TITLE: The Greatest Test for Skipper: Love

NOTE: ini juga pertama kalinya aku buat shoujo ai versi POM, jadi harap dimaklumi kalo sedikit mirip 'sinetron', haha :p. Mungkin juga aku nggak terbiasa ngeliat keempat penguin itu tidak mempunyai misi apa-apa kali ini, jadi agak aneh juga pas aku baca ulang. Kayaknya lebih panjang dari sebelumnya ya? Biarin deh, biar lebih puas mbacanya :D

RATE: T

GENRE: Romance (rada maksa), Friendship (rada maksa kuadrat)

WARNING: gajeness, typo ancur, ga pake EYD, lebay, OOC + OON

SUMMARY: Skipper telah menaklukkan musuh yang tangguh, rintangan yang berbahaya, dan medan yang berat. Tapi dapatkah ia menaklukkan hati Marlene, pujaan hatinya? Apalagi saat ia harus menghadapi ujian terberat dalam hidupnya: Marlene ternyata lebih memilih Private, temannya sendiri daripada Skipper. Bagaimana reaksi Skipper? Skilene & Rikowalski. Silahkan R&R :D

.

.

.

.

.

"Rico, pengaduk!" perintah Kowalski sambil matanya terus tertuju pada cairan kimia yang sedang dipegangnya. Rico langsung mengambil pengaduk yang ada di dekat tangannya dan memberikannya ke Kowalski. Penguin jenius itu mengambilnya tanpa banyak bicara dan langsung berkonsentrasi pada percobaannya.

"Tabung elemenyer!" perintah Kowalski lagi.

"Gelas ukur!"

"Termometer!"

"Pipet!"

"Cawan petri!"

Kowalski mulai berkeringat cemas. Rico dengan sigap mengambil handuk kecil dan mengelap dahi penguin jenius itu.

"Mikroskop!"

"Kertas lakmus!"

"Tabung reaksi!"

"Gunting!" (lho, ini percobaan kimia apa operasi plastik sih?)

"Obeng!" (oke, ini udah ngelantur authornya, lanjut)

"Selesai~ akhirnya jadi juga" kata Kowalski puas. Rico menyeringai senang.

"Apha itu, K'wolski?"

"Ini adalah percobaan terbaruku, Ramuan Cinta!" jelas Kowalski bersemangat "Siapa yang meminum ini akan jatuh cinta kepada seseorang yang dilihatnya pertama kali"

Rico mengangguk-angguk setuju. Kowalski melanjutkan,

"Yah, aku tahu resikonya kalau Skipper atau yang lainnya tahu tentang ini. Mereka pasti marah padaku karena sudah mempermainkan perasaan orang lain. Tapi demi pengetahuan, aku harus melakukannya! Karena itulah besok akan kucobakan ke Marlene. Bagaimana pendapatmu?"

"Apha?" teriak Rico kaget.

"Ssst...jangan keras-keras. Nanti mereka bangun" ujar Kowalski lirih, takut-takut kalau ada yang mendengar semua percakapan ini. Maklum, sekarang sudah tengah malam, Skipper dan Private pasti masih tertidur pulas. Sebelumnya Kowalski hanya sendirian saat mengerjakan penelitiannya sampai Rico datang karena dia mendengar kebisingan yang dibuat Kowalski.

"Maafkan aku Rico, aku tidak bisa menjelaskan mengapa aku memilih Marlene sebagai kelinci percobaanku. Tapi yang jelas, kalau ini berhasil, pasti Skipper akan bangga padaku. Pokoknya, jangan beritahu siapa-siapa tentang ini, oke?"

Rico mengangguk-angguk pasrah.

"Terima kasih, Rico" Kowalski menguap lebar. Meskipun terdapat lingkaran hitam di matanya, senyum puas tak mau hilang dari wajahnya. Tampaknya ini memang penelitian yang ia tunggu-tunggu sejak dulu, dan ia telah mewujudkannya sekarang. "Sekarang aku mau tidur dulu. Come on, Rico, kita tidur lagi" Kowalski langsung menggandeng Rico dan mengajaknya keluar dari laboratorium. Rico hanya bisa terdiam.


"Hoaehm...selamat pagi, Prajurit!" sapa Skipper sambil meregangkan otot-otot siripnya. Dilihatnya Private sudah menyiapkan empat piring berisi sandwich ikan dan empat gelas kopi untuk sarapan pagi ini. Kowalski dan Rico masih tertidur pulas, tampaknya enggan untuk bangkit dari ranjangnya yang empuk.

"Rise and shine, tukang tidur!" teriak Skipper tepat di telinga (eh, emang penguin punya telinga? ah bodo amat) Rico dan Kowalski. Kedua penguin itu langsung meloncat dari tempat tidurnya.

"Ma-maaf Skipper" kata Kowalski gugup. Ia tidak mau memperlihatkan keletihannya selama berminggu-minggu ini. Rico mungkin lebih bersikap santai, buktinya tadi dia masih bisa menguap lebar meskipun dimarahi habis-habisan sama Skipper.

"Kowalski, ada apa denganmu? Aakah kau melakukan percobaan aneh lagi?" tanya Skipper penuh selidik. Lalu ia melayangkan pandangannya ke Rico "Dan kau, Rico, aku tidak pernah melihatmu bangun terlambat. Ada apa dengan kalian berdua?"

"Eer...akhir-akhir ini aku tidak bisa tidur, Skipper. Aku sering mimpi buruk" jawab Kowalski sambil menundukkan kepala. Ia takut pandangan matanya yang menyiratkan kebohongan dapat dibaca dengan jelas oleh Skipper.

"Yaa...mimpi buruk! Mimpi buruk!" ulang Rico riang, seakan-akan hal ini bukan menjadi masalah baginya. Kowalski langsung memelototi Rico. Rico langsung menyetel mukanya jadi serius lagi.

"Baiklah, baik. Sekarang kalian berdua sarapan dulu, baru kita latihan sampai jam satu. Mungkin hanya sekali ini kutoleransi keterlambatanmu, Prajurit" tegas Skipper tanpa belas kasihan. "...Karena kalau tidak, sudah kutampar mukamu sampai biru"

"Skippah, jangan terlalu keras pada mereka" sela Private sambil mengunyah sandwich-nya dengan lahap. "Wajar kalau mereka mengalami mimpi buruk. Semua orang pasti pernah bermimpi buruk. Masa' kau tidak pernah, Skippah?"

"Enak saja! Tentu saja aku pernah!"

"Kalau begitu kau pasti bisa kan, memaafkan mereka?" kata Private sambil setengah merajuk sambil menatap Skipper dengan puppy eyes andalannya. Skipper yang tidak kuat harus mengalah ke Private.

"Oke, oke, terserah kau saja. Sekarang cepat habiskan sarapan kalian! Latihan sebentar lagi dimulai!" teriak Skipper untuk mengalihkan perasaannya.

"T-tunggu Skipper, ada yang dat..." Belum selesai Kowalski berbicara, pintu markas sudah terbuka lebar dan masuklah seekor berang-berang wanita.

"Morning, guys!" sapa Marlene ceria. "Pagi, Skipper!"

"Pagi, Marlene" jawab Skipper cepat-cepat membalas salam Marlene.

"Kalian sudah mau latihan ya? Baiklah, aku tidak akan mengganggu kalian" kata Marlene sambil membalikkan punggungnya dan bergegas keluar lagi. Kowalski langsung mencegahnya,

"T-tunggu, Marlene! Bukankah kau sudah jauh-jauh kemari? Tidakkah sebaiknya kau duduk sebentar dan beristirahat?" tawarnya sambil sedikit berbasa-basi. Tentu saja,dia kan mau mencoba ramuan terbarunya ke Marlene!

"Ehm, Kowalski, ruanganku tepat disebelah markas kalian" kata Marlene mengingatkan.

"AH! Oh iya, maaf Marlene, kenapa aku bisa begitu bodoh?" kata Kowalski sambil menepuk jidatnya. Tapi ia langsung mencari alasan lain supaya Marlene tidak pergi. "Maksudku, kau bisa duduk sebentar dan mencoba kopi buatan Private. Latihan bisa menunggu" ujar Kowalski cepat-cepat, tanpa sadar kata-katanya yang terakhir itu sangat menyinggung perasaan Skipper. Hellow, yang jadi pemimpin kan Skipper, bukan Kowalski! Jadi hanya Skipper yang BERHAK memberi perintah kepada seluruh anak buahnya.

"Kowalski!" desis Skipper marah. Kowalski langsung berbisik ke Skipper,

"Tenang Skipper, apa kau tidak menginginkan Marlene disini?" kata Kowalski lirih, tapi terdengar sangat...menggoda Skipper. Wajah Skipper langsung bersemu merah.

"Baik, baik, tapi sebentar saja!" kata Skipper sambil tetap mempertahankan ekspresi marahnya, tapi semua orang yang melihatnya pasti tahu kalau wajah Skipper masih memerah.

"Baiklah Skipper, as you wish" sahut Marlene santai sambil menjatuhkan pantatnya di kursi bekas diduduki Private. Private langsung ngacir ke ruang belakang, diikuti Kowalski untuk membuat kopi. Setelah selesai, Private yang sudah siap untuk membawa secangkir kopi itu ke ruang depan itu mendadak memegang perut bagian bawahnya.

"Adududuh...kurasa aku harus melakukan 'panggilan alam'sekarang. Kowalski, bisa tolong bawakan ini ke Marlene? Aku takut nanti kopinya dingin" pinta Private. Belum sempat Kowalski berbicara sepatah katapun, Private sudah berlari ke kamar mandi. Penguin jenius itu menghela napas setelah Private menghilang dari pandangan.

"Huft...akhirnya aku bisa juga melakukannya" kata Kowalski sambil tersenyum licik. Dituangnya ramuan cinta yang tidak berbau, berwarna dan berasa itu ke cangkir Marlene, setelah itu ia meninggalkan cangkir itu sendirian dan cepat-cepat bersembunyi di balik dinding. Samar-sama ia mendengar Private keluar dan mengeluh melihat cangkir itu tetap berada di tempatnya, lalu mengantarkannya sendiri keluar.


"Silahkan diminum, Marlene" ujar Private ramah sambil meletakkan cangkir kopi diatas meja. Marlene meneguknya perlahan. Tiba-tiba pandangannya menjadi berkunang-kunang. Kepalanya menjadi pusing. Matanya terpejam, tidak tahan terhadap rasa sakit yang dideranya. Keempat pinguin itu langsung mengerubunginya, tapi yang paling khawatir adalah Skipper.

"Ada apa, Marlene? Bicaralah padaku!" kata Skipper cemas dan menggenggam erat tangan Marlene. Marlene hanya bisa memegang kepalanya dan mengerang kesakitan. Tiba-tiba Private menyeruak dari kerumunan dan berusaha mendekati Marlene.

"Marlene! Marlene! Maafkan aku, mungkin aku telah salah membuat kopinya...Marlene, bangun!" jerit Private panik sambil mengguncang-guncang bahu Marlene. Ajaibnya, Marlene langsung sadar seketika. Tubuhnya mulai kembali normal. Ia membuka matanya. Pertama kali yang dilihatnya adalah Private yang masih menatapnya dengan cemas, disusul Skipper, Rico, dan Kowalski.

Private?

Tiba-tiba dalam benaknya dipenuhi bayangan tentang Private, semua kenangannya bersama Private (yah, meskipun mereka sangat jarang sekali menghabiskan waktu berdua), dan dadanya berdebar kencang saat Private menatapnya.

"Marlene? Marlene, apa kau baik-baik saja? Maafkan aku, mungkin campuran kopinya salah, maafkan a..." Belum selesai Private bicara, Marlene sudah senyum-senyum gaje, khas orang yang lagi pedekate. Ia meletakkan jari telunjuknya di paruh Private.

"Hai, Tampan..."