BAD ROMANCE / BLACK ROSE!

SASUfemNARU

By: Balack Rose's

Disclaimer : Masashi Kishimoto

Cast : SasuFemNaru, SasuSaku, Dll

Warning(s) : Typo Dimana-mana dan banyak, EYD berantakan masih Harus banyak belajar. Author baru. Judul nggak nyambung. Mohon bantuannya ^^


Chapter 01

.

.

.

Tahun ajaran baru sudah di mulai, naik ke tingkat 2 dan memiliki teman sebangku baru. Rasanya sangat menyenangkan.

Tapi, bagaimana kalau bukan hanya teman sebangku baru? Kelas baru tentu saja, tapi lingkungan baru, teman-teman baru, dan guru baru. Sekolah baru, rasanya sangat canggung bila kita hrus memulai semuanya dari awal. Lagi!

Sama halnya yang terjadi dengan Naruko, berada dalam situasi dimana dia harus berdiri dihadapan wajah-wajah baru. Dan mendapati tatapan mereka yang menganalisis setiap inci dari dirinya. Pikiran tentang teman-teman barunya yang menganggap dirinya menarik atau tidak. Semuanya hanya soal kesan remeh dan meremehkan yang muncul disetiap kesan pertama.

Sraaak!

Pintu kelas geser terbuka, guru dengan setelan kemeja biru dan celana bahan hitam masuk kedalam. Meletakkan buku-buku yang dia bawa di atas meja guru, mentap satu demi satu wajah murid-muridnya. Dan menghela napas panjang, sebelum akhirnya membuka mulut. Hanya untuk menyapa, setidaknya begitulah awalnya.

"Selamat pagi anak-anak!(menepuk tangannya dan berkacak pinggang) Seperti yang mungkin sudah beberapa kalian dengar. Tengah semester ini kelas kita akan mendapatkan tambahan satu murid. Murid baru ini pindahan dari luar Tokyo. Pak guru harap kalian bisa menyambutnya dengan tangan terbuka—" Jeda sebentar, guru tersebut berjalan menghampiri pintu geser dan membukanya. Diluar pintu sudah ada anak yang menunggu, dengan lambaian halus dari sang guru mengisaratkan agar anak baru itu untuk segera masuk.

Menempelkan kedua tangannya pada bahu sempit murid baru, sang guru membawa masuk muridnya menghadap ke depan kelas. Menghadap calon teman-teman barunya.

"Nah, baiklah. Sekarang bisakah kau perkenalkan dirimu?" Naruko menatap guru barunya dan mengangguk dengan senyum simpul. Dia menelan ludahnya paksa sebelum membuka mulutnya dan memperkenalkan profil singkat tentang dirinya pada para murid di depannya yang memandang naruko dengan berbagai macam ekspresi wajah.

"Hai semuanya (mengangkat sebelah tangan dan melambai), namaku adalah Naruko. Namikaze Naruko, dan mohon bantuannya." Dan Naruko si murid baru membungkukkan badannya memberi hormat. Masih dalam posisi membungkuk, Naruko mengintip dari balik poni. Melihat reaksi teman-teman barunya, mereka saling berbisik satu sama lain. Naruko menormalkan posisi badannya, ia memegang ujung rok sekolahnya. Mengepalkan tangannya karena merasa gugup, di pandangi seperti seorang tersangka oleh teman-teman barunya rasanya Naruko ingin lari pulang kembali ketempat asalnya. Sebuah perasaan aneh berkecamuk didalam dadanya, merasa seperti contoh penolakan kecil dari teman-temnnya di kelas.

"Baiklah, terima kasih nona Namikaze. Kau bisa mengambil tempat duduk disana." Pak guru menunjuk kearah sebuah bangku kosong dibelakang pojokkan kelas dengan gulungan kertas ditangannya. Naruko mengangguk patuh dan mengangguk memberi hormat setelah mengucapkan, "Terima kasih" pada sang guru Naruko lalu berjalan menuju bangku yang dimaksud.

Dapat dirasakan berpasang-pasang mata bergerak mengikuti tiap Naruko melangkah. Namun dengan menunduk Naruko tak ambil pusing dan membiarkan tatapan intimidasi teman-temannya.

Mempercepat langkahnya dan setelah sampai di bangku miliknya, ia langsung menghempaskan bokongnya di kursi. Beberapa pasang mata masih menatapnya, seperti ditelanjangi walaupun hanya dengan tatapan saja. Dia, Naruko hanya tersenyum canggung, Gadis itu mencoba untuk ramah dan berusaha tetap mengabaikan tatapan penasaran dari sekelilinya.

Tepukan keras dari tangan beradu dengan buku dari guru di depan, membuat seisi kelas kembali berbalik dan menghadap kedepan.

"Hentikan menatap teman baru kalian dengan tatapan meng-intimidasi seperti itu, sekarang waktunya (melirik jahil pada muridnya, dan muncul seringaian di sudut bi birnya) – Memulai pelajaran yang semua orang hampir suka di kelas ini. Ma-Te-Ma-Ti-Ka! Keluarkan buku kalian dan buka bab ke-10!" Pak guru mengambil Kapur tulis dan berbalik menghadap kebelakang, menuliskan di papan berbagai rumus yang sudah beberapa kita kenal.

Naruko membuang napasnya lega, begitu menyadari kini teman sekelasnya lebih memilih fokus pada penjelasan pak guru tentang rumus matematika di depan. Naruko menyelipkan rambutanya kebelakang telinganya, dan merogoh tasnya mengambil buku tulis berserta kotak pensil untuk diletakkan diatas meja. Membuka kotak pensil itu dan mengeluarkan penghapus serta pensil mekaniknya. Buku tulis yang masih baru dan kosong menjadi pemandangan pertama di mata naruko, dia meruntuki nasibnya yang harus menjadi murid pindahan, menjadikannya harus mengisi kembali lembaran buku tulisnya dengan format baru.

Naruko mulai memainkan pensil mekaniknya di atas kertas yang masih putih bersih, memulai dengan menuliskan namanya, dilanjutkan dengan menyalin tulisan di papan tulis kedalam bukunya serta menyalin penjelasan dari pak guru.

Selama pelajaran berlangsung, Naruko melewatinnya dengan lebih banyak diam. Sesekali teman di seberang bangkunya berbisik-bisik dan melirik lalu menyeringai kearah Naruko.

Telapak tangan Naruko basah, atmosfer di dalam kelas ini benar-benar sudah membuat tubuhnya yang memang sudah kecil menjadi semakin kecil. Mengintimidasi, pikir Naruko.

Naruko mengusap-usap telapak tangannya di rok sekolahnya, jantunganya berdetak-detak, berfikir tentang kapan waktunya istirahat. Berkeliling, mengitari dan mencari tahu tentang sekolah barunya juga jangan lupakan mencari dimana perpustakaan, tempat yang setidaknya akan memberikan kesunyian hanya untuk menyendiri.

Tapi sayangnya masih ada satu jam lagi untuk bel istirahat, terdengar.

Tunggu! Lalu bagaimana dengan makan siang? Naruko tak punya rasa percaya diri untuk hanya sekedar pergi ke kantin sekolah sendirian. Dia murid baru.

Lalu bagaimana dengan memakan bekal di kelas? Tidak, Naruko bukannya tidak mau memakan bekalnya di kelas. Tapi tak membawa bekal di hari pertamanya adalah memang kesalahannya sendiri. Tak sempat, itu lebih tepatnya.

30 menit sudah berlalu, masih dengan dalam mode diamnya, Naruko lebih suka mencoret-coret buku tulisnya. Menopang dagu, Naruko mengintip di balik poninya, melihat teman-temannya sibuk dengan kegiatannya masing-masing.

Dari mulai yang masih setia mendengarkan penjelasan guru didepan, merapikan dandanan, saling berbincang lalu terkikik kecil menjadi kegiatan yang lebih dominan di kelas ini. Naruko mendengus sebal, ini malah mengingatkannya pada sekolah lamanya dan teman-teman lamanya juga. Lebih disiplin, rapi dan saling bertanggung jawab satu sama lain. Tapi—apakah di sini juga akan begitu? Disiplin akan menjadi pilihan pertama untuk dicoret, lalu tentang kerapihan? Astaga, kebanyakan siswa mengeluarkan kemeja sekolah mereka, lalu bagaimana dengan siswinya? Baju KETAT, Rok di atas LUTUT ini juga menjadi hal yang perlu di coret tentang kerapian dan kedisipinan. Lalu yang terakhir tentang tanggungjawab, Naruko sanksi sendiri.

Naruko memegang pelipisnya, kenapa disaat seperti ini dia malah membandingkan sekolah barunya dengan sekolah lamanya. Ini berbeda sekali, jauh berbeda. Sepertinya akan sulit untuk berteman dan mencoba bersosialisasi dengan anak-anak di ruangan ini. Pikir Naruko.

"10 menit lagi jam istirahat, tunggu bel berbunyi dan kalian bisa keluar kelas setelahnya— Aku punya sedikit urusan. Jadi ingat! Keluar kelas setelah bel berbunyi. Jangan buat keributan, mengerti kalian semuanya!"

"Mengerti pak guru!" Jawab serempak dari seisi kelas, membuat anggukan dan lemparan senyum singkat dari pak guru, kemudian dia beranjak meninggalkan kelas. Setelahnya kelas menjadi riuh berisik.

Sebagian berlarian seperti ayam yang lepas dari kandangnya, sebagian lagi memilih membuat gerombolannya sendiri. Naruko memutar matanya malas, berisik sekali disuni.

Naruko memasukkan kembali alat-alat menulisnya ketempatnya lalu memasukkannya kedalam laci meja. Tapi tiba-tiba hawa dingin menerpa lehernya, bulu romanya serasa berdiri. 'apa ada hantu yang lewat?" Pikir Naruko.

Gadis itu menelengkan kepalanya yang tertunduk, dan jantungnya berpacu lebih cepat dari pada saat pertama kali masuk kedalam kelas ini.

Entah sejak kapan, suasana yang tadi riuh menjadi hening seperti ini. Jantung Naruko berdetak-detak, teman-teman sekelasnya menatap kearahnya. Kembali meneliti penampilannya dari ujung rambut sampai ujung sepatu Naruko.

Krieeet.

Suara kursi bergeser, Naruko mencoba untuk mengacuhkan. Matanya melirik kesana kemari, mengintip sedikit lewat poni panjangnya. Satu, dua, tiga dan—empat? Mereka mendekat, mengelilingi tempat duduk Naruko.

Deg, Deg, Deg.

Naruko semakin menundukkan kepala, menggenggam ujung rok sekolah di bawah mejanya. Tentu saja tak akan terlihat oleh empat teman yang berdiri tepat disekelilingnya.

Ia memejamkan matanya, dan bersiap mendapatkan hal yang buruk untuk anak baru di sekolah baru. Bullying! Mungkin saja.

Tapi, tepukan lembut di bahu Gadis itu merobohkan pikiran tentang pembullian. Karena mereka— hanya ingin tahu lebih dalam tentang teman baru mereka. Berkenalan, dan saling memperkenalkan diri.

Jabatan tangan, dan saling melempar senyum sedikit membuat debaran didada Naruko

menghilang.

Obrolan ringan, dan suara tawa renyah mengelilingi Naruko. Baiklah, Setidaknya mungkin masih ada yang bisa diajak berteman. Pikirnya.

Walaupun Naruko hanya akan menjawab bila ditanya, dan ikut tertawa kecil jika ada yang membuatnya ingin tertawa lalu kembali terdiam. Memilih menjadi yang mendengarkan, lalu diam kembali begitulah seterusnya. Menjaga image bagi anak baru adalah hal yang sedikit penting, membuat kesan manis dan ramah diawal dan mancoba mempertahankannya hingga lulus. Sepertinya tidak buruk untuk dicoba.

Mearasa sesi perkenalan sudah selesai, empat murid yang terdiri 2 siswa dan 2 siswi memiih pergi meninggalkan bangku Naruko.

Waa,waa,waa

Kelas sangat berisik, anak-anak di kelas kembali berlarian tanpa kendali. Tertawa terbahak-bahak di kelompok para siswa, dan kelompok siswi sedang sibuk membahas sebuah majalah. Fashion mungkin.

Naruko menyelipkan rambutnya dibelakang telinganya. Merogoh saku roknya dan mengeluarkan ponsel lebar tipis miliknya, dengan sekali geseran dari telunjuknya, dia mencari aplikasi game. Mungkin bermain-main sebentar dan menunggu bel bernunyi adalah ide yang cukup bagus.

"Astaga! Aku melihat anak kelas sebelah itu di ruang kesehatan.'

"Dia memang pantas mendapatkannya!"

"Benar! Aku bahkan bisa melihat lebam dimatanya,"

"Black Rose memang menakutkan."

"Ah, Tentu saja! Tapi...Ya tuhan! Aku berani bersumpah, semua bulu romaku berdiri. Ketika membicarakan mereka."

"Tapi... Pesona mereka juga aneh."

"Kau benar! Karismatik, keren dan seram dia waktu bersamaan."

Naruko menautkan alisnya, dan memringkan kepalanya tidak mengerti.

Black Rose, kata-kata itu menarik telinga Naruko. Mengabaikan game di posnselnya lalu meletakkannya di laci meja. Naruko penasaran, tapi mau bertanya pada siapa? Detak jantungnya masih meloncat-loncat dengan suasana baru di kelas. Terlalu malu, untuk bertanya pada teman-teman barunya.

Naruko memandang gadis berambut indigo panjang sebahu di samping bangkunya. Mengetuk bangkunya dan tersenyum sekilas pada si gadis berambut indigo.

Naruko menatap gadis itu dan menyeret kursinya mendekat ke arah bangku si gadis berambut indigo.

Gadis itu membalas senyuman Naruko, memiringkan badannya menghadap ke Naruko.

"Maaf mengganggumu, tapi bolehkah aku bertanya?" Gadis itu mengangguk cepat. Dan menunggu Naruko.

"Uhm... A, aku mendengar tentang sebuah nama—tentang Black Rose. Apa itu?" Tanya Naruko berbisik. Gadis itu menelengkan kepalanya, memutar kata di otaknya. Mencari kata-kata yang tepat untuk menjelaskan apa itu atau siapa Black rose.

"Penguasa di Konoha Gakuen ini." Jelasnya kemudian, masih dengan nada berbisisk.

Naruko menautkan kedua alisnya. "Penguasa?" Ia memiringkan kepalanya, tanda Naruko tidak mengerti.

"Iya, penguasa~! Penguasa yang menguasai, mempunyai hak istimewa dan—seterusnya." Gadis itu benar-benar mengatakan apa yang terlintas pertama kali di kepalanya. Mengangkat bahunya, Gadis indigo itu terkikik lucu melihat Naruko makin memiringkan kepalanya tanda makin semakin tak mengerti. Dia memandang gadis itu, seolah berkata 'Tolong, Jelasakan maksud perkataanmu'.

Naruko mencondongkan maju badannya dan berbisik. "Apa mereka itu— seperti geng hitam di sekolahan?" Menahan tawanya, gadis itu menutup mulutnya dengan punggung tangan.

Mendapat pertanyaan yang lebih mirip pernyataan itu, membuat gadis berambut indigo menepuk lembut bahu Naruko.

"Apa, mereka itu sekelompok anak-anak yang bermasalah di sekolah?" Cicit Naruko lagi.

Gadis berambut indigo menggelengkan kepalanya. "Bukan seperti itu, mereka bukan anak-anak yang bermasalah. Bahkan sebagian...ah! bukan, bahkan semua murid di Konoha menganggap mereka adalah idol." Gadis itu menggoyang-goyangkan tangannya di depan Naruko. Menyangkal pikiran Naruko tentang Black Rose adalah anak-anak bermasalah.

"Tadi—bukannya kau bilang mereka itu penguasa? Anak-anak yang punya hak istimewa. Dan sekarang kau bilang mereka idol?" Naruko menggaru-garuk kepalanya. "Aku tidak mengerti," Ujar Naruko.

Menepuk dahinya, si gadis berambut indigo mengeluarkan ponselnya. Membuka soft-casenya dan mencari file gambar tentang Black Rose. Hingga bunyi 'pip' terdengar. Gadis itu masih tenggelam di ponselnya, membiarkan Naruko makin merengut bingung.

"Ah! Ketemu!" Pekik gadis itu, Naruko sedikit terlonjak kaget. Gadis itu menoleh sekilas dan melambai-lambaikan tangannya mengisyaratkan untuk mendekat.

Naruko mencondongkan badannya, gadis itu meletakkan ponsel lebarnya di meja. Kini tampaklah, bagaimana ada sebuah foto anak-anak bergerombol mengerubungi sesuatu. Ada penampakan menjulang diatara segerombolan yang mengelilingi mereka, Naruko mengangguk-anggukan kepalanya.

Sebenarnya— gambar di ponsel si gadis indigo itu, terlalu BLUR. Naruko sampai harus memincingkan matanya, sampai perih rasanya. Disana yang terlihat hanya segerombolan murid yang mengerubungi sesuatu. Itu saja!

Tapi memang dari postur tubuhnya, euhm—yang sepertinya menjulang tinggi di atas rata-rata itu sedikit menarik perhatian Naruko. Terlihat keren.

Sepertinya untuk ungkapan IDOL, itu cocok juga.

Gadis berambut indigo itu menutup soft-case ponselnya dan kembali berceloteh tentang bagaimana kerennya dan mempesonanya para Black Rose itu. Lalu Naruko hanya ber'OH' ria saja sebagai tanggapannya.

Naruko kembali mendudukkan dirinya di kursi, bibirnya menampilkan senyuman tipis melihat begaiamana gadis di hadapannya ini bercerita seperti orang gila.

Tunggu!

4 siswa?

Kelompok?

Penguasa?

'Hey, bukankah hal seperti ini mirip dengan drama di Tv?' Pikir Naruko

Naruko menatap gadis berambut idndigo itu sambil mengerucutkan bibirnya. "Euhm—bukankah hal-hal seperti itu hanya ada di drama tv?" Gumam Naruko.

"Drama—tv?" Naruko menganggukkan kepalanya.

"Iya, Drama tv," Naruko meletakkan dgunya di atas meja gadis berambut indigo itu.

"Kau tau kan, 4 siswa dengan nama flowernya? Penguasa sekolah, di takuti, Lalu punya hak istimewa, dan sejenisnya." Kini Naruko menopang dagu, dan menelengkan kepalanya. Gadis indigo itu, merengut dan menautkan alisnya. Mengetuk-ngetuk bawah dagunya dengan jari telunjukknya. Rasanya dia pernah dengar itu.

"Ah—Oh! Aku tahu drama itu." Masih menopang dagunya, Naruko mengangguk-anggukkan kepalanya mengikuti anggukan irama dari gadis indigo di sampingnya.

"Tapi Naruko—" Jeda sebentar, Naruko memiringkan kepalanya dan masih menopang dagunya.

"— Sayangnya. Hal-hal yang kau maksud itu, memang terjadi di konoha ini. Sekolah kita." Naruko melototkan matanya, dan mengatupkan mulutnya tepat setelah gadis indigo itu menyelesaikan kaliamatnya.

Naruko menegakkan kembali duduknya, menempelkan punggungnya pada sandaran kursi. Dan menganggukkan kepalanya kemudian.

-o0o-

5 menit yang lalu, bel tanda istirahat sudah berbunyi. Setelah mendengar bel berbunyi, semua murid berbondong-bondong keluar kelas menuju satu tempat. Yaitu kantin sekolahan, sama halnya dengan kelas 2-D, kelas Naruko. Semua teman sekelasnya tergesa-gesa berlari keluar kelas, mereka itu seperti tawanan yang di kurung lama dan setelah mendengar bel berbunyi sama halnya dengan seruan kebebasan.

Kelas menjadi agak sepi, sebagian teman sekelas Naruko sudah menuju kantin dan sebagian lagi—entahlah kemana mereka. Lalu yang memilih tinggal di kelas dapat dihitung dengan jari, mereka memilih menikmati bekalnya masing-masing. Naruko menelan ludahnya susah payah, mengingat tentang bekal perut Naruko bergejolak. Lapar!

Dari pada memikirkan tentang bekal, bukankah tadi Naruko berniat untuk berkeliling setelah bel istirahat terdengar. Lalu kenapa dia masih di dalam kelas?

Kreeeet!

Naruko memundurkan kursinya, dan beranjak dari sana. Niatnya untuk berkeliling menjelajah sekolah barunya sudah bulat, dengan langkah kecil dan pelan Naruko berjalan menuju pintu geser. Degupan jantung Naruko kembali terdengar, ketika kembali teman sekelas yang masih berda di dalam kelas memperhatikan tiap gerakannya.

Mencoba tenang, gadis itu mengabaikan tatapan-tatapan intimidasi sekali lagi dari teman sekelasnya yang masih tersisa di kelasnya.

Setelah berhasil keluar dari kelasnya, Naruko menyentuh dadanya mencoba untuk menenangkannya.

Naruko membuah napas berat, dan kembali berjalan melewati koridor dengan siswa dan siswi yang bertebaran di sana. Koridor sangat ramai, Naruko sampai menundukkan kepalanya menyembunyikan wajahnya di balik rambut dan poni yang jatuh menutupi mata. Tidak di kelas, tidak di koridor semuanya sama saja. Mereka memandangi Naruko dengan macam-macam ekspresi. Bisik-bisik tentang dirinya yang mirid baru, membuat Naruko kembali mendapatkan degupan gugup di dadanya. Memegang dadanya erat, Naruko mempercepat langkahnya. Tak mau melihat sekeliling, dan mendapat tatapan itu lagi. Intimidasi.

.

.

.

Kerena Naruko berjalan dengan menundukkan kepalanya, dia sampai tidak tau kemana kakinya mambawanya pergi.

Bingung, Naruko melihat sekelilingnya, sepi itulah kata yang ada di pikirannya sekarang.

Koridor ini lebih sepi dibandingkan koridor-koridor menuju kelasnya, pilar-pilar menjulang tinggi dan terdapat panel kaca yang besar sekali. Naruko, merogoh saku roknya. Mengeluarkan sebuah kertas tebal berwarna biru, 'Peta Sekolah' itu lah yang tertulis dia atas lembar kertas itu.

Membuka lembar kertas dan membacanya dengan teliti, jari telunjuk kecilnya menelusuri denah-denah gambar itu dengan sedikit memiringkan kepalanya.

Gadis itu menggaruk kepalanya yang tidak gatal, dia bingung dengan penjelasan denah di kertas itu.

Tap Tap Tap!

"Maaf, sedang apa kau disini?" Sebuah panggilan dari arah atas tangga dekat dengan pilar-pilar besar membuyarkan kebingungan Naruko.

Seperti mendapat pencerahan, Naruko berlari kearah tangga dengan tergesa-gesa. Dan langsung menunjukkan lembar kertas peta sekolah padanya.

Seorang wanita dengan setelan dress pendek selutut ditambah sebuah blazer yang nampak berkelas menyapa mata Naruko. Wanita itu tersenyum sekilas, dan memperhatikan Naruko.

"Kau, murid baru?" Naruko mengangguk cepat.

"I, iya aku murid baru. Dan sepertinya aku—aku tersesat," Jawab Naruko malu-malu.

Wanita itu mengangguk mengerti, lalu dia menepuk bahu Naruko.

"Memangnya kau mau kemana?" Tanya wanita itu lagi. Kemudian Naruko menunjukkan lembar kertas peta sekolah pada wanita itu, dengan jari telunjuknya yang kecil, ia meunjuk pada gambar denah tempat perpuatakaan.

"Kau mau ke perpustakaan?" Naruko mengangguk cepat.

"Tidak jauh dari sini, kau hanya tinggal melewati taman didepan sana dan belok ke kanan. Kau akan sampai." Setelah mengatakannya wanita tadi mengusap kepala Naruko. "Jangan sampai tersesat lagi. Bahaya kalau kau sampai ketempat yang salah." Naruko memiringkan kepalanya. Wanita itu hanya menertawakan ekspresi lucu Naruko, dan dengan gemas mencubit sebelah pipi gadis itu sebulum beranjak pergi.

Setelah ditinggal pergi, Naruko menuruni tangga dan masih mengusap-usap pipinya yang nyeri. Sepertinya merah.

"Apa maksudnya dengan bahaya?" Naruko menolehkan kepalanya ke belakang, diamana wanita tadi menghilang tepat di belokan tangga. Naruko mengangkat bahunya, tak peduli. Kaki-kaki pendeknya berjalan dengan riang menyusuri lantai marmer, sesekali dia menengokkan kepalanya kesana kemari mengagumi desain dari bangunan ini. "Klasik," Cicit Naruko.

Langkah kaki kecilnya membawa melewati taman yang dihiasi pohon-pohon besar yang tertata rapi dan bunga berwarna-warni dengan rumput hijau di sepanjang mata. Banyak murid-murid yang sedang melakukan aktivitas ditaman itu, memang banyak terdapat bangku taman disana.

"Tamannya luas sekali! Kalau di sekolah yang dulu, ini sama saja dengan besar 2 lapangan sepak bola yang dijadikan satu." Guman Naruko.

Naruko melirikkan matanya kesana-kemari, gugup jika kembali dipandangi dengan intimidasi, dia berjalan cepat menjauhi taman yang sekarang benar-benar banyak murid disana-sini.

Langkah kaki Naruko akhirnya sampai pada akhir taman sekolah. Setelah melwati taman ini dia akan sampai di perpustakaan dan pada akhirnya bisa sedikit menyendiri disana.

Naruko melangkahkan kakinya, matanya menerawang kedepan. Wanita tadi bilang setelah melewati taman maka dia akan sampai di perpustaan tapi ini—

Disana berdirilah sebuah bangunan yang sedikit mirip dengan tempat terakhir Naruko tersesat tadi. Bergaya klasik itu kesan pertama setelah memasukinya, Naruko kira tempat ini sama dengan tempat dia tersesat tadi. Tapi ternyata berbeda, tempat ini lebih teduh dan sedikit nyaman dengan ada beberapa tanaman merambat di sekitarnya. Tunggu! Ada dua tangga disini, mana yang harus ku pilih? Kekanan? Atau kekiri?

"Wanita tadi bilang, harus kekiri atau kanan ya?" Naruko menelengkan kepalanya kesana kemari. Bingung kembali.

Naruko, merogoh kembali saku roknya. Mengambil dan membuka lembaran peta itu lagi, gambar denahnya benar. Mata Naruko berninar setelah itu, pikiran tentang tersesat sepertinya akan dia buang jauh-jauh.

"Akhirnya, belok kekanan dan sampai—"

Belum selesai Naruko bicara, sebuah teriakan menginterupsinya. Naruko yang memang sedari awal penasaran dengan siapa itu Black rose, langsung berlari keluar bangunan bergaya klasik itu.

"KYAAAAA~! BLACK ROSE!"

Semua siswi sudah membuat kerumunan di taman yang tadi sempat Naruko lewati.

Karena tinggi badan Naruko yang imut dan tak semampai, membuatnya harus melompat-lompat seperti katak hanya untuk bisa melihat siapa itu Black Rose. Namun—entah kenapa kerumunan siswa didepan Naruko tiba-tiba mundur, dan itu malah membuat Naruko terdesak kebelakang. Untung keseimbangannya kuat, hingga tak membuatnya jatuh terjerembab ke tanah. Bisa gawat kalau dia sampai jatuh dan terinjak-injak.

Setelah bersusah payah merangsek diantara kerumunan, Naruko akhirnya malah terdorong-dorong kedepan. Ajaib!

Dan sekarang gadis itu malah melototkan matanya, terdorong kedepan membuatnya akan bisa dengan jelas melihat bagaimana sosok Black Rose itu.

Semuanya berteriak-teriak menyebut nama Black Rose, membuat telinga Naruko berdengung-dengung aneh. Dia sampai harus mengerutkan bahunya, lalu mengangkat kedua tangannya dan menempelkannya pada telinga.

Tap Tap Tap

'Belum muncul juga? Kalau tau begini, dari tadi sebaiknya aku pergi ke perpustakaan saja.' Pikir Naruko menyesal. Naruko mengusap wajahnya pelan, keringat meluncur bebas dari pelipisnya. Panas dari matahari juga panas dari berbagai tubuh di sekelilingnya, membuat dia kepanasan. Terhimpit.

Tap Tap Tap.

Naruko mengerucutkan bibirnya, dia benar-benar meyesali tindakannya yang langsung berlari ketika mendengar nama Black Rose. Sebenarnya dia tidak peduli Black Rose itu siapa dan apa, tapi kenapa pikiran dan kakinya tak mau bekerja sama. "Baka!" Umpatnya pada dirinya sendiri.

Naruko ingin membalikkan badannya untuk keluar dari kerumunan ini, tapi—teriakan kembali terdengar. Dan tubuh kecil Naruko terdesak kedepan lagi, lagi dan lagi.

"Kyaa! Black Rose!"

"KYAAAA!" Semakin keras saja berteriak, Tubuh kecil Naruko terhuyung-huyung mengikuti arus kerumunan.

"Aduh! Aduh! Seesak~" Rintih Naruko. Bukan hanya tubuhnya yang terhuyung-hyung kesana kemari, tapi juga kakinya juga jadi ikut terinjak-injak. Lalu peta yang sedari tadi dia pegang, sudah entah kemana.

Ditengah-tengah kerumunan, Naruko dapat melihat ada penanmpakan yang menyembul. Hanya terlihat rambutnya saja, Ah! Puncak kepalanya saja yang terlihat. Naruko kembali harus melompat-lompat, demi bisa melihat. Namun lagi-lagi karena tingginya dan kerumunan didepannya yang lebih tinggi dari tubuh Naruko membuatnya sulit melihat. Dengan dorongan-dorongan dari belakang, Naruko meliuk-liukkan tubuhnya. Dan, Tada! Kini dia benar-benar sudah ada di depan.

"Kyaaa! Black Rose!" Naruko memandang siswi di sebelahnya dengan pandangan aneh. 'apa tenggorokkannya tidak sakit?' Naruko menelan ludahnya, dan mengusap-usap lehernya.

"Kyaaa! Black Rose kami MENGAGUMI kalian!" Naruko memandang ngeri pada gadis di seberang kanannya.

"Ya, ampun. Iya kalau mereka menanggapimu, kalau tidak? Kau akan berakhir sia-sia." Cibir Naruko pelan. Pelan hingga tidak akan ada yang bisa mendengarnya.

Terlihat, terlihat! Batin Naruto.

Naruko masih saja terdorong-dorong kedepan, kini terlihat 2 dari 4 anggota Black Rose. Naruko memandang kagum, dengan tinggi badan seperti itu mereka benar-benar bisa jadi idol. Entah angin dari mana, ketika 2 dari anggota Black Rose lewat sebuah angin berhembus menerpa wajah Naruko. Rambutnya yang terurai panjang sepinggangl terbang tertiup angin, begitu juga poninya. Naruko berusaha menyelamatkan poninya yang tertiup angin dengan menempelkan tangannya di kening. Naruko menunduk dan menyisir lembut rambutnya yang sepertinya berantakan, kini entah dari mana hawa sejuk menerpa wajahnya. Hawa ini, begitu membuai Naruko hingga membuatnya menutup mata. Tak menghiraukan teriakan-teriak fans dari Black Rose, yang kini ingin dia rasakan adalah hawa sejuk.

Dan ketika matanya terbuka, mata Naruko membelalak lebar.

Disana sisa dari 2 anggota Black Rose tengah berjalan angkuh, mengabaikan teriakan-teriakan para sisiwi.

Satu diantara mereka menempelkan headphone besar berwarna putih, kontras sekali dengan warna rambutnya yang merah. Dan anggota Black Rose yang mendapatkan teriak paling kencang, hanya menampakkan wajah dinginnya dan jangan lupa gaya berjalan angkuhnya. Dia memasukkan tangannya kedalam saku celana seragam kotak-kotak merah marun, dengan pandangan tajam lurus kedepan. Angkuh sekali.

Naruko masih membelalakkan matanya lebar, tangannya memegang dadanya yang terus saja berdegup kencang. Dan tangan satunya lagi, memegang sebuah kalung di lehernya. Hingga tanpa sadar sebuah cairan bening meluncur bebas dari kedua mata kecilnya.

"Te—teme?"

TBC

Bukannya update Sun Flower, malah bikin FF baru...hehehe

Maaf, maaf tapi janji deh bakal update Sun Flower-nya... Semoga FF yang ini bisa diterima para reader, dan juga mohon bantunnya jika ada kesalahan di penulisan... ^^

Dan Riview juga adalah yang paling penting bagi author dan juga kelanjutan dari fanfic geje ini (Bad Romance)...


Yang tidak punya akun dan ingin riview-nya dibalas, bisa kok mention author di twitter. *lihat di profil*

Atau kalau pengen tanya-tanya tentang update, dan protes masalah FF juga boleh.

Very welcome-lah pokoknya.

Apapun itu asalkan buat reader. ^^

sekian dan terima kasih~

Salam Author Balack Rose's... #lambai-lambai