Tittle : Eternal Sunshine

Genre : Brothership, Friendship, Family

Rating : Fiction T

Cast : Kyuhyun dan kawan-kawan …. temukan saja ya

Disclaimer : Canon, Typos, Geje, If read don't bash, jangan meng-copi paste meskipun menyertakan nama.

Summary : Kyuhyun percaya matahari akan selalu bersinar kekal. Kyuhyun percaya akan cinta dan kasih sayang, meski di saat ia tak sedang diperlihatkan.

.

.

.

Chapter 1

.

.

.

Empat orang sahabat duduk manis di sebuah bangku taman areal kampus mereka. Tidak lupa dengan gurauan-gurauan ringan yang kadang terdengar begitu garing pun, bisa membuat ke empatnya tertawa girang.

"Ayolah, Minho-ya.. Itu hanyalah sebuah novel. Marry bukan sosok yang nyata, untuk apa kau tangisi? Dasar kodok aneh!", celetuk seorang namja berkulit pucat bernama Cho Kyuhyun. Ia memang di kenal suka berbicara apa adanya. Ah tidak, mungkin lebih tepat seenak mulutnya.

"Lagipula Marry sudah memiliki lelaki yang dia sukai. Tolong jangan berusaha menjadi pihak ke tiga.", tambah si namja tinggi menjulang bernama Shim Changmin. Namja satu ini memiliki karakter yang tidak berbeda jauh dengan Kyuhyun.

"Kalian! Memangnya kalian tahu apa tentang cerita ini? Membacanya saja tidak, sok tahu sekali!", tukas Minho.

Choi Minho si namja hiperaktif yang akan menjadi melankolis jika sudah membaca cerita yang berbau angst, di mana istilah seperti itu mengharuskan suatu cerita mempunyai atmosfer yang intens, merujuk ke fisik atau, terutama, penyiksaan karakter secara emosional.

"Lihatlah Jonghyun, hanya dia yang tak pernah protes dengan apa yang aku sukai.", imbuhnya mencari pembelaan.

Changmin dan Kyuhyun saling berpandangan lalu tertawa cekikikan. "Kau tidak tahu saja, sebenarnya Jonghyun yang paling keberatan dengan kebiasaanmu yang tak biasa ini.",ujar Changmin.

"Benar, dia cukup tertekan melihat hoby barumu hingga Jonghyunie malas berbicara banyak denganmu.", timpal Kyuhyun lagi.

Pandangan Minho lalu tertuju pada Jonghyun, si namja tampan yang memiliki tatapan agak sedikit dingin.

"Jonghyun-ah.. apa yang mereka katakan itu, tidak benar kan? Mereka hanya bercanda saja kan?", tanya Minho bertubi-tubi penuh pengharapan.

Jonghyun yang sedari tadi hanya duduk bersenandung kecil sambil memainkan gitarnya, tiba-tiba menghentikan kegiatannya dan memandang Minho dengan diam untuk beberapa detik.

"Bicaralah.. jangan diam saja!", sentak Minho yang mulai tak sabar.

Jonghyun masih dengan wajah datar memandang malas pada Minho. "Tinggalkan Marry, Joseph lebih pantas untuknya. Dan kau Minho-ya, kembalilah ke dunia nyata.", ucapnya lalu kembali memainkan gitar.

Jawaban yang singkat, padat dan lugas. Sontak Kyuhyun dan Changmin menjadi tertawa keras dibuatnya.

"Jadi laki-laki itu bernama Joseph?", tanya Changmin masih dengan tawa gelinya.

Jonghyun menjawab dengan anggukan.

"Mengapa kau bisa tahu banyak tentang novel itu?", Kyuhyun pun menjadi heran.

Jonghyun akhirnya meletakkan gitar kesayangannya dan kali ini sepenuhnya memandang mereka bertiga. "Bagaimana tidak hyung, sepanjang waktu dia selalu mengoceh padaku. Mengatakan Marry tidak pantas bersama Joseph, dan seharusnya karakter Joseph dihilangkan saja dalam cerita itu.", jelasnya dengan nada yang terdengar begitu kebosanan.

Lee Jonghyun si namja berparas tampan nan dingin, memang dikenal tidak suka banyak berbicara. Namun sekalinya berucap dunia akan dibuat tercengang olehnya. Tapi dia bukan sosok pendiam yang mengerikan. Justru sebaliknya, namja satu ini akan terasa begitu hangat ketika ia mulai memperlihatkan senyumannya.

Minho mendengus menatap diam tiga sahabatnya dengan nafas naik turun. Ia mengerucutkan bibirnya, rasa kesal yang begitu kentara. Jika sudah berkumpul berempat, memang selalu Minho yang menjadi bahan bullyan ketiganya.

Kyuhyun berdiri lalu menghampiri Minho yang duduk di jarak yang sedikit lebih jauh darinya. Ia menepuk-nepuk punggung sahabatnya dengan lembut. "Sudah-sudah.. jangan memasang wajah seperti itu. Seharusnya kau lebih memikirkan kami yang nyata ini dari pada perempuan dalam novel itu. Kami jauh lebih baik darinya. Jadi Minho-ya, berhentilah menangisi sosok yang bernama Marry. Itu hanya akan membuat matamu makin seperti kodok saja."

"Yak!", Minho berdiri dengan kesal. "Changmin hyung.. Jonghyun-ah.. tolong ajari Kyuhyun hyung bagaimana cara menghibur sahabat dengan benar!"

Changmin dan Jonghyun hanya bisa menahan tawa.

Seperti inilah kebiasaan mereka jika sudah berkumpul. Keempatnya suka menghabiskan waktu bersama saat senggang. Terkadang Kyuhyun dan Jonghyun suka menghibur mereka jika sedang bosan. Kyuhyun bernyanyi dan diiringi petikan gitar kesayangan Jonghyun. Tanpa disadari, para yeoja di kampus sering kali salah paham dan merasa tergombali oleh lirik-lirik yang spontan mereka ciptakan.

Keempat sahabat ini memang berada dalam kampus yang sama. Hanya saja dalam akademik, Kyuhyun dan Changmin adalah sunbae dari Jonghyun dan Minho. Tetapi di luar akademik, mereka mengambil kelas yang sama yaitu kelas music. Sehingga intensitas pertemuan mereka cukup banyak.

"Tunggu aku di situ."

"Tidak perlu. Aku akan pulang sendiri."

"Tunggu!"

"Kan sudah kubilang tidak per—"

Klik.

Sambungan terputus.

… … …

.

"Arrggh! Dasar Siwon keras kepala!"

Kyuhyun menendang botol kaleng minuman yang ada tepat di depan kakinya. Rasa-rasanya ia ingin sekali membanting ponsel yang digenggamnya jika saja ia tidak ingat ponsel itu hadiah sang appa yang susah payah ia dapatkan. Kyuhyun berdiri dengan kesal di pinggir jalan yang masih terpaut beberapa meter dengan gerbang kampusnya. Ia menggerutu, di mana Siwon sang hyung, yang menurutnya amat sangat menyebalkan dan keras kepala.

"Menyebalkan!", rutuknya. "Bagaimana bisa aku mempunyai hyung seperti dia? Bagaimana bisaaa?"

.

… … …

"Aku cepat kan, Kyuhyunie?"

Dia datang dengan senyuman khas, yang bisa dipastikan yeoja manapun melihat itu akan terhanyut dalam pesonanya.

Kyuhyun naik ke dalam mobil dengan wajah berkerut kesal, "Seharusnya kau langsung pulang saja beristirahat. Mengapa harus repot-repot datang ke kampus menjemputku?"

"Bukankah ini sudah menjadi rutinitas kita?"

"Tapi kau mengatakan belakangan ini kerjaanmu sedang padat,,,?!", entah pertanyaan atau pernyataan yang keluar dari mulut Kyuhyun. "Aku hanya tidak ingin membuatmu terlalu lelah, hyung."

"Kau tahu, bagaimana cerewetnya eomma jika aku tidak menjemputmu?"

"Jadi kau takut pada eomma?", dengan wajah terperangah Kyuhyun menatap Siwon yang duduk di kursi pengemudi.

"Bukan seperti itu.."

"Lalu kenapa?"

"Bukan apa-apa.", jawab Siwon singkat.

"Sudah, jujur saja. Kau takut pada omelan eomma kan?", maknae itu mulai tergelak.

"Ck..", Siwon berdecak. "Jika aku pulang lebih awal darimu, eomma pasti menyalahkanku dan akan mengatakan aku tidak becus menjaga dan bertanggung jawab pada dongsaeng yang tidak bukan adalah anak manjanya ini."

"Apa! Kau bilang apa baru saja?"

"Memangnya ada yang salah dari ucapanku?", Siwon bersikap polos.

"Jadi kau menyesal sudah datang ke sini menjemputku? Ya sudah, turunkan aku!", Kyuhyun mendengus.

"Mulai lagi kan…?"

"Aishh! Hyung, kau menyebalkan sekali!", Kyuhyun sudah bergegas akan turun dari mobil.

"Yak! Kyuhyunie, jangan macam-macam!", sentak Siwon. "Ouhh… okay..okay.. kau bukan anak manja.", putusnya. Kyuhyunpun akhirnya tersenyum mendengar itu.

Dan setelahnya, "Meskipun sampai di rumah kau meminta dipeluk eomma, dicium, berdansa dan blablabla... seperti itu yang tidak disebut manja? Huh, bisanya hanya mengancam saja!", cibir Siwon sedikit pelan dengan pandangan focus mengemudi.

.

Sesampainya di rumah, apa yang terjadi? Mobil masih berada di luar pintu gerbang, Kyuhyun sudah duduk tak tenang. Sesekali ia berdecak tak sabar.

"Hyung, cepat sedikit!"

"Sebentar Kyu, ahjjusi masih membukakan pintu gerbang."

Mobil belum terparkir dengan benar, Kyuhyun membuka kasar pintu mobil dan dengan cepat meloncat turun.

"Hei.. apa yang kau lakukan!", teriak Siwon.

Ia berlari layaknya bocah kecil dan tak lupa meneriakkan panggilan

"eomma… appa… aku sudah pulaaang…!"

"Bagaimana kuliahmu hari ini, Kyuhyunie?", tanya sang Appa ketika mereka sedang menikmati makan malam bersama.

"Masih sama seperti kemarin, kemarin, dan kemarinnya lagi."

"Memusingkan?", tambah Siwon.

Bahu Kyuhyun bergerak naik-turun, rupanya maknae itu tengah tertawa geli atas jawaban yang akan ia lontarkan. "Yah, jauh sebelum aku tenggelam bersama tumpukkan tugas-tugas idiot itu aku sudah merasakan pusing."

Jawaban yang memang bukan di luar perkiraan lagi oleh mereka. Kendatipun demikian, tetap saja membuat sang Appa menggelengkan kepalanya. Sementara eomma? Hanya tertawa memaklumi. Mereka sudah terbiasa dengan celetukan liar putra bungsunya.

"Lalu bagaimana denganmu Siwonie, file yang appa perlukan untuk besok sudah disiapkan?"

Siwon memberikan anggukan, "semua sudah aku siapkan. Appa dan eomma hanya tinggal berangkat saja besok."

"Mwo?", Kyuhyun seketika berhenti mengunyah makanannya. "Appa dan eomma akan pergi kemana?"

"Satu minggu ke depan appa ada pertemuan penting di Taiwan."

"Haruskah mengajak eomma?"

"Pertemuan ini memang dihadiri oleh suami istri, karena nama eomma juga tercantum dalam pemilik saham perusahaan kita."

"Appa,,, tidakkah satu minggu itu terlalu lama?", rengek Kyuhyun. "Eomma,,, kau akan meninggalkanku begitu lama. Lagi-lagi aku akan sendirian...", Kyuhyun menatap sang eomma dengan wajah sedihnya.

"Bukankah ada Siwon di rumah bersamamu.", tutur sang eomma.

Kyuhyun mengacuhkan itu, ia mulai menekuk wajahnya, "Mengapa harus besok? Mengapa tidak menunggu jadwal liburku saja?"

"Astaga Kyuhyunie, mana bisa seperti itu? Ini semua sudah dijadwalkan, sayang."

"Mengapa aku tidak diberitahu dari awal?"

"Karena memang kau tidak perlu mengetahuinya.", jawab Siwon

"Aishh..!", Kyuhyun menatap kesal pada Siwon.

Sementara Siwon hanya tertawa, "Perasaan tadi ada yang mengatakan dirinya tidak manja.", celetuk Siwon

"Aku memang tidak manja!"

"Sudah-sudah lanjutkan makan kalian.", putus sang appa pada akhirnya.

Di tempat yang berbeda, seorang namja sedang menjejakkan kakinya pada anak tangga. Ia berjalan melewati lorong lantai dua bangunan yang bergaya vintage kediamannya, London. Kota yang dikatakan sebagai pusat kebudayaan dunia, juga menjadi kota yang paling sering dikunjungi, dan tercatat sebagai kota dengan bandar udara tersibuk di dunia berdasarkan lalu lintas penumpang internasional.

Teduh, hangat, dan nyaman adalah tiga hal yang tepat untuk mendeskripsikan hunian dua lantai tersebut. Furnitur serta ornamen interior bergaya mid century yang ditata apik menghiasi hampir setiap sudut ruang. Tiba di depan sebuah pintu yang tertutup rapat dimana tujuan utamanya, Ia lalu mengetuk pelan pintu kamar itu. Tak terdengar suara bahkan pergerakan apapun dari dalam sana, akhirnya pria yang memiliki kulit seputih susu, berkaki jenjang, dan berparas tampan namun terlihat lebih cantik dari seorang yeoja manapun itu ~~Huh, membayangkannya saja, sudah membuat para yeoja di belahan bumi ini menjadi sangat kesal~~ lebih memilih masuk saja.

Dan di sanalah dia, si penghuni ruangan lantai dua. Tengah menatap ke arah luar melalui satu-satunya jendela yang ada di ruang pribadinya. Kemudian si namja cantik berjalan ke arahnya dan berhenti tepat di sampingnya.

"Kau merindukannya?"

Kibum, si pemilik kamar lantai dua tidak menjawab dan malah berkata dengan suara tenang, "Seharusnya mereka sedang bermekaran sekarang. Taman bungaku, aku ragu, orang-orang itu tidak becus merawatnya. Atau bisa saja mereka sudah dilenyapkan."

"Apa?"

Heechul, si pria cantik berkulit seputih susu itu, tidak tahu apa yang ada di kepala Kibum saat ini. Dan alasan kenapa ia justru membicarakan taman bunga yang tidak ada di depan matanya sama sekali.

"Apa mereka sampai hati melakukannya?"

Kali ini Kibum menatap Heechul, beberapa detik. Sebelum akhirnya senyum tipis yang mengandung rahasia itu terlukis di wajahnya, "Kau tidak mengenal mereka sebaik aku, hyung. Tidak lebih dari sekedar apa yang orang ketahui selama ini."

Heechul mungkin tidak tahu sedetail apa kondisi yang dilalui Kibum, namun ia juga tidak bisa sepenuhnya menghakimi Kibum dengan ini. Serunyam apapun hal yang harus ia jumpai, Heechul akan selalu bertindak rasional untuk menyelesaikannya. Mengingat karakter keluarga mereka hampir selaras satu dengan yang lainnya.

Heechul tersenyum tenang, mencoba mengalihkan suasana. "Kita akan berangkat minggu depan. Aku sudah mengurus berkas-berkas kepindahanmu ke Universitas Seoul."

"Apa aku benar-benar harus mengambil jalan ini?", ucap Kibum dengan pandangan kosong ke depan.

"Cepat atau lambat, kau tetap akan kembali.", jawab Heechul santai. "Lagipula kau sudah berjanji pada mereka akan kembali setelah enam tahun mengasingkan diri di negeri orang. Tidak, lebih tepatnya di kediaman Kim Heechul.", tukasnya memperjelas.

"Apa bedanya denganmu?"

"Tentu saja berbeda! Aku disini menangani perusahaan dan setiap tahun aku selalu pulang ke Korea. Sementara kau.."

"Itu benar.", potong Kibum cepat. "Tapi aku merasa belum cukup siap. Enam tahun terlalu singkat."

"Kibumie, jika harus menunggu kesiapanmu, kita tidak akan menemukan titik terangnya. Kau bahkan melarang mereka untuk datang mengunjungimu ke sini. Apa kau ingat? Enam tahun lalu kau sudah meninggalkan Korea tanpa alasan yang pasti. Merajuk memintaku untuk turut membawamu ke sini. Pikiran macam apa yang sudah terlintas pada remaja polos sepertimu yang tak tahu bagaimana kejamnya dunia luar, huh?"

"Sekarang kau sudah tahu alasanku?"

"Jika saja dulu Abeoji dan Eommoni Cho tidak menjelaskan semua, aku tidak sudi menampungmu, sekalipun kau adalah sepupuku!", tukas Heechul sengaja membuat nada bicaranya seolah sedang kesal.

"Aku... tidak mengerti.", ucap Kibum berat. "Mungkin aku membutuhkan rasa tenang...", ia lalu menggelengkan kepalanya, "Entahlah, ketika aku bahkan sudah tahu apa jawabannya, aku merasa bukan itu tujuanku keluar dari rumah. Tapi setelah melalui semuanya, aku yakin kau lebih tahu apa yang bahkan aku sendiri tidak tahu."

Heechul tertegun, untuk sekian menit atmosfer ruangan itu menjadi hening. Okay, sejauh ini Kibum memang tampak baik-baik saja. Seperti yang Heechul ketahui, saudara sepupunya ini bukan tipe seorang yang suka mengumbar kata-kata, bahkan untuk sekedar berbasa-basi pun, Heechul bisa menghitung dengan jarinya, kapan saja Kibum akan melakukan itu. Mungkin apa yang dirasakan Kibum tak seringan apa yang terlihat. Heechul bisa mengerti itu. Seberapa besar pun keingintahuannya, ia tidak akan gencar untuk mencari tahu. Karena Heechul menghargai setiap kebebasan seseorang.

"Sekarang bahkan kau telah tumbuh dengan baik, aku tidak menyesal sama sekali sudah membawamu ke tempat ini. Tapi sebagai anak yang baik, kau pasti akan menepati janjimu pada mereka, kan? Lagipula kontrak kerjasamaku dengan perusahaan disini sudah berakhir. Tidak ada alasan lagi untuk kita berlama-lama disini."

"Lalu bagaimana dengan rumah ini?"

"Laura akan tinggal disini."

"Laura? Teman kencanmu itu?"

"Jangan bicara sembarangan!", Heechul mendelik pada Kibum. "Dia sudah berkeluarga. Laura dan keluarganya akan menyewa rumah ini, sampai aku kembali untuk kontrak kerja sama baru lagi di sini.", jelas Heechul.

"Hyung..", panggil Kibum dan memberi jeda untuk beberapa detik. "Bisakah aku tinggal bersama kau dan Donghae hyung saja di Korea nanti?"

"Hei..! Kau punya rumah di Seoul. Ada Appa, Eomma, hyung dan dongsaengmu disana. Mereka pasti sangat merindukanmu."

"Benarkah?", tanya Kibum dengan senyum timpang yang terkesan miris.

Roman wajah Heechul berubah, seketika itu juga ia menyadari kesalahan pada ucapannya. Dengan sedikit terbata ia berkata, "Kibumie, tinggallah bersama mereka, sesekali kau boleh datang menemui kami dan menginap di Gwangju."

.

.

.

Tbc?

.

.

.

Ah, tidak tau ini nulis apaan.. hehehe.. Aku update ff baru. Seperti biasa, judul dengan isi tidak pernah sinkron. Di maklumi saja ya. Apa ff ini perlu dilanjutkan?

Okay, selamat membaca… ^^

Author : belle