Alexithymia/ˌeɪlɛksəˈθaɪmiə/ is a personality construct characterized by the subclinical inability to identify and describe emotions in the self.

.

.

.

.

.

.

Alexithymia ; Chapter One

by

thosetealeyes

_

A Jeon Jungkook fanfiction

Romance, Angst.

The idea of this story is mine.

The characters belong to God.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Siang itu di kota Seoul. Mentari sedang bersinar dengan hangatnya dan awan-awan terlihat seperti kapas di kanvas biru milikNya. Seorang anak manusia keturunan Adam berjalan dibawahnya sambil berjalan dengan langkah mantap menuju sebuah kedai kopi sederhana yang terletak di sebuah ruko lantai dua.

Begitu ia masuk, aroma kopi menyeruak dan berlomba-lomba memasuki rongga paru-parunya. Membuatnya sedikit mual dan itu menjadi alasan kenapa seorang anak manusia keturunan Adam ini sangat membenci minuman berwarna hitam tersebut.

Samar-samar ia melihat secuat surai berwarna soft pink yang menyembul di balik sofa berwarna putih tersebut. Lalu dia datang menghampirinya dan duduk dihadapannya sambil memperhatikan si pemilik rambut gulali itu yang sedang sibuk mengetik sesuatu di laptop miliknya. Di meja bundar itu telah tersedia secangkir kopi hitam yang masih mengepul dan satu gelas besar berisi chocolate milkshake.

Aroma minuman di hadapan Jeon Jungkook menguar, membuat pria berumur 21 tahun itu mengernyit. Bau kopi yang sangat dibenci olehnya itu milik sahabat sekaligus orang yang sudah dianggap kakak laki-laki sendiri olehnya, Park Jimin.

"Hyung" panggil si pemilik rambut coklat ini. Jimin yang sedang terfokus pada layar laptop di hadapannya pun menghentikan kegiatannya dan menatapnya. "Oh, Jungkook sejak kapan kau datang?". Pria beriris coklat itu meringis saat melihat Jungkook menatapnya tanpa ekspresi.

"Baru saja." Ujarnya. Dia menatap chocolate milkshake di hadapannya. "Apakah ini untuk ku?" Tanyanya.

Jimin mengangguk. " Ya itung-itung sebagai permintaan maaf karena aku secara mendadak aku memanggilmu."

"Jadi ada apa, hyung?" Tanya Jungkook tanpa basa-basi.

Rona kemerahan muncul di pipi Jimin ketika mendengar pertanyaan itu. Jungkook pun mengerutkan dahinya, bingung, merasa dia pernah melihat hal ini. Pipi Jimin kini senada dengan warna rambutnya.

"Kau lihat perempuan disana?" Kata Jimin setelah beberapa menit mereka terdiam. Menunjuk arah kirinya dengan jarinya telunjuknya yang pendek.

Dengan segera ia melihat kearah yang dituju dan menemukan seorang perempuan mungil dengan apron berwarna merah maroonnya. Dunia Jungkook seakan berputar lebih lambat, detik-detik terasa begitu lama. Seakan-akan perempuan yang dilihatnya ini adalah seorang dewi waktu, yang bisa menghentikan waktu saat bersitatap dengannya. Inilah hal yang baru baginya. Dia tidak pernah tertarik pada perempuan. Namun ada magnet di gadis itu yang membuatnya ingin menatapnya sedikit lebih lama. Jantungnya pun berdetak lebih kencang tak karuan seperti habis di pacu habis-habisan. Dan napasnya pun tercekat tatkala mereka bertatapan sekilas.

Jimin berdeham dan secara perlahan Jungkook melepaskan pandangannya, berusaha menormalkan detak jantungnya. "Dia... Manis bukan?" Ujar Jimin.

Pria bersurai coklat ini kembali memperhatikan perempuan itu lamat-lamat. Dapat diakuinya bahwa perempuan ini memang manis, namun ada sesuatu yang menarik dari dirinya. Dia indah...

"Kurasa... Aku... Menyukainya... " Ujar Jimin. Detak jantung Jungkook berhenti sebentar dan akhirnya menghadap Jimin dan tersenyum kecil. Dia tahu bahwa dia tidak dapat mengalahkankan sahabatnya satu ini dalam hal apapun termasuk percintaan. Dirinya hanyalah seorang 'Pecundang', kata yang disematkan ayahnya kepadanya dan paham betul kenapa dia disebut begitu.

Segeralah dia mengingat bahwa Jimin memiliki hati yang rapuh dan mudah tersakiti, mengingat sudah berapa banyak wanita yang menyalahgunakan kebaikan hati sahabatnya ini. "Hyung, kau boleh saja menyukainya tapi aku tidak ingin kau terluka."

Jimin tersenyum kecut. Dalam hati kecilnya tahu bahwa perkataan Jungkook benar adanya. Dirinya sudah ditakdirkan untuk mudah mencintai dan mudah juga untuk terluka. Dia menghela napas dan membuang pandangannya keatas langit-langit kedai kopi ini lalu detik berikutnya dia menatap Jungkook lagi.

"Tapi rasanya dia akan menjadi wanita yang terakhir, Kookie"

Sebuah senyum tipis muncul di wajah Jungkook. "Apakah kau tahu namanya?"

"Tentu saja. Namanya Min Soojung."

To be continued.