7 Days
Genre: Romance
Pairing: Len x Miku
Slight Pairing: Len x Piko
Vocaloid © Yamaha
Warning: Bad, Miss Typo's, slight YAOI content, OC nyempil, alur nggak woles, and OOT
Summary: Syok! Itulah yang dialami oleh Miku ketika tahu bahwa orang yang dicintainya adalah ... / "Jadi, kau itu … homo?"/ "I-itu …"/ "Apakah ini hukuman dari langit karena aku adalah seorang fujoshi?"/
.
.
.
Chapter 1 of 7:
First Day
(Pernyataan)
.
.
.
Awalnya, Miku mengira kalau teman sekelasnya berbohong tentang hubungan orang yang disukainya, Len Kagamine, dengan Piko Utatane. Awalnya, ia mengira itu hanya gossip buruk karena Len dan Piko terlalu dekat. Awalnya, Miku mengira kalau itu hanyalah berita miring dari para Len Haters. Sampai pada akhirnya, dengan mata kepalanya sendiri, ia melihat adegan itu. Adegan dimana orang yang disukainya nampak sedang melakukan adegan mesra dengan seorang laki-laki.
"Len …," gumam Miku lirih.
Gadis itu … terlalu syok. Kepalanya kini terasa berat. Tubuhnya melemas, seolah tak kuat berdiri. Disaat ia berpikir untuk membaca novel dengan tenang ditaman belakang sekolah, ia malah melihat adegan yang sangat membuatnya syok berat itu.
"M-Miku, ini tidak seperti yang kau pikirkan," kata Len gugup setelah ia menyadari kehadiran Miku.
Miku hanya bisa terdiam membatu. Gadis itu terlalu syok. Ia butuh waktu cukup lama untuk membuat koneksi otaknya tersambung lagi antar satu sel dengan sel lainnya. Mulutnya nampak terlalu kaku untuk digerakkan.
"A-ah," pekik Miku pelan.
Bahu gadis itu gemetar. Gadis itu bahkan tidak dapat menitikkan air mata. Justru gadis itu hanya mengulum senyuman miris.
"M-maaf telah mengganggu kalian," ucap Miku sambil membalikkan badannya.
Gadis itu melangkah pergi, menjauhi taman sekolah yang merupakan tempat dimana kejadian itu berlangsung.
*Flashback*
Seorang gadis berambut pirang panjang itu memasuki kelas dengan pandangan syok.
"Ne, ada apa, Lily-chan?" tanya Tei.
Miku menoleh, menatap Lily yang nampak memegangi kepalanya. Lily –gadis berambut pirang itu– nampak seperti orang yang baru saja syok berat.
"A-aku … ini pertama kalinya dalam hidupku untuk melihat orang yang saling menyukai sesama jenisnya," jawab Lily sambil duduk dikursinya.
"Hah?" Miku memekik terkejut.
"Len … dia … pacaran … dengan … Piko," lanjut Lily lagi dengan terbata-bata.
"HAH?!" pekik Miku dan Tei berbarengan.
Rupanya, pekikan tersebut mengundang perhatian Gumi dan SeeU. Kedua gadis itu langsung menghampiri Lily, Miku, dan Tei yang nampak sedang 'asik' mengobrol itu.
"Len dan Piko … mereka ternyata homo," ucap Miku syok.
"APA?!"
*Flashback End*
Semenjak itu, Miku selalu syok. Lalu parahnya lagi ialah hari ini, hari dimana ia melihat adegan live tersebut yang terasa menusuk hatinya.
Jujur, Miku suka dengan Len. So, ketika melihat kejadian tersebut dirinya sangatlah syok, amat sangat syok.
"Miku, ng … aku ingin bicara denganmu," ucap Len dengan nada serius. "Cepat ikut aku ke atap sekolah!"
Miku menghela nafas pelan. Kakinya melangkah dengan gontai mengikuti Len menuju atap sekolah. 'Pasti dia ingin membicarakan tentang itu,' batin Miku.
Kreet! Len membuka pintu atap sekolah. Tempat itu nampak sepi, layaknya gudang yang tak terpakai. Setiap inchi dari ruangan tersebut pasti akan selalu dijamah oleh halusnya debu.
"Ng … jadi, bagaimana?" tanya Miku gugup.
"Soal yang tadi … kau lupakan saja ya," kata Len sedikit gugup.
'Bagaimana mungkin aku bisa melupakannya begitu saja? Aku bahkan lebih setuju kau berpacaran dengan cewek dibandingkan dengan cowok!' batin Miku histeris. Ingin sekali rasanya gadis itu menjambak rambut panjangnya sampai rontok saking frustasinya. Oke, Miku emang fujoshi, tapi semua gadis fujoshi juga pasti bakalan syok bukan kalau orang disukainya ternyata adalah seorang cowok penyuka sesama jenis, kan?
"Jadi, kau itu … homo?" tanya Miku ragu-ragu.
"I-itu …," rona merah (yang entah maksudnya apa itu) nampak muncul dikedua pipi mulus Len.
'Demi, Tuhan! Apakah ini hanyalah mimpi buruk semata?' batin Miku histeris (untuk yang kesekian kalinya). Gadis itu terlalu syok untuk menghadapi kenyataan yang sungguh amat sangat menyedihkan ini.
"Iya … aku itu … ng … h-homo," jawab Len terbata-bata.
Jderr! Petir seolah menyambar disiang hari. Pandangan Miku kini memburam sempurna. Gadis itu nampaknya terlalu syok dengan kejadian yang ia alami hari ini.
"Oke, jadi kau mau aku bagaimana?" tanya Miku yang berusaha setenang mungkin agar Len tidak tahu bahwa Miku sedang syok berat.
"Sembunyikan ini dari yang lain," jawab Len dengan nada datar.
"O-oke," balas Miku ragu-ragu. "Tapi, apa alasanmu bisa menjadi –ehm seorang yang ya … seperti itu?"
"Ini bermula ketika aku patah hati, lalu Piko pun datang ke kehidupanku dengan senyumannya yang manis, seolah menentramkan isi hatiku. Lalu, aku pun menembaknya seminggu yang lalu dan dia menerimanya," jawab Len sambil menghela nafas.
"Sepertinya patah hati membuat otakmu menjadi bermasalah," komentar Miku dengan nada datarnya yang terkesan dingin itu.
"Hahaha … tapi aku berjanji, aku menjadikan seorang gadis sebagai pengantinku kelak jika gadis itu berhasil mengembalikan sifat kenormalanku itu," tawa Len.
"Lalu, siapa gadis itu?" tanya Miku penasaran.
"Ya … entahlah, bisa siapa saja," jawab Len. "Sudah yuk! Kita kembali ke kelas."
Miku mengangguk perlahan. Tapi entah mengapa, gadis berambut hijau panjang itu merasa ada sedikit harapan yang tersisa untuknya.
Kringg! Kringg! Bel istirahat tersebut berbunyi dengan nyaring. Sekarang waktunya istirahat makan siang, saat dimana kita akan menghabiskan seluruh bekal yang kita bawa dari rumah.
"Apakah ini hukuman dari langit karna aku seorang fujoshi?" tanya Miku frustasi entah pada siapa. Sepertinya dia itu masih syok.
"Eh? Ada apa, Miku?" tanya Kokone, sahabat Miku dari SD itu.
"Aaaa! Pokoknya aku kapok jadi seorang fujoshi!" teriak Miku histeris.
"A-ano … ada apa?" tanya Kokone semakin bingung.
"Orang yang aku suka … dia … ternyata … seorang … homoseksual," jawab Miku terbata-bata.
"Wah, itu bagus dong! Akan ada adegan yaoi live setiap harinya," kata Kokone sambil ber-fangirling ria.
"Tapi rasanya ini seperti hukuman dari langit karena aku itu seorang fujoshi," kata Miku dengan lesu.
"Huh, dasar!" ucap Kokone ketus. "Bagaimana kalau kau pergi ke Sakura Haruka-san dan Aiko Natsumine-san? Kudengar mereka berdua ialah orang yang paling jago meramal gitu. Siapa tahu aja mereka dapat meramalkan kalau Len-san itu bisa menjadi normal."
"Eh? Haruka-san dan Natsumine-san dari kelas 2 – 3 itu, kan?" tanya Miku memastikan.
"Yup, kau benar," jawab Kokone.
"Ah, kalau begitu aku akan segera kesana," kata Miku sambil bergegas menuju kelas 2 – 3.
"Semoga beruntung," ucap Kokone sembari melambaikan tangannya.
Miku segera berjalan menuju kelas 2 – 3 dengan tergesa-gesa.
"A-ano, apa Haruka-san dan Natsumine-san ada disini?" tanya Miku gugup. Maklumlah, diakan belum pernah masuk ke kelas 2 – 3.
"Oh … kau mencariku," ujar seorang gadis berambut merah muda pendek. "Salam kenal, namaku Sakura Haruka."
"Lalu, aku yang namanya Aiko Natsumine," ujar seorang gadis berambut oranye panjang.
"B-bisa tolong ramal aku? A-aku ingin sekali diramal," pinta Miku.
Sakura dan Aiko langsung saling pandang.
"Boleh," kata Sakura sambil menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal.
"Jadi, kau ingin diramal apa? Masalah percintaan? Masalah keuangan? Atau hal-hal yang lain?" tanya Aiko sambil memegang bola berbentuk kristal yang entah sejak kapan ada ditangannya itu.
"Ng … begini, aku sebenarnya jatuh cinta sama seseorang. Tapi rupanya … orang itu ialah seorang yang homo. Jadi, apa aku masih punya harapan?" tanya Miku sambil menceritakan nasib kisah cintanya.
"Wah, wah, itu sangat rumit sekali," komentar Sakura.
"Huaaa … terus bagaimana?" tanya Miku sambil teriak frustasi sehingga membuat anak kelas 2 – 3 menjadi keheranan.
"Tenang saja, masih ada kesempatan kok," ujar Aiko sambil menepuk pundak Miku.
"Eh? Benarkah?" tanya Miku dengan mata berbinar-binar.
"Yup, itu benar," jawab Sakura. "Menurut ramalanku, kau –ah atau mungkin hanya kau yang bisa merubahnya dalam waktu seminggu. Em … dihitung mulai hari ini."
"Masa' sih? A-aku rasa itu cepat sekali," komentar Miku tidak percaya.
"Hey, hey, jangan remehkan ramalan kami," tegur Aiko. "Lagi pula kau tenang saja, kami pasti akan membantumu kok! Jadi, pas hari Senin depan, kami jamin kau dan dia sudah bakalan pacaran."
"Ah, masa' sih?" tanya Miku tidak percaya.
"Iya, kau dan dia pasti akan pacaran," jawab Sakura. "Pertama-tama, yang kau lakukan nanti setelah jam pulang sekolah adalah mengajaknya pulang bersama."
"Tapi arah jalan pulangku dan dia berbeda," sela Miku.
"Oh, ayolah! Rumah dia pasti hanya jauh sedikit dari rumahmu, kan?" kata Aiko.
"Bagaimana kau bisa tahu?" tanya Miku heran.
"Kami peramal, ingat?" jawab Sakura sambil memutar pandangannya.
"Oke, jadi pulang sekolah hari ini ya?" tanya Miku memastikan.
"Iya," jawab Aiko. "Semoga beruntung ya!"
"Ya," jawab Miku singkat sambil beranjak menuju kelasnya karena sebentar lagi jam istirahat kedua akan berakhir.
Kringg! Kringg! Bel pulang berbunyi dengan nyaring, membuat semua murid langsung bersorak gembira.
"Len, kau mau pulang bareng denganku?" tanya Miku dengan nada seceria mungkin. Agar rasa syok dihatinya tidak terlihat.
Jujur saja, melihat muka Len membuat Miku jadi teringat kejadian dimana Len sedang berciuman mesra dengan Piko ditaman belakang sekolah. Sehingga, rasa syok dihati Miku belum sepenuhnya menghilang walaupun Sakura dan Aiko (yang merupakan peramal 'gaul') itu mengatakan bahwa gadis berambut teal itu masih memiliki harapan. Yah, walaupun sebenarnya Miku itu antara percaya dengan tidak percaya sih. Lagian, secara logika mana mungkin cinta (dalam artian menjadi sepasang kekasih) bisa terbentuk dalam waktu seminggu? Walaupun jatuh cinta bisa terjadi dalam waktu kurang dari satu hari tapi tetap saja, rasanya mustahil.
"Boleh," jawab Len. "Kau naik sepeda, kan?"
Miku langsung terdiam ditempat. Gadis itu lupa kalau dia dianterin kesekolah karena sepedanya sedang rusak dan pastinya Miku harus pulang jalan kaki. Terus, Len-nya gimana dong? Ah, rasanya Miku ingin teriak merutuki kebodohannya. Lagi pula, mana mungkin Len yang kece badai cetar membahana itu mau memboncenginya sampai kerumah?
"A-aku lupa kalau sebenarnya aku tidak bawa sepeda," jawab Miku pelan.
"Oh … mau aku boncengin?" tanya Len menawarkan.
Miku serasa ingin mencubit pipinya. Demi apa tadi Len menawarkan boncengan kepadanya? Ah, atau justru ini hanya mimpi semata? Jika ini beneran mimpi, maka Miku tidak ingin bangun dari tidurnya sesegera mungkin. Tapi sepertinya, ini bukanlah mimpi.
"Kalau kau tidak keberatan boleh saja," jawab Miku gugup.
"Tentu saja tidak," balas Len sambil tersenyum.
Mereka kini berjalan menuju tempat parkir sepeda. Len segera mengambil sepedanya yang berwarna hitam gelap dengan model seperti sepeda-sepeda zaman dulu. Ah, mungkin Len adalah pecinta sepeda 'Classic' ala zaman dulu.
"Ayo naik," ucap Len sambil menepuk tempat duduk boncengan dibelakangnya.
Miku mengangguk pelan. Kemudian ia duduk perlahan dibelakang Len. Beberapa detik kemudian, sepeda itu melaju menjauhi gedung sekolah yang bercat putih-hijau tersebut.
"Aku berat tidak?" tanya Miku takut-takut.
"Iya," jawab Len tanpa rasa bersalah.
"Huh, kalau begitu cepat hentikan laju sepedanya dan turunkan aku sekarang juga," ucap Miku ketus.
"Ahahaha … aku bercanda kok," tawa Len.
Miku hanya mengembungkan pipinya.
"Maaf, maaf, kau jangan marah begitu dong," pinta Len.
"Enggak ah, enggak mau! Lagian Len bercandanya nggak lucu," balas Miku ketus.
"Aku minta maaf, Miku-hime," ucap Len. "Tapi kalau Miku-hime marah terus, nanti cantiknya ilang loh."
"U-uh, yaudah kau akan aku maafkan," balas Miku dengan rona merah dipipinya.
"Hahaha …," tawa Len senang, karena berhasil menggoda gadis bermarga 'Hatsune' itu.
Tapi tanpa mereka sadari, sesosok gadis –ah bukan! Maksudku sesosok lelaki berambut keperakan nampak menatap sinis kearah mereka berdua, tepatnya kearah Miku.
"Awas kau, Miku Hatsune," geram lelaki itu dengan nada penuh kebencian.
.
.
.
To Be Continue
.
.
.
Yap! Saya dateng lagi dengan fanfic baru. Ng … rencananya sih fanfic ini hanya dibuat seven-shoot saja dengan karakter words yang tidak terlalu banyak. Ya … sekiranya hampir mirip sama drabble lah ….
Last words, thanks for reading!
