Disclaimer:

Naruto © Masashi Kishimoto

Warning:

Shonen-Ai, OOC, Typo, AU, Gaara POV, pendek, dsb

"Terima kasih…" ucapku pada Ino, sang empunya toko bunga ini.

"Terima kasih kembali. Kapan-kapan datang lagi, ya…" ucapnya ramah padaku.

Kalian bertanya apa yang tadi aku lakukan? Aku membeli sebuket bunga. Ya, sebuket bunga Matahari kesukaan Naruto, kekasihku yang telah lama tiada. Dia meninggal karena penyakit yang telah menggerogotinya, kanker otak.

Dan kalian juga bertanya untuk apa aku membeli ini? Untuknya. Aku akan ke makamnya karena ini adalah setahun meninggalnya dia, tepat hari ini.

Aku berjalan menuju tempat makam Naruto, tepat lima blok dari toko bunga tadi. Tidak terlalu jauh, hanya sekitar 100 m, cukup berjalan kaki saja.

Aku mulai menjejakkan kakiku memasuki makam itu. Dengan langkah mantap aku mendekati makam Naruto.

Sampai, sekarang aku sedang berdiri tepat di depan makam Naruto. Sebuket bunga Matahari masih tergenggam erat olehku.

Hanya sebentar kupandangi makam itu, kini aku beralih pada langit. Kupandangi awan yang berarak pelan namun pasti.

Biru, sama dengan warna matanya. Matanya yang begitu lembut. Tatapan matanya yang begitu mengagumkan. Dan juga hangat. Mempesona, amat mempesona.

Hembusan angin mulai menerpaku lembut. Seperti dekapannya yang lembut. Dingin tapi juga menghangatkan hati. Juga seperti belaiannya yang sungguh menghanyutkan. Membuatku terbang menuju peluknya.

Entah sudah berapa lama aku hanya berdiri bisu di sini. Dan sekarang adalah saatnya biru untuk meredup dan terganti dengan warna malam.

Warna malam. Sama saat waktu itu. Saat kurasakan bahagia. Saat kunikmati waktuku dengannya. Merangkai sedikit demi sedikit sejarah yang akan terkenang oleh dunia dan rembulan sebagai saksinya.

Biru, sungguh aku rindu dengan warna itu, warna mata itu. Kenapa biru itu sekarang meninggalkan aku?

Dan kenapa dekapnya dan belainya menghilang dariku?

Mataku mulai memanas dan kabur.

Tes… Tes…

Apakah aku menangis?

Kuarahkan jemariku menuju pipiku dan kuusap. Hangat dan basah. Apakah ini air mataku?

Ya, ini air mataku dan aku menangis.

Entah. Entah kenapa aku selalu ingin menangis jika teringat akan dia. Dia yang selalu ada di sisiku.

Rembulan kembali menjadi saksi bahwa aku menangis, menangis seperti bayi. Menangisi dia. Menangisi kelemahanku.

Ingin sekali aku kembali merasakan saat-saat indah itu kembali. Saat bersama dia. Saat saling berbagi bahagia.

Ya, mungkin aku harus mencari penggantinya. Walau aku tahu itu akan berbeda.

Tuhan, maukah kau mengabulkan permintaanku ini?

-end

Sy mohon maaf klo jelek n gaje, ya˜˜ Segala kritik dan saran sy terima dengan tangan terbuka˜˜˜

Terima kasih sudah membaca˜ n juga jangan lupa review, ya˜

Salam PASTA˜˜˜˜ XDD