AKU BUKAN YANG PUNYA XXX HOLIC KARENA AKU TIDAK SEJENIUS PARA LADY CLAMP. KALAU AKU YANG PUNYA, GENRE XXX HOLIC BAKAL BERUBAH 100 % JADI SHONEN AI.
1
PROLOG
x
x
x
Kota Tokyo Clow memiliki gaya pemerintahan yang unik. Kota itu adalah gabungan dari nyata dan tidak nyata. Hal yang natural dan supranatural. Semua hidup berdampingan sejak ratusan tahun sehingga dari kebiasaan berubah menjadi tradisi. Tapi pusat keunikan kota Tokyo Clow terletak dari para klan Yakuza yang telah ada sejak jaman Edo dan semakin berkembang pesat. Pada alam semesta bagian ini, para klan Yakuza memiliki sejarah keluarga yang panjang hingga keluarga Kaisar. Sejak jaman dulu, klan-klan Yakuza adalah sisi gelap dari kota Tokyo Clow yang bertugas melindungi kota dari hal-hal yang sisi terang tidak bisa menjangkaunya.
Klan Doumeki termasuk yang tertua, berangkat dari dua silsilah keluarga, kaisar dan biarawan, klan Doumeki memiliki pengaruh yang kuat dan tanggung jawab yang besar. Sebagai pemerintahan kedua di sisi kaisar, klan Doumeki membawahi banyak klan yakuza lainnya, mengatur mereka dan memutuskan siapa yang pantas bertahan dan siapa yang tidak. Tugasnya menciptakan musuh, tapi juga menciptakan teman. Keluarga-keluarga peramal memberikan bantuan dan berdampingan untuk mempertahankan kekuasaan.
Itu salah satu alasan mengapa Haruka menjejakkan kakinya di tempat aneh ini. Tempat dimana musim tidak menyentuh setiap jengkalnya. Asap dupa dan tembakau bercampur jadi satu saat Haruka dipersilakan masuk ke dalam ruangan merah itu. Seorang wanita dengan kimono kuno berwarna merah memandangnya dengan tatapan tajam dan senyum misterius, seperti biasanya. Tapi perhatiannya bukan pada wanita penyihir Yuuko, melainkan pada bocah laki-laki seusia cucunya yang duduk tak jauh dari sana. Kimononya berwarna biru. Kulitnya begitu pucat bagaikan sinar bulan, bibirnya yang merah menipis sebentuk garis lurus seakan menyembunyikan kekesalan. Lalu, mengejutkan saat akhirnya anak itu menoleh, mata birunya yang indah memakunya dengan tajam. Tidak ada ketakutan atau penasaran melihat orang asing, di mata itu hanya ada pemahaman.
Haruka duduk di satu-satunya bantal di depan penyihir Yuuko, hanya meja yang menjadi pemisah di antara mereka. Di atas meja itu terletak baskom perak penuh air dengan cermin di dalamnya. Kimihiro duduk tak jauh darinya, di samping meja, menghadap ke baskom. Tatapannya tak lagi mengarah pada Haruka, melainkan turun ke kedua telapaknya yang ada di pangkuannya.
"Yuuko-san. Aku datang unuk menjemput Kimihiro."
Wanita itu tersenyum, "Itu terserah Kimihiro."
Haruka kini beralih pada bocah lima belas tahun itu. "Kimihiro?"
Kimihiro mendongak. Matanya tampak sedih. Haruka penasaran apa yang membuatnya keberatan.
Ia membuka mulut, lalu menutupnya kembali.
"Katakan, Kimihiro," Yuuko berkata pelan, hampir lembut.
Pada akhirnya ada kebulatan tekat dimatanya, lalu ia berkata, "Pengelihatan itu begitu kuat, Haruka. Penobatanku hanya akan membuat Shizuka dalam bahaya." Kimihiro adalah peramal yang kuat, tidak diragukan lagi, karena Yuuko tak kan memilih orang sembarangan untuk diasuhnya. Tapi Haruka tidak suka ramalan itu, terutama keputusan yang mengikutinya.
"Kita sudah tahu hal buruk akan terjadi, maka kita bisa mengatasinya. Kau harus menerima penobatanmu, kami membutuhkan dirimu."
Kimihiro tampak jauh, matanya menerawang. "Tidak sekarang," tatapan itu kembali tajam, menusuk pada Haruka, "Aku akan melindungi klan, tapi aku memilih untuk tidak dinobatkan menjadi peramal klan."
"Aku tidak mengijinkannya," Haruka tampak geram, "Menjadi peramal klan tidak hanya berarti melindungi klan, Kimihiro. Tapi menjadi rekan Shizuka, sekaligus mendapatkan perlindungan darinya. Jika kau tetap melakukan tugasmu tanpa imbalan, semua itu akan merusak dirimu. Kau tahu apa yang kumaksud. Cukup Shaoran yang mengalaminya."
Kimihiro mengernyit mendengar saudaranya disebut. Itu membuat hati Haruka teriris, tapi ia tidak punya pilihan lain untuk mengingatkannya bahaya menjadi seorang peramal.
Haruka melanjutkan, "Kau membutuhkan kekuatan Shizuka untuk menetralisir hawa jahat yang menyerangmu."
Kimihiro menggeser tubuh tidak nyaman, pipinya merona, "Kau bisa menggantikannya."
"Kau tahu tidak seperti itu caranya bekerja. Aku memiliki peramalku sendiri, walau ia sudah meninggal. Tapi aku tak kan menghianatinya."
Kimihiro memandangnya dengan tatapan bertanya, penasaran dengan kalimat aneh yang dipakai Haruka. Tapi dia hanya mengangguk sambil mengerutkan alis.
"Aku tahu kau juga tidak menyukai ini. Tapi menurutlah, ikutlah aku ke dalam klan."
Kimihiro menggeleng, "Menjaganya tetap hidup juga tugasku. Aku tidak merubah keputusanku—," Haruka akan mendesaknya lagi saat Kimihiro melanjutkan, "—sampai aku merasa kekuatanku sanggup untuk mengatasinya." Ia menatap Haruka. "Aku akan ikut denganmu, tapi tidak ada yang boleh tahu aku peramal sampai waktu yang tepat."
"Kapan waktu yang tepat itu?"
"Sampai kekuatanku sanggup melawan takdir itu. Itu satu-satunya cara untuk merubah hitsuzen."
"Posisi peramal yang kosong akan berbahaya bagi klan, Kimihiro. Akan ada banyak persekutuan untuk merebut posisimu."
Kimihiro menjilat bibirnya, "Kau bisa mempertahankannya, bukan?"
Haruka mengerutkan kening, "Jika aku masih hidup."
"Kalau begitu sudah diputuskan," Kimihiro berdiri dan membetulkan kimononya. "Apa pekerjaan yang sementara ini akan kau berikan padaku?"
Haruka tersenyum, "Tak diragukan lagi, koki?"
Ini hanya prolog untuk pondasi cerita jadi singkat saja.
Chapter selanjutnya tak kan lama. :D
Selamat membaca.
