Ruang rapat, SMA Namimori. Terlihat beberapa guru, dan beberapa siswa disana.
"Ya, jadi..." seorang pria paruh baya, Tetsu- sensei, Ketua Kurikulum SMA Namimori berbicara.
"Mengingat beberapa siswa kelas 1 yang masih kurang dalam beberapa bidang pelajaran tertentu, saya menugaskan kalian, siswa kelas 2 dan 3 yang terpilih, untuk menjadi pengajarnya."
Tetsu- sensei mengedarkan pandangan ke seluruh peserta rapat. Matanya tertuju kepada seorang siswa yang sedang serius mengamati profil siswa yang akan dididik.
"Ah ya, dan anda... Giotto-san, apa anda juga bersedia menjadi pengajar?" tanyanya pada siswa itu. Semua mata tertuju pada siswa itu. Giotto.
"Hmm?" siswa itu menatap Tetsu-sensei heran.
"Bukankah aku dipanggil kesini memang untuk menjadi salah satu pengajar?" Giotto menjawab pertanyaan dengan pertanyaan.
"Ya memang. Tapi karena melihat jabatan anda sebagai ketua OSIS yang pastinya memiliki segudang kesibukan, sekolah bisa mentolerir untuk tidak menjadikan anda sebagai pengajar. " jawab Tetsu-sensei.
"Ah, begitu. Aku memang malas melakukan hal-hal seperti ini. Tapi..." Giotto menatap kertas profil ditangannya. Terlihat profil seorang siswa.
"Melihat dari sudut pandangku sebagai seorang siswa, tentu hal ini harus dilakukan. Lagipula, ada seorang siswa disini yang menarik perhatianku. Dan aku harap, siswa inilah yang akan aku didik. Hanya dia." Giotto menaruh kertas profil ke meja.
"Sawada Tsunayoshi."
Disclaimer = Akira Amano
Rate = T
Genre = Romance, Friendship
Warning = Typo,OOC maupun alur kecepetan
Giotto-senpai!
"Juudaimeee!" teriak Gokudera begitu melihat Tsuna memasuki kelas.
"Ya, ohayo Gokudera-kun." Tsuna menampakkan senyum lembut miliknya. Muka Gokudera memanas. Seakan menahan darah yang sebentar lagi akan keluar dari hidungnya.
Tsuna berjalan menuju tempat duduknya. Gokudera pun mengikuti Tsuna lalu duduk disampingnya.
"Ngg, a...ano, Juudaime..." Gokudera menggaruk-garuk kepalanya.
"Iya?"
"Kemarin saat anda pulang duluan, ulangan sejarah dibagikan. Dan.. dan.." keringat dingin mulai nampak dari wajah Gokudera.
"Dan?" Tsuna memiringkan kepalanya. Gokudera terdiam.
"Ma..manisnya.." Gokudera membatin. Jeda beberapa waktu, Gokudera akhirnya tersadar.
"Dan ternyata nilai anda belum mencapai nilai ketuntasan." Gokudera terdiam.
"Maafkan saya, Juudaime! Saya tidak becus sebagai tangan kanan anda!" Gokudera sujud di depan Tsuna.
"Ti.. tidak apa-apa Gokudera-kun!"
"Ah, aku memang kurang mengerti dalam pelajaran sejarah." Tsuna menarik tangan Gokudera lalu menyuruhnya duduk disampingnya. Gokudera menurut.
"Lalu bagi yang nilainya belum tuntas, apakah akan diadakan remedial?" tanya Tsuna.
"Y.. Ya, Juudaime. Tapi..."
"Setelah sekolah mengakulasikan nilai seluruh siswa kelas 1, munculah beberapa siswa yang nilainya masih kurang memuaskan. Dan sekolah membuat suatu kebijakan baru. Siswa-siswa yang nilainya masih kurang itu, akan diberikan pelajaran tambahan oleh seorang kakak kelas yang dirasa memang pantas untuk mengajar."
"Maksudmu, satu siswa akan dididik satu kakak kelas?"
"Sebenarnya, seorang kakak kelas bisa mengajar lima sampai enam siswa. Tapi dalam kasus anda, seorang pengajar mengajukan diri untuk mendidik anda. Hanya anda."
"Hah?"
"Ini, Juudaime." Gokudera memberikan secarik kertas dari sakunya pada Tsuna. Tsuna melihat kertas itu.
"Sawada Tsunayoshi, 1A : Giotto, 3 IPS A
Pertemuan 1 : Ruang ketua OSIS
Waktu : Rabu 10 Desember 20**, saat jam sekolah berakhir
Pertemuan selanjutnya : Dikondisikan"
"Giotto?"
Pulang sekolah.
"Gokudera-kun, Yamamoto, aku duluan yaa!" Tsuna melambai kearah Gokudera dan Yamamoto, lalu keluar dari kelas.
"Hai, Juudaime!" Gokudera membalas.
"Loh, Tsuna mau kemana?" tanya Yamamoto.
"Yakyu- baka! Juudaime hari ini mendapat pelajaran tambahan!"
"Oh, begitu.." Yamamoto mengangguk paham. Hening beberapa saat.
"BUKANKAH KAU JUGA MENDAPAT PELAJARAN TAMBAHAN?!" teriak Gokudera.
Yamamoto terkejut. Namun tak berlangsung lama karena wajahnya kembali polos seperti biasa.
"Ngg, benarkah? Maa maa, aku lupa..." cengiran khas Yamamoto muncul.
"DASAR, YAKYU-BAKAAAA!"
Tsuna terdiam. Saat ini ia berdiri didepan sebuah pintu. Tulisan "Ruang Ketua OSIS" terpampang diatas pintu tersebut.
"Tok.. tok.. tok.." Tsuna memberanikan diri mengetuk pintu. Terdengar sahutan dari dalam. Menyuruh Tsuna masuk. Perlahan, Tsuna membuka pintu.
"Wahhh..." Tsuna mengedarkan pandangan keseluruh penjuru ruangan. Ruangan yang begitu luas, bersih, dan indah. Lukisan- lukisan artistik terpasang rapih di dinding ruangan. Ada pula kamar mandi diujung ruangan. Dan ketika Tsuna melihat ketengah ruangan, tepat ke dua buah sofa berukuran panjang yang saling berhadapan, yang dipisahkan jarak oleh sebuah meja kaca, ia terkejut. Bukan, bukan sofa itu yang membuat Tsuna terkejut. Tapi dua orang siswa yang sedang duduk disana. Ketua kedisiplinan Namimori, Hibari Kyoya. Dan seorang lagi yang sepertinya Tsuna pernah melihatnya.
Hibari menatap Tsuna tajam.
"Hiee?!" tubuh Tsuna gemetar seketika. Seorang lagi yang duduk berhadapan dengan Hibari, rupanya sadar dengan ketakutan Tsuna.
"Hei Hibari- kun, jangan membuat tamuku takut."
"Dan kau..." siswa itu tersenyum lembut kearah Tsuna. Muka Tsuna memerah.
"Kemarilah." ia menyuruh Tsuna duduk.
"Ta.. tapi.." Tsuna melihat Hibari takut-takut. Hibari memalingkan muka kearah lain.
"Tak apa. Kemarilah." kata siswa itu lagi. Akhirnya Tsuna menurut dan berjalan menuju sofa. Sedikit ragu ia duduk disamping Hibari. Walau tetap menjaga jarak tentunya. Siapa pula yang mau duduk berdekatan dengan ketua kedisiplinan yang sering membawa tonfa menyeramkan itu?
"Ngg, jadi... kau Tsunayoshi?" kata siswa berambut pirang cerah itu.
"Be.. benar."
"Bagaimana orang ini tahu namaku?" Tsuna membatin.
"Berarti kau pasti sudah tahu siapa aku sebelumnya kan?"
"Hiee? Eee..." Tsuna menggaruk-garuk kepalanya.
"Rasanya, aku pernah bertemu dengannya, tapi aku lupa siapa dia." batin Tsuna lagi.
"Cih, dasar bodoh. Bagaimana kau bisa tidak tahu dengan ketua OSIS di sekolahmu sendiri?" Hibari melirik kearah Tsuna.
"Hie?" Tsuna terkejut.
"Hieeee?!"
"Ke.. ketua OSIS?!" Tsuna memandang siswa yang ada dihadapannya.
"Ma... maafkan aku!" Tsuna mengatupkan kedua tangannya untuk meminta maaf. Matanya terpejam. Entah apa yang akan terjadi padanya sekarang.
"Hahaha, tak apa. Benar-benar anak yang menarik. Benar kan, Hibari-san?" siswa itu tertawa lalu memandang Hibari.
"Entahlah." Hibari beranjak dari tempat duduknya, lalu berjalan menuju pintu.
"Loh,kau mau pergi sekarang?"
Hibari tak menggubris.
"Kalau begitu, jangan lupa perintahku tadi ya." kata siswa itu lagi. Kali ini, Hibari merespon. Walau hanya anggukan kecil.
"Jadi, Tsunayoshi..."
"Ya, Giotto-san." rupanya siswa itu sudah memberi tahu namanya pada Tsuna.
"Ngg, sebenarnya aku tidak terlalu pintar sih. Tapi karena sekolah juga memberiku amanat sebagai pengajar, apa boleh buat." kata Giotto.
"Kalau siswa yang selalu peringkat pertama di sekolah maupun di perlombaan-perlombaan akademik saja berkata kalau dia tidak terlalu pintar, aku penasaran. Bagaimana siswa pintarnya?" kata Tsuna bingung. Giotto terkejut.
"Jadi kau tahu, Tsuna?"
"Tentu saja. Bahkan kau pernah masuk ke koran Namimori kan, Giotto- san. Awalnya aku tadi lupa tentangmu, tapi sekarang aku ingat. Aku memang sangat- sangat pelupa." kata Tsuna malu. Giotto tersenyum.
"Itu hanya keberuntungan saja kok." Giotto menggaruk-garuk belakang kepalanya. Tapi Tsuna tahu, Giotto hanya bermaksud merendah.
"Jadi.. aku rasa untuk pertemuan pertama kita, lebih baik kita berbincang-bincang dulu saja ya."
Tsuna mengangguk.
"Saat aku membaca profilmu di waktu rapat kemarin, rupanya ada beberapa pelajaran yang belum dapat kau kuasai. Olahraga... dan Sejarah." kata Giotto.
Tsuna hanya mengangguk. Malu karena kelemahannya dalam kedua mata pelajaran itu, terkuak.
"Tak masalah. Aku akan membantumu mengatasinya."
"Terima kasih, Giotto-san." Tsuna tersenyum lembut kearah Giotto. Terlihat semburat merah diwajah Giotto. Giotto pun membalasnya dengan senyuman mautnya. Kini, Tsuna- lah yang menampakkan semburat merah di wajahnya.
Perbincangan berlanjut. Karena pada dasarnya Giotto adalah orang yang baik dan ramah, Tsuna pun merasa nyaman berbincang dengannya. Hingga tanpa sadar, matahari mulai meredup. Langit yang tadinya cerah, berubah menjadi ke- orange- an. Menandakan sebentar lagi malam menjelang.
"Hmm, sepertinya sudah petang. Sepertinya kita sudahi pertemuan untuk hari ini. Untuk pertemuan selanjutnya, nanti akan kuberitahu." kata Giotto. "Ah ya, mau kuantar pulang?" lanjutnya.
"Hiee? Ti.. tidak usah Giotto- san, aku bisa pulang sendiri."
Sebelumnya, terima kasih sudah meluangkan waktumu dengan menerimaku sebagai muridmu." Tsuna membungkukkan badan kearah Giotto.
"Ya, tidak masalah. Dengan senang hati." Giotto tersenyum.
"Kalau begitu aku permisi, Giotto-san." Tsuna berjalan menuju pintu.
"Ya. Hati-hati dijalan."
"Sawada Tsunayoshi."Giotto tersenyum. Lagi.
To be Continued ~
Mohon review jika berkenan.
Boleh kritik tapi jangan flame ya XD
