Homework

Matahari bersinar cerah. Awan putih berarak, melindungi kompleks perumahan ini dari sengatan mentari. Angin sepoi-sepoi bertiup. Benar-benar waktu yang tepat untuk bersantai di balkon sambil membaca sesuatu dan menikmati segelas ice tea.

Tapi pemuda yang satu ini tak berpikir ke sana sama sekali…

"SASUKEEEEE!" Panggil pemuda berambut pirang itu dari balkon kamarnya. Suaranya cukup… bukan hanya cukup, tapi sangat keras, membuat para tetangga bisa mendengarnya dengan baik dan sempurna. Tapi ia tak peduli. Toh memang itu tujuannya:

Membuat sang tetangga tercinta keluar dari sarangnya.

"Berisik!" Protes seorang pemuda bermata onyx sembari membuka pintu kaca balkonnya dengan kasar. Yang diprotes tak membalas, hanya memberikan cengiran khasnya pada pemuda berambut ayam itu.

"Apa maumu, dobe?" tanya pemuda itu, Uchiha Sasuke.

Sang tetangga memanjat balkonnya sendiri dan berpindah ke bagian atas dinding yang menjadi satu-satunya pagar di antara kedua rumah mereka. Yup, rumah mereka memang saling membelakangi. Dan entah kebetulan manis macam apa yang membuat balkon kamar mereka juga saling berhadapan dengan jarak kurang dari dua meter.

Ini membuat sang pemuda pirang, Uzumaki Naruto, lebih sering mengunjungi kamar sang Sasuke dengan mengambil jalan pintas ini ketimbang harus berputar melewati jalan dan beberapa rumah untuk sampai ke depan rumah Sasuke. Iya, jalan pintasnya, memanjat pagar dinding itu dan menyeberang hingga ke balkon Sasuke.

Kurang dari semenit, Naruto tiba di balkon pemuda yang sedang menatapnya tajam itu.

Iapun segera mengangkat buku tugas matematikanya yang berwarna oranye. Tak lupa ia nyengir dan berkata,

"Biasa…!"

Yup. Biasa.

Sudah jadi kebiasaan Naruto untuk 'mencatat ulang' tugas Sasuke di bukunya. Dan sudah jadi kebiasaan pula bagi Sasuke untuk mendengus tiap kali mendengar Naruto meminta ini, meski tangannya juga tidak pernah menolak untuk mengambilkan buku tugasnya bagi pemuda pirang itu.

"Ini," kata Sasuke sambil menjatuhkan buku matematikanya ke atas kasurnya, tepatnya ranjang empuk yang ada sangat dekat dengan pintu kaca menuju balkon itu, "aku mau ke bawah, ambil minum."

"Thanks!" seru Naruto yang berjalan menuju ke luar kamar.


Tak lama, Sasuke kembali dengan membawa dua gelas penuh ice tea. Seperti yang diduganya, ia tak 'kan melihat Naruto duduk manis di kursi dan menggunakan meja belajar Sasuke… ia mendapati pemuda bermata biru langit itu duduk bersila di atas kasurnya, dan menjadikan salah satu bantal Sasuke sebagai pengganti meja. Ia sedang sibuk mencatat dengan berpatokan pada buku bersampul biru milik Sasuke, yang tergeletak lemah di atas kasur, sebagai panduannya. Sasuke juga melihat pintu kacanya tadi masih terbuka karena Naruto malas menutupnya atau memang sengaja membiarkannya saja untuk mengundang angin masuk. Sasuke sih lebih suka memilih option kedua sebagai pendapatnya, meski dalam hati ia juga beropini kemungkinan pertama jauh lebih cocok bagi Naruto.

Sasuke meletakkan kedua gelas ice tea itu beserta nampannya ke atas meja belajar, yang ada di sisi meja komputernya. Kedua meja ini menghadap ke kasur juga pintu kaca menuju balkon yang jadi sasaran kemarahan Sasuke tadi. Naruto tak peduli pada minuman yang Sasuke bawa, ia tetap meneruskan acara catat-mencatatnya.

Dengan cuek Sasuke juga kembali ke depan komputer, melanjutkan kembali pekerjaannya sebelum mendengar panggilan suci Naruto tadi… membuat laporan tugas kelompok mereka berdua.

Selagi Sasuke sedang fokus ke layar monitor yang ada di hadapannya, ia mendengar suara Naruto dari belakangnya,

"Kenapa X=5? Bukannya 2, teme?"

Sasuke membalas tanpa berbalik pada Naruto,

"Coba hitung lagi."

"…ya," balas pemuda bermata biru itu.

Sasuke melanjutkan pekerjaan ketik mengetiknya.

Naruto juga tak memprotes lagi. Mungkin ia sudah mendapatkan hasil yang sama dengan Sasuke.

Sasuke tahu, selama ini Naruto memang bukan asal mencontek saja. Naruto mencatat pekerjaan Sasuke sambil mempelajari dan bahkan memeriksa kebenarannya. Karena itu, satu atau dua protes dari pemuda pirang itu bukan lagi masalah. Pada akhirnya, itu cara bagi Naruto untuk belajar.

Hanya saja… Sasuke jadi heran. Naruto memang bukan orang yang bodoh, tapi pemuda itu tak pernah tidak tertidur tiap jam pelajaran penting semacam matematika di kelasnya sedang berlangsung. Bisa-bisa ia menyaingi Shikamaru yang memang selalu mengantuk dan bosan pada pelajaran apapun. Maslahnya, kalau pada akhirnya Naruto malah belajar dengan cara ini, untuk apa Naruto membiarkan Kakashi-sensei, guru matematika sekaligus wali kelas mereka, capek-capek mengajarinya?

Secara tak langsung Sasuke sudah jadi guru yang lebih baik darinya untuk Naruto… Yah, orang yang kita sayangi memang selalu bisa jadi guru yang baik. Mungkin itu yang terjadi pada Naruto… mengingat mereka sudah hampir setahun resmi menjadi pasangan kekasih.

Tak lama, Sasuke mendengar suara Naruto lagi,

"Sasuke, hasil perhitunganku beda lagi dengan punyamu… B-nya 9…"

Well, sepertinya ini soal yang lain lagi.

Sasuke berbalik pelan sambil berkata,

"Hitung lagi…" …yang benar. Dua kata terakhir tak terucapkan.

Sasuke terdiam.

Naruto sudah berganti posisi sekarang. Ia berada di bagian atas tepi kasur sambil duduk dengan kaki kanan terlipat. Sementara kaki kirinya menjuntai ke bawah, ke sisi ranjang Sasuke. Badannya agak condong ke depan, ke arah dua buku tulis yang sedang digelutinya.

Dan ini sukses membuat sedikit bagian punggungnya terlihat, tak tertutupi lagi dengan kaos putih maupun boxer oranye pendek yang sedang digunakannya.

Sukses pula membuat mata onyx Sasuke terpaku pada Naruto…

Ugh.

Saske memutar kursi gesernya lagi, menghadap monitor komputer lagi. Ia mencoba melupakan pikiran anehnya sore ini dan kembali fokus pada laporannya.

Tapi tak lama,

"Teme, hasilnya tetap beda!" kata Naruto, kali ini dengan kadar protes yang lebih tinggi dari sebelumnya.

Mau tak mau Sasuke berbalik lagi meski tak berkata-kata. Tadinya ia ingin menjelaskan langsung cara ia mendapatkan hasilnya. Tapi ia terpaku lagi. Kali ini matanya tertumbuk pada paha halus Naruto. Sulit dipercaya kaki berkulit tan itu dulu sering dipakai menendangnya… Yah, bukan Cuma dulu sih.

Satu hal yang pasti, Sasuke jadi bertanya-tanya dalam hati…

Apa Tuhan sedang mengujiku?

Yeah… Apapun itu, kurasa aku kalah pada taruhan-Nya dengan iblis.

"Dobe," panggil Sasuke sambil bangkit dari kursinya,"sudah kubilang jangan pakai kaus dan boxer seperti itu kalau ke sini."

"Memangnya kenapa?" balas pemuda pirang itu sambil melirik sejenak pada Sasuke, lalu kembali pada bukunya.

Sasuke menutup tirai pintu balkonnya tanpa menutup pintu kacanya itu.

"Orangtuaku sedang tak ada di rumah, dan aniki belum pulang."

"Terus?" balas Naruto cuek tanpa mengalihkan matanya dari rumus yang sedang ia kerjakan. Naruto nampaknya tak terlalu peduli, dan memang belum terlalu mengerti apa yang Sasuke maksudkan.

Pemuda bermata onyx itu kini telah berada di belakang Naruto, duduk di atas kasurnya tepat di belakang pemuda pirang itu. Ia membalas cuek,

"Itu artinya aku bebas melakukan apapun."

"Eh…?" Naruto tadinya mau bertanya apa maksud dari kalimat Sasuke itu. Tapi niatnya terhenti saat dirasakannya bibir Sasuke mengecup bagian belakang lehernya, yang tak tertutupi dengan kaos, dan melebar pundaknya. Ia langsung paham apa yang ada di pikiran Sasuke sekarang…

"Te, teme! Aku lagi kerja PR, tahu!" protes Naruto sambil mencoba menghindar dari Sasuke.

Tapi saat tangan kanan Sasuke memeluknya dari belakang, menahan tubuh itu menjauh darinya, jauh dalam hati Naruto tahu bahwa ia tak punya kesempatan untuk lari.


Tubuh pemuda berambut hitam itu kehilangan tenaga. Ia terkulai lemas di atas tubuh Naruto.

Bulir-bulir keringat menyatu. Mereka saling berbagi desahan napas hangat dan debaran jantung yang tak beraturan.

Setelah bisa mengatur napasnya, Sasuke mengumpulkan tenaga dan menarik dirinya dari Naruto. Iapun jatuh terbaring di atas ranjangnya, tepat di sisi kiri Naruto.

Angin semilir bertiup dari pintu kaca yang terbuka. Membawa udara segar bagi paru-paru mereka.

"…PR-ku… teme…" ucap Naruto pendek, masih dengan napas yang berat. Ia tak mampu mengeluarkan kalimat, 'Kalau begini, jadinya aku malas mengerjakan PR-ku, teme…'

Meskipun hanya dua kata itu yang berhasil keluar dari mulutnya, Sasuke mengerti. Hanya saja, meski mengerti, ia belum tahu harus menjawab apa.

"…hn." Balasnya. Simpel, tapi…

"Apa artinya itu? 'Hn' kesayanganmu tak akan menyelesaikan masalah!" pekik Naruto sambil mencubit pipi Sasuke dengan gemas.

Sasuke menarik tangan Naruto dari pipinya.

"…nanti aku yang tuliskan," katanya.

Pemuda bermata biru itu membuang napas panjang…

"…tak ada gunanya… tulisan kita beda. Dan aku tak mau kalau nanti aku tidak tahu cara mengerjakannya."

Kali ini Sasuke tak membalas.

"…tapi, ada satu hal yang bisa… mm, bukan, harus kau lakukan." Lanjut Naruto.

"…hn?" balas Sasuke… entah sejak kapan 'hn' bisa menggantikan tugas kata 'apa' baginya.

"Kau harus mengantarku pulang," kata Naruto, "aku tak mungkin memanjat sampai kamarku dalam keadaan begini!"

Otomatis Sasuke tersenyum geli.

Iapun membalas lembut,

"…pasti kuantar."

Fin


ETA 08/08/2014:
Saya menghilangkan adegan eksplisit di dalam fanfic ini untuk menyesuaikan konten dengan rules FFN, dan memindahkannya ke situs lain. Silahkan menuju ke sini jika ingin membaca versi lengkapnya: archiveofourown (titik) org (garis miring) works (garis miring) 2102895, tanpa spasi. Karena isinya eksplisit, saya mengatur privasinya menjadi member-locked, jadi kawan harus terdaftar sebagai member dulu untuk bisa mengakses. Mohon maaf atas ketidaknyamanannya, terima kasih sudah membaca. :)