Karin keluar dari ruang kerja ayahnya. Sepanjang jalan dia terus menggerutu kesal. Apa yang dikatakan ayahanda kepadanya membuat senyumnya yang tadinya mengembang tiba - tiba mengerucut. Dia sedikit mengangkat gaun panjang yang dikenakannya karena ingin cepat - cepat pergi ke kamarnya.
"Putri Karin-sama, anda ingin pergi ke mana?" tanya Miyon, pengawal pribadinya saat Karin keluar dari ruang pribadi Raja.
"Aku ingin ke kamar dan tidur. Dan satu hal lagi, berhenti memanggilku Putri, Miyon! Aku tidak suka julukan itu!" Seru Karin yang sedikit membentak dengan beberapa penekanan, namun tetap acuh tak acuh dan langsung melewati Miyon. Hari ini mood-nya sedang buruk akibat perkataan ayahnya yang seenak jidat menjodohkannya dengan pangeran dari kerajaan Kujyou yang sama sekali tidak pernah ditemuinya.
Dia sampai di ambang pintu kamarnya dan berbalik.
"Jangan ganggu aku Miyon. Kau tunggu saja di luar. Aku lelah," perintah Karin
"Baik Karin-sama."
Karin mengangguk dan bergegas masuk ke kamarnya. Dia melepas mahkotanya serta sepatu hak tingginya dan pergi menuju sebuah lemari antik yang tidak terlalu besar ataupun kecil yang berada di sudut kamarnya. Dia membuka pintu lemarinya itu dan memasukinya. Dia mengunci pintunya dari dalam lalu berjalan menuju pintu rahasia dibalik gaun - gaunnya. Sebuah pintu dengan ukiran yunani yang membentuk tulisan 'Hanazono Karin'. Dia mengarahkan tangan kanannya menyentuh lemari itu dan bergumam
"My butterfly"
Pintu rahasia itu terbuka dengan perlahan. Cahaya keemasan yang menyilaukan iris emeraldnya dari balik pintu itu menerangi lemarinya. Dia mulai berjalan melewati pintu rahasia yang menghubungkannya ke sebuah padang rumput yang luas dengan taman bunga yang indah serta kupu - kupu yang terbang bebas diantara bunga - bunga dengan berbagai warna itu. Kaki jenjangnya berjalan di padang rumput itu, cahaya keemasan itu pun mulai memudar dan berakhir saat pintu rahasia itu tertutup di sebuah batu yang memiliki ukiran yang sama dengan lemari milik Karin.
Karin berlari menuju taman bunga. Dia memetik beberapa bunga dan berbaring di rumput hijau yang tertiup oleh semilir angin lembut. Karin berbaring menatap langit biru yang dihiasi oleh awan - awan putih lembut, tempat kupu - kupu yang indah berterbangan. Dia menghela nafas. Saat Karin sedang dalam masalah, dia selalu ke tempat ini. Tanpa sadar, memori dalam otaknya mulai berputar tentang kejadian barusan. Ia menghela nafas.
"Ayah selalu saja berbuat seenaknya."
.
.
Disclaimer:
Kamichama Karin by. Koge Donbo
My Butterfly by. Rizki Kinanti
Rate: T
Genre: Fantasy and Romance
Pairing: Karin Hanazono x Kazune Kujyou
Warning: Gaje, OC, OOC, OOT, EYD banyak salah, pemilihan diksinya gak menarik, gak nyambung, banyak kata yang hilang, hancur lebur, dll.
.
Happy Reading
.
.
ENJOY
.
.
Seorang pria yang biasa disapa 'Yang Mulia' tengah mondar mandir di ruang kerjanya. Raja pemimpin kerajaan Hanazono yang bernama Ichi Hanazono itu tengah dilanda rasa khawatir terhadap putri tunggalnya. Bagaimana tidak? Sang putri satu-satunya hilang bak ditelan bumi. Belum beberapa menit putrinya itu keluar dari ruang kerjanya, sang pengawal pribadi Karin, Yii Miyon melaporkan bahwa putrinya itu hilang. Dan yang tersisa hanyalah mahkota dan sepatu hak tinggi miliknya. Demi apapun juga, kenapa putrinya bisa hilang secepat itu? Dia terus berkomat - kamit berharap sang putri baik-baik saja. Apa dia pergi karena hal tadi? Batinnya
*FLASH BACK ON*
Karin pergi menuju ke ruang kerja ayahnya. Entah kenapa tiba - tiba ayahnya memanggilnya. Dia merasakan firasat buruk. Namun ia tepis perasaan aneh itu jauh - jauh.
Karin mengetuk pintu kamar ayahnya. Setidaknya itulah tata karama seorang putri mahkota yang sudah lama dipelajarinya.
"Masuk!" Titah Raja. Karin membuka pintu dan membungkuk kepada ayahnya
"Ada apa gerangan ayahanda memanggil ananda kemari, tidak biasanya ayahanda memanggil saya secara tiba - tiba seperti ini," ujar Karin dengan sopan, walaupun sebenarnya sikapnya berbanding terbalik jika di belakang ayahnya.
"Ayah ingin kau tahu bahwa sebenarnya mendiang ibumu sudah menjodohkanmu dengan putra mahkota dari kerajaan Kujyou sebelum kau lahir. Ayah ingin kau melaksanakan keinginan terakhir ibumu, Karin," ungkap Ichi. Iris Karin membola dengan mulut menganga.
"Ayah, kau menjualku. KAU MENJUALKU!" Teriak Karin, matanya memancarkan sinar kekecewaan yang sangat mendalam.
"Ayah tidak menjualmu, Karin. Itu adalah wasiat dari ibumu sesaat setelah ia melahirkanmu," jelas Ichi.
"Itu sama saja, kenapa kalian tega sekali padaku," gerutu Karin
"Tidak ada penolakan Karin. KAU HARUS MEMATUHINYA!" Bentak Ichi
"Ayah tega, ini pertama kalinya ayah membentakku. Aku benci ayah," gumam Karin lalu berlari meninggalkan ayahnya yang dilanda penyesalan.
"Maafkan ayah, Karin."
*END OF FLASH BACK*
Sekarang ia menyesal. Menyesal karena telah memaksa Karin. Ia sedih karena tak tau apa yang harus dia lakukan, tetap melaksanakan wasiat mendiang istrinya atau memberikan kebebasan kepada Karin untuk memilih calon suaminya. Tapi prioritas utamanya adalah menemukan Karin.
.
*My Butterfly*
.
Sekarang Karin berakhir di taman bunga di atas bukit. Dia berbaring diantara bunga - bunga, matanya mengamati kupu - kupu yang terbang hilir mudik di sekitar bunga - bunga juga dirinya. Semilir angin menerbangkan beberapa anak rambutnya. Dia menutup matanya, menikmati sensasi yang diberikan alam padanya.
"Pasti sangat menyenangkan jika aku bisa terbang bebas seperti kupu - kupu, bukannya dalam penjara bernama kerajaan," gumam Karin.
"Sedang apa kau disini," sebuah suara menginterupsi Karin. Karin bangun dari posisinya.
"Memangnya kenapa? Aku kan selalu kesini," gerutu Karin mendelik kesal ke arah pemuda bersurai blonde yang tengah menatapnya dengan iris safir miliknya yang menawan.
"Lantas, kenapa kau berada di sini? Siapa kau dan dari mana kau," tanya pemuda itu lagi.
"Aku kesal," Karin mengangkat bahunya.
"Aku tanya siapa kau dan dari mana asalnmu?" Ulang Kazune kesal karena tidak mendapatkan respon dari Karin.
"Siapa aku dan darimana asalku itu bukan urusanmu," jawab Karin memandang Kazune datar.
"Baiklah, kau benar. Kalau begitu, siapa namamu?" Tanya pemuda itu lagi
"Hanazono Karin, kau?" Tanya Karin balik.
"Kazune," jawabnya enteng. Alis Karin mengernyit mendengar penuturan Kazune.
"Bagaimana dengan margamu?" Tanya Karin penasaran
"Aku tak punya marga," jawabnya. Iris emerald Karin membulat. Bagaimana bisa dia tak punya marga? Pikir Karin
"Kau sedang apa?" Tanya Karin ketika Kazune mengeluarkan banyak cat dan beberapa kuas
"Aku ingin melukis," ucap Kazune mengeluarkan sebuah kanvas
"Kau bisa melukis?" Tanya Karin lagi
"Hn, memang kenapa?" Jawab Kazune. Karin diam saat melihat tangan Kazune sudah mulai membuat goresan cat dengan kuas. Dengan lincah, Kazune melukis pemandangan di depannya dari bukit. Hanya dalam 17 menit, lukisan Kazune selesai. Karin memandangi lukisan Kazune takjub.
"Hebaat~ Bagaimana bisa kau melukis secepat dan seindah ini?" Tanya Karin dengan mata berbinar.
"Kau tau, aku sudah terbiasa," ujar Kazune
"Kau mau berteman?" Tanya Karin mengulurkan tangannya.
"Hn, tentu," Kazune menjabat tangan Karin
Di saat yang bersamaan, Ichi masih sibuk mencari anaknya. Dia takut terjadi apa - apa pada anaknya. Dia bahkan menyuruh semua prajuritnya mencari Karin. Bagaimana jika Karin dalam bahaya? Dia mengutuk dirinya yang sudah berfikir yang bukan - bukan. Seorang prajurit menghadap padanya.
"Yang mulia, kami belum bisa menemukan Hime-sama," lapor prajurit itu.
"Jangan kembali jika kalian belum menemukan putriku!" Titah Ichi.
"Dimana kamu, Karin?"
.
*My Butterfly*
.
Karin duduk bersandar di bawah sebuah pohon. Bersama Kazune yang sedang sibuk melukis tentunya.
"Kau tau," Karin menggantungkan kalimatnya
"Apa?" Tanya Kazune
"Aku ingin jadi seperti kupu - kupu," ungkap Karin. Alis Kazune bertaut, wajahnya memberikan ekpresi 'apa maksudmu?'
"Aku ingin hidup bebas," jelasnya. Ia menghela nafas jenuh.
"Kenapa kau berkata seperti itu?" Tanya Kazune heran.
"Kau tidak tau bagaimana hidupku."
"Lantas, seperti apa hidupmu?" Skak Mat. Apa yang harus dia jawab. Dia tidak boleh membiarkan identitas aslinya ketahuan.
"Jika aku ingin hidup bebas, itu artinya hidupku yang nyata berbanding terbalik dengan impianku," jelas Karin berbohong namun tidak sepenuhnya berbohong.
"Hn," respon Kazune ambigu. Karin menghela nafas lega.
"Ada yang salah?" Tanya Kazune, sebelah alisnya terangkat karena heran melihat Karin lagi - lagi menghela nafas.
"Tidak," elak Karin. Keduanya diselimuti keheningan. Hingga beberapa saat, Karin yang tidak nyaman dengan situasi itu berusaha memulai percakapan.
"Apa kau punya keahlian khusus?" Tanya Karin memecah keheningan
"Maksudmu?"
"Aku punya, kekuatan menghidupkan semua kupu - kupu yang sudah mati. Tapi ada pengecualian. Jika sayapnya sudah rusak, aku tidak bisa menghidupkannya. Juga-" Karin terhenti ketika Kazune memotongnya cepat
"Hn, aku juga punya. Saat berperang, aku selalu menang walau dengan tangan kosong tanpa luka tergores sedikitpun. Itu karena aku memiliki kekuatan perisai atau mungkin bisa dibilang pelindung," jelas Kazune tanpa mengalihkan pandangannya dari kanvas. Ternyata dia sudah mulai melukis lagi.
"Kenapa kau bertanya?" Tanya Kazune heran
"Hanya penasaran saja," jawab Karin asal. Dia tengah sibuk membuat sebuah tiara dari tanaman menjalar yang dihias dengan berbagai jenis bunga dan warna.
"Dari tadi, aku ingin tanya," ucap Kazune. Karin yang sedang mencoba memakai tiara alami yang dia buat.
"Cocok tidak?"
"Hn, cocok."
"Tadi, kamu mau bilang apa?" Tanya Karin bingung.
"Kenapa kamu memakai pakaian kerajaan? Aku juga merasa tidak asing dengan marga 'Hanazono'," tanya Kazune heran. Karin membeku di tempat. Dia tidak bisa memberi tahukan identitas aslinya jika di luar kerajaan. Perkataan ayahnya selalu terngiang - ngiang di telinganya.
'Kau tidak boleh memberikan identitasmu kepada orang lain di luar kerajaan atau kau akan dalam bahaya'
Karin menggeleng - gelengkan kepalanya lalu membuka mulutnya.
"Ma...masa sih? Mu...mungkin k...kau salah o...orang," bantah Karin terbata - bata. Kazune mengangkat bahunya.
"Mungkin kau benar," kata Kazune cuek
"Tentu saja aku benar. Aah, aku harus pulang sekarang. Kalau tidak ayahku pasti mencariku. Kalau begitu, sampai jumpa Kazune-kun," Karin meruntuki ucapannya yang seenaknya saja memanggil Kazune yang baru dikenalnya dengan surviks 'kun'
"Hn," timpal Kazune datar. Karin bernafas lega. Setidaknya Kazune tidak memberinya protes. Karin melambaikan tangannya lalu berlari menjauh dari Kazune seraya bergumam 'jaa' yang ditujukan pada Kazune. Dia pergi ke pintu rahasia yang terletak di batu besar tadi. Karin mengangkat tangannya menyentuh batu itu dan mengucapkan mantranya.
"My butterfly"
Pintu batu itu terbuka. Karin memasuki pintu itu. Perlahan - lahan, pintu itu tertutup dengan sendirinya. Kazune yang sedari tadi memperhatikan Karin mulai tertawa hambar.
"Kau sangat menarik, Karin-hime. Kau pikir kau bisa membohongiku, putri tunggal Ichiru Hanazono, eh?" Ujarnya dengan senyum penuh arti mengembang di wajahnya.
.
*My Butterfly*
.
Karin sudah kembali duduk di ruang kerja ayahnya. Memandang ayahnya yang tengah melontarkan berpuluh - puluh pertanyaan padanya dengan wajah malas. Dia memutar bola matanya.
"Sebenarnya kau dari mana Karin?" Pertanyaan itu terus di ulang oleh ayahnya.
"Sudah kubilang aku jalan - jalan untuk menyegarkan pikiranku," balas Karin yang juga mengulang - ulang jawaban yang sama.
"Lalu, bagaimana kau bisa pergi dengan sangat cepat?" Tanya Ichi lagi.
"Kenapa aku harus memberitahu orang yang membuatku melarikan diri dari sini, huh?" Timpal Karin.
"Huft, baiklah. Ayah tau kalau ayah salah. Ayah minta maaf. Tapi perbuatanmu juga salah, kau tahu itu," jelas Ichi
"Aku sangat tahu."
"Maka dari itu, kau tidak boleh kembali berbuat seperti itu, kau mengerti?" Tanya Ichi
"Aku tidak akan mengulanginya jika ayah membatalkan pertunanganku dengan orang yang sama sekali tidak kukenal. Kau menyiksa batinku," seru Karin frustasi.
"Hmm, kalau begitu aku memberimu kesempatan untuk berkenalan dengannya. Jika kau tetap tidak ingin menikah dengannya, maka kau bisa membatalkannya," ujar Ichi mengalah. Ia sudah mengambil pilihan yang beresiko sangat besar.
"Hn, aku setuju," ujar Karin. Ichi menyerahkan secarik surat resmi. Karin mengangkat sebelah alisnya.
"Ini undangan pesta topeng kerajaan Kujyou. Kau harus menghadirinya dan itu terhitung sebagai hari pertamamu untuk berkenalan dengannya," jelas Ichi
"Hn, aku mengerti. Kalau begitu, aku permisi dulu," Karin beranjak dari ruang kerja ayahnya. Senyum lega terlukis dengan jelas di wajah mereka berdua. Sang ayah berharap bahwa perjodohannya berhasil sedangkan sang anak berharap bahwa perjodohannya gagal.
"Semoga semuanya tidak sia - sia," gumam Ichi
.
Karin melangkahkan kakinya bersama Miyon di sampingnya. Dia terus menerus mengerang frustasi. Miyon heran melihat sikap Karin yang aneh -dimatanya. Walau dalam hati dia memiliki seribu pertanyaan yang ingin ditujukan pada Karin, namun ia memilih Miyon. Miyon menyimpulkan bahwa Karin melamun. Ya, melamun.
"Kau seperti orang gila," canda Miyon. Karin hanya diam. Biasanya Karin akan langsung melayangkan banyak protes kepadanya, namun sepertinya sekarang dia benar - benar frustasi.
"Apakah ada yang salah, Karin-hime?" Miyon memberanikan diri bertanya, berusaha membuyarkan lamunannya.
"A...ah, apa yang kau katakan tadi Miyon?" Ujar Karin terbata - bata.
"Kau aneh! Apa yang sebenarnya terjadi padamu?" Tanya Miyon. Karin pun menceritakan semuanya pada Miyon. Mengeluarkan seluruh keluh kesahnya. Miyon mendengarkannya, sesekali menggumamkan kata 'wow' dari mulutnya sampai cerita Karin selesai.
"Keren," seru Miyon dengan mata berbinar. Karin berdecak kesal.
"Huh, kau ini! Aku tidak mau dijodohkan. Aku bahkan tidak tahu siapa dia," keluh Karin.
"Bersemangatlah Karin. Setidaknya kau harus mengenalnya terlebih dulu. Berilah dia kesempatan baru kau bisa memutuskan," nasihat Miyon.
"Kurasa kau benar," ujar Karin
"Sekarang, kau harus bersiap - siap. Bukankah kau akan pergi ke pesta topeng itu, tentunya aku ikut. Secara, aku kan pengawal pribadimu," ujar Miyon terkekeh pelan. Karin mendengus kesal mendengar penuturan Miyon.
"Dasar modus."
.
.
TSUZUKU
.
Keep or Delete?
.
.
A/N:
Kyaaaa, akhirnya Meirin berhasil membuat fict baru ini dengan susah payah. #histeris
Fict baru yang idenya muncul waktu lagi refreshing ke puncak XD! (Readers: gak nanya!)
Bagaimana? Baguskah? Atau jelekkah? Berikanlah kritik dan saran kalian dan taruh di kotak riview XD :3
Fict ini ku persembahkan untuk semua readers dan author dari fandom manapun #peluk n cium semua orang #plaaakk
Satu pemberitahuan, chapter depan akan lama updatenya karena Meirin bakal menghadapi ujian sekolah + ujian praktek + ujian sekolah. Jadi, gomen bila mengecewakan.
Terimakasih bagi para readers yang sudah rela meluangkan waktunya untuk fict ini. Bila berkenan, isilah kolom riview dengan semua uneg-uneg kalian tentang fict ini. Ini juga berlaku untuk kalian #nunjuk silent readers #dibuang
Oke, no more, no bacot
.
.
RnR Please?!
.
.
Pagaralam, 10 Maret 2014
