubilang, jangan panggil aku parkit" gerutu gadis itu.
"baiklah, Akita Neru" jawabku usil sambil menyembunyikan ponselku. Jika Neru tahu bahwa ponselku aktif, dia tak segan-segan meng-sms semua anak cowok di sekolahku.
"Nah, ada apa? Tumben-tumbenan kau megeluarkan aku dari sangkar" kata Neru.
Aku menyodorkan kertas itu, "tolong 'baca' ini"
Neru memegang kertas itu dan mulai 'dibaca'nya. Baru beberapa detik kertas itu 'dibaca', tiba-tiba Neru menangis dan melemparkan kertas tersebut.
"apa yang kau lihat?" tanyaku yang baru saja selesai mengganti baju.
"jangan ganggu aku" Neru kembali ke wujud burungnya dan kembali ke sangkar.
SRET!
Aku melihat ke belakang dan menemukan Kaito bertengger di atas jendela seperti Neru yang merana karena kehabisan pulsa saat sms-an sama anak cowok di sekolahku. Tiba-tiba Neru mengepakkan sayapnya heboh dan berkicau nyaring dan berisik.
"ngg, parkitmu kenapa?" tanya Kaito
"dia cuma kaget karena kedatanganmu yang tiba-tiba" jawabku sambil menepuk-nepuk sangkar Neru, menyuruhnya untuk diam, "Doushita no, Kaito-kun?"
"buku kita tertukar" Kaito mengeluarkan sebuah buku dari balik jaketnya.
Aku membuka tasku dan mengambil buku yang kuambil melalui telepotasi. Di sampul buku itu tertulis nama 'Shion Kaito' bukan 'Hatsune Miku' dan gambar negi yang memenuhi sampul.
"aa, buku kita tertukar" ucapku sambil menggaruk tengkuk leherku, "apa sebelum ini kita pernah bertukar buku?"
"ne. Waktu itu aku pernah menemukan bukumu di kantin. Aku ingin mengembalikannya padamu tapi mejamu di jaga oleh kawananmu saat aku menyentuh mejamu"
"sou ka.. Gomen ne" ucapku merasa tak enak hati.
"untuk apa kau minta maaf?" tanya Kaito.
"karena kau ingin mengembalikan bukuku tapi malah diperlakukan seenaknya oleh teman-temanku" jelasku.
"daijoubu. Aku sudah sering mendapatkan perlakuan seperti itu" Kaito tersenyum, "aku pulang dulu, aku harus mengerjakan makalah gara-gara si banci terong ungu itu. Jaa nee, Miku-san!"
"Jaa nee, Kaito" sahutku. Kaito berteleportasi untuk pulang. Dia sudah pandai mengelola kekuatannya. Tapi disisi lain, aku sangat mengkhawatirkan.
.
.
.
Shion Kaito, pemuda berumur 16 tahun dengan bola mata dan rambut ocean blue yang senada. Dia di cap sebagai 'orang sial' karena setiap orang yang pernah di dekatinya akan meninggal dunia. Sebenarnya aku tak percaya sama hal karena aku telah bersamanya -menjadi teman sekelas, tentunya- semenjak TK.
Kaito, semenjak masuk SMA selalu berpenampilan seperti oang yang tak terurus. Jika ada luka di dahinya, dia akan menggunakan ikat kepala dengan tidak beraturan, perban ditangan, dan plester di wajahnya. Satu-satunya hal yang bisa dibanggakan olehnya adalah kecepatan larinya. Dia tinggal di rumah kecil (baca : persembunyian) milik mendiang ibunya. Ayahnya menikah lagi dengan seorang wanita (author : iyalah, masa' pria). Dia punya adik perempuan bernama Akaiko yang sudah meninggal seminggu lalu. Kematiannya dianggap kesalahan teleportasi Kaito.
.
.
.
(skip time. Time : 07.35
Place : Vocasora Gakuen)
.
.
Kaito terlihat stress di bangkunya yang terletak di depan itu. Baru kali ini aku melihatnya menggunakan kacamata.
"ohayou!" sapaku begitu aku masuk kelas.
"ossu!" jawab yang lain (-Kaito)
"Miku, kau tau tidak kalau si cowok sial itu mengamuk tadi pagi di loker sepatu karena Gakupo-senpai dan Luka-senpai membakar sebuah foto" bisik Rin begitu aku duduk di bangku di sebelahnya.
"Rin-chan ini masih pagi, jangan menggosip pagi-pagi begini deh" ucapku.
"tapi aku serius dan cowok sial itu menghilangkan Gakupo-senpai dan Luka-senpai dengan kekuatan gaibnya"
Jangan-jangan Kaito menggunakan teleportasinya di depan semua siswa, "kau serius? Lalu apa yang terjadi"
"entahlah, cuma aku yang melihat kejadian itu. Aku juga baru menceritakannya padamu" sambung Rin.
"baguslah, kalau begitu jangan ceritakan pada siapapun lagi"
"ya, aku janji" Rin mengangkat tangan kanannya lalu pada saat itu juga bel mulainya pelajaran berbunyi.
.
.
.
(skip time)
.
.
Saat jam makan siang dengan segala keberanian, aku menarik tangan Kaito menuju keluar kelas. Ini pertama kalinya aku memegang tangan cowok. Tangan Kaito yang awalnya kukira hangat terjadi lebih dingin daripada es. Pipinya kemerahan, entah karena sakit atau malu. Aku tak berani menatap wajahnya atau aku akan mimisan karena melihat Kaito. Kaito setelah kuperhatikan dengan saksama dan penuh khidmat bin khusyuk(?), dia sangat tampan dan keren. Upss, keceplosan...
"jadi ada apa, Miku-san?" tanya Kaito sambil membenarkan letak kacamatanya.
"tolong panggil namaku tanpa sufiks -san, ne?" ucapku.
"baiklah. Jadi, ada apa Miku?"
Aku berjingkat supaya aku bisa membisikkan apa yang ingin kutanyakan padanya. Kaito mengerti dan akhirnya dia mendekatkan telinganya.
"kau menteleportasikan Gakupo-senpai dan Luka-senpai?" bisikku.
"ya, kau tahu darimana dan memangnya kenapa?" tanya Kaito dingin.
"kemana kau menteleportasikan mereka?" aku balik bertanya.
"ke tempat hangat yang banyak airnya" jawab Kaito.
"cepat katakan dimana mereka. Jika mereka tak kembali maka kau akan diburu Porthunt dan mereka akan mati jika kau gagal mentelepotasikan mereka"
"siapa peduli?" nada bicara Kaito semakin ketus dan dingin, "memangnya tidak sakit dipukuli terus menerus?"
"cepat katakan dimana mereka" ucapku dengan nada rendah berbahaya.
"pantai" Kaito lalu pergi.
"kau harus mengembalikan mereka" paksaku.
"aku akan mengembalikan mereka saat pulang sekolah"
"kau ingin membunuh mereka, hah?"
"ya"
Aku ternganga mendengar jawaban Kaito. Dengan mudahnya dia berkata 'ya' untuk membuat nyawa 2 orang manusia lepas dari bumi ini.
"ka-kau serius" tanyaku.
"tentu saja, tidak!" Kaito tersenyum, "aku akan mengembalikan mereka sekarang. Ayo ikut aku"
Aku mengikuti Kaito menuju atap sekolah. Sebelum itu kami mengambil beberapa selimut dari ruang kesehatan. Sepanjang jalan, Kaito memegangi kepalanya dan meringis kesakitan.
"daijoubu ka, Kaito?" tanyaku, masih mengekor di belakang Kaito. Dia tidak menjawab. Lorong kelas tiga sepi sekali. Apa mungkin karena kedatangan Kaito ke wilayah mereka? Atau mungkin karena mereka telah melihat Kaito menteleportasikan Gakupo-senpai dan Luka-senpai?
Sesampainya di atap sekolah yang kosong, Kaito mengganjal pintu masuk dengan bilah kayu.
"menjauhlah, Miku" Kaito maju beberapa langkah dariku. Aku mundur beberapa langkah.
Kaito berdiri dengan mata terpejam dan sebelah tangan mengulur ke depan. Aku merasakan rambutku terkena aliran listik statis.
'Listrik statis? Apa mungkin Kaito mengeluarkan semua kemampuannya untuk menteleportasi Gakupo-senpai dan Luka-senpai secara bersamaan? Gawat..' pikirku.
Rambut Kaito semakin menggelap dan aliran listrik statis itu terasa semakin kuat.
"Kaito, hentikan! Kau akan memadam listrik di sekolah ini!" teriakku. Kaito tidak menjawab. Listrik-listrik yang keluar dari tubuh Kaito merubah diri menjadi listrik bergerak. Tercipta sebuah portal besar dari aliran listrik berwarna hitam itu.
"bukankah itu.. Teleportation Gate?" gumamku takjub. Kaito berbalik, rambutnya berubah menjadi hitam dan bola matanya menjadi merah.
SRETT! BYUR.. BRUKK!
Kaito mengembalikan Gakupo-senpai dan Luka-senpai dengan teleportasinya dan dengan bantuan Teleportation Gate. Gakupo-senpai dan Luka-senpai basah kuyup, dengan hidung dan mata kemerahan, kulit yang pucat, dan lingkaran hitam yang mengelilingi mata mereka. Aku berlari mendekati Gakupo-senpai dan Luka-senpai.
"ari..ga...tou, Mi-ku" kata Luka-senpai sambil melilitkan selimut tersebut di tubuhnya yang kedinginan.
"dimana bakemono itu?" tanya Gakupo-senpai, dia mengepalkan tangannya.
"tenang dulu, Gakupo-senpai" tahanku. Aku melirik Kaito. Rambut dan matanya kembali berwarna biru. Wajahnya terlihat pucat dan dia mimisan, "bagaimana kalau kita selesaikan ini secara damai?"
"aku ingin menendangnya dan memukulnya sekali lagi!" Gakupo-senpai menendang Kaito. Kaito meringis kesakitan dan memuntahkan darah.
"Yamete, Gakupo-senpai!" teriakku.
"kenapa kau membe..lanya Miku?" tanya Luka-senpai.
"aku tidak mau melihat temanku mati lagi di depan mataku!" aku menangis. Apabila aku melihat orang yang mimisan atu muntah darah, aku mengingat Len, teleporter yang memberikanku kekuatan perpindahan secepat cahaya ini.
"kau bukannya kapok dan menjadi takut. Tampaknya, kau semakin ingin melawanku, ne?" tantang Kaito.
.
.
(Kaito POV)
.
.
Setelah mengembalikan si banci ungu dan gurita merah jambu itu, aku kembali ke wujud normalku. Aku tidak dapat menahan aliran kuat arus telepoetasi dari gabungan kekuatan teleportasi milik Kaa-san dan Akaiko yang ditanam paksa dalam tubuhku.
Aku mencoba untuk memulihkan tenagaku dan menghentikan aliran darah dari hidungku. Tiba-tiba, si banci ungu itu menendang perutku dengan sangat keras. Aku tak dapat menahan cairan yang bergejolak, meminta keluar dari kerongkonganku dan akhirnya aku muntah darah.
"yamete, Gakupo-senpai" teriak Miku, gadis berambut toska yang selalu dikuncir dua semenjak aku melihatnya saat TK, sambil menangis.
"kenapa kau membe..lanya, Mi-ku?" tanya gurita merah jambu.
"aku tidak mau melihat temanku mati di depan mataku lagi!" Miku menangis lebih keras lagi. Tadi dia bilang aku temannya? Kuharap, aku salah dengar.
"kau bukannya menjadi takut dan kapok. Tampaknya, kau semakin ingin melawanku, ne?" tantangku lalu melyangkan pukulan sekuat tenaga ke wajahnya. Si banci ungu itu jatuh dengan keras. Dia berdiri dan balik memukul namun kutahan. Aku mengeluarkan kekuatanku lagi dan menteleportasikannya ke dalam toilet wanita.
Pandanganku berkunang-kunang, kekuatanku melemah tiap detiknya. Aku memegang kepalaku.
"Mi-ku, bawa cewek i-tu ke ruang kesehatan" ucapku. Keringat dingin telah memenuhi keningku. Aku cuma bisa menyemangati diri sendiri untuk bertahan sampai pulang sekolah nanti.
"Kau juga, beristirahatlah. Mukamu pucat sekali" jawab Miku, dia telah berhenti menangis.
"tubuhku tidak bisa bergerak" ucapku.
"jangan memaksakan kekuatanmu lagi" Miku merangkul Luka-senpai, "aku akan kembali kemari dan membawamu ke ruang istirahat. Bertahanlah, aku akan meminta bantuan"
Pandanganku semakin kabur dan kepalaku semakin sakit. Aku bisa menggunakan kekuatanku yang tinggal sedikit untuk berteleportasi ke ruang kesehatan.
Aku membayangkan ruang kesehatan. Pertama-tama gambarannya buram lalu aku menguatkan konsentrasiku untuk membentuk bayangan ruang kesehatan. Saat aku mendapatkan bayangan tersebut dengan jelas, aku langsung menteleportasikan diriku ke ruang kesehatan.
SRETT!
Aku membuka mataku dan melihat sekitar. Aku berhasil menteleportasikan diriku ke ruang kesehatan. Pintu ruang kesehtan terbuka, terlihat Miku yang ngos-ngosan karena membawa Luka-senpai.
"Kaito, sudah kubilang jangan memaksakan diri!" kata Miku, dia terdengar marah.
Kepalaku semakin sakit dan akhirnya semua yang kulihat menggelap. Sebelum itu aku sempat mendengar suara Miku berteriak.
.
.
.
(Miku POV)
.
.
.
Sudah 2 jam aku berjaga di ruang kesehatan. Luka-senpai pingsan saat aku membawanya ke ruang kesehatan dan Kaito pingsan karena kehabisan kekuatan seteleah berteleporatasi kemari.
Beberapa saat kemudian, Luka-senpai siuman. Aku memanggil Rion-sensei untuk memeriksa ulang keadaan Luka-senpai dan Kaito.
"Miku, kau boleh menunggu di luar" kata Rion-sensei.
"Ha'i!" jawabku sambil berjalan keluar dari ruang kesehatan.
'kuharap Kaito baik-baik saja' pikirku.
"Miku!" panggil Gakupo-senpai.
Aku menengok ke arah datangnya suara Gakupo-senpai. Wajahnya babak belur. Banyak lingkaran-lingkaran abstrak yang sewarna dengan rambutnya.
"nani o, Gakupo-senpai?" tanyaku.
"bagaimana keadaan Luka?"
"dia baik-baik saja" jawabku, "Gakupo-senpai, kenapa tidak masuk kelas?"
"masuk kelas dengan wajah dan penampilan seperti ini? Image-ku bisa rusak dalam sekejap" kata Gakupo-senpai, "Miku kau terlihat khawatir begitu. Doushita no?"
Aku tidak mau menjawab. Jika aku menjawab, Gakupo-senpai pasti akan meledekku.
"kau khawatir dengan keadaan si brengsek itu, 'ya?" ucapan Gakupo-senpai itu seratus persen benar. Aku mengangguk pelan.
"kau tidak takut menjadi sial?" tanya Gakupo-senpai.
"Kaito tidak bawa sial. Kematian ibu Gakupo-senpai sudah takdir bagi mendiang ibu Gakupo-senpai" aku berjalan gontai menuju kelasku, meninggalkan Gakupo-senpai.
.
.
.
-To Be Continue-
.
.
.
Author Line :
Kaito : nggak ada bedanya sama fic yang sebelumnya. Sama-sama jenis fic yang mudah hancur.
Miku : tau tuh, si BakAuthor bukannya ngelanjutin fic Mysterious Accident, malah bikin fic baru.
all chara : *ngangguk dugem*
Author : gomen ne, minna. Tiba-tiba aku pengen banget bikin fic baru setelah baca tentang teleportasi di wikipedia. Aku janji deh, fic The Mysterious Accident bakal terus lanjut.
Oh ya, aku lagi mikir kecelakaan serem apa yang cocok buat fic The Mysterious Accident. Kalau ada readers yang punya ide kecelakaan abnormal, bisa PM aku.
Yak, sekian dulu bacotan author yang sibuk remedial ini.
R
E
V
I
E
W
PLEASE? *_*
A/N :
TOLONG TINGGALKAN JEJAK, NE? BIAR SAYA LEBIH SEMANGAT LAGI NGELANJUTIN FIC INI. TERIMA FLAME JUGA KOK!? JANGAN JADI SILENT READER, NE?
Author :
-Shintaro Arisa-chan
