Disclaimer : Kamichama Karin © Koge Donbo Sensei

Claimer : ~Love Musical~ © Invea (Karin Edcoustic)

Genre : Romance ; Hurt/Comfort

Rated : T

Pairing : Karin X Kazune

Chara : Karin Hanazono ; Kazune Kujo ; Michiru Nishikiori

Warning : Gaje ; OOC ; AU ; Miss typo, Dll

~Love Musical~

Tetes air perlahan-lahan keluar dari mata hijau Karin. Bola matanya sembab menunjukkan dia menangis telah lama di situ. Sedih, hanya itulah yang dapat tergambar dari wajah putihnya. Ditinggal orang tua membuatnya merasa tak ada gunanya lagi hidup di dunia.

"Kamu kenapa menangis?" tanya seorang cowok keren berambut pirang. Usianya sebaya dengan Karin.

"Nggak baik lo, nangis terus" lanjutnya. Dia lalu merogoh saku dan mengambil sapu tangan biru mudanya. Sapu tangan itu lalu ia gunakan untuk membasuh air mata Karin.

"Orang tuaku pergi meninggalkanku untuk selamanya" jawab Karin dengan lesu.

Dia menatap Karin dengan wajah kasihan. Lalu dia membuka tas biolanya, mengeluarkannya dan memainkan sebuah musik. Karin lalu berhenti menangis, dia termenung menatap cowok itu.

'Merdunya…' seru Karin dalam hati. Dia lalu tersenyum mendengarkan.

"Nah, gitu donk! Kalau kamu tersenyum seperti itu, kamu tampak sangat cantik"

Pipi Karin yang berwarna putih, kini tampak bersemu kemerahan. Mungkin baru kali ini dia dipuji oleh seorang anak laki-laki.

"Kamu suka main biola?" tanya Karin polos.

"Aku sangat suka musik" jawabnya sambil tersenyum riang.

"Aku juga suka musik" seru Karin.

"Kamu suka main musik?" tanya cowok itu.

"Aku.. Aku hanya suka menyanyi dan bermain piano" jawab Karin.

"Pasti suara nyanyianmu bagus"

"Ah, tidak juga kok"

"Ma.. maaf ya, aku harus pulang sekarang. Ibu pasti mencariku"

"Ah.. sa.. sampai jumpa lagi" kata Karin. Ia tampak kecewa, tak rela melepaskan satu-satunya orang yang bisa membuat dia kembali tersenyum.

"oh, ya besok kita main lagi di sini yu!" ajak Karin.

"Ma.. maaf, sepertinya besok aku tidak bisa datang ke sini" jawab cowok itu.

"Bagaimana kalau lusa?" tanya Karin.

"Se.. sepertinya tidak bisa" jawab cowok itu dengan tampang kecewa.

"Ke.. kenapa?" tanya Karin.

"Mulai besok aku harus pergi ke tempat yang jauh sekali" jawabnya lesu. Nampaknya ia pun tak ingin berpisah dengan Karin.

"Pe.. pergi?" tanya Karin untuk memastikan apa yang baru saja ia dengar.

"I.. iya, mulai besok aku harus tinggal di London dan entah kapan aku bisa kembali ke sini"

"Be.. begitu ya" ujar Karin dengan sangat kecewa, berat baginya untuk melepaskan cowok itu.

"Oh ya, ini untukmu" kata cowok itu sambil memperlihatkan sebuah kalung berhiaskan hati dengan sayap di pinggirnya. Anak itu lalu memakaikan kalung itu kepada Karin.

"Sudah dulu ya, suatu hari nanti aku pasti akan datang kembali ke sini untukmu, tunggu sampai hari itu tiba ya!" pinta anak itu.

"I.. iya.. aku pasti menunggumu" kata Karin sembari menyunggingkan senyum termanisnya.

-6 tahun kemudian-

"Ohayou mina"

"Ohayou sensei"

"Pagi ini kita kedatangan murid baru"

"Siapa dia sensei?"

"Ayo, masuk dan perkenalkan dirimu"

"Baik sensei, perkenalkan nama saya Kazune Kujo"

'Rasanya pernah lihat, tapi di mana ya?' pikir Karin. Dia lalu mengingat-ingat setiap cowok yang pernah ia temui. Dan akhirnya dia ingat. Hanya ada satu orang cowok yang berambut pirang dan bermata biru yang pernah dia temui. Orang itu adalah cowok yang membuat dia kembali ceria 6 tahun yang lalu. Karin tampak tak percaya melihat cowok itu. Benarkah dia adalah pangeran yang menghapus kesedihannya di masa lalu? Sebab cowok yang dulu Karin temui tampak ramah tapi murid baru itu bertampang jutek abis. Karin pun menjadi bimbang dan resah tak karuan.

Pada jam istirahat, Karin memberanikan diri untuk bertanya kepada Kazune. Walaupun dia agak takut –karena tampang jutek dan cool nya Kazune- tapi rasa penasaran yang ia rasakan memaksakan diri untuk memberanikan diri.

"Kazune, kenalkan aku Karin. Kamu berasal dari Jepang nggak?" tanya Karin memulai pembicaraan.

Kazune yang sedang asyik membaca buku lalu melirik Karin dengan tajam. Dia memperhatikan Karin dari ujung kaki ke ujung kepala sedetail-detailnya. Dia lalu memperhatikan kalung yang dipakai Karin. Dia mengenali kalung itu, ya tentu saja, karena sebenarnya dialah yang memberikan kalung itu kepada Karin saat pertama kali mereka bertemu.

"Iya" jawabnya singkat.

"Kamu suka musik nggak?" tanya Karin lagi. Dia makin yakin bahwa cowok yang menjadi cinta pertamanya 6 tahun yang lalu adalah Kazune.

"Nggak. Aku benci banget dengan musik" jawabnya tajam. Dia tampak tak suka ketika Karin menanyakan hal tersebut.

"Ke.. Kenapa kamu membenci musik?" tanya Karin. Karin tampak agak kecewa.

'Mungkin bukan dia cowok yang ku temui 6 tahun yang lalu' pikir Karin.

"Itu bukan urusanmu!" jawab Kazune dengan agak membentak seakan memberi tahu Karin bahwa ia tidak suka ditanyai hal tersebut.

"Huh!" Karin lalu duduk kembali ke bangkunya. Dia kesal diperlakukan kasar seperti itu oleh Kazune.

"Karin!" sapa Micchi sambil memeluk Karin dari belakang.

"Kya.. Micchi! Apa sih yang kamu lakukan?" tanya Karin. 'Nggak Kazune, nggak Micchi? Dua-duanya bikin kesal orang saja' seru Karin dalam hati.

"Hehehe… Kok, kamu lesu gitu?" tanya Micchi.

"Nggak apa-apa kok" jawab Karin.

"Yang benar? Kamu lagi ada masalah atau kesal sama seseorang kan?" tebak Micchi.

"Nggak kok. Nggak ada apa-apa. Oh iya, Micchi kan pernah tinggal di Inggris, kenal sama Kazune nggak?" tanya Karin dengan muka lugunya walaupun dia tahu pertanyaan yang ia lontarkan tadi adalah sebuah pertanyaan yang sangat konyol.

"Kenal donk" jawab Micchi.

"Hah? Yang benar?" tanya Karin agak heran.

"Ya, iyalah.. Kazune itu…"

Tet.. tet.. tet… bel masuk berbunyi, memotong pembicaraan Karin dengan Micchi. Micchi pun kembali ke mejanya.

Selama pelajaran berlangsung, Karin tak dapat berkonsentrasi. Pikirannya melayang memikirkan Kazune. Tak satupun pelajaran ia perhatikan. Pikirannya sama sekali tak lepas dari rasa penasarannya kepada Kazune.

"Zono.. Zono.. Karin Hanazono" bentak Shino sensei.

"Cepat kerjakan soal yang tadi saya ucapkan" lanjutnya.

Karin tampak menengok ke kanan dan ke kiri. Dia benar-benar tidak tahu apa yang harus ia jawab karena sama sekali tidak menyimak pelajaran. Dia pun akhirnya pasrah dan berkata, "Maaf, sensei tadi saya tidak memperhatikan"

"Berani sekali kamu tidak menyimak pelajaran. Berdiri di lorong!" ujar Shino sensei.

Karin lalu melangkah dan pergi ke lorong kelas. Dia terdiam berdiri di situ. Tatapan matanya kosong. Murung tampak terlihat jelas dari mukanya.

"Karin, pulang bareng yu!" ajak Micchi saat pulang sekolah.

"Ah, apa? Eh.. iya ayo!" jawab Karin terbata-bata.

Micchi menyadari ada sesuatu yang mengganggu pikiran Karin. Hal itu diketahuinya dari perubahan sifat Karin yang aslinya ceria menjadi pemurung seperti itu. 'Pasti ada sesuatu' pikir Micchi.

"Ng, Micchi, kenapa kamu bisa kenal dengan Kazune?" tanya Karin.

"Tentu saja. Ayahku dan ayah Kazune sudah berteman sejak pertama kali ayahnya Kazune pindah ke London" jawab Micchi.

"Memangnya apa pekerjaan ayah Kazune?" tanya Karin lagi. Kali ini Karin tidak dapat menyembunyikan rasa penasarannya.

"Seorang pemain musik terkenal di dunia"

"Wah.. Keren sekali.."

"Ibunya Kazune pun seorang penyanyi terkenal di dunia lho!"

"Hebat.. hebat…"

Micchi hanya bisa tersenyum menatap Karin yang tampak kegirangan. Muka Karin kini tampak berseri-seri. Terhapus sudah kegalauan yang ia rasakan.

"Eh, tunggu dulu. Tadi kamu bilang ayahnya seorang pemusik dan ibunya seorang penyanyi?" tanya Karin seakan-akan ingin meyakinkan jawaban yang tadi ia dengar dari Micchi.

"Iya" jawab Micchi dengan santai.

"Tapi kok tadi Kazune bilang ke aku kalau dia benci musik?" tanya Karin heran.

"Huf" Micchi mengehela nafasnya. "Kedua orang tuanya meninggal saat hendak mengadakan sebuah konser musik. Sejak saat itu, Kazune menjadi pemurung. Dia lalu membenci musik sebab dia pikir orang tuanya meninggal karena hendak bermain musik. Dia pun akhirnya menjadi cowok cool yang terlihat jutek." Terang Micchi panjang lebar.

"Hiks.. hiks.. hiks…"

Karin tak bisa membendung air matanya. Dia menangis. Ia merasa sangat kasihan kepada Kazune. 'Jadi seperti itu? Jadi itu alasan dia membenci musik? Jadi karena itu dia tidak suka membicarakan soal musik?" tanya Karin dalam hati. Pedih. Itulah yang ia rasakan sekarang. Entah bagaimana kesusahan dan kesedihan Kazune seakan-akan ia sendiri yang merasakan. Ikatan batin laksana sudah mengikat erat hati mereka berdua.

"Lho? Karin? Kenapa kamu menangis?" tanya Micchi agak khawatir.

Karin hanya membisu. Kata-kata yang ingin ia ucapkan seakan-akan tersangkut di tenggorokannya. Matanya yang hijau kini tampak memerah. Perasaannya saat itu sama seperti yang ia rasakan ketika orang tuanya meninggalkan dia untuk selamanya.

"Maaf Micchi, kau duluan saja" ujar Karin sembari berlari meninggalkan Micchi yang masih terbengong-bengong.

Karin lari secepat kilat menuju tempat pertama kali dia bertemu dengan Kazune. Dia lalu menangis sendirian di sana.

"Kenapa? Kenapa di saat kau membutuhkanku aku tidak bisa ada untuk membantumu? Mengapa di saat kau merasakan kesedihan aku tidak ada untuk menghiburmu? Padahal saat aku sedih waktu itu, kau datang untuk membuatku tersenyum. Tak adil. Hal itu sungguh nggak adil untukmu." Jerit Karin di bawah sebuah pohon tempat dia bertemu Kazune 6 tahun yang lalu.

Tanpa Karin ketahui, tampak seorang anak laki-laki bersembunyi di atas pohon memperhatikan Karin. Rupanya dia adalah Kazune.

Setelah puas menangis di tempat itu, Karin lalu pulang dengan lesu. Matanya sembab karena terlalu lama menangis. Setelah jarak Karin dengan tempat kenangan itu lumayan jauh, Kazune lalu turun dari atas pohon.

"Maafkan aku Karin" kata Kazune sambil menatap Karin yang semakin lama semakin menjauh dari tempat itu.

Setelah itu, Kazune pun pergi meninggalkan tempat itu.

To be Continued

Assalamu'alaykum, vea di sini, ini FanFic pertama Vea, vea buatnya waktu masih SMP, karena FanFic pertama, jadi agak abal-abal gimana gitu, mudah-mudahan kalian suka ya? ^^

Minta Kritik dan sarannya ya, yang pedes juga ngga apa-apa, (udah pasrah) ehe

:D

sampai jumpa di next chapter.. :)