Holaaa...
Selamat siang minna!
Saya sangat bersyukur bisa menemukan password account saya ini, jadi bisa publish dan melanjutkan karya-karya saya ^^
Cerita ini tentang Rukia dan sekitarnyaa..
ada Ichigo juga kok.. tapi nanti munculnya.. hehe
Disclaimer
Bleach : Tite Kubo
Toko Buku : My lovely friend, Wifi
This fiction is mine
Happy reading :)
Ayah, tahukah engkau bahwa aku sangat menyukai toko buku?
Banyak alasan yang membuatku menyukai toko buku. Bagiku toko buku adalah oase di tengah padang pasir. Tempat yang tenang di tengah hiruk pikuknya pusat perbelanjaan. Sebelum aku melangkahkan kaki ke toko buku, aku selalu berharap semoga buku Ayah masih dijual di toko buku. Ibu pernah bercerita kalau dulu Ayah adalah seorang jurnalis sekaligus penulis. Semoga sampai kini Ayah tetap menjadi penulis.
Yah, jika suatu saat aku menemukan sebuah buku yang mengguratkan nama Ayah di covernya, yang pertama akan kulakukan adalah membuka halaman-halaman terakhirnya, tempat biografi pengarang dituliskan. Dengan begitu, aku dapat memastikan keadaan Ayah saat ini. Memastikan bahwa Ayah sehat-sehat saja, membayangkan bahwa Ayah telah menelurkan banyak karya, membayangkan bahwa Ayah telah meraih banyak penghargaan. Pulitzer kek, Magsaysay kek, atau mungkin Khatulistiwa Award…
Tapi hingga kini, aku tak pernah menemukan nama Ayah diantara deretan nama pengarang lainnya. Ketika kuketikkan kata Byakuya Kuchiki di katalog elektronik pun hasilnya nihil.
Yah, aku telah mengunjungi begitu banyak toko buku. Dari toko buku A cabang Karakura sampai toko buku C cabang Soul Society. Dimanapun tak kutemukan buku Ayah seeksemplarpun. Apakah Ayah kini telah beralih profesi? Kalau aku boleh tahu, Ayah sekarang jadi apa? jadi siapa?
Aku tahu ini agak konyol, tapi aku berharap sekarang Ayah jadi presiden. Setiap aku menonton televisi yang berada di warteg dekat kontrakanku, aku berharap bahwa pria yang sering mengeluarkan kata-kata "Saya turut prihatin" itu adalah Ayah. Ketika kuceritakan ini pada Ibu, Ibu hanya tertawa getir sambil mengelak. "Dia bukan Ayahmu, Nak. Kalau Ayahmu jadi presiden, ia pasti sudah menjual negara ini. Ayahmu itu orangnya gegabah, kalau berbuat tidak pernah pakai pertimbangan yang matang."
Jangan terlalu dipikirkan Yah, mulut Ibu memang terkenal pedas. Buktinya kami sudah berpuluh kali berpindah kontrakan bukan karena tidak mampu bayar, tapi karena pemiliknya sakit hati dengan perkataan Ibu. Tapi meskipun begitu, sebenarnya Ibu memiliki hati yang baik. Dibalik senyum masamnya, dibalik pahit lidahnya. Dibalik itu semua, Ibu masih menyayangi Ayah.
"Ayahmu itu orangnya selalu gegabah, termasuk saat dia ninggalin kita…"
Yah, apakah dulu Ayah berpikir lebih dari sekali ketika memutuskan untuk meninggalkan kami?
Jadi apapun Ayah sekarang…Aku, secara pribadi dan mewakili Ibu, mengharapkan kepulangan Ayah…
Jadi siapapun Ayah sekarang…Aku yang bukan siapa-siapa ini merindukan kehadiran Ayah…
Aku berharap suatu hari Ayah datang, pulang ke rumah. Atau, menjemputku di toko buku.
*****chappyrukioguri*****tokobuku*****
Aku dididik Ibu jadi anak yang mandiri, telaten, taat peraturan, dan berdisiplin diri. Ibu benar-benar anti akan sifat-sifat yang mengarah ke gaya ayah; bebas, seenaknya, senewen, gegabah, dan banyak mimpi.
Akibatnya, saat ujian, akulah yang paling akhir berdiri dan mengumpulkan kertas jawaban. Selesai ujian , akulah yang paling ditunggu di pintu oleh teman-teman karena harus merapikan meja yang penuh dengan bekas penghapus dan merapikan meja kursi yang baru saja aku gunakan untuk ujian. Dan kamarku tak luput jadi korban ketelitian. Sehelai rambut jatuh pun langsung buru-buru kusapu.
Ibu tidak suka kalau aku banyak tanya. Ibu tidak suka aku mencari-cari Ayah sendirian. Dan Ibu benci toko buku. Kadang aku kasihan melihat beliau memeriksa tas sekolahku tengah malam buta. Mungkin, Ibu takut aku membeli buku Ayah, membacanya, menekurinya, meresapinya, dan menjadi sebebas Ayah, lalu pergi dari rumah.
Tapi seketat apapun Ibu menjagaku, ada satu sifat buruk yang luput dari pengawasan ibu: Aku ini banyak mimpi.
Dan surat yang dicantumkan di atas, surat monolog yang seolah berdialog itu, adalah surat ke-seratus-sekian yang menjadi bagian dari mimpi bertemu ayah.
Aku akan membukukannya.
Aku akan memberitahu dunia.
Kalau aku mencari ayahku.
Jadi kalaupun sampai sepuluh tahun mendatang Ayah tak juga menelurkan buku, biarlah, bukuku saja yang ditemukannya.
*****chappyrukioguri*****tokobuku*****
Sekarang usiaku sudah 18 tahun . tak terasa sudah sekitar 10 tahun ayah meninggalkanku dan Ibu. Semangat yang ditinggalkan pun masih terasa benar sampai sekarang. Semangat tak boleh takut mencapai mimpi walaupun kita orang biasa. Aku masih ngat dulu ayah pernah berkata seperti ini padaku.
"Rukia, anak cerdas , apapun yang terjadi, bagaimana pun kondisi Rukia nanti , Rukia harus tetap semangat menggapai mimpi Rukia. Semangat mengubah keadaan Rukia yang sekarang menjadi keadaan yang lebih baik . Ingat selalu mematuhi apa yang di samapikan Ibu. Oke Rukia?" Aku pun mengangguk bersemangat saait itu.
Ujian Nasional mulai dekat. Walaupun demikian tak membuatku bosan atau jaran mengunjungi took buku di kotaku sekarang ini. Masih berharap suatu saat nanti aku menemukan buku dengan pengarang paling hebat sedunia , Byakuya Kuchiki , ayahku.
Benar kata ayahku took buku adalah tempat yang dashyat .
aku bisa menemukan dunia , mimpi , semuannya di sini . Namun aku tetap merasa aku masih di dunia paling sempit sekarang karena tak bias menemukan buku karangan ayahku sendiri. Di mana kah engkau sekarang , ayah ? Rukia merindukanmu. Aku yakin Ibu juga merindukan ayah . Doakan Rukia bisa lulus ujian nasional dan masuk universitas yang dulu ayah sempat gagal masuk ke sana. Aku ingin meneruskan mimpi ayah . I love You .
TBC
singkat dulu yaaa..
RnR pleaseee :)
