.

_Where's Your Heart?_

.

Love Live! Sunshine.

Disclaimer : LLSS! © Kimino Sakurako, ASCII Media Works, Klab

Warning : Typo(s). OOC. AU! alur cepat. tulisan berantakan. Terdapat kalimat tak pantas.

Genre : Drama. Hurt/Comfort.

Cover by eseukei

.

Mohon maaf apabila ada kesamaan dalam hal apapun.

Love Live bukan milik saya.

Happy Reading


"Lantas kenapa harus aku?!"

"...harusnya sudah kusentuh dirimu sejak awal"

...

Usianya masih 23 tahun. Cukup muda untuk menjadi seorang istri. Baru setahun menjadi wanita karier dan terbilang sangat sukses bila melihat prestasi yang ia ukir dalam memajukan perusahaan tempat dirinya bekerja.

Ia wanita cerdas yang punya tatapan tajam dan penuh ketegasan. Parasnya cantik nan menawan, apalagi dengan tubuh tinggi semampainya, siapapun akan terpikat padanya. Bahkan wanita terkadang iri namun ada juga yang mengidolakannya.

Meski begitu, ia juga seorang yang polos dan mendambakan seorang pangeran untuk ada di sisinya.

Kurosawa Dia. Itu dulu, sebelum ia berganti nama menajadi Ohara Dia. Ia menjadi istri seorang pengusaha ternama, yaitu Ohara Mario. Pernikahan mereka tidak diketahui para rekan kerja di kantor. Hanya segelintir orang yang merupakan sahabat dekat mereka maupun orangtua mereka.

Perjodohan? Tentu saja bukan. Mario sendirilah yang melamarnya. Di awal memang Dia tak mau, tapi rasa cinta itu tumbuh seiring berjalannya waktu. Mario pria yang sangat menarik, tampan juga perhatian. Itulah yang membuat Dia jatuh hati.

Namun, Dia juga tahu sejak dulu bahwa Mario tidak suka terikat oleh hubungan, dan ia mudah tergoda oleh wanita. Entah alasan apa yang membuat Mario mau terikat pernikahan dengannya.

Lima bulan sudah usia pernikahan mereka. Mario sama sekali tidak menyentuh Dia. Sering dirinya membatin apakah suaminya itu mencintainya atau tidak? Sebab, ada saat tertentu tiba-tiba Mario perhatian padanya. Tapi disaat tertentu pula Dia seperti bukan istrinya.

Seperti saat ini. Di dalam lift.

"Kerja bagus, sayang. Presentasimu kemarin sukses meyakinkan investor" tiba-tiba Mario merangkul istrinya itu dan menyebut dengan kata 'Sayang'.

"Unn" Dia hanya mengangguk dengan tampang sedikit heran. Namun langsung ia ubah dengan ekspresi senyum dan sedikit tawa. Menyembunyikan perasaan.

"Aku bangga padamu" ucapnya sambil mengusap puncak kepala Dia. Jujur saja Dia senang.

"...nanti malam masak ya. Kita makan malam"

Seketika wajah Dia berbinar. Karena terbilang jarang, Mario makan di rumah. "Oke. Akan kusiapkan"

"Ayo..." Mario menggandeng tangan Dia sambil keluar lift.

Dia mengikuti Mario dan baru beberapa langkah keluar. Saat ada pegawai lain yang lewat. Genggaman itu melonggar dan terlepas. Tentu saja Mario yang sengaja melepasnya. Lalu ia bergegas berjalan meninggalkan Dia sambil menatap ponselnya.

Lagi. Dirasakanya seperti ini. Dia mematung sesaat dengan wajah sedih. Malu kah Mario jika Dia berjalan beriringan bersamanya? Itu yang selalu dipikirkan Dia.

][

Malam yang dinanti tiba. Segala sudah disiapkan Dia. Makanan kesukaan Mario dan sedikit dekorasi yang dibuatnya di taman samping rumah. Dia sengaja menyiapkan tempat di taman karena bulan malam ini sangat cantik. Ia juga berdandan cantik malam ini, demi sang suami. Dan ia sudah duduk manis di kursinya sambil sesekali melihat ke arah luar jalan. Memastikan tanda-tanda kedatangan suaminya.

Sebuah mobil hitam mendekat. Dia langsung berdiri dan jalan mendekat. Tapi ternyata bukan suaminya yang datang.

"Kano-kun?" Dia mengerut.

"Hai..." sapa Kano usai keluar dari mobilnya.

"Ada apa?" Dia membukakan pintu pagar dan mempersilahkan Matsuura Kano masuk. Tapi Kano menolak karena ia hanya sebentar saja.

"Wow.. kau cantik sekali malam ini, Dia-chan"

"Ah. Te...terima kasih" wajahnya merona. Jarang ada yang memujinya. Walau sering dan banyak yang memuji kecantikan Dia. Tapi Dia tak pernah tahu itu.

Kano, sejak lama menyukai Dia. Sejak mereka di bangku SMA dulu. Tapi rasa takut Kano membuatnya terlambat menjadikan Dia miliknya. Kano pun hanya bisa menyesalinya. Mungkin Dia bukan jodohnya. Setidaknya mereka masih bersahabat baik, Kano sudah senang.

"Aku mau bertemu suamimu. Ada berkas yang harus ia tanda tangan secepatnya"

"Mario-kun? Ia belum pulang"

"Benarkah? Kupikir dia sudah di rumah. Karena ruangannya kosong sejak jam 6 tadi"

"Dan sekarang sudah jam 9" gumam Dia.

Kano heran sesaat, kemudian ia sadar bahwa sesuatu mungkin terjadi. Kano juga tahu sifat Mario itu seperti apa. Dirinya yakin bisa jadi Mario sedang bersenang-senang di luar sana. Sebab sering ia mendapati bos besarnya itu bersama seorang wanita lain.

"Aku pamit dulu kalau begitu. Maaf mengganggu. Selamat malam, Dia-chan"

"Selamat malam"

Hanya senyum simpul yang mampu diberikan Dia sebelum Kano masuk ke dalam mobilnya. Usai mobil itu bergerak menjauh dari rumah barulah Dia masuk dan kembali duduk di kursinya dengan perasaan sedih.

"Kamu dimana?" Ucapnya sedih sambil menyentuh cincin pada jari manisnya.

Di lain tempat Kano mengemudi dengan hati terluka. Sampai kapan ia harus menatap orang yang ia sayangi itu dengan ekspresi penuh kesedihan?. Kano kesal.

"Agghggrrr!" Kano memukul keras stir kemudinya.

"...kamu pengecut, Kano! Kalau saja aku lebih cepat mengungkapkannya. Dia tidak akan terluka seperti ini"

Kano marah pada dirinya, karena tak mampu melindungi Dia.

Sudah jam 12 lewat tengah malam, Dia masih setia menunggu Mario. Ia yakin pasti suaminya akan pulang dan menepati janjinya. Bahkan, di sela itu ketika hujan deras turun pun, Dia tak beranjak dari tempatnya.

Ia kehujanan. Basah kuyup. Kedinginan. Nyaris masuk angin. Dekorasi yang ia buat pun hancur, tapi dirinya tetap menjaga makanan yang sudah dibuatnya, agar tetap hangat.

Tepat jam 00.30 suara mobil terdengar mendekat. Dia langsung berjalan keluar halaman depan dan langsung tercengang mendapati Mario dirangkul seorang wanita yang tak lain adalah salah satu pegawai di kantor dan juga merupakan orang kepercayaan Dia.

"Malam, Nyonya Kurosawa—, eh maksud saya Nyonya Ohara" wanita itu berujar seakan mengejek.

"Kau? Lalu Mario-kun? Apa yang terjadi dengannya? Kalian dari mana?" Tanya Dia bertubi-tubi dengan perasaan campur aduk melihat suaminya dalam keadaan mabuk.

"Hey! Satu-satu dong tanyanya. Mario-kun ini habis bersenang-senang denganku. Ya kan?" Wanita itu menatap dengan menggoda.

"Iya, sayang— hik! Besok kita..hik! Bersenang-senang lagi ya, Riko-chan.. hik!" Ucap Mario sambil cegukan dan setengah sadar.

"Aku pulang dulu ya. Sampai jumpa besok"

Cup!

"Hati-hati, sayang" Mario mencium pipi Riko sebelum ia pergi dan Riko juga bergelayut manja sesaat. Kemudian berlalu mengendarai mobilnya.

Perih. Sakit. Terluka. Dia mematung di bawah rintikan hujan. Terdiam dengan hati terluka untuk kesekian kali melihat perbuatan suaminya itu.

Dia menahan air matanya kemudian membawa Mario ke dalam. Menidurkannya di sofa. Mengambil sebaskom air dan handuk untuk mengelap tubuh suaminya itu.

"Riko-chan..." ucap Mario diiringi senyum senang.

Dengan sabar dan mata semakin berkaca, Dia membuka kancing kemeja Mario; betapa kagetnya ia, sebuah cap bibir melekat di leher Mario. Dia menangis seketika.

Perlaha ia mengusap wajah Mario dengan handuk yang telah basah tadi. Kemudian mengusap tangan, dada hingga lehernya; semakin kuat ia mengusap, mencoba menghilangkan noda lipstik itu. Mengusap dengan liningan air mata.

"Kenapa Mario-kun? Apa salahku?!" Frustasi. Kesal. Marah. Kecewa. Sakit hati. Terluka. Dia akhirnya menyerah, ia melempar kasar handuk tadi dan pergi ke kamar, membiarkan Mario di sofa seperti itu.

Esoknya, Dia menanyakan tentang hubungan Mario dengan Riko. Meminta penjelasan. Tapi Mario seakan enggan menjawab.

"Ada hubungan apa kau dengan Riko-san?"

"Hanya sebatas rekan kerja"

"Bohong! Apa rekan kerja sampai harus berciuman seperti itu,? Peluk-pekukan? Mesra-mesraan?"

"Aghrrr! Berisik!" Mario membanting gelas yang tadi ada di genggamannya. Dia terkejut.

"...apa urusanmu? Hah?! Kalau kubilang dia pacarku, kau mau apa?"

"Tapi kan..."

"Dengar ya, Dia-san. Aku tidak suka diatur dan dikekang. Aku tidak suka terikat oleh hubungan. Mengerti?!"

"Lalu untuk apa kamu menikah kalau tidak suka?! Apa alasanmu?!" Dia mulai menaikkan nada suara.

"Alasan? Kau mau tahu alasanku menikah?" Mario membungkuk sedikit dan memajukan wajahnya. Menatap intens Dia. Sedang Dia mundur selangkah karena gugup.

"...agar orangtuaku tidak berisik. Mereka selalu mengusik kebebasanku. Kalau mereka tahu aku sudah beristri, mereka bisa diam kan?!"

"Lantas kenapa harus aku?!"

"Karena..." Mario semakin mendekat, membuat Dia melangkah mundur hingga menghantam dinding dan terkunci di antara kedua tangan Mario.

"...aku selalu penasaran denganmu. Yang katanya dijukuki Sang Misterius oleh seisi kantor. Si Misterius yang sulit di dapatkan."

"Ma...maksudnya?"

"Yahhh, aku hanya ingin buktikan bahwa Seorang Ohara Mario bisa mendapatkan apapun yang diinginkannya. Termasuk dirimu, cantik."

Bisik Mario, setelah itu dikecupnya leher jenjang Dia.

Cup!.

"Ghhrrrhh" Dia mendorong Mario menjauh darinya.

Mario tertawa.

"Ternyata kamu manis juga ya, kulitmu halus dan wangi. Harusnya sudah kusentuh dirimu sejak awal"

"Kamu jahat, Mario-kun" suaranya lirih dengn pandangan mata yang berkaca-kaca.

Merasa puas melihat Dia hancur, Mario berlalu dengan senyum penuh kemenangan.

][

Beberapa hari kemudian seperti biasa, Dia kembali dengan aktivitasnya. Mario semakin sering pulang larut dan bahkan tak pulang sama sekali. Tapi itu bukan alasan bagi Dia untuk mengabaikan tugasnya di kantor.

Hari ini ia ada project besar bersama para klien. Persiapannya sudah matang. Dia hanya tinggal mempresentasikannya. Di awal berjalan lancar tapi seorang yang merupakan mitra kerjanya mulai berulah.

Siapa lagi kalau bukan Sakurauchi Riko.

"...setelah sepakat, saya berencana dan sudah merancang bangunan yang cocok untuk daerah tersebut—"

Braakkk!

"Ah ya ampun" Riko, kebetulan menjadi operator. Ia yang bertugas memegang laptop dan mengatur slide. Karena memang ada beberapa bagian yang hanya diketahui oleh Riko.

Meski hubungan mereka tak bersahabat, namun Dia berpikir setidaknya Riko orang yang profesional, bisa bekerja sama dan mampu membedaan urusan pribadi dengan pekerjaan. Tapi nampaknya tidak. Bahkan di urusan pekerjaan pun Riko tetap mengusiknya.

Riko sengaja menyenggol gelas air minumnya agar tumpah dan mengenai laptop tersebut. Sehingga ia bisa menggagalkan presentasi Dia.

"Riko-san! Cepat singkirkan laptopnya!" Dia berseru.

Bukannya melakukan apa yang dikatakan Dia, Riko malah sengaja menjauh dengan alasan di dekatnya ada stop kontak. Alhasil, semua hancur. Rancangan milik Dia ditolak dan rapat sesaat ditunda.

"Mengecewakan" ucap Mario sinis. Pegawai dan beberapa klien yang lain pun memandangnya dengan kecewa.

"Mohon maaf atas kesalahan ini" Dia hanya mampu membungkukkan badan sambil meminta maaf, seiring berlalunya mereka semua.

Belum lama sepeninggalan Mario, klien dan karyawan tadi; Riko berulah lagi. Ia menarik tangan Dia dengan tiba-tiba dan membuat seakan Dia menjambak rambutnya. Setelah itu Riko berteriak seolah kesakitan. Kemudian orang-orang tadi mendengar dan dengan cepat menghampiri Dia dan Riko. Mereka melihat dengan jelas, seakan Dia memang menjambak Riko.

Dia langsung menarik paksa tangannya.

"Ini...bukan seperti yang kalian lihat" Dia mencoba menjelaskan, tapi percuma. Image-nya pasti sekarang sudah hancur di mata orang-orang. Termasuk Mario.

Mario menggeleng heran dan percaya kalau memang Dia-lah yang melakukan itu. Kemudian mereka berlalu lagi.

Riko menatap dengan puas. Dia tahu bahwa Riko sengaja melakukan itu dan Dia hanya bisa memandangnya dengan pandangan kesal dan tangan mengepal.

"Kau?! Agghrrr!" Geram Dia. Lalu buru-buru membereskan barangnya dan berniat pergi. Dia tidak mau berlama-lama di dekat Riko, bisa-bisa emosinya meledak.

Kesempatan bagi Riko, ia menyalakan ponselnya dan meletakkannya di samping ponsel milik Dia, agar Dia melihat foto yang menjadi wallpaper di ponsel Riko.

Sreeekk!

Sukses! Rencana Riko membuat hati Dia semakin panas. Berhasil!. Foto itu terpampang jelas, Mario dan Riko berdua, dengan hanya berbalut selimut dan Mario yang telanjang dada.

"Ups... maaf. Ketahuan deh" setelah itu Riko mulai melangkah pergi.

Meninggalkan Dia yang hatinya teriris.

"Ya Tuhan, kenapa harus seperti ini?" Akhirnya Dia menitihkan air mata.

"Dia-chan..." Kano hanya bisa melihat dari jauh sepanjang kejadian menyakitkan tadi. Lagi-lagi ia harus sembunyi.

Tidak. Kali ini dirinya tidak akan menutup diri. Dia harus bahagia dan ia tidak boleh seperti ini terus. Kano harus bisa jujur pada dirinya maupun perasaannya. Ia bertekat. Maka Kano pun menyusun rencana untuk memberi pelajaran bagi Mario dan Riko. Sudah saatnya kebenaran terungkap.

][

Tepat di acara ulangtahun perusahaan semua karyawan berpenampilan semenarik mungkin. Termasuk Dia, kali ini dengan bantuan Kano, ia berpenampilan lebih cantik dari sebelumnya. Bahkan nyaris membuat Mario pangling dan jatuh hati. Seluruh karyawan pun menatap kagum.

"Kurosawa-san hari ini luar biasa cantik ya. Beda dari biasanya" salah seorang berkomentar.

"Bukannya dia itu kakak-nya Aktor terkenal itu ya? Ruby-san?"

"Ah benar. Mereka punya nama keluarga yang sama"

"Benarkah? Aku baru tahu. Wah, pantas ia cantik sekali"

"Tapi Dia-san tidak pernah mengumbar dan memamerkannya ya?"

"Beruntungnya"

"Sasugaaah, Sang Misterius..."

Begitulah segelintir bisikan dari komentar dan anggapan para orang-orang yang memandang seorang Dia.

Dia lewat tepat di depan Mario dan Riko. Mereka memamerkan kemesraan. Berniat memanaskan hati Dia, tapi kali ini tidak ada wajah sedih dan kelemahan. Harus dibuktikan bahwa ia wanita yang kuat. Tak akan lemah hanya karena seorang pria.

"Acaranya seru ya, sayang" ucap Mario.

"Iya tentu saja. Kan aku penanggung jawabnya. Harus bagus dong. Demi kamu, sayang" balas Riko sambil memeluk pinggang Mario.

Dia hanya tersenyum kecut. Kemudian ia perlahan membuka cardigan hitam miliknya, memperlihatkan lengannya yang mulus dan semakin terlihat sexy. Kano pun menghampiri dan langsung merangkul pinggang Dia.

Setelah itu dengan terang-terangan, Dia mencium bibir Kano, semua orang menatap terkejut. Pria tampan itu tanpa ragu menerima ciuman itu.

"Uso! Tidak mungkin"

" Ku dengar gosip, katanya Dia-san itu istri dari Ohara-san"

"Benarkah? Tapi kenapa berani mencium Matsuura-san? Di depan umum lagi"

"Tapi Ohara-san 'kan dekat dengan Sakurauchi-san. Tidak mungkin—"

Lagi. Orang-orang berkomentar panjang mengenai empat orang populer itu. Setelah itu Dia dan Kano berlalu, berjalan melewati Mario dan Riko sambil saling merangkul. Dia tersenyum sinis.

Entah kenapa tiba-tiba hati Mario panas dan kesal. Tanpa sadar dirinya melepaskan rangkulan Riko pada lengannya dan pergi mengejar Dia. Riko ikut menyusul.

"Tunggu—" Mario menahan tangan Dia.

"What?" Dia memandang penuh angkuh.

"Beraninya kau—"

"Apa?! Selingkuh?!" Ucap Dia dengan sarkastik. Mario terdiam. Sedang Dia tertawa singkat.

"Tapi, kamu itu kan istriku!" Ucap Mario tanpa sadar.

"Lalu kenapa kalau aku istrimu? Hah?! Memangnya cuma kamu yang bisa selingkuh?!" Bentak Dia dengan tatapan tajam.

Kano maju selangkah.

"Oh iya, Ohara-san. Aku lupa memberikan dokumen yang harus kau tanda tangani ini. Aku sudah pernah ke rumahmu, tapi kau tak ada" Kano menyodorkan yang ia bilang tadi pada Mario.

Mario mengambilnya dan begitu dibuka, ternyata berisi foto Riko sedang memeluk seorang pria. Riko ikut terkejut dan gelagapan.

"Mario-kun, ini bohong. Aku...aku pasti dijebak—" Riko berusaha mengelak.

"Cukup! Aku tidak butuh penjelasan. Semua sudah jelas!"

"Ehem.. Bagaimana Ohara-san? Rasanya dihianati? Sakit kah? Atau... perlu kutunjukan bekas kecupan mesra dari Kano-kun di leherku ini?"

Mario semakin panas dan mulai naik pitam.

"Sudah cukup, Dia! Dasar wanita murahan—"

PLAKKK!

Akhirnya tamparan itu berhasil mendarat di pipi Mario, setelah sekian lama Dia menahannya. Di dalam hati ia ingin menangis, tak tega melukai pria yang pernah dicintainya itu. Tapi, ia juga sudah lelah dengan semua perlakuan Mario.

"Dengar ya!" Dia menetap dengan amarah sambil menunjuk wajah Mario. "...jangan pikir kamu tampan dan kaya, bisa seenaknya mempermainkan hati perempuan"

"...kamu pikir siapa yang mengandung dan melahirkan dirimu?. Kalau bukan Ibumu? Seorang WANITA!. Bisa kamu bayangkan kalau beliau diposisiku?! Dipermainkan! Tak dianggap! Disakiti! Dikhianati! Hah?!"

"Dia... aku—" Mario tertegun.

"Tunggu saja. Dua minggu lagi surat cerai akan sampai di rumahmu!"

Dia berlalu disusul Kano. Meninggalkan Mario dan kerumunan orang yang sejak awal menjadi penonton dari pertengkaran mereka. Pertengkaran yang membuka banyak kebenaran.

Setelah kejadian itu, Dia mengundurkan diri dari perusahaan. Ia lebih memilih mengelola usaha milik adiknya, Ruby. Sebuah Rumah Makan. Ruby memang seorang Aktor terkenal, tapi ia juga memikirkan lebih tentang masa depannya ketika kelak ia tak di usia produktif lagi. Maka ia mendirikan usaha tersebut.

Riko pun dipindahkan ke daerah lain bersama Kano. Mereka dijadikan mitra oleh Mario. Ia berpikir Kano adalah pria yang baik dan bijaksana, mungkin saja dengan Riko bermitra dengan Kano, sifat dan sikap serta kelakuan buruk Riko bisa berubah.

Mario. Ia tetap memimpin perusahaannya seperti biasa. Yang berbeda, ia telah menyadari kesalahannya dan berusaha menjadi lebih baik lagi. Kano sudah menceritakan semuanya. Ciuman itu hanya sandiwara. Kejadian itu sekaligus menyadarkan Mario bahwa ia ternyata mencintai Dia, yang sebentar lagi akan menjadi orang lain.

"Maafkan aku, Dia"

Mario menatap foto pernikahannya dengan Dia sambil mengenang saat-saat mereka bersama dulu. Penuh penyesalan dan genangan air mata.

.

.

.

.

.

.

.

.

[]-[]

Hati ini bukan Baja

[]

Hati ini Membutuhkanmu

[]-[]

.

.

.

.

.

.

.

.


(A/N) :

Sebenarnya di kepala ini masih ada lanjutannya. Tapi berhubung lelah, jadi segini aja.

Pengen buat lanjutannya di chp2, kalau nggak mager yak. wkwkw.

Entah tiba-tiba pengen jadikan Riko sebagai Antagonis xD (*padahal best girl. Waifu ane :"). ) ya, sesekali tak apa lah. Hehe.