Red Eyes Black Dragon

Summary: "Love is giving someone the power to break your heart, but trusting them not to", Tapi bagaimana jika hati itu sudah terluka sebelum menyadari adanya cinta darinya? Matt x OC, Slight AU, Trilogy Fic~, R & R

1

1

1

Kazu: Selamat pagi, siang, sore, malam semuanya!!! Kali ini aku menculik Matt sebagai 'objek'

Matt: …Objek?

Kazu: Yup…Do the disclaimer, please~

Matt: Disclaimer: Sama seperti yang orang katakan di fanfic-fanfic lain

Kazu: Hah? Gitu doang? Ada lagi bawahnya.

Matt: -baca script- Special dedication to Empi a.k.a Wolfie von Jeevas a.k.a harurunGAARA

1

1

1

1

1

Opening Song: Aya Hirano – Misa no Uta

1

1

1

-NOTE 1: Crush?-

1

1

1

1

1

"Mail~"

"Hmm…"

"Maaiiil~"

"Hmmm?!"

"Huh, bisa tidak tinggal sebentar game mu?"

"…No"

"Ah, katanya kau mau ajari aku pelajaran tidak penting ini"

"Siapa yang bilang aku mau…"

"Ya…tapi kau kan diberikan tugas ini, untuk mengajari aku"

"Aku belum bilang 'ya', tapi kau sudah menyeretku"

Gadis yang memiliki rambut pirang, bermata biru yang masih memakai seragam sekolah itu akhirnya menyerah membujuk Matt mengajarinya Matematika. Karena dia sadar tidak ada yang bisa mengalihkan perhatian Matt dari gamenya.

"Kay?"

Kaylin Rutherford, nama gadis itu, dia sama sekali tidak bergeming. Dia menyembunyikan wajahnya dengan buku Matematika yang lumayan besar dia berbisik 'matematika sial' sesekali 'Mail pemalas' dan yang sejenisnya. Matt tersenyum.

"Kau jadi mirip Mello" kata Matt tanpa melepas pandangan dari PSP-nya

Kaylin menurunkan buku matematikanya sehingga ia bisa melihat Matt yang memunggunginya.

"Jangan samakan aku dengan Mihael"

Matt memutar badannya.

"Tapi kau memang mirip, rambut dan matamu juga sama"

"TAPI aku perempuan! Walau Mihael juga agak cantik, oh well…"

"Kukira kau sedang serius mengerjakan PR"

"Aku tidak bisa, kenapa benda ini susah untuk dikerjakan" Kaylin berkata dengan mata berkaca-kaca. "Ah~ aku menyerah"

Kaylin melempar buku itu ke arah Matt, tepat mengenai muka Matt. Kaylin tertawa geli sambil berguling-guling di lantai. Matt memunggunginya lagi, lalu menyalakan televisi yang ada di depannya. Kaylin kembali ke posisi duduk, lalu memiringkan kepalanya dan berfikir ' Mail marah ya?'

Kaylin berjalan, lalu duduk di sebelah Matt yang sudah tidak memegang PSP, tapi tetap dengan rokok di mulutnya, dia sedang serius menonton berita di televisi. Tentang KIRA.

"Mail?"

Matt tidak menjawab. Kaylin mengerutkan dahinya. Kaylin meletakkan ujung jari telunjuknya ke pipi Matt. Matt melihat Kaylin dari ujung matanya, tiba-tiba dia tidak bisa berkata apa-apa saat menyadari Kaylin menyentuhnya. 'Mata yang indah' pikir Kaylin.

"…W-what?"

"Mm…k-kau tidak marah?"

Matt menggelengkan kepalanya, lalu mereka berdua hanya diam. Setelah beberapa menit…

"Kau tidak mengerjakannya?" Kaylin memecah keheningan.

"PR?...nanti saja, sudah PR itu nanti saja mengerjakannya, itu kan mudah…"

"Ya menurutmu mudah, jenius! Aku tidak bisa belajar sambil main detektif-detektifan dengan Mihael"

"…itu bukan permainan"

"Eh…kabar L bagaimana ya? Aku telpon saja, ah"

"Ja...jangan!!"

"Huh? Why?"

"Em…dia mungkin sedang sibuk, lagipuka aku yakin dia baik-baik saja"

"Tapi…kalau dia baik-baik saja untuk apa Nate dan Mihael pergi membantu L?"

"I…itu—

Tiba-tiba ponsel Matt berbunyi, dalam hati Matt bernafas lega. Matt berdiri sambil mengambil ponsel di atas meja, lalu pergi keluar. Kaylin hanya bisa memandangi pintu rumahnya.

Beberapa saat kemudian Matt kembali

"Itu tadi siapa?"

"Mello"

"Oh…"

"Aku pulang dulu"

"O..kay…"

Matt memasukkan PSP ke dalam tasnya, lalu pergi.

---

Kaylin makin tidak mengerti Matt akhir-akhir ini, Matt seperti menyembunyikan sesuatu. Atau dia sendiri yang menyembunyikan sesuatu? 'Aku? Menyembunyikan sesuatu? Apa perasaan yang ku pendam kembali lagi?' pikir Kaylin. Kaylin menggeleng-gelengkan kepalanya untuk melupakan yang dia pikirkan tadi. Kaylin memegang kepalanya. 'Argh! Aku kira, aku sudah melupakan perasaan ini!'. Kaylin menghela nafas.

---

Matt membuka pintu rumahnya, lalu segera menuju kamarnya. Dia membuka pintu kamar sambil melepas dasi. Dia duduk di pinggir kasur, melihat meja disamping kasurnya. Disana ada sebuah foto, fotonya dan Kaylin. Dia hanya memandang foto itu,'Kenapa aku masih menaruhnya di sana?'. Foto itu sudah lama sekali, saat mereka baru lulus dari SD, dan sekarang sudah duduk di kelas 3 SMA. Matt melepas kacamata frame less-nya. 'Crush?'

X-x-o-x-X

Hari ini Kaylin ada di perpustakaan sekolah, bukan karena dia terlalu rajin, tetapi karena mendapat hukuman (lagi) karena dia lupa mengerjakan pr matematikanya (menurutnya gara-gara Matt). Dia merapikan buku-buku di perpustakaan yang super sepi itu, karena ini masih jam pelajaran.

"Krek"

Kaylin melihat kanan dan kirinya, tidak ada siapa-siapa. Kaylin agak takut juga ada di antara rak buku yang lumayan besar ini, kemudian terdengar suara langkah kaki yang samar-samar. Kaylin menghentikan gerakannya, kali ini dia tidak berani menoleh bahkan dia semakin sulit bernafas. Langkah kaki itu makin lama makin dekat.

'Siapa? Ini kan jam pelajaran? Apa itu…'

Kaylin merasa ada tangan yang dingin di pundaknya, dia merasa bulu kuduknya berdiri. Kaylin membalikkan badannya dengan cepat, lalu wajahnya bertemu dengan sesuatu berwarna putih.

'Bau ini…'

"Boo~"

"…Mail…"

Kaylin mengangkat kepalanya mata biru bertemu dengan mata hijau yang terbingkai oleh kacamata. Mereka saling merasakan debaran jantung yang lama-lama makin keras, Matt tetap berusaha menyembunyikannya tapi tidak bisa. Tanpa sadar mereka saling mendekatkan wajah, sampai hidung mereka bersentuhan.

"Ahem!"

X-x-o-x-X

Akhirnya salah satu jam yang disukai banyak pelajar, istirahat—tiba.

'Mail kemana sih? Setiap dibutuhkan tidak pernah muncul!'

'Dasar sekolah yang keterlaluan luas! Huh kelas…sudah, kantin…sudah, perpustakaan?'

Muka Kaylin memerah mengingat 'kejadian' di saja hanya guru Bahasa Inggris yang memergokinya, Kaylin menggelengkan kepalanya.

'Bukan saatnya memikirkan hal yang seperti itu! Aku akan mati beberapa menit lagi ditangan guru Matematika jika tidak menemukan Mail!'

Kaylin berjalan ke arah toilet laki-laki, melewati lorong yang sepi.

"Aku? Juga ke Jepang?"

Kaylin menghentikan langkahnya

'…Mail?'

Kaylin bersembunyi di pojok lorong, dia melihat Matt sedang berbicara di ponselnya

"Lalu…bagaimana dengan Kaylin?"

Kaylin menyandarkan dirinya di tembok sehingga dia tidak bisa melihat Matt, dia hanya bisa mendengar percakapan itu.

"…baiklah, memang merepotkan, L saja sampai meninggal begini"

'Deg!'

Mata Kaylin terbelalak,

'L? Meninggal? Sejak kapan? Kenapa aku tidak tau?'

'Bruk!'

Matt menoleh ke arah suara itu.

"Mello, nanti aku telpon lagi". Tanpa mendengar jawaban dari Mello, Matt memutuskan sambungan telepon.

Matt menuju pojok lorong, dia melihat Kaylin duduk di lantai lorong.

"Kay?"

Kaylin tidak menjawab

"Kau mendengarnya ya?". "Maaf aku—

"Kenapa?"

Kaylin menoleh dan menatap Matt dengan mata berkaca-kaca. Matt makin merasa bersalah. Kaylin perlahan-lahan berdiri.

"Kenapa kau tidak beri tahu aku?"

"Kay, ini adalah rahasia—

"Memangnya aku tidak bisa dipercaya?! Itu maksudmu?!"

Kaylin mambalikkan badannya lalu berlari tanpa tujuan, dia kecewa…sangat kecewa. Kaylin tiba di belakang sekolah, tiba-tiba hujan turun. Kaylin membiarkan dirinya kehujanan, dia hanya berdiri dengan tatapan kosong, tapi dia tidak menangis. Dia jatuh terduduk, sampai pandangannya perlahan kabur...

1

1

1

1

1

Ending Song: UVERworld - Koishikute

1

1

1

Kazu: Wew…

Matt: ???

Kazu: Uwah…jadinya begini =="

Matt: Review ya…

Kazu: NOTE 2 nanti songfic~ XD