YOU AND I

D & E Fanfiction

Donghae & Eunhyuk

Romance / Drama

Boys Love

..

..

..


Sometimes we hope our first love will last forever, but it doesn't always happen that way. Instead you should focus on finding the love of your life that will be the last.


Hyukjae sangat heran dengan kedua orang tuanya, khususnya ibunya yang selalu mendesaknya untuk segera menikah. Hyukjae baru 35 tahun. Demi Tuhan, dia baru 35 tahun.

Well, memang usia yang cukup untuk Hyukjae segara menikah, tapi apa salahnya jika ia tidak ingin terburu- buru untuk hal yang satu itu. Malahan di luar negeri sana, di usia sepertinya orang- orang masih sibuk belajar atau merintis karir.

Hyukjae, di usianya yang ke 35 sudah sukses dengan kariernya sebagai senior editor surat kabar harian nomor satu di Korea. Hyukjae nyaris meraih semua penghargaan di dunia jurnalis dengan kecerdasan, ketajaman berfikir dan wawasannya yang luas.

"Ibu tidak mau tahu, kau harus segara menikah Hyukjae!"

"Jangan selalu memaksakan kehendakmu padanya"

"Aku tidak memaksa, hanya menyuruhnya segera menikah! Usianya sudah 35 tahun."

Hyukjae menghela nafas panjang sambil mengusap wajahnya kasar. Setiap kunjungannya kerumah orang tuanya pasti akan berujung ribut- ribut antara ayah dan ibunya. Ibunya yang selalu mendesaknya untuk menikah dan ayahnya yang selalu membelanya.

"Sudahlah, setiap aku datang kesini ayah dan ibu selalu saja bertengkar. Lebih baik aku tidak datang kesini."

Sebelum aku mendapatkan calon untuk kunikahi.

Hyukjae segera naik ke lantai dua untuk mengambil tasnya, dia harus segera pergi dari sini sebelum terjadi perang dunia ketiga antara ayah dan ibunya.

Bahkan Hyukjae tidak peduli saat Sungmin yang baru keluar dari kamar dan mencoba menahan kepergiannya.

..

..

Sepanjang jalan menuju Seoul, Hyukjae mencoba merenungkan apa yang membuatnya begitu sulit mendapat pasangan. Dari segi penampilan Hyukjae termasuk dalam kategori di atas rata- rata. Pendidikannya juga bagus, ia merupakan lulusan terbaik di Unniversitasnya dulu. Dan untuk karir, jangan ditanya lagi, Hyukjae mewarisi keceradasan dan ketajaman berfikir sang ayah. Diantara kedua kakaknya, hanya Hyukjae yang memiliki pemikiran kritis sehingga membuatnya menjadi seorang reporter berprestasi. Namanya begitu terkenal di dunia jurnalistik.

Hyukjae bukannya tidak pernah memiliki kekasih. Ia pernah beberapa kali menjalin hubungan dengan seseorang dan membawa kekasihnya kerumah dan mengenalkannya kepada orang tuanya. Tapi ya itu tadi, semua selalu saja berakhir dengan pertengkaran orang tuannya. Ibunya yang selalu setuju dengan siapapun asal Hyukjae cepat menikah, tapi ayahnya akan menentang habis- habisan kerena menurut ayahnya kekasih Hyukjae tidak cocok untuknya.

Itulah hal yang selalu membuat Hyukjae selalu serba salah. Ayah dan ibunya jelas memiliki pemahaman yang berbeda. Membuat kepala berambut pirang Hyukjae rasanya mau meledak sebentar lagi karena tidak tahu harus memilih yang mana. Dan sekali lagi, dia baru 35 tahun!


.::: YOU AND I :::.

.::: D & E :::.


Donghae menyemburkan kopi dari mulutnya saat Yunho memberitahunya sebuah artikel yang memuat berita tentang dirinya. Dan diantara banyaknya foto, terdapat sebuah foto dimana Donghae sedang bermesraan dengan beberapa wanita.

"Hey pendek! Kau merusak koranku!"

"Dari melihat foto dan judulnya saja aku sudah bisa menebak apa isi dari berita murahan itu."

"Itu resiko seseorang dengan masa lalu kelam sepertimu, sobat. Seorang Don Juan yang memilih untuk menjadi pengusaha muda dan sialnya kau berhasil hingga kini kau menjadi sorotan di dunia bisnis."

Yunho tertawa terbahak- bahak sambil membersihkan korannya yang tadi terkena semburan kopi Donghae. Entah apa yang ia tertawakan.

"Diam kau, Jung! Atau kubuat perusahaanmu gulung tikar sebentar lagi."

"Hey tenang, Lee. Kau ini, selalu saja mengancam! Bagaimana kalau keberikan sebuah solusi? Kau datangi saja penulisnya langsung dan tanyakan apa maunya. Karena setahuku, ini bukan pertama kali aku menemukan berita seperti ini tentangmu."

"Memang siapa dia?"

"Kau lihat disitu, namanya Lee Hyukjae."

..

..

Dengan langkah tergesa- gesa Donghae berjalan menuju ruangan sang editor yang tadi dikatakan Yunho, meski ditengah perjalanan ia beberapa kali mendapatkan penghadangan, namun Donghae sama sekali tidak menggubrisnya. Dia harus segera menemui editor sialan itu dan menanyakan apa maunya orang itu, kenapa seenaknya saja memuat berita tentangnya tanpa seijinnya. Dan tanpa mengetuk pintu, Donghae segera membuka pintu ruangan sang editor tersebut dengan kasar.

"Tuan Lee Hyukjae, bisa tolong kau jelaskan apa maksud dari artikel yang kau tulis ini!"

Donghae melempar koran dalam genggamannya ke meja kerja Hyukjae dan berusaha mengamati sosok laki- laki berambut pirang di depannya. Laki- laki pirang itu hanya berpakaian santai, dengan celana jeans dan kaos gombrong dengan sebuah kaca mata membingkai matanya.

"Tuan Lee Donghae, apakah kau tidak diajarkan sopan santun dan etika terhadap orang yang baru kau kenal?"

"Aku memang baru mengenalmu, tapi jika dilihat dari artikel yang kau buat itu sepertinya kau sudah sangat mengenalku."

Donghae memicingkan matanya, menatap sengit Hyukjae dan koran yang berada di atas meja kerja Hyukjae yang ia lemparkan tadi.

"Silahkan duduk. Dan biar kujelaskan, aku bukan penulis gosip murahan. Apa yang aku tulis itu semua berdasarkan fakta. Kau tidak perlu membacanya jika tidak menyukainya, simple 'kan?"

Hyukjae bangkit dari kursinya dan berjalan dengan percaya diri menghampiri Donghae, lalu melemparkan koran tersebut tepat mengenai wajah Donghae.

Donghae menarik nafas menahan emosinya, namun gemeretak giginya tetap saja nyaris terdengar. Jarak tubuh mereka hanya terpaut beberapa centimeter saja, tubuh kurus kecil Hyukjae bukanlah ancaman untuknya.

Dengan seenaknya Donghae meraih kacamata yang tadi menghiasi wajah Hyukjae membuat Hyukjae terperanjat dan reflek melayangkan sebuah pukulan pada wajah Donghae, tapi gerakan Donghae lebih cepat hingga membuat kedua tangannya terkurung dalam genggaman erat Donghae.

Hyukjae menatap Donghae sengit membuat Donghae terperangah. Untuk pertama kali dalam hidupnya, Donghae melihat mata terindah yang menatapnya dengan berani.

"Hentikan semua tindakkan konyolmu membuat artikel miring tentangku. Karena jika tidak, aku pastikan kau akan menyesal atas keberanianmu itu, Hyukjae- ssi!" Donghae kembali memasangkan kacamata Hyukjae ketempatnya semula.

"Dan bersikaplah lebih manis. Lihatlah, wajahmu sangat manis tapi sikapmu tidak ada manis- manisnya sama sekali. Mungkin dengan begitu kau akan lebih mudah mendapatkan pasangan hidupmu."

Setelah berkata seperti itu, Donghae berlalu dari hadapan Hyukjae yang wajahnya sudah memerah dan hampir menangis.

Sepeninggal Donghae, Hyukjae berusaha menenangkan dirinya. Sebagai seorang penulis, ia memang cukup sering mendapatkan terror akibat dari keberaniannya mengupas setiap kejadian atau kepribadian dari objeknya dengan sangat transparan. Tapi biasanya jika menerima ancaman atau terror Hyukjae akan mendapatkannya melalui perantara, bukan si objek yang langsung mendatanginya seperti yang dilakukan Donghae barusan.

Belum sempat Hyukjae bernafas lega, kali ini telepon diruang kerjanya berdering. Asistennya mengatakan bahwa telepon tersebut dari keluarganya di Incheon.

"Ya, Hyung. Ada apa?"

"Cepatlah pulang, Hyuk! Ibu terserang stroke! "

"A-apa?"

Hyukjae tidak mendengar apa- apa lagi yang dikatakan Sungmin karena setelah mendengar ibunya terserang stroke, Hyukjae langsung membanting teleponnya. Dan dengan tergesa- gesa berlari menuju lift, namun saat hendak masuk kedalam lift yang terbuka, Hyukjae menghentikan langkahnya saat melihat Donghae berdiri didalam sana.

"Mau masuk tidak?"

Hyukjae terlihat berfikir, ia masih kesal dengan manusia arogan dihadapannya itu. Tapi karena keadaan yang cukup mendesak membuat Hyukjae harus mengalah dan mengesampingkan egonya. Hyukjae masuk kedalam lift sambil membuang muka, sama sekali tidak mau menatap Donghae yang terus memperhatikannya.

Donghae dan Hyukjae berdiri dalam diam, tanpa menoleh satu sama lain. Menit demi menit berlalu, entah kenapa liftnya bukannya berjalan justru terasa seperti sedang berhenti.

"Perasaanku saja atau memang lift ini macet?"

Dengan tenang Donghae membuka kotak darurat di dekat pintu lift, kemudian mengambil gagang telepon kecil yang ada disana dan berteriak mencari pertolongan. Namun tidak membuahkan hasil.

Hyukjae mendadak jadi panik sendiri, ia mengambil ponselnya untuk menhubungi siapapun yang bisa menolongnya.

"Kau itu bodoh atau apa? Ini ruang tertutup, ponselmu tidak akan berguna disini."

Donghae masih sibuk mengutak- atik gagang telepon di dalam kotak darurat saat mendengar deru nafas Hyukjae yang bercampur dengan isak tangisnya terdengar semakin jelas.

"Tadi kau terlihat seperti jagoan yang sangat percaya diri. Kenapa sekarang hanya karena lift ini macet saja kau berubah jadi cengeng?"

Donghae geleng- geleng kepala tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Coba lihat, tadi Hyukjae berdiri dihadapannya dengan berani seolah menantangnya berkelahi, tapi sekarang laki- laki berambut pirang itu berjongkok sambil menangis tersedu- sedu dan menenggelamkan kepalanya kedalam lipatan tangannya yang bertumpu pada lututnya.

"Kau kenapa?"

"Bukan urusanmu."

"Yaa... baiklah. Jika kau tidak mau bercerita, maka aku juga memutuskan akan pasrah saja berjongkok disini sampai pihak keamanan menyadari kita terkunci di lift yang mati ini. Mudah- mudahan mereka menemukan kita saat kita masih hidup."

"Kau! Kau itu 'kan laki- laki, kenapa bersikap seperti itu?! Cepat sana cari pertolongan!"

"Memangnya kau bukan laki- laki?"

Hyukjae mengumpat. Sialan! Disaat seperti ini kenapa ia harus salah bicara. Membuat malu saja.

"Aku harus segera ke Incheon, ibuku sakit."

Mendengar kata ibu, membuat hati Donghae terasa menghangat. Donghae tidak tahu bagaimana rasanya jika mendengar ibunya sedang sakit. Karena ibunya sudah meninggal dunia saat melahirkannya. Dan ayahnya memutuskan untuk tidak menikah lagi sampai detik ini, sehingga Donghae tidak tahu bagaimana rasanya hampir kehilangan seorang ibu, karena memang ia telah lama kehilangan ibunya.

Donghae segera berdiri lalu kembali mengutak- atik tombol- tombol di kotak darurat tersebut dan tidak lama terdengar suara kasak kusuk dari gagang telepon.

Donghae langsung berteriak- teriak, memaki, mengumpat dan mengancam petugas keamanan yang berbicara ditelepon. Memerintahkan para petugas itu untuk mengeluarkan mereka dari dalam lift itu. Hyukjae sampai berjingkat kaget. Suara teriakan Donghae tadi tidak main- main.

"Kau dengar, mereka akan mengeluarkan kita dalam beberapa menit lagi."

"Terima kasih."

Hyukjae melepas kacamatnya dan mengelap kacamatanya yang basah dengan ujung bajunya. Donghae diam- diam memperhatikan wajah Hyukjae yang tanpa kacamata. Entah kenapa Donghae tersipu- sipu sendiri saat menatap kedua bola mata berkelopak satu milik Hyukjae yang terlihat sangat indah menurutnya. Donghae akui, sejak pertama melihat Hyukjae tadi, laki- laki berambut pirang itu memang terlihat cukup manis, walaupun sikapnya tidak ada manis- manisnya sama sekali.

Donghae terkesiap saat terdengar suara pintu lift akan terbuka. Ia buru- buru berdiri dan merapikan jasnya yang sedikit kusut, begitu juga dengan Hyukjae. Pria manis itu merapikan rambut pirangnya, menyisirnya dengan jari lalu membetulkan letak kacamatanya yang sedikit merosot sekali lagi. Dan saat pintu lift benar- benar terbuka, mereka sudah berada dilantai dasar.

Ada beberapa petugas keamanan dan teknisi yang berada di depan lift. Mereka meminta maaf atas kejadian tidak mengenakan yang baru saja menimpa Donghae dan Hyukjae dan berjanji hal seperti itu tidak akan terulang lagi.

Hyukjae mengerjap tidak percaya atas reaksi Donghae yang di luar dugaannya. Ia kira Donghae akan mengamuk, atau paling tidak memaki- maki dan mengumpati orang- orang itu karena merasa dirugikan karena waktunya yang berharga terbuang sia- sia dengan terkurung didalam lift yang macet. Tapi apa, manusia arogan itu justru hanya bersikap biasa saja seperti tidak terjadi apa- apa.

"Aku duluan, Hyukjae- ssi dan kudo'akan semoga ibumu cepat sembuh."

Donghae pergi meninggalkan Hyukjae yang masih sibuk menenangkan detak jantungnya yang mendadak terasa berantakan entah karena apa.


.::: YOU AND I :::.

.::: D & E :::.


Donghae dikejutkan dengan kedatangan ayahnya yang tiba- tiba di ruang kerjanya dengan wajah murka. Bahkan ayahnya itu tidak mau repot- repot berbasa- basi untuk sekedar menanyakan kabarnya padahal sudah hampir satu bulan mereka tidak bertemu karena kesibukan masing- masing.

"Sejak kapan aku mengajarkanmu hal- hal seperti ini?!"

Dengan kasar sang ayah melemparkan gulungan koran yang dibawanya, dan sialnya lagi- lagi mengenai wajahnya.

Dasar sial! Kemarin si pirang sialan itu, sekarang pak tua ini juga! Lama- lama wajah tampan Donghae bisa cidera jika terus menerus menjadi sasaran tembak gulungan koran.

Donghae mengambil gulungan koran tersebut dengan wajah masam lalu melihat isi artikel dan beberapa foto yang tercetak disana. Donghae menghela nafasnya kasar.

Artikel dan foto- foto itu lagi...

Baiklah, Donghae mengakui bahwa ia memang bukanlah orang suci. Dulu saat masih di London, kuliah mengambil jurusan tekhnik, Donghae memang melewati masa mudanya dengan kenakalan pria pada umumnya yang hobi berpesta dan bermain wanita. Tapi saat ia kembali ke Korea dan dipaksa sang ayah untuk memegang kendali perusahaan ayahnya yang hampir gulung tikar, semua gaya hidup bebasnya semasa di London telah ia tinggalkan. Dan dari sanalah Donghae bertekad untuk merubah hidupnya agar lebih baik dan terarah.

Berkat kerja kerasnya, akhirnya Donghae mampu menjadi seorang pengusaha yang sukses di usianya yang baru menginjak 25 tahun. Dan sekarang, disaat karir dan perusahaan yang di kendalikannya melaju pesat, tiba- tiba saja masa lalu kelam yang ingin dilupakannya kembali di korek oleh orang- orang yang tidak bertanggung jawab.

"Itu dulu. Apa ayahku sendiri lebih percaya artikel murahan itu dari pada anaknya sendiri?"

"Ayah percaya padamu. Tapi jika lawan bisnismu mengetahui dimana titik kelemahanmu, maka mereka pasti akan berlomba- lomba untuk menjatuhkanmu"

"Lalu Ayah ingin aku bagaimana?"

"Segeralah cari pasangan untuk kau nikahi, mungkin dengan begitu berita- berita buruk tentangmu akan mereda."

Menikah...?

Bahkan membayangkannya saja pun Donghae tidak pernah. Lalu siapa pula yang harus ia nikahi, kekasih saja ia tidak punya.

..

..

Sudah beberapa hari ini Hyukjae menetap di Incheon karena kondisi ibunya yang cukup kritis. Mau tidak mau Hyukjae mengambil cuti dari pekerjaannya untuk merawat ibunya, juga sebagai balasan karena ia yang belum bisa memenuhi keinginan ibunya untuk segera menikah.

"Maafkan aku."

Hyukjae menatap ayahnya dengan penuh penyesalan, bagaimana pun kondisi ibunya menjadi seperti ini adalah karena kesalahannya juga.

"Untuk?"

"Aku belum bisa memenuhi keinginan ibu."

Ayah Hyukjae terlihat merenung, menatap anaknya yang terlihat sangat menyedihkan. Sebenarnya itu bukan semata- mata kesalahan Hyukjae. Anak bungsunya itu sudah berkali- kali mengenalkan kekasihnya tapi ia selalu menolaknya dengan alasan kekasih Hyukjae itu tidak cocok dengan anaknya. Padahal yang sebenarnya adalah, ayahnya hanya ingin Hyukjae menikah dengan seseorang yang berlatar belakang sama sepertinya, seorang pengusaha.

"Ayah juga salah."

"Maksud ayah?"

"Ayah selalu menolak orang- orang yang kau perkenalkan hanya karena mereka bukanlah pengusaha seperti ayah"

Hyukjae terkejut, tentu saja. Jadi hanya karena itu selama ini ayahnya tidak pernah menyetujui hubungannya dengan siapapun, hanya karena mereka bukan seorang pengusaha seperti ayahnya.

Hyukjae menghembuskan nafasnya dengan kasar. Terlintas sebuah nama di benaknya, namun Hyukjae segera menggelangkan kepalanya kuat- kuat. Hyukjae pasti sudah gila, bagaimana mungkin ia bisa memikirkan orang itu disaat genting seperti ini. Ia pasti sudah sangat gila!


.::: YOU AND I :::.

.::: D & E :::.


Donghae sangat terkejut saat sekretarisnya memberitahukan jika Lee Hyukjae datang untuk menemuinya. Mau apa si Pirang sialan itu menemuinya pagi- pagi begini? Mengorek- ngorek tentang kehidupan masa lalunya lagi lalu mempublikasikannya melalui media. Jangan harap dia akan mendapatkannya! Karena Donghae tidak akan sudi meluangkan waktunya yang berharga hanya untuk melayani laki- laki bermulut pedas seperti Hyukjae. Tapi... Donghae penasaran juga, apa gerangan yang membuat Hyukjae datang menemuinya. Dan juga entah kenapa Donghae merasa rindu pada sepasang mata indah Hyukjae, mata yang membuat waktu seolah berhenti setiap Donghae menatapnya.

Hyukjae muncul dengan malu- malu dari balik pintu, tidak lama setelah Donghae memerintahkan sekretarisnya untuk menyuruh Hyukjae masuk. Hyukjae terlihat berbeda dari pertama mereka bertemu. Kali ini Hyukjae menggunakan pakaian yang lebih rapi dan modis, dengan jeans skinny hitam yang pas membungkus kaki dan pahanya yang ramping dan kemeja biru yang dilapisi dengan sebuah blazer hitam.

"Silahkan duduk, Hyukjae-ssi. Apa ada yang bisa kubantu? Tapi jika kedatanganmu kesini hanya untuk mengorek- ngorek masa laluku lagi, kau bisa segera keluar dari ruanganku."

Hyukjae jadi salah tingkah, namun tetap duduk dihadapan Donghae. Donghae memperhatikan tingkah laku Hyukjae. Tidak seperti pertemuan terakhir mereka dimana Hyukjae terlihat sangat percaya diri, kali ini Hyukjae terlihat sedikit canggung dan tidak nyaman.

"Tidak. Aku justru datang membawakan solusi untuk masalah yang sedang kau hadapi, Donghae- ssi"

"Masalahku? Seperti kau tahu masalahku saja."

Kaulah sumber semua masalahku, sialan!

Donghae menaikkan sebelah alisnya. Memang apa yang bisa yang Hyukjae lakukan untuk mengatasi masalahnya? Ah, apa dia lupa jika dirinya sendirilah yang menjadi sumber semua masalah yang Donghae hadapi saat ini.

"Ya, dan hanya ada satu solusi untuk menyelesaikan masalahmu."

Dan masalahku, tentu saja

"Menikahlah denganku, Donghae- ssi."

..

..

TBC