Naruto dan segala propertinya milik Masashi Kishimoto. Saya pinjam buat di fanfict ini, tanpa bermaksud mengambil keuntungan apapun.
Selamat membaca ... Siji, ya.
.
Satu untuk semua. Semua untuk satu.
.
"Sasuke-kun."
Uchiha Sasuke sedang sibuk bermain play station dengan anak tetangganya, ketika suara merdu Mikoto-ibunya memanggil. Pemuda berusia sembilan belas tahun itu lekas bangkit guna menghampiri sang Ibu setelah mengancam si anak tetangga untuk tidak curang.
"Ada apa, Okaasan?"
Mikoto tampak sedang sibuk mengemas sesuatu, setelah selesai ia menyerahkan bungkusan plastik pada Sasuke. "Antar ke Butik Haruno, ya," katanya sambil tersenyum.
Sasuke mendesah, matanya melirik ke luar jendela, di luar matahari begitu terik. "Nanti sore saja, Okaasan," dalihnya lantaran tak ingin kulit putih mulusnya menghitam terbakar matahari.
Mikoto memberi senyum mematikan, membuat Sasuke mau tidak mau mengambil bungkusan plastik dari tangan ibunya, pertanda menerima suruhan ibunya untuk dikerjakan sekarang. "Boleh pakai mobil?"
"Pakai sepedamu, bbm mahal." Setelah itu Mikoto berbalik dan duduk di depan mesin jahit, ia membenarkan letak benang di mesin tersebut dan siap bekerja lagi.
Beginilah keseharian Sasuke selama seminggu ini. Setelah lulus dari akademi militer dan mendapat pekerjaan sebagai kesatuan intelijen negara yang disebut ANBU, ia diberi tugas selama sebulan untuk mendapat pekerjaan lain sebagai identitas samaran untuk kedoknya di masyarakat. Keluarga Sasuke saja tak tahu jika pemuda itu bergabung dengan ANBU, yang mereka kenal hanya Sasuke si pengangguran. Nyatanya Sasuke memang tak kunjung mendapatkan pekerjaan samaran yang sesuai.
Bukannya Sasuke tidak berbakat, telah banyak tawaran pekerjaan baik dari ibu, ayah, maupun Itachi-kakaknya, hanya saja profesi mereka adalah alasan mengapa ia masuk akademi militer―yang notabene arena bagi para pejantan.
Bayangkan saja, Fugaku-ayahnya Sasuke adalah seorang dokter kecantikan, ibunya seorang tukang vermak levis dan yang lebih feminin adalah Itachi. Uchiha Itachi, pria berambut hitam panjang berkilau itu pekerja salon di salon kecantikan Akatsuki, sebuah salon yang Itachi dirikan bersama teman seperjuangannya selama mengenyam jurusan bisnis saat kuliah. Dan Sasuke yang ingin lepas dari bayang-bayang profesi feminin yang digeluti keluarganya, akhirnya masuk akademi militer. Lantas apa gunanya perjuangan Sasuke selama ini kalau setelah lulus akademi militer malah mengambil pekerjaan samaran yang ada bumbu femininnya. Karena itulah ia menolak mentah-mentah tawaran pekerjaan dari keluarganya.
"Nak Sasuke!"
Sasuke yang baru saja membuka pintu butik Haruno menoleh pada asal suara yang memanggilnya. Kemudian ia melangkah mendekat. Suara yang memanggilnya tadi adalah milik Mebuki Haruno, teman arisan Mikoto-ibunya sekaligus pemilik butik Haruno. Orang yang harus diserahi bungkusan plastik dari Mikoto.
"Haruno-basan. Ini dari Okaasan." Sasuke meletakkan bungkus plastik yang dibawanya di meja. Sebelumnya lewat isyarat tangan Mebuki telah menyuruhnya duduk, sementara wanita itu sedang mengukur pinggang seorang wanita, pelanggan butiknya hari itu.
Dengan isyarat tangan lagi, Mebuki menyuruhnya menunggu. Usai mencatat pada buku kecilnya dan pelanggannya hari itu pamit, ia menghampiri Sasuke dan duduk di hadapannya. "Arigatou ne, Nak Sasuke. Maaf merepotkanmu."
Sasuke mengangguk saja. Sejak kecil ia sudah terbiasa menjadi pengantar dadakan seperti sekarang. Kadang kalau sedang tidak beruntung, di butik itu ia akan bertemu musuh bebuyutannya, Haruno Sakura namanya, putri tunggal Mebuki.
Sejak awal bertemu Sakura, gadis itu telah mengambil hati Mikoto dan Mikoto menjadi lebih banyak perhatian ke Sakura, ketimbang Sasuke hanya gara-gara menurut Mikoto Sasuke tidak punya rambut pink seperti Sakura. Jadinya Sasuke bersaing dengan Sakura dalam urusan merebut perhatian Mikoto saat itu, persaingan tersebut terus berlanjut sampai mereka SMP, begitulah awal mula mereka menjadi musuh bebuyutan.
Tapi selama dua tahun terakhir ini Sasuke tidak bertemu dengan Sakura, lantaran juniornya semasa SD dan SMP itu masuk SMA keputrian dan Sasuke jarang pulang dari akademi militer. Saat ini, Sasuke tidak tahu Sakura seperti apa, mungkin saja gadis itu telah menjelma menjadi top annoyed girl di kelas tiga SMA-nya.
"MAMA, LIHAT DESAIN SAKURA NIH." Suara cempreng itu terdengar bersamaan dengan datangnya seorang gadis cantik berambut merah muda ke hadapan Sasuke dan Mebuki. "EEEEEH, BOKONG AYAM!" Begitu menyadari kehadiran Sasuke, Sakura mengeplak kepala Sasuke, tentu saja Sasuke ingin membalas, namun ia tahan karena ada Mebuki di sana.
"Sakura, kalian kan sudah bukan anak kecil lagi. Minta maaf dan beri salam yang benar pada Nak Sasuke, sudah lama kan kalian tidak bertemu," tegur Mebuki, ia turut menarik tangan Sakura untuk duduk di sampingnya lalu mengambil buku sketsa gadis itu.
Sakura membungkuk sejenak sebelum duduk. Sedetik kemudian ia mengerling pada Sasuke. "Kau sudah memaafkanku kan, Bokong Ayam?"
"Kau saja belum minta maaf, Sakura," sahut Mebuki. Di tengah kegiatannya menilai desain milik Sakura, ia geleng-geleng kepala.
"Biarkan saja, Basan." Itu Sasuke, tampangnya tetap kalem dan suaranya serak-serak dalam. Tanpa sepengetahuan Mebuki, Sasuke menggerakkan mulutnya tanpa suara yang lekas dibalas Sakura dengan delikan. Gadis yang lahir di musim semi itu tahu kalau Sasuke mengejeknya 'jenong' dengan gerakkan mulutnya tadi.
Akhirnya Mebuki pasrah, membujuk Sakura itu memang gampang-gampang susah. "Dan Sakura, desain jaket kulit buatanmu tidak ada bedanya dengan yang di pasaran," tutur Mebuki sambil menaruh buku sketsa itu di meja.
Sakura mencebik. "Aku sudah berusaha, Mama." Ia menghempaskan punggung pada sandaran kursi.
"Maka berusahalah lagi." Mebuki memberinya senyum kecil.
Sasuke yang duduk di antara ibu dan anak itu mengedarkan pandangannya, mengabsen isi butik Haruno. Terakhir kali ia ke sini saat SMP, butik tersebut hanya memproduksi pakaian pernikahan saja. Tapi sekarang, di sudut yang cukup lebar, telah dipajang beragam jenis pakaian berbahan mengkilat, khas kulit. "Koleksi Basan banyak berubah." Akhirnya Sasuke bersuara.
Mebuki tampak antusias. "Kalau tidak berinovasi, butik ini tidak akan bertahan di tengah ramainya pasar, Nak Sasuke."
Sasuke mengangguk menyetujui. Tadi saat perjalanan menuju butik Haruno, ia bahkan melewati hampir sepuluh butik dengan jarak berdekatan tak jauh dari butik Haruno. "Basan, pakai bahan kulit apa?"
Mengikuti arah pandang Sasuke yang tertuju pada koleksi pakaian berbahan kulitnya, Mebuki terdiam sejenak. "Kelihatan lebih cantik daripada bahan kulit biasanya, bukan?" Ia memberi seyum misterius pada Sasuke.
Sasuke mengangguk lagi. "Tidak seperti bahan kulit milik Okaasan di rumah." Ia membandingkan. Biarpun bahan-bahan milik Mikoto tak kalah berkualitas, tapi milik Mebuki terlihat lebih berkelas.
"Hanya butik ini yang punya, kami memproduksinya terbatas." Mebuki mencondongkan tubuhnya dengan mata menyipit. "Dan proses pembuatannya adalah rahasia perusahaan." Mebuki lalu tersenyum kala mendapati raut bingung Sasuke.
"Sudahlah, Bokong Ayam, yang mengerti bahan seperti ini hanya jiwa-jiwa feminin saja," kata Sakura dengan nada meremehkan Sasuke. Jelas saja Sasuke tahu kalau gadis itu hendak memulai perang ejekan padanya.
"Kau. Feminin? Dustalah," balas Sasuke tak kalah meremehkan.
Sakura mendecih, tak menyangkal kalau di mata Sasuke sikapnya jauh dari feminin. Bahkan tinjuan Sakura saja dapat mengalahkan pemain tinju profesional.
Melihat keduanya membuat Mebuki tersenyum. "Akhir-akhir ini Sakura feminin kok, Nak Sasuke," bela Mebuki. "Buktinya dia mengeluh takut pada stalker yang belakangan sering mengikutinya."
"Mama, itu rahasia perusahaan." Sakura tidak terima curhatannya sampai ke telinga Sasuke, bisa-bisa menjadi bahan ejekan Sasuke padanya nanti.
"Tapi aku juga mulai khawatir tentang stalker itu. Kudengar kau lulusan akademi militer bukan, Nak Sasuke? Apakah kau mau menjadi bodyguard Sakura, ibumu bilang kau sedang mencari kerja, 'kan?"
Sasuke tampak menimbang. Pikirnya menjadi bodyguard itu mudah. Lagipula yang akan ia lindungi hanya bocah kelas tiga SMA, stalker-nya paling hanya orang iseng yang naksir Sakura saja. Tidak mempedulikan protes Sakura sejak tadi, Sasuke mengangguk. "Kapan pekerjaan bodyguard-ku dimulai, Basan?"
Sakura sweatdrop.
Mebuki tersenyum. "Mulai besok, ya."
.
.
Pagi-pagi sekali Sasuke sudah naik kereta. Ia datang ke kantor pusat ANBU, melapor kalau sudah mendapat pekerjaan samaran dan meminta tugas menangani kriminal perdananya.
Sebagai kesatuan intelijen negara, kantor pusat ANBU terletak di tempat paling tersembunyi. Dari Konoha, tempat Sasuke tinggal, ia harus menuju Suna, lalu diteruskan menyusuri padang pasir di kota tersebut. Memang kantor pusat ANBU letaknya di bawah padang pasir itu, berbeda dari kebanyakan badan intelijen yang kantornya berada di hutan belantara.
ANBU sendiri diketuai oleh Kakashi Hatake. Sementara yang akan Sasuke temui adalah kepala pembimbing kesatuan pemula, Gaara Rei. Rata-rata anggota ANBU mimiliki sikap arogan, minim ekspresi, dan pendiam dengan tatapan tajam, layaknya Sasuke dan Gaara, tapi Kakashi adalah yang paling santai di kesatuan itu.
"Ini peralatanmu." Gaara menyodorkan sebuah kotak pada Sasuke. Di ruangan Gaara saat itu hanya ada mereka berdua. "Bukalah."
Mengikuti perintah Gaara, Sasuke membuka kotak di hadapannya. Isi kotak tersebut disusun dengan cantik. Ada kacamata, pin kecil, satu buah botol, jam tangan, dan cincin.
"Ini perlengkapan pemula." Gaara mulai menjelaskan. "Dengan kacamata itu kau dapat merekam apapun, cukup kedipkan mata kananmu dua kali untuk merekam atau mengambil gambar dan kedipkan mata kirimu dua kali untuk menyimpan. Datanya akan langsung sampai padaku. Selipkan pin kecil itu pada bagian dalam kerah bajumu, untuk dapat menghubungiku dengan menyebut inisial namaku.
Dalam botol itu ada rempah-rempah roti, tempelkan satu pada musuhmu dan kau dapat memantau posisinya lewat jam tanganmu. Terakhir cincin itu, usaplah melingkar sekali untuk mengeluarkan gas air mata, dua kali untuk memunculkan pisau dan tiga kali untuk pistol."
Sasuke menahan diri untuk berdecap kagum. Siapapun yang membuat alat-alat tersebut sungguh genius. Untuk pemula saja sudah keren, entah bagaimana peralatan bagi yang sudah pro. Sasuke berdehem, dengan ekspresi datar ia bertanya. "Tugasku?"
Gaara yang sedang memeriksa seberapa parah mata pandanya pada kaca di meja lekas memerhatikan Sasuke kembali. "Kau awasi Mebuki Haruno. Datanya akan kukirim ke ponselmu."
Sasuke tertegun, ia hanya kenal satu Mebuki Haruno dan wanita itu hanyalah pemilik butik biasa, tidak ada indikasi tindakan kriminal telah dilakukan olehnya. Sebagai lulusan akademi militer yang masih fresh, tentulah ia perlu bersikap kritis sekarang. "Atas dasar apa?"
Gaara menyipitkan matanya. Ia orang yang meremehkan pemula jika pemula itu banyak tanya. Kini, bisa saja Sasuke masuk list pemula yang ditandai olehnya. "Ada bukti yang menunjukkan dia memakai kulit mayat manusia sebagai bahan pakaian. Tapi diuji coba kedua pada produknya, bahan yang dipakai hanyalah dari kulit hewan, mungkin saat itu dia sedang kehabisan kulit mayat manusia, karena dari dataku sebagian besar mayat di pemakaman Konoha telah dikuliti dengan rapi ketika itu."
Sasuke berusaha tenang meskipun terkejut. Ia mengingat kembali kejadian kemarin, saat melihat koleksi pakaian kulit di butik Haruno, yang bahannya terlihat lebih cantik ketimbang umumnya. Sedetik kemudian, Gaara memperingatkan untuk tidak bertindak sok jagoan dan Sasuke undur diri.
Berikutnya Sasuke akan menemui Sakura Haruno, bersiap bekerja sebagai bodyguard gadis itu. Pada satu sisi ia bersyukur menjadi bodyguard Sakura, karena dengan itu dapat mempermudah tugas perdananya dari ANBU. Tapi pada sisi lain ia memikirkan Sakura, bagaimana perasaan gadis itu saat tahu kenyataan tentang ibunya. Atau mungkinkah Sakura juga terlibat? Dan di sepanjang jalan, Sasuke terus memikirkannya.
.
.
Bersambung.
.
.
A/N : Hai, Tsumugi di sini. Terima kasih banyak ya sudah baca sampai sini. Mohon diingatkan kalau masih banyak typo, ya. Bagaimana nih tanggapanmu?
