Naruto bukan milik saya.

Don't like don't read.

.

Chapter 1

.

Sebagai seorang kakak, adalah hal yang wajar jika bersikap protektif kepada adiknya. Terutama jika adiknya itu seorang perempuan. Seperti halnya Neji. Sebagai seorang kakak dengan dua adik perempuan, sudah merupakan tugasnya menjaga kedua adiknya, Hinata dan Hanabi. Mungkin Hanabi tidak begitu membutuhkan bantuannya. Adik bungsunya yang kini telah beranjak remaja itu sangat sanggup menjaga diri. Sejak kecil Hanabi telah menguasai bela diri, ia sanggup mengalahkan dua orang pria dewasa sekaligus. Cara bicaranya yang tegas, jujur, dan blak-blakan membuat siapapun tidak berani membully-nya. Sikapnya yang keras kepala dan jahil sering menyebabkan ayahnya sakit kepala. Berbeda dengan Hanabi, Hinata justru membuat Neji sering merasa khawatir. Di mata Neji, adiknya itu adalah seseorang yang lugu, polos, dan murni. Hinata sangat penyabar, lembut, pemaaf, dan penurut. Singkatnya, Neji selalu merasa khawatir jika sifat adiknya itu justru membuatnya dimanfaatkan orang lain. Oleh karena itu sejak kecil Neji selalu memastikan jika adiknya itu tidak dibully.

Namun tidak selamanya Neji sanggup melindungi Hinata, terutama jika menyangkut masalah hati. Ketika duduk di SMA, Hinata menyukai Naruto. Neji tidak tahu apa yang adiknya lihat dari sosok si pemuda berambut kuning itu. Di mata Neji, Naruto itu sangat kontras dengan adiknya, tidak serasi sama sekali! Sifat Naruto yang gaduh, jahil, pembuat onar, bodoh dan bebal sangat tidak cocok dengan Hinata yang pendiam. Terlebih lagi Naruto sangat menyukai gadis berambut pink yang bernama Sakura, namun sayangnya gadis itu justru menyukai orang lain. Neji terkadang tidak habis pikir dengan selera adiknya yang rendah. Banyak pemuda di luar sana yang jauh lebih baik dibandingkan Naruto, mengapa Hinata harus memilihnya?!

Melihat cinta sepihak Hinata pada Naruto membuat Neji merasa kesal, marah, jengkel, dan sedih. Adiknya itu tidak berani mengungkapkan perasaannya, ia hanya mampu memandangi Naruto diam-diam. Neji memang tidak mendukung Hinata dengan Naruto, namun di sisi lain ia berharap agar Naruto bisa membalas perasaan adiknya. Hinata tidak pantas disia-siakan.

Bahkan setelah lulus dari SMA pun Hinata memilih ke Universitas yang sama dengan Naruto. Sudah berkali-kali Neji menyarankan agar Hinata menyerah saja, namun Hinata masih tetap keras kepala. Bahkan sampai lulus Hinata masih belum sanggup menyatakan perasaannya pada si kuning itu. Setelah lulus, Hinata bekerja di perusahaan keluarga. Neji merasa sedikit lega karena setidaknya Hinata sudah tidak bisa melihat Naruto sesering dulu. Mungkin dengan begitu adiknya mampu melupakan si kuning itu sedikit demi sedikit.

Namun entah keajaiban apa yang terjadi, tiba-tiba Hinata dengan wajah berseri-seri datang padanya dan mengatakan bahwa kini Naruto telah menerima cintanya. Neji hanya bisa terdiam ketika Hinata dengan wajah merona merah bercerita bahwa ia dan Naruto kini telah menjadi sepasang kekasih. Dengan berat hati Neji mengucapkan selamat kepada adiknya meskipun hatinya merasa risau. Setahu Neji, Naruto masih menyukai Sakura, lalu mengapa Naruto kini malah beralih menyukai Hinata? Apa yang sebenarnya terjadi?

Neji tahu Hinata kini sudah beranjak dewasa dan sudah mampu menyelesaikan masalahnya sendiri. Namun itu tidak berarti Neji akan berhenti mengkhawatirkannya. Bagi Neji adiknya masih seperti dulu, lugu dan polos.

Pada awalnya Hinata tampak bahagia bisa bersama dengan Naruto. Ia selalu terlihat ceria. Rona kebahagiaan terpancar jelas dari wajahnya. Melihat Hinata bahagia membuat Neji turut bahagia. Namun entah kenapa akhir-akhir ini Hinata justru tampak murung. Adiknya itu tidak pernah mau menceritakan masalahnya, Hinata selalu mengatakan bahwa ia baik-baik saja. Neji yakin sikap adiknya itu ada hubungannya dengan Naruto. Sudah berkali-kali Neji mendapati si kuning itu sedang menghabiskan waktu berdua bersama Sakura. Neji memang tidak ingin mencampuri urusan pribadi Hinata, namun ia tidak akan diam saja jika adiknya memang disakiti oleh Naruto.

Semakin lama Neji dapat melihat hubungan Hinata dan Naruto semakin merenggang. Hinata tidak lagi menyebut nama Naruto dengan mata yang berbinar-binar seperti dulu. Setiap kali Neji bertanya pada Hinata, adiknya hanya mengatakan bahwa semua baik-baik saja dan tidak ada yang perlu dicemaskan.

Saat ia mendengar kabar bahwa Hinata dan Naruto sudah putus, dalam hati kecilnya Neji merasa hal ini pasti akan terjadi. Si kuning itu tidak bisa mencintai Hinata sepenuhnya karena Neji tahu Naruto masih menyukai Sakura. Jika saja Hinata tidak mencegahnya, Neji pasti akan memberikan pelajaran pada Naruto.

Setelah beberapa hari putus, si kuning itu langsung bersama dengan Sakura, membuat Neji merasa geram. Naruto benar-benar tidak layak untuk Hinata.

Setelah putus dengan Naruto, perilaku Hinata menjadi berubah. Hinata menjadi lebih memilih mengasingkan diri. Hinata tidak ingin menemui siapapun, bahkan teman-temannya. Neji takut jika Hinata akan melakukan hal-hal yang bodoh karena patah hati, oleh karena itu ia selalu menyempatkan diri untuk mengunjungi Hinata di apartemennya dan memastikan jika adiknya itu memang masih baik-baik saja.

Saat Neji menemui Hinata, ia membayangkan keadaan adiknya yang murung dengan mata merah dan sembab. Akan tetapi saat ia melihat sosok Hinata secara langsung, Neji sedikit terkejut. Hinata tampak baik-baik saja. Tidak ada sedikitpun raut kesedihan di wajahnya. Bahkan menurut Neji adiknya justru terlihat… bahagia? Tapi itu hal yang mustahil bukan? Hinata baru saja putus dengan seseorang yang ia cintai sejak masih duduk di SMA. Neji tahu seberapa besar cinta Hinata pada Naruto. Tidak mungkin Hinata bisa melupakan si kuning itu hanya dalam hitungan hari. Itu tidak masuk akal!

Neji lalu mengambil kesimpulan jika Hinata sudah mengikhlaskan kepergian Naruto. Bagi Neji, adiknya adalah seseorang yang baik hati, Hinata rela melepaskan Naruto yang ia cintai asalkan Naruto bisa bahagia.

.

.

Dua bulan sudah berlalu sejak Hinata putus dengan Naruto. Neji kini mulai bisa melepaskan kekhawatirannya. Awalnya ia berpikir sikap Hinata yang ceria dan baik-baik saja hanyalah akting yang ia lakukan agar tidak membuat cemas orang-orang di sekelilingnya. Namun kini Neji dapat melihat jika Hinata memang kembali seperti sedia kala, tidak ada sedikitpun ekspresi kesedihan di wajahnya. Hinata benar-benar tidak terlihat seperti orang yang patah hati. Semuanya terlihat normal.

Seandainya saja Neji lebih teliti memperhatikannya, ia pasti akan melihat ekspresi Hinata yang sedang jatuh cinta.

.

.

Sore ini Neji, Tenten, Hinata dan Hanabi sedang duduk santai melepas penat setelah menggelar pesta pertunangan Neji dan Tenten siang tadi. Mereka berempat duduk di ruang keluarga di kediaman Hyuuga sambil menikmati teh hangat dan makanan kecil yang disajikan.

Neji memperhatikan Hanabi yang sedang asyik berbicara dengan tunangannya. Hanabi menceritakan kebiasaan buruk Neji dengan bersemangat, sesekali Tenten tertawa mendengar kekonyolan Neji.

Neji hanya menggelengkan kepala melihat tingkah dua orang itu. Neji lalu menoleh ke arah Hinata yang hanya diam saja sejak tadi. Rasa khawatir mulai melandanya ketika ia melihat wajah Hinata yang pucat pasi.

"Hinata, apa kau sedang sakit? Wajahmu pucat sekali."

Perkataan Neji langsung membuat Tenten dan Hanabi turut memperhatikan Hinata.

"Nii-san, kau harus segera memanggil dokter." Kata Hanabi.

"A-aku ti-tidak apa-apa."

"Jangan mengatakan seperti itu, Hinata. Wajahmu pucat sekali, bahkan kau juga berkeringat dingin." Kata Tenten yang mulai ikut cemas.

"Su-sungguh… aku ti-tidak ap-"

Sebelum Hinata sempat menyelesaikan kalimatnya, ia justru jatuh pingsan. Tenten dan Hanabi mulai panik. Neji dengan sigap memboyong tubuh lemas adiknya ke kamar. Dengan segera mereka memanggil dokter. Bahkan Hiashi, ayahnya, juga turut dikabari kondisi Hinata.

Tak lama kemudian dokter wanita berusia separuh baya datang dan dengan segera mulai memeriksa kondisi Hinata. Neji, Hanabi, Tenten, dan Hiashi menunggu hasil pemeriksaan dokter mengenai kondisi Hinata.

"Bagaimana kondisinya?" Tanya Hanabi sambil berusaha menyembunyikan kekhawatirannya.

"Kondisinya baik-baik saja. Ia hanya mengalami kelelahan. Sebaiknya aktivitas-aktivitas yang berat perlu dikurangi agar tidak mengganggu kesehatan janin." Kata dokter itu.

"Huh? Apa maksudnya?" Kata Hanabi dengan bingung. Tidak hanya Hanabi saja, semua orang yang mendengarnya juga turut bingung.

"Sangat penting bagi ibu hamil agar beristirahat dengan cukup." Dokter itu menjelaskannya dengan perlahan.

Kata-kata dokter itu bagai petir yang menyambar hati semua orang yang mendengarnya.

"HAMIL?! ITU TIDAK MUNGKIN!" Teriak Hanabi dengan histeris.

"Tenanglah Hanabi…" Kata Tenten.

"KAU PASTI SALAH!"

"Pasien ini memang sedang hamil. Saya tidak mungkin salah, sudah bertahun-tahun saya menjalankan praktek sebagai dokter." Kata dokter itu dengan profesional.

Neji hanya berdiri mematung. Ia masih shock.

Hamil?

.

.

Setelah dokter itu pergi, suasana terasa sunyi dan mencekam. Neji masih mematung, ia masih belum bisa menghilangkan keterkejutannya. Hiashi tampak terkejut sekaligus marah, ayah mana yang hanya diam saja ketika mengetahui anak perempuannya hamil diluar nikah. Hanabi perlahan mulai bisa mengendalikan emosinya dibantu oleh Tenten yang masih berusaha menenangkan Hanabi.

"Itu sangat tidak mungkin, kan?" Tanya Hanabi dengan perlahan.

"Sebaiknya kau tanyakan sendiri pada kakakmu. Ia sudah mulai sadar." Kata Hiashi dengan nada dingin.

Perlahan-lahan Hinata mulai terbangun. Ketika ia menatap wajah Hiashi yang penuh amarah, wajah Hinata yang pucat semakin terlihat pasi.

"O-otou-san…" Kata Hinata dengan lirih.

"Katakan siapa pria yang bertanggung jawab atas kehamilanmu."

Mendengar perkataan Hiashi, Hinata hanya menundukkan kepalanya.

"KATAKAN!" Bentak Hiashi.

Hinata masih tetap diam namun kini air matanya mulai mengalir.

"Nee-chan… mengapa kau hanya diam saja…" Kata Hanabi.

Hinata tetap bungkam.

"Apakah Naruto?"

Pertanyaan Neji sukses membuat Hinata mengangkat kepalanya.

"Nii-san…" Bisik Hinata.

Melihat wajah adiknya yang pucat dengan air mata yang mengalir di pipinya membuat hati Neji menjadi geram.

"Aku akan menghabisi Naruto!" teriak Neji sambil melangkah pergi, mengabaikan teriakan Hinata yang menyuruhnya untuk kembali. Amarah Neji sudah tidak terbendung lagi.

.

.

Di mata Neji, Hinata adalah gadis baik-baik yang masih lugu dan polos. Adiknya tidak mungkin membuang kehormatannya sembarangan. Neji yakin Naruto pasti yang telah merayu Hinata. Dan ketika Naruto sudah mendapatkan apa yang ia inginkan, ia lalu mencampakkan Hinata.

Semakin Neji memikirkan itu, hatinya semakin panas.

Setelah ia sampai di rumah Naruto, dengan kasar Neji mulai menggedor-gedor pintunya.

"NARUTO! BUKA PINTUNYA!"

Tak lama kemudian pintu dibuka. Ketika Neji melihat sosok yang ia cari, tanpa pikir panjang ia langsung mendaratkan pukulannya ke pipi Naruto.

"OW! Apa-apaan kau Neji! OW! Berhenti memukulku! OW!"

Neji langsung memukuli Naruto dengan bertubi-tubi. Saat ada yang berusaha menghentikannya ia mulai memberontak.

"Lepaskan aku!"

"Tenanglah, Neji. Jika ada masalah seharusnya kau menyelesaikannya dengan baik-baik." Kata Shikamaru yang mulai kewalahan menahan Neji.

"Aku tidak akan berhenti sampai Naruto mampus!"

"Tenanglah dulu!"

Mendengar keributan yang terjadi, Ino, Sakura dan Kiba mulai mendekat.

"Neji?!"

"Apa-apaan ini?!"

"Apa yang sebenarnya terjadi disini?!"

Melihat Shikamaru yang kewalahan, Kiba mulai membantunya. Sementara itu Sakura mulai menghampiri Naruto yang kini wajahnya mulai memar.

"Aku akan menghabisimu Naruto!" Teriak Neji.

"Ada apa sebenarnya, Naruto? Mengapa Neji ingin menghabisimu?" Tanya Sakura.

"Aku tidak tahu! Saat aku membuka pintu Neji langsung menghajarku."

"Jangan berpura-pura bersikap bodoh setelah apa yang telah kau lakukan!"

"Katakan dengan jelas Neji, apa yang sebenarnya telah Naruto lakukan? Apa ini menyangkut Hinata?"

Perkataan Ino sukses membuat semua orang menjadi terdiam.

"Jika ini tentang Hinata maka aku akan meminta maaf padamu." Kata Naruto perlahan.

Mendengar perkataan Naruto justru membuat Neji semakin meledak.

"MAAF?! Apa kau pikir semua bisa diselesaikan dengan kata maaf?! Kau memang laki-laki pengecut Naruto! Kau bahkan tidak mau bertanggung jawab atas semua perbuatanmu!"

"Apa maksudmu dengan bertanggung jawab?" Tanya Sakura.

"Kau tanyakan sendiri saja padanya!"

"Apa maksud perkataan Neji, Naruto?"

"Aku tidak tahu." Kata Naruto sambil menggelengkan kepalanya.

"Jangan menyangkalnya!"

"Aku benar-benar tidak tahu, oke?!"

Ekspresi bingung Naruto justru membuat Neji semakin muak.

"Kau benar-benar brengsek Naruto! Berani sekali kau mencampakkan adikku setelah menghamilinya!"

Suasana menjadi sunyi. Ino terkesiap. Wajah Sakura berubah menjadi pucat pasi. Shikamaru dan Kiba terdiam. Sedangkan Naruto membulatkan kedua matanya.

Dengan sigap Neji melepaskan cengkeraman Kiba dan Shikamaru lalu ia kembali menghajar Naruto.

"APA?!" Teriak Ino.

"I-itu tidak mungkin. Naruto bukan orang seperti itu." Kata Sakura dengan tidak percaya.

"Bukan aku yang melakukannya, Neji! Sungguh!" Kata Naruto sambil berusaha menghindar.

"Kau masih ingin mengelak?!"

"BUKAN AKU YANG MELAKUKANNYA!"

"Lalu kalau bukan kau siapa lagi, huh?!"

"AKU TIDAK TAHU! YANG JELAS BUKAN AKU! KAMI TIDAK PERNAH MELAKUKAN HAL SEPERTI ITU!"

Perkataan Naruto membuat Neji menghentikan serangannya.

"Apa maksudmu?"

"Hubungan kami tidak sampai sejauh itu! Aku tidak pernah tidur dengan Hinata. Aku berani bersumpah!"

Neji menggelengkan kepalanya. Hinata adalah gadis baik-baik. Naruto pasti berbohong. Ia yakin itu.

"Aku tidak berbohong, Neji. Bukan aku yang melakukannya." Kata Naruto dengan bersungguh-sungguh.

Suasana kini menjadi sunyi. Neji berdiri mematung, kedua tangannya dikepal erat-erat. Ia masih beradu pandang dengan Naruto. Shikamaru dan Kiba masih berdiri di samping Neji, berjaga-jaga jika tiba-tiba Neji memutuskan menyerang Naruto lagi. Ino berdiri dengan cemas, matanya sibuk mengamati Neji dan Naruto secara bergantian. Sakura berdiri di samping Naruto, dengan cemas ia mengamati luka di wajah Naruto.

"Neji Hyuuga."

Semua orang menoleh ke arah sumber suara itu. Tampak sosok Sasuke Uchiha berjalan perlahan mendekati Neji.

"Sasuke teme! Darimana saja kau!" Teriak Naruto dengan kesal. Ia merasa jengkel karena Sasuke baru muncul setelah semua keributan selesai.

Sasuke tidak menggubris perkataan Naruto. Mata hitamnya mengamati Neji dengan ekspresi yang tidak terbaca.

"Aku akan bertanggung jawab."

Kata-kata yang dilontarkan Sasuke sukses membuat semua orang yang ada menjadi tertegun.

"Apa maksud perkataanmu itu?" Tanya Neji sambil memicingkan matanya.

"Aku adalah ayah dari bayi yang dikandung Hinata."

.

.

SasuHina di Chapter 2. Akan dijelaskan hubungan antara Sasuke dan Hinata.

Please RnR