Harry Potter by J.K. Rowling
Wildest Boys
by
Majiko Harada
Summary: Tanpa kau sadari. Mereka sudah berada di antaramu, menunggu saat yang tepat untuk melakukannya. VampFic story.
Genre: Romance, slice of life, little comedy?
Warning: BL, typo bertebaran, mungkin OC and other.
Pair: All x Harry, seiring berjalannya cerita.
Rating: T+, seiring berjalannya cerita.
Satu lagi. tidak diperkenankan untuk nge-FLAME. jika pembaca ga suka apa yg uda gw buat, silahkan tekan tombol esc. It's easy right? :v
ok, enjoy yo!
Chapter One
London, Inggris
Mobil Mercedes Benz itu melaju menyelusuri jalanan yang diiringi dengan pepohonan yang hijau. Pemuda bernama lengkap Harry James Potter yang tengah duduk di kursi penumpang, cukup terkesima dengan manor yang memang luas terlihat dari luar, dengan tatanan bangunan dan juga kebun yang rapi. Nuansa sejuk dan damai bisa ia rasakan ketika mobil tersebut telah masuk melewati sepasang gerbang raksasa. Harry melihat manor itu dengan dekat. Ukiran-ukiran yang rumit bergaya Eropa namun terkesan indah.
"Cantik sekali ukiran itu...tapi rasanya pernah melihatnya di suatu tempat," gumam Harry. Ditengah manor tersebut terdapat air mancur dengan motif kedua wanita yang berdiri saling membelakangi sambil memegang sebuah guci kecil yang mengeluarkan air mancur tersebut.
Setelah mobil tersebut berhenti, sang sopir turun dari mobil, mempersilahkan sang penumpang untuk turun. Pemuda bersurai berantakan tersebut kemudian melangkah ke luar mobil sambil memegang sebuah sepucuk surat yang semasa perjalanan ia pegang.
"Aku tidak menyangka, surat dari Dad membawaku sampai ke sini..." gumam Harry sambil bergantian melihat surat di tangannya dan manor yang kini tepat berada di hadapannya.
"Koper anda sudah saya keluarkan dari mobil, apakah saya juga akan membawakannya hingga ke dalam?" Tawar sang sopir, namun Harry menggeleng pelan dan tersenyum.
"Tak usah, aku bisa membawanya sendiri, terima kasih." Ujar Harry dan sang sopir pun menggangguk kemudian mobil Mercedes hitam metalik pun keluar melewati gerbang raksasa dan menghilang saat dari belokkan.
Menarik nafas, Harry mulai mengangkat kopernya untuk maju kearah pintu dua sisi yang besar.
TOK.. TOK..
Harry mengetuk pelan pintu dihadapannya. Kemudian detik berikutnya Harry terkejut karena pintu dua sisi tersebut terbuka dengan sendirinya.
"Permisi," Harry menjulurkan kepalanya, menengok isi ruangan yang ternyata jauh berbeda dengan yang diluar manor itu, terlihat ruangan yang bernuansa hitam.
Pas masuk ke kastil ini, kenapa tiba-tiba auranya suram seperti ini?–pikir Harry ngeri.
BRAK!
Detik berikutnya Harry terlonjak kaget karena pintu yang berada dibelakangnya tertutup dengan keras. Harry kembali membuka pintu tersebut namun hasilnya nihil karena sudah terkunci dengan sendirinya.
Ia masih terus memegang kedua gagang pintu tersebut dengan menutup kedua matanya dan menghela nafas. Ada bulir keringan dipelipis Harry, ia punya feeling bahwa hari ini akan ada hal buruk dimana feeling itu akan terjadi sesuai dengan cerita.
"Who's there?" Harry mendengar derap langkah turun dari tangga megah yang berada di tengah-tengah manor, serta suara berat yang mengharuskannya untuk berbalik kembali menghadap asal suara.
Silver meets Emerald...
Harry tertegun ketika melihat sesosok pemuda bersurai pirang platina yang berhenti tepat ditengah anak tangga. Pemuda itu memakai kemeja berkerah putih yang dipadu dengan sweater hitam berlengan panjang dan tidak lupa dasi dengan warna hijau sebagai dasar bergaris abu-abu yang bertengger rapi di bagian leher dan celana hitam panjang juga sepatu sang pemuda.
"Ah, lambang itu..." Tak sengaja Harry melihat lencana yg berada di bagian tengah dasi si pemuda, lambang yang berbentuk ular silver.
"kenapa kau berbeda dengan lambangku?" lanjut Harry polos. Pemuda yang bersangkutan pun akhirnya turun dari anak tangga dan mendekati si pemuda bersurai berantakan itu. Melihatnya dari ujung rambut hingga ujung kaki dengan pandangan merendahkan.
"Hoo... Aku ingat. Kau si Potter itu. Tidak kusangka kita bisa bertemu kembali di manor ini," kata sang pemuda itu sambil menyeringai. Melihatnya Harry merasa bahwa dia pernah bertemu dengan orang yang berada didepannya serta logat bahasa dan suaranya yg menjengkelkan itu.
"... d-Draco... Draco Lucius Malfoy?!" seru Harry sambil mengacungkan telunjuknya ke arah si Pemuda a.k.a Draco.
"Ke-kenapa, kenapa kita bertemu lagi setelah kau berada di Kengsinton? Kupikir kau tidak akan kembali lagi dari sini karena pekerjaan orang tuamu, Malfoy?" lanjut Harry masih dengan nada terkejutnya.
Melihatnya, Draco menarik tangan Harry yang tadi menunjuknya agar lebih dekat dengannya. Membuat Harry merasakan hembusan nafas Draco di wajahnya.
"Jangan salah sangka. Selama 3 tahun di Kengsington, aku sedang menjalani masa Traineeku sebagai calon pekerja selanjutnya di bidang perikanan di Dorking, perusahaan terbesar milik Dad. Saat tahu bahwa sekolah Hogwarts telah di buka pendaftarannya, aku langsung meminta izin dari Dad untuk kembali ke London." Ucapnya panjang lebar. Draco bisa melihat bola mata hijau emerald Harry yang begitu indah seakan-akan warna itu hanya untuk dirinya seorang yang bisa melihatnya karena saking lamanya tak bertemu.
"Lencana ini adalah lambang asramaku, Slytherin. Sebelum tahu kau akan tinggal disini, aku sudah menempati manor ini selama 3 bulan bersama beberapa orang lainnya. Walaupun sudah memiliki asrama, terkadang aku datang kesini karena manor ini sudah kuanggap sebagai rumah keduaku," lanjut Draco sambil menyeringai kemudian ia menjauhkan diri dari Harry yang terlalu terkesima mendengar omongannya barusan.
"H-hebat sekali, kau bahkan malah kembali ke sini hanya karena sekolah Hogwarts itu. Padahal lebih bagus jika kau terus mengikuti masa Trainee mu di sana bersama kedua orang tuamu," puji Harry tanpa sadar tersenyum kearah Draco, teman masa kecilnya dulu.
Flashback
(Umur Harry terpaut lebih muda satu tahun dengan Draco. Dia sebelas tahun, sedangkan Draco dua belas tahun.)
London, Inggris
Waktu itu Harry terjatuh dari sepedanya. Menyebabkan lutut sebelah kirinya mulai mengeluarkan darah. Mata Harry mulai berkaca-kaca dan sekuat tenaga menahan tangisannya. Namun begitu bocah bersurai Platina yang disisir kebelakang tiba-tiba datang dan menghampirinya. Harry terkejut karena lututnya telah dijilat dengan bocah Platina itu hingga tak tersisa lagi darahnya. Tak ada perasaan jijik pun ketika bocah platina itu menjilat darah Harry.
"sudah kubersihkan darah yang ada di lututmu, kau bisa berdiri kan?"
Bocah itu membantu Harry untuk berdiri dan membawanya ke rumah besar. Kini Harry telah mengetahui bahwa bocah platina itu adalah tetangganya sendiri setelah melihat rumahnya dan rumah si platina itu ternyata hanya bersebelahan. (Author: lu kemane aja selama ini? =-=)
"Um... namamu siapa?"
Ketika Harry telah berada di kamar sang bocah bersurai platina, bukannya akan menjawab justru dia menyuruh Harry duduk di ranjangnya dan menunggunya untuk mengambilkan kotak P3K yang tersedia di dalam almarinya.
"panggil saja aku Draco,"
Bocah platina atau sebut saja sekarang Draco berlutut menghadap lutut Harry yang terluka, membersihkan luka Harry dengan kapas yang telah dibasahi alcohol dan memasangkan sebuah plaster di lutut kirinya. setelah selesai, ia menutup kembali kotak P3K dan menaruhnya di meja dekat tempat tidurnya.
"Tunggu disini, aku akan segera kembali,"
Masih dengan tatapan datarnya, ia melangkah menuju pintu dan meninggalkan Harry yang masih kebingungan namun ia tetap akan menunggu sang bocah pirang platina itu dengan posisinya yang masih duduk diam di pinggiran tempat tidur.
Draco kembali ke kamar bersama Maidnya yang berada dibelakangnya, mendorong troli yang berisi berbagai jenis kue dan 2 cangkir minuman.
Harry merasa senang ketika ia mulai berbincang-bincang dengan Draco walaupun terkadang Draco suka mengejeknya di sela-sela pembicaraannya, dan raut wajah jengkelnya Harry yang menjadi sebuah hiburan tersendiri bagi Draco.
Setiap hari selalu bersama, kadang Harry akan menginap di rumah Draco dan sudah pasti kedua orang tua Harry memperbolehkannya karena mereka tahu, putra tunggal dari Lucius dan Narcissa ini memiliki sisi kedewasaan serta rasa bertanggung jawab, meskipun umurnya masih terbilang cukup muda dikalangan anak-anak seusianya.
Kedua orang tua Harry dan Draco kini sudah layaknya seperti keluarga, walaupun James dan Lily tahu bahwa keluarga Malfoy itu bukanlah manusia penyihir biasa seperti mereka. Namun tidak mengurangi rasa kebersamaan mereka ketika Lily yang selalu berbincang banyak dengan Narcissa tentang kedua anak mereka, James dan Lucius pun berbincang tentang perusahaan mereka masing-masing.
Tak lama ketika keluarga Malfoy akan berpindah tempat di Kensington dan akan menetap di sana, di kamar Draco, Harry menangis sambil memeluk erat Draco yang juga dibalas oleh si platina sendiri. Harry menggeleng-gelengkan kepalanya dan mengatakan "Jangan pergi," di sela-sela tangisnya. Namun yang Draco bisa lakukan hanyalah mengelus punggung Harry lembut.
End Flashback
"Anyway, kau hanya membawa satu koper itu?" Draco melirik koper Harry. Yang di tanya hanya menganggukan kepalanya.
Draco menjetikkan jarinya untuk memanggil pelayan dan membawakan koper Harry yang berukuran sedang itu menuju kamar tempat Harry akan tinggal.
"Dia akan menuntunmu ke kamar di lantai atas," kemudian Draco pun berlalu meninggalkan Harry yang dalam keheningan. Harry hanya menatap heran dengan sikap Draco yang sekarang berubah, tidak seperti dia yang dulu. Yah minus seringaiannya yang selalu membuat Harry jengkel. Namun di satu sisipun Harry merasa senang karena mulai saat ini dia akan tinggal bersama dengannya.
.
.
~pharaoh~
.
.
CKLEK
"silahkan," Sang pelayan mempersilahkan Harry untuk masuk duluan. Betapa takjubnya ia ketika melihat ruangan kamar yang cukup luas untuknya. Bahkan kamar mandipun telah tersedia di dalamnya.
"saya pamit keluar, Tuan" setelah sang pelayan menaruh koper Harry di dekat almari dan membungkuk hormat ke arah Harry sebelum pelayan itu keluar dari kamar.
"Ah, iya, terima kasih." Setelah kepergiannya si pelayan, Harry membuka jaketnya dan menaruhnya di sisi ranjang. Kemudian membuka kopernya dan mengambil piyama.
Harry membuka pintu kamar mandi. Merasa takjub lagi dengan kamar mandi yang super mewah. Di tambah dengan wangi lavender yang sangat lembut, sejenak menenangkan hati.
Selesai acara mandinya, Harry keluar dengan mengenakan piyama yang belum terkancing sepenuhnya. Piyama yang telah dibelikan oleh Dadnya ternyata masih cukup kebesaran untuk tubuh kecil Harry. Alhasil sedikit memperlihatkan sekitar tenguknya yang seputih susu.
Saat Harry menutup pintu dan akan turun ke bawah, satu tangan kekar menghalangi jalan Harry. Yap, itu membuat Harry mendongak dan terkejut karena secara kasat mata seseorang yang lebih tinggi darinya kini berada tepat di depannya dengan "senyuman"nya. Padahal Harry yakin bahwa dia hanya sendirian saja.
"Hey, may I know your name, miss?"
Harry merasa gondok karena pria yang berada di depannya ini mengira dia adalah seorang wanita. Dengan tegas Harry mengatakan…
"...My name is Harry, and I'm not a girl or woman."
.
.
.
.
TBC
.
.
.
.
Konbanwa minna-sama~ kembali lagi dengan gw Majiko desu!
Yaah, sumveh lama amat gw baru mau upload cerita lagi.
Ohya, cerita gw yg Doki-doki Night Classnya (jika pernah ada yg baca) tu terpaksa gw tunda dulu dan tu cerita mesti gw rombak ulang karna alur cerita yg cukup GAJE !
Gpp, gw ngerti kok maklum cerita abal-abalan pas baru masuk SMA =="
Betewe, selama gw vakum buat cerita, sampe sekarang gw lagi demen baca fic harry potter, yaah... buatan orang itu hebat-hebat eh.. *down*
Pair gw di harry potter ya always Drarry :3 yang sealiran dengan gw ... *tos* *plak* -_-\
Ok, segitu aja bacot dari author. Salam 2 jari gays!
