"TIDAK!"
"ASUNA!"
"NARUTO-KUN... TOLONG AKU!"
"ASUNA!" teriak seorang laki-laki berambut pirang jabrik dan bermata biru."JANGAN SAKITI DIA!"
Seorang pendeta mencegat laki-laki berambut pirang itu untuk tidak mendekati gadis bertelinga dan berekor rubah sembilan. Gadis berambut panjang kastanye dan bermata coklat karamel, yang merupakan jelmaan siluman rubah berekor sembilan.
Semua orang desa yang berpakaian kimono seperti zaman Jepang kuno, menyaksikan kejadian yang sangat menggemparkan. Di mana seorang laki-laki biasa yang berkemampuan berpedang, menjalin cinta dengan seorang gadis siluman rubah berekor sembilan. Hal tersebut sangat menggemparkan seluruh desa, tempat laki-laki biasa itu tinggal. Karena hubungannya dengan gadis siluman, bisa mendatangkan bencana besar untuk desa tersebut.
Hubungan cinta mereka yang terjalin secara sembunyi-sembunyi, akhirnya tercium oleh pendeta kuil yang mempunyai tugas untuk memburu siluman yang berkeliaran.
Hingga suatu malam, pada saat bulan purnama menyinari bumi, pendeta itu mengejar gadis siluman rubah berekor sembilan tersebut dan berhasil membuat gadis siluman rubah berekor sembilan itu menjadi sekarat. Ditambah laki-laki berambut pirang itu berusaha melindungi gadis siluman tersebut. Dia melawan pendeta itu dengan kemampuan berpedangnya. Namun, dia kalah dan orang-orang desa menahan kedua tangannya agar dia tidak mencegat sang pendeta yang akan menyegel gadis siluman itu. Dia berusaha keras untuk melepaskan diri. Namun, orang-orang desa terus menahan dirinya dengan sekuat tenaga.
Pada akhirnya, gadis siluman itu tersegel ke dalam lukisan yang dibuat oleh sang pendeta. Teriakan pilu sang gadis pun memecahkan kesunyian malam purnama itu.
"KYAAAAAAA! NARUTO-KUUUUUN!"
"ASUNAAAAAAA!"
Gadis siluman berubah menjadi obyek mati di dalam lukisan yang memiliki latar belakang malam purnama. Dia menjadi rubah berekor sembilan berwarna coklat terang. Membuat laki-laki yang menjadi kekasihnya, tampak syok dengan apa yang terjadi. Dia jatuh berlutut dalam keadaan yang sangat sedih.
Sang pendeta muda melirik laki-laki itu dan berkata.
"Manusia biasa dan siluman tidak akan bisa bersatu. Hal tersebut akan melanggar kodrat alam. Kau harus mengetahui itu, Naruto."
Dengan tubuh bergetar, laki-laki itu menangis. Memegang pedangnya di tangan kanannya dengan erat.
"Sampai kapanpun, aku akan tetap mencintai Asuna. Cintaku akan abadi untuknya. Meskipun kau telah menyegelnya di dalam lukisan, tapi suatu saat nanti, aku akan membebaskannya," jawab laki-laki itu dengan nada yang lantang."Akan aku tunjukkan bahwa manusia dan siluman bisa bersatu. Pasti ada cara untuk mengubah siluman menjadi manusia. Aku mencintai Asuna untuk selamanya. Aku rela berkorban demi dirinya agar dia bebas dari penyegelanmu."
Semua orang yang menonton, terpaku mendengarkannya. Sampai laki-laki itu mulai mengacungkan ujung pedangnya untuk mengarah pada perutnya. Hendak melakukan tindakan yang tidak diduga.
"Aku bersumpah... Aku akan membebaskan Asuna dari lukisan itu. Aku akan mengorbankan nyawaku untuknya. Hingga jika Kami-sama mengizinkan aku hidup kembali ke dunia ini, aku akan meminta pada sang Kami-sama agar aku diberikan kekuatan untuk membebaskan Asuna dari dalam lukisan itu. Suatu hari nanti, aku dan dia akan bersatu lagi. Tentunya di kehidupanku yang baru. Ingat itu, pendeta..."
Saat itu juga, dia langsung menusukkan pedangnya sendiri ke perutnya.
ZLUB!
Tindakannya itu membuat orang-orang terperangah dan kaget melihatnya. Sampai dia pun jatuh terkapar dengan darah merah segar yang bercucuran dari perutnya yang ditusuk pedang. Tanah pun dibanjiri darah yang berceceran. Dia sang swordman pun tewas dalam sekejap mata.
Malam yang kelam, di desa bernama Uzu, menjadi tragedi berdarah dari sang swordman yang cukup terkenal di desa tersebut. Tragedi bunuh diri untuk bisa membebaskan gadis siluman yang terkurung di dalam sebuah lukisan. Hal itu membuat pendeta merasa menyesal dan ikut berduka cita atas tragedi ini.
Itulah kisah cinta antara manusia dan siluman yang terjadi sejak 1000 tahun yang lalu.
.
.
.
Disclaimer:
Naruto © Masashi Kishimoto
Sword Art Online © Reki Kawahara
.
.
.
Pairing: Naruto x Asuna
Rating: T
Genre: Tragedy/supranatural/romance/mistery/humor/hurt/comfort
Setting: AU (Kota Uzu)
Sabtu, 20 Agustus 2016
.
.
.
Summary: Berawal dari kuil, aku bertemu dengan seorang gadis yang keluar dari dalam lukisan. Gadis siluman rubah berekor sembilan yang tersegel di dalam lukisan selama 1000 tahun. Dengan kemampuan supranaturalku, aku membebaskan gadis itu. Setelah itu, dia mengakui bahwa aku adalah pacarnya. Sungguh, membuatku syok dan tidak mengerti dengan apa yang terjadi. Lalu...
.
.
.
MY GIRLFRIEND FROM THE LAST
By Hikasya
.
.
.
Chapter 1. Asuna, Gadis Siluman
.
.
.
POV: NARUTO
.
.
.
Namaku Uzumaki Naruto. Umurku sekarang menginjak 18 tahun. Aku sudah memasuki tahun ketiga di Uzu High School atau disingkat UHS. Aku adalah seorang laki-laki yang memiliki ciri-ciri berambut pirang jabrik, bermata biru, ada tiga guratan di dua pipiku, dan kulitku berwarna coklat. Tubuhku tinggi dan tegap.
Di sekolah, aku dikenal sebagai laki-laki yang sangat dingin dan suka menyendiri. Aku tidak gampang didekati oleh siapapun karena aku akan bersikap sangat dingin jika ada yang ingin mendekatiku, kecuali satu orang yaitu teman karibku yang bernama Senju Tobirama.
Mengenai Senju Tobirama, dia adalah seorang laki-laki berambut putih dan bermata sipit. Berasal dari keluarga Senju yang memiliki perusahaan besar yang bernama "Senju Corporation", bergerak di bidang industri pakaian. Bisa dibilang dia juga memiliki kepribadian yang tertutup, dingin, pendiam, dan suka membaca buku. Dia juga suka menyendiri seperti diriku. Tidak suka keramaian dan lebih suka bersantai di perpustakaan jika jam istirahat tiba.
Karena itulah, kami berdua dijuluki "duo pangeran es" yang sama-sama memiliki kepribadian yang sukar ditebak. Semua orang menebak-nebak jika dua orang pendiam saling bersahabat, tidak pernah berbicara dan lebih suka melototi buku daripada berbaur sama sekali dengan yang lain. Mereka mengira kami adalah orang yang sangat aneh. Sehingga mereka sangat enggan jika berbicara ataupun mendekati kami. Pasti, kami menanggapi mereka dengan perkataan dingin dan sinis.
Entahlah, aku merasa hidupku ini kaku dan monoton. Serasa ada beban di hatiku yang belum jua untuk dilepaskan. Ada rantai ingatan terbelenggu di sela-sela otakku. Ingatan yang aneh dan terus muncul di setiap mimpiku ketika aku tertidur pada malam harinya. Mimpi yang sama di mana aku melihat diriku yang terpuruk karena gadis siluman rubah berekor sembilan yang disegel oleh seorang pendeta ke dalam sebuah lukisan. Aku begitu terpukul saat melihat proses penyegelan itu. Hingga aku bersumpah dan bunuh diri agar bisa membebaskan gadis siluman itu. Berakhir tragedi berdarah di malam purnama yang bercahaya terang.
Setelah itu, aku tersentak bangun dan mendapati perutku yang terasa sakit seperti ditusuk pedang di dalam mimpi itu. Aku tidak tahu apa yang terjadi sehingga aku bisa bermimpi yang sama berkali-kali. Hal tersebut dimulai sejak umurku memasuki 18 tahun. Lalu...
TAP! TAP! TAP!
Pikiranku yang melayang-layang saat mengingat kejadian buruk di dalam mimpi itu, menghentakkan naluriku untuk menyadari bahwa langkah kakiku sudah mencapai sebuah tangga. Tangga batu yang menanjak ke arah perbukitan, tepat di jalanan raya yang sepi. Di dua sisi jalanan, terdapat hutan hijau yang masih alami. Tidak ada kendaraan yang lewat di jalanan yang menuju ke UHS, terletak tepat di pinggir kota Uzu.
Pandangan datarku tertuju ke puncak tangga, di mana terdapat kuil di sana. Kuil yang bernama "Yamabuki", merupakan kuil tertua sejak zaman jepang kuno, sekitar 1000 tahun yang lalu.
Ada rumor yang mengatakan jika ada seseorang yang mengunjungi kuil Yamabuki tersebut, maka seseorang berdoa di sana, apapun yang diminta pasti terkabulkan. Rumor yang kudengar dari orang-orang sekitarku. Aku tidak tahu apakah itu benar atau tidak. Tapi, aku sangat penasaran dan ingin mengunjungi kuil Yamabuki itu sekarang juga untuk membuktikan kebenaran rumor itu.
Jadi, kuputuskan ketika pulang sekolah ini, aku mengunjungi kuil Yamabuki seorang diri. Masih mengenakan seragam khas UHS dan menyandang tas jinggaku di bahu kananku, langkah sepatu kets-ku kuhentakkan untuk menginjak anak tangga pertama. Menimbulkan bunyi yang cukup keras saat aku melangkah dengan santai. Aku akui, tangganya sangat tinggi dan aku tidak tahu berapa jumlah anak tangga yang mesti kudaki untuk mencapai puncak bukit sana.
Dengan usaha yang keras dan tidak menyerah, aku terus mendaki. Walaupun keringat asam telah bercucuran dari sela-sela rambutku, aku akan terus maju untuk mencapai ke atas. Ingin membuktikan rumor itu dan sekalian berdoa pada sang Kami-sama di sana.
Tak lama kemudian, aku berhasil mencapai puncak bukit. Langkahku terhenti sejenak. Pandanganku menyapu bersih ke seluruh penjuru tempat itu. Di mana banyak daun kering berwarna keemasan menutupi halaman kuil Yamabuki yang sangat luas. Bisa dikatakan halaman dipenuhi dengan lantai yang terbuat dari daun-daun kering. Angin mendadak bertiup kencang membuat rambut dan pakaianku berkibar-kibar seperti bendera. Sehingga pepohonan sekitarnya, bergoyang-goyang. Daun-daun kering berjatuhan di mana-mana. Terasa ada hawa mistis yang sangat kuat menyelimuti sekitar kuil yang tidak ada berpenghuni.
"...?" aku terdiam saat memandang alam sekitar. Terasa tidak asing bagiku. Entahlah, aku merasa pernah mengunjungi tempat ini sebelumnya. Padahal untuk pertama kalinya, aku mengunjungi tempat ini.
Hawa mistis yang kuat masih terasa sampai ke batinku. Hingga kuputuskan untuk melangkah maju ke dalam kuil. Kuil yang berukuran sangat besar, berdesain klasik dan tetap terawat dengan baik. Padahal aku rasa tidak ada pendeta ataupun seorangpun yang menjaga kuil ini sejak 1000 tahun yang lalu.
TAP! TAP! TAP!
Langkahku semakin ringan saat memasuki bagian dalam kuil. Cukup terang karena sinar matahari masuk lewat celah jendela-jendela kaca transparan yang dibuat di atap kuil. Bagian dalam kuil kelihatan cukup luas dan berdesain klasik. Altar berada dalam garis lurus dari arah pintu masuk. Hawa mistis semakin menguat ketika aku mendekati altar. Angin pun bertiup kencang dan menerobos masuk ke dalam kuil. Sungguh membuat suasana semakin mencekam saja, padahal hari masih siang.
Tanpa mempedulikan keadaan sekitar yang terasa ganjil dan aneh, aku tidak merasa takut ataupun mundur untuk membuktikan kebenaran rumor itu. Lalu aku mengambil satu dupa dari dalam tasku. Kubakar dupa itu dengan pemantik api yang sempat kubawa dari rumah. Angin mendadak bertiup pelan seiring aku melakukan ritual doa pada sang Kami-sama.
Di dalam hatiku yang paling dalam, telah tertanam sebuah keinginan untuk mempunyai gadis yang bisa kujadikan kekasihku. Aku tidak tahan diledek oleh teman-teman karena aku dianggap jomblo sejati. Tidak pernah berpacaran. Tidak ada gadis seorangpun yang berani mendekatiku, untuk menjadi temanku. Padahal aku tahu bahwa ada beberapa gadis dari kelasku, yang menyukaiku. Tapi, aku merespon mereka dengan tidak baik. Aku selalu bersikap dingin terhadap semua gadis yang mendekatiku. Aku akui itu sejak aku masih kecil. Sampai sekarangpun, aku belum pernah merasakan namanya jatuh cinta itu.
Aku ingin merasakan jatuh cinta itu. Ingin merasakan mempunyai seorang kekasih. Ya, Kami-sama, tolong kirimkanlah satu gadis yang baik dan pantas kujadikan kekasihku. Buatlah aku jatuh cinta padanya. Aku berjanji bahwa aku akan melindunginya dan mencintainya seumur hidupku. Dialah yang akan kujadikan cinta terakhirku sampai aku mati nanti.
Itulah doa yang kupanjatkan pada sang Kami-sama. Semoga Kami-sama mengabulkan permintaanku itu.
WHUUUUSH!
Tiba-tiba angin muncul lagi. Kali ini berhembus sangat kencang dan menerpaku. Seakan-akan muncul sebuah dentingan bel yang sangat banyak. Membuatku merasa dalam hawa mistis yang semakin menguat. Ada sesuatu yang aneh, terjadi di sini.
BRAK!
Terdengar bunyi benda jatuh yang sangat keras bersamaan angin bertiup kencang seperti badai angin. Dengan cepat, aku alihkan pandanganku ke arah benda jatuh tadi, berasal dari arah samping kiri altar.
"Hm... Apa yang jatuh tadi ya?" gumamku pada diriku sendiri.
Aku berjalan cepat untuk menghampiri benda jatuh tadi, yang kini tergeletak di lantai.
Rupanya sebuah lukisan yang menampilkan seekor rubah berekor sembilan berwarna coklat terang dengan latar belakang malam bulan purnama.
Aku berlutut dan mengambil lukisan itu dengan kedua tanganku. Kuperhatikan lukisan itu dengan seksama.
["Naruto-kun... Tolong aku! Keluarkan aku dari sini!"]
Mendadak aku mendengar suara gadis yang terasa halus dan menggema di gendang telingaku. Spontan, aku membelalakkan kedua mataku. Pasalnya suara itu memanggil namaku dengan suffix "kun."
Apa yang telah terjadi?
Sepertinya aku merasakan ada hawa keberadaan siluman yang menyelimuti kanvas lukisan ini. Tanpa merasa ragu ataupun takut, aku langsung berkata pada sosok siluman yang menghuni lukisan itu.
"Ka-Kamu siapa?" tanyaku dengan nada sedikit bergetar.
["Aku Asuna. Siluman rubah berekor sembilan. Aku merasakan hawamu, Naruto-kun. Apakah kau datang untuk membebaskan ku dari lukisan ini?"]
Aku tercengang. Tidak mengerti dengan apa yang terjadi saat ini.
"Hei, kenapa kau bisa tahu namaku yang sebenarnya? Panggil aku dengan suffix kun lagi. Aku bukan pacarmu, tahu."
["Hah?!"] lukisan itu menampilkan sweatdrop.["Apa sih yang kamu katakan? Sudah jelas aku sudah tahu kalau namamu adalah Naruto-kun dari hawa tubuhmu. Kau adalah kekasihku. Tidak mungkin kau tidak mengingatnya?"]
Semakin membingungkan. Sungguh, aku tidak tahu apa yang dimaksud oleh siluman di lukisan itu.
Tanpa banyak pikir lagi, aku langsung menyahutnya.
"Aku tidak mengerti apa maksudmu. Namun, yang pasti aku bukanlah siapa-siapamu. Aku hanya orang asing yang baru mengunjungi kuil ini. Jadi, aku akan melepaskanmu sekarang karena aku merasa kau adalah siluman yang berhawa baik."
Gadis siluman berwujud rubah berekor sembilan berwarna coklat yang tidak bergerak di dalam lukisan itu tertawa senang.
["Hahaha... Aku mengerti. Tapi, tolong lepaskan aku dulu. Nanti aku akan menjelaskan semuanya agar kau mengingatnya lagi."]
"Baiklah..."
Aku segera membaca sebuah mantra untuk melepaskan segel siluman yang kudapatkan dari klan Namikaze, darah keturunan dari ayahku. Ayahku yang bernama Namikaze Minato yang tinggal di kota lain yaitu kota Konoha. Sedangkan mengenai ibuku, Namikaze Kushina, dia sudah meninggal saat umurku menginjak 10 tahun.
Kedua mataku menutup ketika membaca mantra dan menghentakkan telapak tangan kananku ke lukisan itu. Maka terbentuklah cahaya putih yang menyinari seluruh lukisan.
Terjadilah proses pembukaan segel siluman yang berlangsung beberapa menit.
PAAAAAAATS!
Cahaya menyelimuti tempat itu. Aku mengintip di balik sebelah mataku, cahaya putih berkumpul menjadi satu dari lukisan dan terbang menuju ke arah sampingku. Dalam sedetik, kumpulan cahaya putih berwujud sosok manusia. Menyerupai seorang gadis yang memiliki rambut panjang yang berkibar-kibar.
FYUUUSH!
Cahaya menghilang. Menyisakan kesunyian dan angin yang bertiup kencang. Seiring aku membuka kedua mataku lebar-lebar untuk memperhatikan sosok gadis yang kini menjelma secara nyata di depanku sekarang.
Dia berambut panjang kastanye. Bermata coklat karamel. Berkulit putih seperti salju. Berpakaian kimono terusan dengan motif bunga serba putih dengan obi berwarna putih yang membelit bagian bawah dadanya. Wajahnya cantik sekali. Dia tersenyum dengan manisnya.
Aku terpaku dan tidak bisa berkata apa-apa lagi. Dia seperti bidadari yang turun dari kahyangan. Dia tidak asing bagiku. Rasanya aku pernah bertemu dengannya sebelumnya. Tapi, di mana?
"Naruto-kun!"
Dia datang dan berlari cepat ke arahku. Aku tersentak dengan apa yang dia lakukan. Kedua tangannya terbuka secara bebas. Sepertinya dia ingin memelukku. Tetapi...
DAAAASH!
"KYAAAAAA!"
Dia menjerit keras saat terdorong oleh tekanan kuat yang melindungi tubuhku. Sebelum aku berkata untuk memperingatinya agar dia tidak mendekatiku karena aku memakai kalung jimat pelindung, dia sudah terpelanting ke belakang dan terseret beberapa meter. Dia terkena ledakan tekanan kekuatan pelindung gaib itu, sehingga dia terkapar di lantai dengan tubuh yang terasa sangat lemah dan panas.
Dengan wajah pucat, dia menatapku. Suaranya terdengar parau.
"A-Apa yang terjadi sehingga aku tidak bisa mendekatimu, Naruto-kun?"
Dengan wajah yang datar, aku menunjukkan kalung jimat pelindung yang melingkari leherku itu padanya.
"Aku memakai jimat pelindung yang bisa melindungiku dari gangguan makhluk halus. Ini adalah jimat yang diberikan ayahku."
"Ta-Tapi... Dulu kau tidak memakai jimat pelindung seperti itu. Kau juga tidak punya orang tua."
"Hei! Jangan bercanda, ayahku masih hidup, tahu. Hanya ibuku yang sudah meninggal sejak aku kecil. Kau itu aneh, gadis siluman!"
"Jangan sebut aku gadis siluman! Namaku Asuna! Apa kau tak mengingatku?"
"Aku tak mengerti maksudmu. Lagipula, aku baru bertemu denganmu pertama kali di sini!"
"Hah?!"
Dia ternganga habis. Sementara aku memasang wajah sewot untuknya. Lalu dia memperhatikanku dengan seksama.
"Apa yang terjadi?" sahutnya sambil bangkit berdiri dengan pelan."Aku baru sadar kalau penampilanmu berbeda denganku. Tapi, aku tak akan salah mengenali kekasihku sendiri. Naruto-kun, apa benar kau tak mengingat apapun tentangku?"
Aku menganggukkan kepalaku dengan cepat.
"Ya. Aku tak ingat semua hal tentang dirimu. Namun, yang pasti kau mungkin salah mengenali orang lain. Mungkin aku bukan pacarmu yang kamu maksud. Lagipula kuil yang kukunjungi ini sudah berumur sangat tua. Sudah sekitar 1000 tahun lebih."
"Hah!?"
Sekali lagi Asuna menganga lebar. Kedua matanya membulat sempurna.
"Su-Sudah seribu tahun lebih!? Ja-Jadi, aku sudah tersegel selama itu di dalam lukisan!?"
"Yaaah, mungkin saja. Tapi, aku tak tahu kenapa kau bisa tersegel ke dalam lukisan. Memangnya apa yang terjadi sejak seribu tahun lalu?"
"Ah, i-itu... Ceritanya sangat panjang..."
Mendadak wajah Asuna berubah kusut. Kedua matanya meredup. Dia dilanda rasa sedih. Mungkin dia mengingat kejadian 1000 tahun lalu itu.
Seketika aku merasa iba melihatnya. Kupikir sebaiknya aku membawanya pergi dari sini dan mengajaknya berbicara empat mata. Kasihan juga jika aku membiarkannya tinggal sendirian di kuil sesepi ini.
"Ya sudah... Ayo, ikut aku!"
Asuna memandangku dengan tatapan yang penasaran.
"Kemana?"
"Ke rumahku."
"Ke rumahmu?"
"Iya. Ayo..."
Tanpa aba-aba lagi, aku langsung menyelonong pergi dari hadapannya. Dia pun tersentak dan langsung berlari mengejarku. Berteriak sangat keras.
"HEI, TUNGGU DULU! JANGAN TINGGALKAN AKU, NARUTO-KUN!"
"Berhentilah memanggilku dengan suffix kun. Panggil saja aku Naruto saja."
"Aku tidak mau. Pokoknya aku akan tetap memanggilmu Naruto-kun. Kamukan kekasihku."
"Sudah kubilangkan kalau aku bukan kekasihmu!? Dasar, gadis siluman!"
"HEI, BERHENTILAH MENYEBUTKU BEGITU!"
"Memangnya salah ya?"
"TENTU SAJA SALAH!"
Kami pun terlibat dalam adu mulut yang sengit seiring kami keluar dari dalam kuil. Angin bertiup lembut. Hujan daun kering tetap turun untuk menghiasi halaman kuil. Suasana kembali tenang dan tidak mistis seperti tadi. Meninggalkan keheningan yang tiada berujung.
.
.
.
BERSAMBUNG
.
.
.
A/N:
Cerita baru update!
Terinspirasi dari film drama korea yang berjudul My Girlfriend Is Gumiho. Tapi, saya buat berbeda di fic ini. Nggak ngikutin kayak di filmnya kok.
Oke, sekian dan terima kasih buat yang sudah membaca.
Jika sempat, bakal saya lanjutin chapter 2-nya.
Minggu, 21 Agustus 2016
